REFERAT
Oleh:
Reza Aulia Permatasari, S.Ked.
NIM 712018014
Pembimbing:
dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M.
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah
gangguan refraksi yang tidak dikoreksi, diikuti oleh katarak dan glaukoma.
Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan
sejak masa kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di
seluruh dunia adalah katarak diikuti oleh glaukoma dan Age related
Macular Degeneration (AMD)2.
Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab
kebutaan terbanyak di Indonesia4 maupun di dunia. Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang
terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki
kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22% penderita katarak yang
dioperasi berusia di bawah 55 tahun5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Dinding Lateral dibentuk ole hos Zygomaticum dan ala major ossis
sphenoidalis. Dinding Medial dibentuk dari depan ke belakang
oleh processus frontalis ossis maxillaris, os lacrimale, lamina
orbitalis ossis etmoidalis (yang memisahkan cavitas orbitalis dari
sinus ethmoidalis), dan corpus ossis sphenoidalis6.
4
Nervus pada Orbita
a. Nervus Opticus
Nervus opticus masuk ke orbita melalui canalis opticus dari
fossa cranii media, disertai oleh arteria ophtalmica, yang terletak
di sisi lateral bawahnya. Nervus ini dikelilingi oleh selubung
piamater, arachnoideamater, dan duramater. Berjalan kedepan
dan lateral di dalam kerucut musculi recti dan menembus sclera
pada suatu titik di medial polus posterior bola mata. Di sini,
meningen menyatu dengan sclera, sehingga spatium
subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis meluas ke
depan dari fossa cranii media, di sekitar nervus opticus, dan
melalui canalis opticus sampai ke bola mata. Karena itu
peningkatan tekanan liquor cerebrospinalis di dalam rongga
cranium diteruskan ke bagian belakang bola mata 6.
5
b. Nervus Lacrimalis
Nervus lacrimalis berasal dari divisi ophtalmica nervus
trigeminus. Nervus ini masuk ke orbita melalui bagian atas
fissure orbitalis superior dan berjalan kedepan di sepanjang
pinggir atas musculus rectus lateralis. Nervus ini bergabung
dengan cabang nervus zygomaticotemporalis, yang kemudian
keluar, dan masuk ke dalam glandula lacrimalis (serabut
sekretomotorik parasimpatik). Nervus lacrimalis berakhir
dengan mensarafi kulit bagian lateral palpebral superior6.
c. Nervus Frontalis
Nervus frontalis berasal dari divisi ophtalmica nervus
trigeminus. Nervus ini masuk orbita melalui bagian atas fissura
orbitalis superior dan berjalan ke depan pada permukaan
superior musculus levator palpebrae superioris di bawah atap
orbita. Nervus ini bercabang menjadi nervus supratrochlearis
dan nervus supraorbitalis, yang melingkari pinggir atas cavita
orbitalis untuk menyarafi membrana mucosa sinus frontalis6.
d. Nervus Trochlearis
Nervus Trochelaris masuk orbita melalui bagian atas fissure
orbitalis superior. Nervus ini berjalan ke depan dan menyarafi
musculus obliquus superior6.
e. Nervus Oculomotorius
Ramus superior nervi oculomotorii masuk orbita melalui
bagian bawah fissura orbitalis superior menyarafi musculus
rectus superior, kemudian menembus otot ini, dan menyarafi
musculus levator palpebrae superioris. Ramus Inferior nervi
oculomotorii masuk orbita dengan cara yang sama dan
menyarafi musculus rectus inferior, musculus rectus medialis,
dan musculus obliquus inferior. Nervus yang berjalan ke
musculus obliquus inferior akan bercabang yang berjalan ke
ganglion ciliare dan membawa serabut-serabut parasimpatik ke
musculus sphincter pupillare dan musculus ciliaris6.
6
f. Nervus Nasosiliaris
Nervus nasosiliaris berasal dari divisi ophtalmica nervus
trigeminus. Nervus ini masuk ke orbita bagian bawah fissura
orbitalis, melintas di atas nervus opticus, berjalan kedepan
sepanjang pinggir atas musculus rectus medialis dan berakhir
dengan bercabang dua menjadi nervus ethmoidalis anterior dan
nervus infratrochlearis6.
Cabang-cabang nervus nasociliaris :
1. Ramus communicans ke ganglion ciliare yang bersifat
sensorik. Serabut-serabut sensorik dari bola mata berjalan ke
ganglion ciliare melalui nervi ciliares breves, melalui
ganglion tanpa bersinaps, kemudian bergabung dengan
nervus nasociliaris melalui ramus comminicans.
2. Nervi ciliares longi, dua atau tiga buah, berasal dari nervus
nasociliaris sewaktu melintasi nervus opticus. Nervus ini
mengandung serabut-serabut simpatik untuk musculus dilator
pupillae. Nervus ini berjalan ke depan bersama nervi ciliares
breves dan menembus sclera bola mata dan berjalan terus ke
depan di antara sclera dan choroid dan mencapai iris.
3. Nervus ethmoidalis posterior menyarafi sinus ethmoidalis
dan sinus sphnoidalis.
4. Nervus infratrochlearis berjalan ke depan di bawah trochlea
musculus obliquus superior dan meyarafi kuit bagian medial
palpebra superior dan bagian hidung yang berdekatan.
5. Nervus etmoidalis anterior berjalan melalui foramen
etmoidale anterius dan masuk ke fossa cranii anterior pada
permukaan atas lamina cribrosa ossis etmoidalis. Nervus ini
masuk cavum nasi melalui celah di samping crista galli.
Setelah meyarafi area membrane mucosa, nervus ini muncul
di wajah sebagai ramus nasalis externus pada pinggir bawah
os nasale dan menyarafi kulit hidung sampai ke ujungnya.
7
g. Nervus Abducens
Nervus abducens masuk orbita melalui bagian bawah fissura
orbitalis superior. Nervus ini menyarafi musculus rectus
lateralis6.
h. Ganglion Ciliare
Ganglion ciliare merupakan ganglion parasimpatik dengan
ukuran sebesar kepala jarum dan terletak pada bagian posterior
orbita. Ganglion ini menerima serabut-serabut parasimpatik
preganglionik dari nervus oculomotorius melalui nervus yang
berjalan ke musculus obliquus inferior. Serabut-serabut
preganglioniknya meninggalkan ganglion di dalam nervi ciliares
breves, yang masuk bagian belakang bola mata dan menyarafi
musculus sphincter pupillae dan musculus ciliaris. Sejumlah
serabut simpatik berjalan dari plexus caroticus internus ke dalam
orbita dan berjalan melalui ganglion tanpa bersinaps6.
8
pada pasien melalui oftalmoskop. Cabang-cabang merupakan
end arteries.
b. Rami musculares
c. Arteriae ciliares
dapat dibagi dalam kelompok anterior dan posterior, kelompok
anterior masuk ke bola mata dekat limbus corneae; kelompok
posterior masuk dekat nervus opticus
d. Arteria lacrimalis ke glandula lacrimalis
Vena-vena Opthalmica
Vena Opthalmica superior berhubungan di depan dengan vena
facialis. Vena opthalmica inferior berhubungan melalui fissura
orbitalis inferior dengan flexus venosus pterygoideus. Kedua vena
ini berjalan ke belakang melalui fissura orbitalis superior dan
bermuara ke dalam sinus cavernosus6.
9
Gambar 2.4 Vena Opthalmica
Sumber: (Sobotta, 2006: 376)
10
lacrimalis, menggerakan alis mata
M. Levator Palpebrae
Mengangkat palpebral superior
Superioris
Sumber: (Snell, 2011: 615)
11
dibentuk oleh lembaran fibrosa, yang disebut septum orbitale.
Septum orbitale menebal membentuk lamina tarsalis inferior dan
superior. Permukaan superfisial lamina tarsalis dan septum orbita
diliputi oleh serabut-serabtu palpebra musculus orbicularis oculi.
Aponerurosis dai insersi musculus levator palpebrae superior
menembus septum orbitale untuk mencapai permukaan lamina
tarsalis superior dan kulit6.
Posisi palpebra bergantung pada tonus musculus orbicularis
oculi dan musculus levator palpebrae superior serta posisi bola
mata. Palpebra menutup oleh kontraksi musculus orbicularis oculi
dan relaksasi musculus levator palpebra. Dan sebaliknya saat
membuka6.
12
berminyak ini berfungsi untuk mencegah aliran air mata yang
berlebihan dan membantu menutup mata dengan kuat6.
Pada sudut medial yang lebih bulat dipisahkan dari bola mata
oleh rongga sempit, yaitu lacus lacrimalis. Ditengah rongga ini
terdapat tonjolan kecil yang berwarna kuning kemerahan, disebut
caruncula lacrimalis. Lipatan semilunaris kemerahan, disebut plica
semilunaris, terletak pada sisi laterla caruncula. Didekat sudut
medial mata, terdapat penonjolan kecil di palpebra, disebut papilla
lacrimalis. Pada puncak papilla terdapat lubang kecil, punctum
lacrimale, yang berhubungan dengan canaliculus lacrimalis6.
13
bermuara ke dalam bagian lateral fornix superior glandula
conjungtiva melalui 12 ductus6.
14
dalam meatus nasi inferior. Muara ini dilindungi oleh lipatan
membrana mukosa yang dikenal sebagai plicca lacrimalis. Lipatan
inin mencegah udara masuk melalui ductus ke dalam saccus
lacrimalis pada waktu membuang ingus6.
15
Sumber: (Sobotta, 2006: 362)
a) Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera,
dan bagian anterior yang transparan, cornea. Sclera yang opak
terdiri dari jaringan fibrosa padat dan berwarna putih. Di
posterior, sclera ditembus oleh nervus opticus dan menyatu
dengan selubung dura nervus ini. Lamina cribrosa adalah daerah
sclera yang ditembus oleh serabut-serabut nervus opticus. Sclera
juga ditembus oleh arteri dan nervus ciliaris dan pembuluh
venanya, yaitu venae vorticosae. Ke arah depan sclera langsung
beralih menjadi cornea pada pertemuan sklera-kornea atau
limbus6.
Cornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefleksikan cahaya yang masuk ke mata. Di posterior
berhubungan dengan humor aquosus. Cornea adalah avaskular
dan sama sekali tidak mempunyai aliran limfe. Cornea
mendapatkan nutrisi dengan cara difusi dari humor aqueus dan
dari kapiler yang terdapat dipinggirnya. Persarafannya dari
Nervi ciliares longi dari divisi ophthalmica nervus trigeminus6.
16
radier, di mana pada permukaan posteriornya melekat
ligamentum suspensorim lentis6.
Musculus ciliaris terdiri atas serabut-serabut otot polos
meridianal dan sirkular. Serabut meridianal berjalan ke belakang
dari area limbus corneae menuju ke processus ciliaris. Serabut-
serabut sirkular berjumlah sedikit dan terletak di sebelah dalam
serabut meridianal. Persarafan musculus ciliaris disarafi oleh
serabut parasimpatik dari nervus oculomotorius. Setelah
bersinaps di ganglion ciliare, serabut-serabut posganglionik
berjalan ke depan ke bola mata di dalam nervus ciliaris brevis6.
Iris adalah diaphragma berpigmen yang tipis dan kontraktil
dengan lubang di tengahnya, yaitu pupil. Iris terletak di dalam
humor aquosus di antara cornea dan lensa. Pinggir iris melekat
pada permukaan anterior corpus ciliaris. Iris membagi ruang
antara lensa dan cornea menjadi camera anterior dan camera
posterior. Serabut-serabut otot iris bersifat involunter dan terdiri
dari serabut-serabut sirkular dan radial. Serabut-serabut sirkular
membentuk musculus sphincter pupillae dan tersusun di sekitar
pinggir pupil. Serabut-serabut radial membentuk musculus
dilator pupillae, yang merupakan lembaran tipis serabut-serabut
radial dan terletak dekat permukaan posterior6.
17
lapisan dalam. Bagian anterior retina ini menutupi processus
ciliaris dan beiakang iris6.
Pada pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong
kekuningan, macula lutea, yang merupakan area retina dengan
daya lihat yang paling jelas. Ditengahnya terdapat lekukan,
disebut fovea centralis. Nervus opticus meninggalkan retina
kira-kira 3 mm dari sisi medial macula lutea melalui discus
nervi optici. Discus nervi optici agak cekung pada bagian
tengahnya, yaitu merupakan tempat di mana nervus opticus
ditembus oleh arteria centralis retinae. Pada discus nervi optici
tidak terdapat selsel batang dan kerucut, sehingga tidak peka
terhadap cahaya dan disebut sebagai "bintik buta". Pada
pemeriksaan oftalmoskop, discus nervi optici tampak berwarna
merah muda pucat, jauh lebih pucat dari area retina di
sekitamya6.
18
Gambar 2.10 Isi Bola Mata
Sumber: (Mescher, 2013)
Corpus vitreum
Corpus vitreum mengisi bola mata di belakang lensa dan
merupakan gel yang transparan. Fungsi corpus vitreum adalah
sedikit menambah daya pembesaran mata. Juga menyokong
permukaan posterior lensa dan membantu melekatkan pars nervosa
retina ke pars pigmentosa retina 6.
Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang
dibungkus oleh capsula transparan. Lensa terletak di belakang iris
dan di depan corpus vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris.
Lensa terdiri dari capsula elastis, yang membungkus struktur;
epithelium, cuboideum yang terbatas pada permukaan anterior
lensa; dan fibrae lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum
pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian terbesar lensa6.
19
2.11 Anatomi Lensa
Sumber: (Google, 2019)
20
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa7,8,9.
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humor
aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian anterior lensa lebih
tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih
tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk
secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion
kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan
kadar kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase8.
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-
shunt (5%). Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk
biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation
reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim
yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase8.
21
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke
retina. UNtuk memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot
siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula zinii dan memperkecil
diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil,
dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan
zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan
daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris,
dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal
sebagai akomodasi8,10.
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior
lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada
masa kanak-kanak dan terus berlangsung perlahan-perlahan sampai
dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, di mana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa
lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan
tampak seperti “gray reflex“ atau “senil reflek”, yang sering
disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang
elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40
tahun8,10.
2.2 Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat
kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai
hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan9. Katarak berasal dari
bahasa Yunani “Katarrhakiesí” dalam bahasa Inggris disebut
22
cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular, di mana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-
duanya7.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi
dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata
lokal menahun. Berbagai penyakit mata dapat mengakibatkan
katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa.
Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular
lainnya7.
2.2.2 Epidemiologi
Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu
penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia 4 maupun di dunia.
Sebanyak tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang
disebabkan oleh katarak dan menjelang tahun 2020, angka ini akan
meningkat menjadi empat puluh juta. Perkiraan insiden katarak
adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang
terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat
dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22%
penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun5.
Masih banyak penderita katarak yang tidak mengetahui jika
menderita katarak. Hal ini terlihat dari tiga terbanyak alasan
penderita katarak belum operasi dari Riskesdas (2013) yaitu
sebanyak 51,6% karena tidak mengetahui menderita katarak,
sedangkan 11,6% karena tidak mampu membiayai, dan 8,1% karena
takut operasi. Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang paling
23
sering ditemukan. Sebanyak 90% dari seluruh kasus katarak
merupakan katarak senilis.
20-40% orang usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan
ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia
80 tahun keatas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran.
Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak. Sekitar 5%
dari golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan usia 80 tahun
harus menjalani operasi katarak11,12.
24
terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab
lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit
infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus7.
2.2.4 Klasifikasi
A. Berdasarkan morfologi
Berdasarkan morfologi, katarak diklasifikasikan menjadi:
1. Katarak kapsular
- Katarak kapsular anterior
- Katarak kapsular posterior
2. Katarak subkapsular
- Katarak subkapsular anterior
- Katarak subkapsular posterior
3. Katarak kortikal
4. Katarak supranuklear
5. Katarak nuklear
6. Katarak polaris
- Katarak polaris anterior
- Katarak polaris posterior
B. Berdasarkan stadium
Berdasarkan stadium maturitasnya, katarak diklasifikasikan
sebagai berikut:
25
1. Katarak insipien
Katarak pada stadium ini akan terlihat seperti kekeruhan
mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal) dan vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (bentuk morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak intumesen
Katarak yang kekeruhan lensanya disertai pembengkakan
lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya
air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik
mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular.
Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa
akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi.
3. Katarak imatur
Pada katarak matur, sebagian lensa keruh atau katarak.
Katarak yang belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
4. Katarak matur
26
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh
masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion
Ca2+ yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Maka akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman
normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak hipermatur
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami
proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek,
atau mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna
kuning, dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
dalam dan lipatan kapsul lensa.
6. Katarak morgagni
Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses
katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka
korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu
disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak
morgagni.
27
Gambar 2.14 Stadium Katarak
C. Berdasarkan onset
Berdasarkan onset, katarak diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari
1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan
pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan menjadi:
- Kapsulolentikular, di mana pada golongan ini termasuk
katarak kapsular dan katarak polaris.
- Katarak lentikular, termasuk golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus lensa saja.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul
sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit
ibu dan janin lokal atau umum. Untuk mengetahui penyebab
katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama
dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada
ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus atau
hepatosplenomegali.
Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urine yang
positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia.
Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
28
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan
darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus,
kalsium, dan fosfor. Hampir 50% dari katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral,
adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak.
Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena
bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada
saat tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus
maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak
kongenital.
29
hemosisteinuri, diabetes melitus, hipoparotiroidisme,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis.
Penyakit-penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya merupakan penyakit herediter seperti mikroftlamus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokmia, lensa
ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Tindakan
pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi
katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak
tampak, biasanya katarak bersifat total, operasi dapat
dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat
dilakukan pembiusan. Tindakan bedah pada katarak
kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi
liniar, ekstraksi dengan aspirasi.
2. Katarak juvenile
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih
dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan
dari katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya seperti:
- Katarak metabolik (katarak diabetik dan galaktosemik,
katarak hipokalsemik, katarak defisiensi gizi, katarak
aminoasiduria, penyakit Wilson, dan katarak
berhubungan dengan kelainan metabolik lain)
- Oto (distrofi miotonik)
- Katarak traumatik
- Katarak komplikata (kelainan kongenital dan herediter,
katarak degeneratif, katarak anoksik, toksik, katarak
radiasi, dan lain-lain)
3. Katarak senile
30
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.
Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60
tahun.
Pada katarak senil sebaiknya disingkirkan penyakit mata
lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus yang
dapat menimbulkan katarak komplikata. Katarak senil secara
klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, intumesen,
imatur, matur, hipermatur, dan morgagni.
D. Berdasarkan etiologi
Katarak diklasifikan sebagai:
1. Katarak kongenital
2. Katarak akuisita
- Katarak senilis
- Katarak traumatik
- Katarak komplikata
- Katarak metabolik
- Katarak oleh cedera listrik
- Katarak oleh karena radiasi
- Katarak oleh karena logam berat dan obat-obatan
31
- Katarak yang berhubungan dengan penyakit kulit
- Katarak yang berhubungan dengan penyakit tulang
- Katarak dengan sindrom lainnya seperti sindrom Down
2.2.5 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak7,9.
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori
hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada
epitellensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air
tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa13.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabutkolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan
serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin
bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa13.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut9:
1. Kapsula
- Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
32
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
- Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan
berat)
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
- Iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
- Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi
dan menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
penghambatan jalannya cahaya ke retina9.
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis katak dapat dibuat berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan
untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit menyertai seperti
diabetes melitus, hipertensi, dan kelainan jantung. Keluhan yang
membawa pasien datang antara lain7,9,14:
- Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang
progresif atau berangsur-angsur disebabkan karena gangguan
33
masuknya cahaya ke retina. Pasien biasanya mengeluh seperti
melihat asap atau kabut.
- Fotofobia
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau
dimana tingkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas
kontras yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga
34
merasa silau di siang hari atau sumber cahaya lain yang mirip
pada malam hari.
- Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan
kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia
yang ringan hingga sedang.
- Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam
menjadi tampak tumpul atau bergelombang.
- Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi
yang terlihat disekeliling sumber cahaya terang.
- Diplopia Monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi
ireguler dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular,
yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test dan
pin hole.
35
dalam keadaan normal. Kelainan yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan oftalmologi pasien katarak imatur adalah sebagai
berikut:
- Lensa
Pada lensa pasien didapatkan lensa keruh sebagain dengan kesan
berwarna putih keabuan tidak merata, sedangkan pada katarak
imatur warna lensa putih padat merata dan lensa berwarna putih
seperti susu cair pada katarak hipermatur.
36
Interpretasinya bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan
letaknya jauh terhadap pupil berarti lensa belum keruh selurunya,
ini terjadi pada katarak imatur, keadaan ini disbut iris shadow
test (+). Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap
pupil berarti lensa sudah keruh seluruhnya. Keadaan ini terjadi
pada katarak matur dengan iris shadow test (-). Pada katarak
hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya mengecil serta terletak
jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar
dengan iris shadow test (-).
2.2.7 Tatalaksana
1. Tindakan Non-Bedah
37
- Kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus
- Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
- Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
- Memperlambat progresi dengan penggunaan yodium,
kalsium, kalium, vitamin E, dan aspirin yang dihubungkan
dengan perlambatan dari kataraktogenesis
- Meningkatkan ketajaman penglihatan pada katarak insipien
dan imatur
2. Tindakan Bedah
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah
ekstraksi lensa. Bergantung pada integritas kapsul lensa
posterior, ada 4 tipe bedah lensa yaitu Intra Capsular Cataract
Extraction (ICCE), Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE),
Phacoemulsification, dan Small Incision Cataract Surgery
(SICS).
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup
indikasi visus,medis, dan kosmetik.
- Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini
berbeda pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang
ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
- Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu
dengan kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa
indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati
diabetik atau ablasio retina.
- Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak
matur meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan
untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang
hitam.
Persiapan Pre-Operasi
38
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum
operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan
Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam
harinya bila pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam
sebelum operasi. Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat
asma, antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk
pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada
hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat
antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.
Anestesi
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna
rungu, atau retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien
dengan penyakit Parkinson, dan reumatik yang tidak mampu
berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal
- Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau
konjungtiva dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia,
akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks
Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan
stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan
bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
39
Komplikasinya adalah perdarahan retrobulbar, rusaknya
saraf optik, perforasi bola mata, injeksi nervus opticus,
dan Infeksi.
- Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada
konjungtiva dan kapsul tenon 5 mm dari limbus dan
sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar
ekuator bola mata.
- Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel
(proxymetacaine 0.5%, lidocaine 2%) yang dapat
ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan
lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.
40
Gambar 2.20 Teknik ICCE
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan
implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah
ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit
yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.
41
Gambar 2.21 Teknik ECCE
42
Gambar 2.22 Teknik Phacoemulsifikasi
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif,
intraoperatif, postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi
yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).6
Komplikasi preoperatif
- Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam
2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
43
- Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti
asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan
pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
- Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2
hari.
- Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan
penundaan operasi selama 2 hari.
Komplikasi intraoperatif
- Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses
penjahitan.
- Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival
flap atau selama insisi ke bilik mata depan.
- Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan
lensa; dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti
keratom.
- Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
- Lepas/hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang
dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture)
selama teknik ECCE.
Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk
hifema, prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif,
dan endoftalmitis bakterial.
Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio
retina, dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat
terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
44
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-
glaucoma-hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan
sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).
BAB III
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
7. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. 2017. Ilmu Penyakit Mata. Ed. 5.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku
Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
10. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
46
11. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. 2013. RISKESDAS 2013. Jakarta.
12. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 31 Maret 2019.
47