DAKRIOSISTITIS AKUT
Pembimbing :
dr. Linda Susanti, Sp. M
Disusun oleh
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga tinjauan pustaka
yang berjudul “Rhegmatogeneous Retinal Detachment” ini dapat diselesaikan. Pembuatan
tinjauan pustaka ini merupakan salah satu tugas dalam menempuh kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya RSUD Nganjuk.
Ucapan terima kasih karena bimbingan, dukungan dan bantuan dalam pembuatan tinjauan
pustaka ini disampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Widodo Ario Knetjono. dr., Sp.THT-KL(L).FICS selaku Rektor Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Prof. Dr. Suhartati. dr.,M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
3. dr. AY Bambang Sentanu, Sp.OT selaku ketua TIM KORDIK Rumah Sakit Daerah
Nganjuk.
4. dr. Dini Irawati, Sp. M selaku pembimbing dan Kepala KSM Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Daerah Nganjuk.
5. dr. Linda Susanti, Sp. M selaku dokter pendidik klinis Ilmu Kesehatan Mata Rumah
Sakit Daerah Nganjuk.
6. Kepada sahabat-sahabat sejawat Dokter Muda Kelompok 1 Rumah Sakit Daerah
Nganjuk yang telah memberi dukungan serta doa.
Besar harapan penulis agar tinjauan pustaka ini dapat memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kesehatan mata serta pembaca pada
umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
permukaan mata, dan ekskresi dari air mata. Sistem lakrimal terbagi menjadi dua macam
sistem, yaitu sistem sekresi dan ekskresi. Sistem sekresi ini tersusun atas suatu kelenjar
lakrimal yang terbagi atas kelenjar lakrimal utama (mayor) dan kelenjar lakrimal aksesorius
(minor). Kelenjar lakrimal utama mempunyai ukuran yang lebih besar dan terletak di sudut
temporal atas orbita. Kelenjar lakrimal ini dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus orbita dan
palpebra yang dipisahkan secara anatomis oleh aponeurosis levator bagian lateral.
Duktus nasolakrimalis adalah suatu saluran yang memiliki panjang sekitar 18 mm dan
memiliki fungsi sebagai penghubung antara ujung bawah sakus lakrimalis dengan meatus
nasi inferior. Saluran ini rentan mengalami penyumbatan atau yang disebut obstruksi.
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis dapat disebabkan karena kelainan kongenital ataupun
didapat. Penyebab dari sumbatan ini pun dibagi menjadi primer seperti yang disebabkan oleh
stenosis involusional pada wanita usia tua dan sekunder seperti infeksi, inflamasi, mekanikal,
trauma, dan neoplasma. Pada keadaan obstruksi duktus nasolakrimalis, aliran air mata yang
ataupun didapat. Penyebab dari sumbatan ini pun dibagi menjadi primer seperti yang
disebabkan oleh stenosis involusional pada wanita usia tua dan sekunder seperti infeksi,
inflamasi, mekanikal, trauma, dan neoplasma. Pada keadaan obstruksi duktus nasolakrimalis,
aliran air mata yang stasis dan berkelanjutan akan menyebabkan infeksi sekunder berupa
dakriosistitis
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Berdasarkan usianya, penyebab dari obstruksi ini pun
juga akan berbeda dimana pada anak – anak biasanya diakibatkan karena ketidakterbukanya
membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa diakibatkan karena adanya penekanan
pada salurannya. Tanda yang khas akibat sumbatan ini adalah timbulnya penumpukan air
mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus yang merupakan media pertumbuhan bakteri
yang baik.
Pengobatan dakriosistitis adalah dengan melakukan pengurutan daerah sakus sehingga nanah
bersih dari dalam kantung dan kemudian diberi antibiotik lokal dan sistemik. Bila terlihat
fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka dilakukan insisi. Bila kantung lakrimal
telah tenang dan bersih maka dilakukan pemasokan pelebaran duktus nasolakrimal. Bila
sakus tetap meradang dengan adanya obstruksi duktus nasolakrimal maka dilakukan tindakan
TINJAUAN PUSTAKA
adalah sistem sekretori dan bagian kedua adalah sistem ekskretori. Sistem
Kelenjar lakrimal utama dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus orbita dan
lateral.
terluar orbita pada inferior dari tulang frontalis. Pada area tersebut terdapat
superior kelenjar ini adalah tulang frontalis sedangkan batas inferiornya adalah
Karena hubungan yang erat dengan sisi lateral dari aponeurosis levator,
kelenjar ini memiliki bentuk yang bervariasi. Adanya aponeurosis ini seolah
membentuk suatu celah yang hampir membagi kelenjar menjadi dua lobus,
yaitu lobus orbita yang terletal: di atas aponeurosis dan lobus palpebra di
kelenjar lakrimal.
2.1.2. Suplai Saraf, Vaskular, dan Kelenjar - kelenjar Sistem Lakrimal
di atas nukleus saliva superior pada pons. Jalur reflek eferen melalui nukleus
post ganglion pada nervus zigomatikus (cabang dari divisi maksilaris nervus
trigeminus).
saraf lakrimalis, dari saraf eferen yang berakhir pada kelenjar lakrimalis. Saraf
dari ganglion sfenopalatina akan menekan sekresi air mata. Di inervasi dari
saraf.
ganglion yang berkaitan dengan pleksus karotis namun masih belum jelas
lakrimalis arteri oftalmika dan cabang infraorbital arteri maksilaris. Arus balik
2.2.1 Definisi
akibat adanya polip hidung. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak
keadaan akut terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata
dan demam. Terlihat pembengkakan kantung air mata dan merah di daerah
sakus lakrimal, dan nyeri tekan di daerah sakus, disertai sekret mukopurulen
yang akan memancar bila kantung air mata ditekan. Daerah kantung air mata
2.2.1 Epidemologi
menunjukkan bahwa sekitar 70- 83% dari kasus dakriosisititis terjadi pada
Bandung didapatkan hasil dominan perempuan dan rentang usia yang sama
a. Akut
b. Kronis
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
perkembangan.
Faktor resiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering
pendek dan lurus), abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi
inferior tubinate pada bagian yang infeksi (Raswita dan Himayani, 2017).
2.2.4 Etiologi
dakriosistitis yang didapat. Menurut temuan, jamur yang sering berperan pada
penyakit ialah Candida albicans dan Aspergillus niger. Jenis jamur lainnya
2.2.5 Patofisiologi
Aliran yang berasal dari sistem lakrimal ini dimulai dari punctum yang
letaknya di medial dari kelopak mata atas dan bawah. Baik punctum superior
maupun inferior memiliki peran sebagai pintu dari kanalikuli (struktur saluran
yang berada di medial tendon canthal). Kanalikuli ini nantinya akan bergabung
disebut kanalikuli komunis. Sakus lakrimalis ini adalah suatu kantung berisi
air mata yang nantinya akan mengalir melalui duktus nasolakrimalis ke meatus
nasi inferior. Perpindahan ini juga terjadi karena adanya perubahan tekanan
membuat otot orbicularis oculi secara spontan akan mengalami kontraksi dan
relaksasi.
Gambar 2.4 Anatomi sistem lakrima
yang memiliki peran dalam aliran air mata. Sudut yang dibentuk pada mata
kanan lebih besar dibandingkan mata kiri, itulah mengapa pada beberapa kasus
diantara nasi lateral dan proseccus maxilaris. Struktur anatomi ini nantinya
sistem ekskresi lakrimal dimulai dari bagian superior yang bersifat segmental
lalu bergabung membentuk suatu lumen. Pada pertemuan sakus lakrimalis dan
kanalikuli komunis akan membentuk suatu lipatan mukosa yang disebut katup
hidung pesek dan wajah kecil juga memiliki risiko lebih tinggi karena saluran
2.2.6 Patogenesis
berbagai faktor dimana hal yang paling sering adalah karena obstruksi total
air mata bergerak stasis dan terjadilah penumpukan air mata, sel deskuamasi,
dan sekresi mucus berlebihan di bagian atas dari daerah yang terkan obstruksi.
sekunder.
2.2.7 Anamnesa
heteroanamnesis. Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata
dan kotoran. Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah
kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam
dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan
hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami
demam. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret
mukopurulen.
inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata
ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar
air mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang
clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat
permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah
Gambar 2.5 Dye disappearance test menunjukkan marginal tear strip dan
ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada
akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya
dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test
II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna
hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones
Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit
ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan
irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna
hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam
keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau
pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa
sensasi asin dan tampak reaksi menelan yang menunjukkan patensi sistem
menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punktum
sakus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm
berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm
(Taylor, 2022).
c. Laboratoium darah
1. Selulitis orbita
memberikan gambaran eritema dan edema pada daerah yang sama dengan
medial ditekan, tidak ada sekret mukopurulen yang keluar dari pungtum
2. Sinusitis etmoidalis
dakriosistitis. Tes anel pada kasus ini biasanya memberiksan hasil system
didapatkan gambaran sinusitis yakni air cell pada ethmoid dan erosi tulang
(Nurladira, 2021).
Pada kasus in penekanan di daerah sakus tidak keluar secret dari pungtum
2.2.11 Tatalaksana
a. Non-Farmakologi
b. Farmakologi
dan antibiotik baik sistemik maupun lokal. Obat tetes mata kloramfenikol
penyakit ini, namun tidak akan efektif jika diberikan pada infeksi yang
dahulu selama 5 – 7 hari. Jika gambaran klinis yang didapat sudah cukup
c. Operasi
abses akan keluar secara spontan. Akan tetapi Tindakan ini dapat
akut telah dikendalikan. DCR memiliki dua pendekatan yaitu eksternal dan
dari sakus lakrimalis ke mucosa nasal melalui tulang ostium. Tujuan dari
prosedur ini ialah untuk membentuk tulang ostium yang besar di dalam
(Nurladira, 2021):
sebelumnya,
luka pada struktur kantus medial, gangguan fungsi dari aliran lakrimalis,
batang plastik kecil yang berguna untuk memastikan aliran yang baru
saja dibuat akan tetap membuka sampai memasuki fase penyembuhan.
namun tidak dilakukan insisi kulit dan tidak meninggalkan bekas karena
kecil (endoskop). Pada tindakan ini juga pasien akan disisipi sebuah
batang plastik kecil di aliran yang baru saja dibuat dan akan dilepas
akut. Alasan utama dari hal tersebut karena pada metode ini mampu
dari EN-DCR ini, pasien akan tetap merasakan nyeri dan bengkak di
tendon medial canthal untuk beberapa saat akibat dari dekompresi sakus
setelah operasi selesai. EN- DCR ini juga dapat dilakukan sebagai terapi
B, Bone from the lacrimal fossa and anterior lacrimal crest has been
C, The anterior lacrimal sac flap is sutured to the anterior nasal mucosal
2.2.12 Komplikasi
Komplikasi pada kasus dakriosistitis akut yang sering terjadi akibat
tidak tertangani dengan baik ialah selulitis preseptal ataupun selulitis orbita
karena infeksi ini akan dengan mudahnya dan secara cepat menyebar ke
(Nurladira, 2021).
2.2.13 Prognosis
dari 93% hingga 97% berhasil. Pada kasus kongenital, kesembuhan 90%
akan sembuh pada usia satu tahun dengan Tindakan konservatif saja
(Taylor, 2022).
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Cantor LB, Rapuano CJ, Cioff GA. 2018. Orbit , Eyelids , and Lacrimal Sistem. Basic
Clin Sci course. Hal ;1–307.
Eslami F, Basir HRG, Moradi A, Farah SH. 2018. Microbiological study of dacryocystitis
in northwest of iran. Clin Ophthalmol hal : 1859–64.
Liyanti R, Sukmawati G, dan Vitresia H. 2019. Orbital Cellulitis.Jurnal Kesehatan
Andalas. Vol. 8 no.3; 295-297.
Nurladira, S. T. 2021. Managemen dakriosistitis.Jurnal Medika Hutama. Vol.03, No. 01;
1468-1473.
Pinar-Sueiro S, Sota M, Lerchundi TX, Gibelalde A, Berasategui B, Vilar B, et al. 2012.
Dacryocystitis: Sistematic approach to diagnosis and therapy. Curr Infect Dis
Rep.14(2):137–46.
Prasasti, N., Indrajati, C., & Soffan, M. 2021. Perbedaan Angka Kesembuhan Teknik
Masase Sakus dengan Sakus Duktus pada Dakriostenosis Kongenital. Prosiding
Konstelasi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster Kesehatan, 1(1).
Raswita NEA, Himayani R. Dakriosistitis kronis post abses sakus lakrimalis dengan
fistula sakus lakrimalis. J Medula Unila. 2018;7(3):57-61.
Salmon J. F. 2020. KANSKI’S : Clinical Ophthalmology. Edisi ke-9. China : Elseivier.
Hal. 102-110.
Soebagjo, H. D. 2020. Penyakit sistem lakrimal. Airlangga University Press.
Taylor RS, Ashurst JV. Dacryocystitis. In:StatPearls (Internet). Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022. Dacryocystitis - StatPearls - NCBI Bookshelf
(nih.gov)