Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oklusi vena retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman
penglihatan pada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering
kedua dari penyakit vaskuler retina, setelah retinopati diabetik. 1 Oklusi vena retina
telah diteliti secara luas sejak dulu namun untuk patogenesis dan manajemen yang
komperehensifnya masih belum maksimal. Dibutuhkan manajemen yang baik
dalam menangani masalah ini agar tidak menimbulkan abnormalitas sistemik pada
pasien.2
Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia
40 tahun ke atas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta orang di seluruh dunia.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi oklusi vena
retina cabang mencapai 0,6% sementara prevalensi dari oklusi vena retina sentral
hanya 0,1%. Oklusi pada vena retina cabang 4 kali lebih sering terjadi daripada
oklusi vena retina sentral. Sementara itu oklusi vena retina bilateral juga sering
terjadi, walaupun pada 10% pasien dengan oklusi pada satu mata, oklusi dapat
berkembang di mata lainnya seiring dengan berjalannya waktu.3,4,5
Latarbelakang terjadinya oklusi vena retina ini sering disebabkan oleh
penyakit-penyakit sistemik seperti hipertensi, aterosklerosis, dan diabetes
mellitus.6 Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan risiko
terjadinya oklusi vena retina pada pasien dengan arteriopati maupun pasien
dengan kadar glukosa darah dan tekanan darah arteri yang tinggi.7
Pada oklusi vena retina cabang, oklusi secara khas terjadi pada
persimpangan arteri dan vena. Sementara itu pada oklusi vena retina sentral,
oklusi terjadi pada lamina kribrosa dari saraf optik maupun pada bagian
proksimalnya, di jalur keluarnya vena retina sentral dari mata. Oklusi vena retina
cabang dan oklusi vena retina sentral, dapat dibagi lagi menjadi kategori perfusi
(noniskemia) dan nonperfusi (iskemia), setiap hal ini dapat berpengaruh pada
prognosis dan tatalaksananya.8,9

Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara
tiba-tiba. Dalam kasus yang tidak tertangani dengan optimal, komplikasi dari
oklusi vena abang retina ini dapat berupa hilangnya penglihatan akibat edema
macula, iskemia macula, perdarahan tabung kaca, dan ablasio retina.10
Oleh karena pentingnya oklusi vena retina ini, maka pada makalah ini akan
dibahas mengenai oklusi vena retina, khususnya oklusi cabang vena retina, mulai
dari definisi hingga prognosisnya.

BAB II
ANATOMI RETINA
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus
pandang, yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini
terdiri dari bermacam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang
terdiri dari serat-serat Mueler, membrana limitans interna dan eksterna, sel-sel
glia.10
Membrana limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana
hyaloidea dari badan kaca. Pada kehidupan embrio dari optik vesicle, terbentuk
optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan
dalam membentuk lapisan retina lainnya. Bila terjadi robekan di retina, maka
cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan
melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah
ablasi retina.10
Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinaps saraf retina, yaitu sel
kerucut dan batang, sel bipolar, dan sel ganglion.
Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologik, yaitu dari luar ke
dalam :
1. lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid
2. lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif
3. membran limitan luar
4. lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang
5. lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit
6. lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus luar bipolar
7. lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson
8. lapis sel ganglion
9. lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik
10. membran limitan interna yang berbatasan dengan badan kaca.11

Gambar Penampang retina.


Sumber: http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu
Epitel pigmen dari retina meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang
menutupi badan siliar dan iris. Dimana aksis mata memotong retina, terletal di
makula lutea. Besarnya makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya
paling tajam, terutama di fovea sentralis.
Struktur makula lutea :
1. Tidak ada serat saraf.
2. Sel-sel ganglion sangat banyak di pinggir-pinggir, tetapi di makula sendiri
tidak ada.
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah dimodifikasi menjadi tipistipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut.10
Pada bagian posterior, retina tidak terdiri dari 10 lapisan. Hal ini untuk
memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan batang. Bagian ini disebut
makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena
tipis adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentral
merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan
ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Jika terjadi kerusakan pada fovea

sentral ini, maka ketajaman penglihatan sangat menurun karena pasien akan
melihat dengan bagian perifer makula lutea.11

Perdarahan retina
Retina menerima nutrisi dari dua sistem sirkulasi, yakni pembuluh darah
retina dan uvea atau pembuluh darah koroid. Keduanya berasal dari arteri
ophthalmica yang merupakan cabang pertama dari arteri carotis interna. Cabang
utama dari arteri ophthalmica merupakan arteri retina sentral, arteri siliaris
posterior, dan cabang muskular. Secara khas, dua arteri siliaris posterior ada pada
bagian ini, yakni medial dan lateral, namun kadang-kadang sepertiga arteri siliaris
posterior superior juga dapat terlihat. Arteri siliaris posterior kemudian terbagi
menjadi dua arteri siliaris posterior yang panjang dan menjadi beberapa cabang
arteri siliaris posterior yang pendek.12

Gambar: Funduskopi retina normal


Sumber: http://umed.med.utah.edu
Koroid didrainase melalui sistem vena vortex, yang biasanya memiliki
empat hingga tujuh pembuluh darah besar, satu atau dua pada setiap kuadran,
yang terletak pada ekuator. Pada kondisi patologis seperti miopia tinggi, vena
vortex posterior perlu diobservasi. Aliran dari vena vortex masuk ke vena orbita
superior dan inferior, yang mengalir lagi ke sinus cavernosa dan plexus pterygoid,
secara berurutan. Kolateralisasi di antara vena orbita superior dan inferior orbital
juga biasa ditemukan. Vena retina sentral mengalirkan darah dari retina dan
bagian prelamina dari saraf optik ke sinus cavernosa. Demikianlah, kedua sistem
sirkulasi retina dan koroid bergabung dengan sinus cavernosa.12

Gambar. Anatomi dari sistem vena retina berdasarkan deskripsi dari Duke-Elder. (1)
Terminal retinal venule; (2) retinal venule; (3) minor retinal vein; (4) main retinal vein;
(5) papillary vein; (6) central retinal vein

Sumber: Br J Ophtalmology

BAB III
OKLUSI VENA RETINA
3.1 Definisi
Oklusi vena retina adalah blokade dari vena kecil yang membawa darah
keluar dari retina. Oklusi vena retina diklasifikasikan berdasarkan lokasi di mana
obstruksi terjadi. Obstruksi vena retina pada saraf optik diklasifikasikan sebagai
oklusi vena retina sentral, dan obstruksi pada cabang vena retina diklasifikasikan
sebagai oklusi vena retina cabang. Dua klasifikasi ini memiliki perbedaan dan
kemiripan pada patogenesis dan manifestasi klinis. Sementara itu, oklusi vena
retina secara umum dibagi lagi menjadi tipe iskemik dan noniskemik.13
Klasifikasi anatomis dari oklusi vena retina dibagi berdasarkan gambaran
funduskopi pada mata dan termasuk ke dalam tiga grup utama tergantung letak
lokasi oklusi vena, yakni: oklusi vena retina cabang (BRVO), oklusi vena retina
sentral (CRVO), dan oklusi vena hemiretinal (HRVO). BRVO terjadi ketika vena
pada bagian distal sistem vena retina mengalami oklusi, yang menyebabkan
terjadinya perdarahan di sepanjang distribusi pembuluh darah kecil pada retina.
CRVO terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian
lamina cribrosa pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina.
HRVO terjadi ketika blokade dari vena yang mengalirkan darah dari hemiretina
superior maupun inferior, yang mempengaruhi setengah bagian dari retina.14
3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kebanyakan pasien dengan oklusi vena retina sentral
berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih dari 65 tahun. Kebanyakan kasus
berupa oklusi unilateral, dan kira-kira 6-14% kasus berupa oklusi bilateral.
Sebuah penelitian di Taiwan pada tahun 2008 mencatat adanya variasi pada
musim-musim tertentu. Oklusi vena retina cabang terjadi tiga kali lebih sering dari
pada oklusi vena retina sentral. Pria dan wanita berbanding sama rata dengan usia
pasien berada antara 60 hingga 70 tahun.2

Sementara itu pada penelitian dengan populasi besar di Israel melaporkan


bahwa insidensi pasien berusia lebih dari 40 tahun yang mengalami oklusi vena
retina mencapai 2,14 kasus per 1000 orang di populasi tersebut. Sementara itu
pada pasien dengan usia lebih dari 64 tahun, insidensinya mencapai 5,36 kasus per
1000 orang.9
Di Australia, prevalensi oklusi vena retina ini berkisar dari 0,7% pada pasien
berusia 49-60 tahun, hingga 4,6% pada pasien lebih dari 80 tahun.2
Ras
Oklusi vena retina jarang terjadi pada populasi Asia dan India bagian barat.2
Jenis kelamin
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, oklusi vena retina sentral lebih banyak
ditemukan pada pasien laki-laki, sementara pada oklusi vena retina cabang tidak
ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan perempuan.2
Usia
Oklusi vena retina sentral sering terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 65
tahun. Pada oklusi vena retina cabang, kebanyakan oklusi terjadi setelah usia 50
tahun, pasien terbanyak pada usia 60 hingga 70 tahun.2
3.3 Etiologi
Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi
struktur orbita. Akan tetap sangat penyebab lokal ini sangat jarang terjadi pada
oklusi vena retina cabang. Perlu diperkirakan adanya toxoplasmosis, Behet
syndrome, sarcoidosis okuli, dan macroaneurysm jika hal ini tampak pada oklusi
vena retina cabang.2
Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya
adalah hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma, penuaan, puasa,
hypercholesterolemia, hyperhomocysteinemia, SLE, sarcoidosis, tuberculosis,
syphilis, resistensi protein C (factor V Leiden), defisiensi protein C dan S,
penyakit antibodi antiphospholipid, multiple myeloma, cryoglobulinemia,
leukemia, lymphoma, Waldenstrom macroglobulinemia, polisitemia vera, dan
sickle cell disease.2

10

3.4 Patogenesis
Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti prinsip dari trias
trombogenesis Virchow, yakni adanya kerusakan pembuluh darah, stasis, dan
hiperkoagulabilitas. Kerusakan dari dinding pembuluh darah retina akibat
arterioklerosis mengubah komposisi dari aliran darah pada vena yang berdekatan,
yang menimbulkan stasis, trombosis, dan oklusi. (new england). Oklusi vena
retina sentral terjadi akibat adanya bekuan darah pada vena utama yang
menyalurkan darah dari mata. Ketika vena mengalami hambatan, aliran balik
menyebabkan darah tersebut bocor ke retina, yang akhirnya menyebabkan
malfungsi dari retina dan penurunan ketajaman penglihatan.9
Penyakit inflamasi juga dapat menyebabkan adanya oklusi vena retina
dengan mekanisme tersebut. Akan tetapi, bukti dari adanya hiperkoagulabilitas
pada pasien oklusi vena retina sangat tidak konsisten. Walaupun penelitian
individual telah melaporkan adanya hubungan antara oklusi vena retina dan
hyperhomocysteinemia, mutasi faktor V Leiden, defisiensi dari protein C atau S,
mutasi gen prothrombin, dan antibodi anticardiolipin, sebuah penelitian metaanalysis dari 26 penelitian mengusulkan bahwa hanya hyperhomocysteinemia dan
antibodi anticardiolipin yang memiliki hubungan independen yang signifikan
dengan oklusi vena retina.9
3.5 Faktor risiko
Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain:13

Atherosclerosis

Diabetes Mellitus

Hipertensi

Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun


perdarahan vitreous
Faktor risiko terkuat dari oklusi vena retina cabang adalah hipertensi, namun

pada beberapa penelitian, oklusi vena retina dihubungkan juga dengan diabetes
mellitus, dyslipidemia, merokok, dan penyakit ginjal. Untuk oklusi vena retina

11

sentral, faktor risiko tambahan adalah glaukoma atau peningkatan tekanan


intraokular, yang dapat mengganggu pengaliran vena retina. Sebuah studi kasuskontrol mengidentifikasi kelainan berikut ini sebagai faktor risiko terjadinya
BRVO:
-

Riwayat hipertensi arteri sistemik


Penyakit kardiovaskuler
Peningkatan BMI pada usia 20 tahun
Riwayat glaukoma

Diabetes mellitus bukanlah faktor risiko independen yang terutama pada oklusi
vena retina cabang.15
3.6 Penegakan diagnosis
Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri.
Gambaran klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar
dan bercak cotton-wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan
retina superfisial dan dalam, yang kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga
vitreous. Pasien biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya
mengidap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Glaukoma
sudut terbuka kronik harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi utama yang
berkaitan dengan oklusi vena retina adalah penurunan penglihatan akibat edema
makula dan glaukoma neovaskuler akibat neovaskularisasi iris.16
Oklusi vena retina cabang
Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah
perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool
spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi
vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan
makula menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada
persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya
peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah
60-an tahun.16

12

A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent menunjukkan


adanya nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang mengalami
obstruksi.

Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

A. Oklusi vena retina hemisferik. Gambar menunjukkan adanya keterlibatan superior


dengan perdarahan intraretina. B. Angiografi fluorescent menunjukkan adanya blokade
dari area yang mendasari pada daerah yang mengalami perdarahan: kemungkinan iskemia
minimal. Catatan: zona avaskuler fovea intak.

Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011


Vena yang mengalami obstruksi berdilatasi dan berkelok-kelok, dan seiring
dengan berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat mengalami penyempitan
dan terselubungi. Kuadran superotemporal adalah kuadran yang paling sering
mengalami kerusakan, yakni sekitar 63%, sementara oklusi nasal jarang terdeteksi
secara klinis. Variasi BRVO didasari oleh adanya variasi kongenital pada anatomi
vena sental yang dapat melibatkan baik setengah bagian superior maupun
setengah bagian inferior retina (oklusi vena retina hemisferik atau hemisentral).16

13

Temuan histologi menunjukkan bahwa tunica adventitia menjepit arteri dan


vena pada persilangan arteri dan vena. Penebalan dari dinding arteri akan
menekan vena sehingga mengakibatkan terjadinya turbulensi aliran darah,
kerusakan sel endotel, dan oklusi trombosis, trombus ini dapat meluas ke kapiler.
Arteri sering mengalami penyempitan sekunder pada daerah yang mengalami
oklusi.16
Oklusi vena retina sentral
Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO

terdapat

mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan
posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral
yang mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral,
menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan trombus.16
CRVO

ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman

penglihatan penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang


pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya
gambaran cabang-cabang vena retina yang berliku-liku branches dan terdapat
perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran retina. Edema makula dengan
adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja
muncul. Jika edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda,
kemungkinan terdapat kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut
juga papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya
perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas
kapiler namun dengan area nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen
anterior jarang terjadi pada CRVO ringan.16
CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang
buruk, afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena
yang menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan
sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja
terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus
iskemia berat. Fluorescein

angiography

nonperfusi kapiler yang tersebar luas.16

secara khas menunjukkan adanya

14

A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40. Dilatasi
vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram
menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

Gambar. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi
dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna
kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B.
Fluorescein angiogram
menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang
menyebabkan pembesaran pembuluh darah retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

3.7 Penatalaksanaan
Kebanyakan

pasien

dapat

mengalami

perbaikan,

walaupun

tanpa

pengobatan. Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal.


Tidak ada cara untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi
terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata
sebelahnya.10
Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol
yang tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat
pengencer darah lainnya.10

15

Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:10


-

Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula

Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata.


Obat ini dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang
dapat menyebabkan glaukoma. Obat ini masih dalam tahap penelitian.

Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari


pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat

menyebabkan

glaukoma
Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang
berdekatan pada persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk
mengatasi edema makula dalam usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan.
Diseksi dari tunika adventitia dengan pemisahan arteri dari vena pada
persimpangan tersebut di mana oklusi vena retina cabang terjadi dapat
mengembalikan

aliran

darah

vena

disertai

penurunan

edema

makula.

Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya perbaikan sementara dari aliran


darah retina dan cukup efektif dalam menurunkan edema makula. Pembuluh
kolateral pada oklusi vena retina cabang memiliki efek yang positif pada
prognosis

visual

pasien.

Argon-laser-photocoagulation

dapat

mencegah

berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi.17


Penggunaan dari triamcinolone acetonide intravitreous telah banyak
digunakan untuk penanganan edema makula yang tidak responsif dengan laser.
Dua hingga empat miligram (0.05 atau 0.1 ml) dari triamcinolone acetonide
(Kenalog, Bristol-Myers Squibb) diinjeksi melalui pars plana inferior di bawah
kondisi steril pada pasien rawat jalan. Terapi trombolitik yang diberikan secara
terbatas penggunaannya sehubungan dengan adanya efek samping yang serius,
akan tetapi dapat membantu bila dilakukan injeksi intraokuler.17
3.8 Komplikasi
Blokade dari vena retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan mata lainnya,
yakni:13

16

Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang


abnormal, yang tumbuh di bagian depan mata

Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina

17

3.9 Prognosis
Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan
dengan edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada
gambaran patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang
dapat dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya,
dan pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina
sentral telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs
lamina cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf
optik. CRVO tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena
retina.16
Mortalitas dan Morbiditas
Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada
penderita oklusi vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan
saat terjadinya penyakit merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan
akhir. Prognosis yang baik dapat diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi
alami tipe noniskemik. Enam puluh lima persen pasien dengan ketajaman
penglihatan 20/40 akan mendapatkan ketajaman yang sama atau lebih baik pada
evaluasi terakhir. Pada sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat mencapai
20/200 atau lebih buruk, yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran
ketajaman penglihatan pada follow up.16
Pada sepertiga pasien dengan oklusi vena retina cabang, ketajaman
penglihatan akhir mencapai 20/40. Bagaimana pun juga, kebanyakan 2/3 dari
pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat edema makula,
iskemia makula, perdarahan makula, dan perdarahan vitreous. Oklusi vena retina
sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti semula tanpa adanya
komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat berlanjut ke tipe
iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya tanda dan gejala.
Pada lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina sentral iskemia, tajam
penglihatan akhir dapat mencapai 20/200 atau lebih.16

18

19

BAB IV
KESIMPULAN
Oklusi vena retina merupakan salah satu jenis penyakit vaskuler yang
terdapat pada retina. Oklusi vena retina ini lebih sering terjadi pada orang yang
berusia 40 tahun ke atas. Adapun oklusi vena retina dibagi menjadi oklusi vena
retina sentral dan oklusi vena retina cabang. Selain itu, oklusi vena retina masih
dapat dibagi lagi menjadi oklusi iskemik maupun noniskemik. Pembagian ini
dilakukan berdasarkan perbedaan gambaran funduskopi pada pasien dengan
oklusi vena retina.
Oklusi vena retina dapat disebabkan oleh pengaruh lokal yakni trauma,
glaukoma dan lesi struktur orbita; dan juga sistemik, di antaranya yakni
hipertensi, atherosklerosis, dan diabetes mellitus.
Tatalaksana utama dari oklusi vena retina adalah mengatasi penyakit yang
mendasari terjadinya oklusi, mencegah oklusi berlanjut ke mata sebelah yang
masih sehat, dan mencegah terjadinya komplikasi, yakni glaukoma dan edema
makula.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Hayreh SS. 2005 Prevalent misconceptions about acute retinal vascular
occlusive disorders. Prog Retin Eye Res 2005;24:493-519
2.

Fonrose,

Mark.

Retinal

Vein

Occlusion.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com pada tanggal 30 Maret 2012


pukul 23.00 WIB
3. Mitchell P, Smith W, Chang A. 1996. Prevalence and associations of retinal
vein occlusion in Australia: the Blue Mountains Eye
Study. Arch Ophthalmol 1996;114:1243-1247
4. Klein R, Klein BE, Moss SE, Meuer SM. 2000. The epidemiology of retinal
vein occlusion: the Beaver Dam Eye Study. Trans Am
Ophthalmol Soc 2000;98:133-141
5.

Dugdale,

David

C.

2010.

Retinal

vein

occlusion.

Diakses

dari

http://www.nlm.nih.gov pada tanggal 30 Maret 2012 pukul


23.00 WIB
6. Trans Am Ophthalmol Soc. 2000; 98;133-143
7. McIntosh RL, Rogers SL, Lim L, et al. 2010. Natural history of central retinal
vein occlusion: an evidence-based systematic review.
Ophthalmology 2010;117(6):1113.e15-1123.e15
8 Prisco D, Marcucci R. 2002. Retinal vein thrombosis: risk factors, pathogenesis
and

therapeutic

approach.

Pathophysiol

Haemost

Thromb. 2002 Sep-Dec;32(5-6):308-11.


9 Tien Y. Wong, and Ingrid U. Scott. 2010. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J Med
2010; 363:2135-2144
10. Wijana, N. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Perpustakaan Nasional
11. Ilyas, S. 1998. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
12. Shiyoung Roh, John J. Weiter, and Jay S. Duker. 2007. Ocular Circulation. In:
Duane's Foundations of Clinical Ophthalmology Vol. 2
Ed. William Tasman, Edward A. Jaeger. Publisher:

21

Lippincott

Williams

&

Wilkins.

13. David C. Dugdale; and Franklin W. Lusby. 2010.


Retinal vein occlusion Overview. Diakses dari
http://www.umm.edu pada tanggal 30 Maret 2012 pukul
22.00 WIB
14. Covert. Douglas J, Han. Dennis P. Retinal vein occlusion: Epidemiology,
clinical manifestations, and diagnosis. Diakses dari
http://www.uptodate.com pada tanggal 30 Maret 2012
pukul 22.00 WIB.
15. American Academy of Ophthalmology. 2011. Retinal Vascular Disease. In:
Retina and Vitreous p.150-159. San Francisco: American
Academy of Ophthalmology.
16. Vaughan, GD., Asbury, T., Riordan-Eva, P. Retina dan Tumor Intraokular.
Sumbatan Arteri Retina Sentralis. Dalam: Oftalmologi
Umum, Edisi 14. Jakarta: Widya Medika : 2000; 214
215.
17. Hamid, Sadaf., Mirza, Sajid A., and Shokh, Ishrat. 2009. Etiology and
Management of Branch Retinal Vein Occlusion. World
Appl. Sci. J. 2009;6(1);94-99.

Anda mungkin juga menyukai