Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Kita semua dapat merasakan senang atau gembira oleh ide-ide baru,

mengejar tujuan kita dengan semangat, menginginkan berkumpul dan bersenangsenang dengan teman-teman kita dan menikmati hidup. Ada juga saat dimana kita
merasa sedih atau marah ketika hal-hal di sekitar kita tidak berjalan sesuai dengan
rencana kita.
Bagi seseorang dengan gangguan bipolar, terutama gangguan bipolar I,
emosi yang normal ini dapat berubah secara drastis, sangat senang dan kemudian
sangat sedih. Mood dikendalikan bukan oleh hal-hal yang terjadi dalam
kehidupan, tetapi oleh usaha mereka sendiri. Gangguan bipolar I, yang juga
dikenal dengan penyakit mania-depresi, merupakan gangguan otak yang
menyebabkan pergantian yang tidak biasa pada mood, energi, level aktivitas, dan
kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, apabila perubahan mood
terjadi sangat berat. Tetapi gangguan bipolar dapat diterapi, dan mereka dengan
gangguan ini dapat hidup produktif kembali1,3.
Gangguan bipolar mempengaruhi lebih dari 2 juta orang dewasa di
Amerika. Gangguan bipolar I dan II mempengaruhi sekitar 2% populasi.
Gangguan ini terjadi seimbang antara laki-laki dan perempuan, dapat ditemukan
pada semua usia, ras, etnis dan sosial. Gangguan ini cenderung diturunkan secara
genetik pada keluarga pada banyak kasus2,3.
Gangguan bipolar I biasanya muncul di akhir remaja atau di awal masa
dewasa. Setidaknya setengah kasus muncul sebelum usia 25 tahun. Pada beberapa
orang, simtom pertama muncul semasa kanak-kanak, beberapa muncul di usia
lanjut, seperti usia 40-50 tahun. Gangguan bipolar I tidak mudah dikenali di awal
timbulnya simtom. Beberapa orang telah mengalami gangguan ini selama
beberapa tahun sebelum didiagnosis dengan gangguan bipolar I2,3.
Dengan pemberian terapi yang tepat, bahkan sekitar 37% pasien kembali
mengalami serangan depresi atau mania dalam 1 tahun, dan sekitar 60% dalam 2

tahun. Pada penelitian kohort STEP-BD, 58% pasien dengan gangguan bipolar
dapat pulih, tetapi 49% mengalami serangan ulangan dalam waktu 2 tahun;
serangan depresi (ditandai dengan mood yang sedih, kehilangan ketertarikan dan
lelah) terjadi 2 kali lebih banyak dari pada mania, (ditandai dengan mood yang
meningkat, grandiosity, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur)2,3.
Pada 2009, biaya yang dikeluarkan untuk gangguan bipolar diperkirakan
sebesar US$ 151 juta. Pasien juga dapat mengalami gejala psikosis, gangguan
fungsi, kualitas hidup dan stigma dalam masyarakat. Oleh karena gangguan
bipolar ini

dapat mengganggu fungsi kehidupan dan bahwa gangguan ini

sebenarnya dapat diterapi, maka ada baiknya jika kita mampu mengenal gangguan
bipolar ini sejak dini sehingga dapat diberikan terapi yang tepat pada waktu yang
tepat2.

1.2.

Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:


1. Mengetahui defenisi, epidemiologi, etiologi, patofisiolohi, gambaran klinis,
diagnosis, diagnosis banding dan terapi gangguan bipolar I.
2. Sebagai tugas makalah yang diberikan selama menjalankan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3.

Manfaat Pembuatan Makalah

Manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan mengenai


gangguan bipolar I.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Defenisi
Gangguan bipolar I, yang juga dikenal dengan penyakit mania-depresi,

merupakan suatu bentuk dari gangguan mental. Gangguan otak yang terjadi pada
gangguan bipolar I ini menyebabkan pergantian yang tidak biasa pada mood,
energi, level aktivitas, dan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan DSM-IV-TR, pasien dengan gangguan bipolar I, setidaknya
mengalami 1 kali episode mania dalam hidupnya. Episode mania merupakan
periode dimana terjadi peningkatan mood yang abnormal dan energi yang tinggi,
disertai dengan gangguan tingkah laku yang mengganggu hidup3,4.
Kebanyakan mereka dengan gangguan bipolar I juga mengalami episode
depresi. Sering kali, ada perubahan siklik antara mania dan depresi. Dari sinilah
istilah mania-depresi berasal. Di antara episode mania dan depresi, banyak orang
dengan gangguan bipolar I dapat hidup normal.

2.2.

Epidemiologi
The U.S. National Comorbidity Survey Replication menyatakan bahwa

gangguan bipolar I terjadi pada 1% warga dunia. Gangguan bipolar I


mempengaruhi sekitar 5.7 juta warga dewasa di Amerika, atau sekitar 2.6%
populasi Amerika yang berusia 18 tahun ke atas. Sekitar 20% pasien depresi yang
menemui dokter umum

dan sekitar 40-60% pasien depresi yang menemui

psikiater memiliki bentuk gangguan bipolar I2,3.


Rata-rata usia seseorang ketika onset gangguan bipolar I muncul adalah
17-21 tahun. NIH menyatakan bahwa onset munculnya gangguan bipolar I adalah
pada usia 25 tahun, meskipun gangguan ini juga dapat muncul pada usia 40-50
tahun. WHO sendiri menyatakan bahwa gangguan bipolar I merupakan penyebab
kematian ke-6 terbanyak pada usia 15-44 tahun. Gangguan ini terdapat pada pria

dan wanita dengan prevalensi yang serupa. Gangguan ini juga dapat muncul pada
setiap usia, ras, etnis dan kelas sosial2,3.

2.3.

Etiologi
Penyebab gangguan bipolar I belum jelas diketahui. Faktor genetik,

neurokimia dan lingkungan mungkin berinteraksi pada banyak level untuk


memainkan peran pada onset dan progresivitas dari gangguan bipolar I ini. Teori
yang berkembang saat ini menyatakan bahwa gangguan biologis terjadi pada
bagian tertentu di otak dan terjadi akibat malfungsi dari neurotransmitter. Hal ini
menyebabkan gangguan ini dapat menetap/dorman dan dapat diaktivasi secara
spontan atau dipicu oleh stressor dalam hidup1,3,6,7.
Meskipun tidak ada satupun yang dapat dibuktikan dengan pasti menjadi
penyebab dari gangguan bipolar I, peneliti menemukan beberapa faktor penting
yang dapat menjadi etiologi gangguan ini, yaitu: faktor genetik, neurokimia,
lingkungan dan obat-obatan1,6,7.
Lebih dari dua per tiga mereka dengan gangguan bipolar I setidaknya
memiliki 1 saudara /relasi dekat yang juga mengalami gangguan depresi. Hal ini
menyatakan bahwa sepertinya gangguan ini dapat diturunkan secara herediter.
Seseorang dengan salah satu orang tua nya memiliki gangguan bipolar I
mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan gangguan bipolar I juga sebesar
15-25%. Seseorang yang memilki kembaran nonidentik dengan gangguan bipolar
I cenderung menderita gangguan yang sama sebesar 25%. Seseorang dengan
kembaran identik yang memiliki gangguan bipolar I cenderung akan mengalami
gangguan yang sama lebih besar, yaitu sekitar 8 kali dari kembar nonidentik 1,6.
Gangguan bipolar I awalnya merupaka gangguan biologi yang terjadi pada
area spesifik di otak dan terjadi akibat disfungsi dari suatu neurotransmitter atau
messenger yang ada di otak. Zat kimia yang mempengaruhi neurotransmitter
tersebut adalah norepineprin, serotonin, dan mungkin ada banyak lagi1,6.
Peristiwa yang terjadi dalam hidup dapat memicu episode mood pada
mereka yang memiliki predisposisi genetik untuk gangguan bipolar I. Meskipun
tanpa faktor genetik yang jelas, pengaruh kebiasaan, alkohol dan obat-obat, serta

masalah hormonal juga dapat memicu perubahan mood. Di antara mereka dengan
faktor risiko tertentu, gangguan bipolar I biasanya terjadi di awal usia. Hal ini
dapat saja terjadi akibat faktor sosial dan lingkungan yang belum dimengerti
dengan jelas1,6.
Meskipun penyalahgunaan obat-obat tidak diperhitungkan menjadi
penyebab dari gangguan bipolar I, hal ini dapat memperburuk penyakit dan
mengganggu proses pemulihan. Penggunaan alkohol dan transquilizer dapat
memicu fase depresi yang lebih berat1,6.
Obat-obat seperti antidepresan dapat memicu episode mania pada mereka
yang memiliki kecenderungan gangguan bipolar I. Oleh sebab itu, obat antimania
juga direkomendasikan untuk mencegah episode mania. Beberapa obat seperti
penahan nafsu makan dapat memicu peningkatan energi, mengurangi kebutuhan
akan tidur dan peningkatan keinginan untuk berkomunikasi. Beberapa obat yang
dapat memicu episode seperi mania adalah kokain, ekstasi dan amfetamin. Obat
nonpsikiatri seperti obat untuk mengatasi ganguan tiroid dan kortikosteriod serta
kafein berlebihan juga dapat memicu timbulnya episode mirip seperti mania1,6,7.

2.4.

Patofisiologi Gangguan Bipolar I


Terdapat beberapa penemuan yang konsisten mengenai patofisiologi

gangguan bipolar I, meskipun hal ini belum dapat dijelaskan secara pasti.
Perubahan struktur otak secara global dan perubahan pada ukuran ventrikel
terlihat jelas lewat MRI pada pasien dengan gangguan bipolar I. Pasien dengan
gangguan bipolar I yang berulang memiliki ukuran ventrikel lateralis yang lebih
besar jika dibandingkan dengan mereka yang baru saja mendapatkan serangan
pertama dan mereka yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan bipolar I
bersifat progresif dan berkontribusi terhadap perburukan jaringan otak3,6.
Gejala klinis dari gangguan bipolar I tidak berhubungan dengan perubahan
fungsi atau struktur dari area spesifik di otak. Sebaliknya, gejala bipolar
bermanifestasi sebagai gangguan emosional, kognitif, tingkah laku, autonomik,
neuroendokrin, sistem imun dan irama sirkadian akibat gangguan interkoneksi
pada jaringan penghubung di otak. Bagian otak yang dikaitkan terganggu adalah

prefrontal

dan

sistem

limbik.

Jaringan

koneksi

pertama,

disebut

Automatic/Internal emotional regulatory network, yang terdiri dari iterative loop,


termasuk di dalamnya ventromedial prefrontal cortex (vmPFC), subgenual
anterior cingulate cortex, nucleus accumbens, globus pallidus, dan thalamus.
Jaringan koneksi yang lain adalah Volitional/External regulatory network, yang
terdiri dari ventrolateral prefrontal cortex (vlPFC), mid dan dorsal cingulate
cortex, ventromedial striatum, globus pallidus, dan thalamus3,6.
vmPFC memilki banyak koneksi dengan formasio limbik dan hipotalamus.
Bersama dengan ACC dan amigdala, vmPFC akan mengatur informasi yang
berkaitan dengan proses emosi, yang berkoordinasi dengan sistem autonomik dan
endokrin yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Pasien mania cenderung
untuk merasakan senang berlebihan, sedangkan pasien depresi menunjukkan
gangguan homeostasis endokrin dan emosi3,6.

Gambar 2.1. Etiopatogenesis gangguan bipolar


Berdasarkan patohistologi postmortem pasien dengan gangguan bipolar I,
didapati bahwa ketiga bentuk sel glia, yaitu astroglia, oligodendroglia dan
mikroglia berkurang jumlah dan kepadatannya. Perubahan pada glia dilaporkan
terdapat pada bagian otak pasien dengan gangguan bipolar I yang tidak ditangani.
Menariknya, satu penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan kerusakan

sel glia yang signifikan sebesaar 29% pada pasien dengan gangguan bipolar I
yang diterapi dengan litium maupun valproate 2,3,6.

2.5.

Gambaran Klinis

Gejala klinis dari gangguan mania adalah3,4,5,7:


-

Peningkatan aktivitas dan energi baik fisik maupun mental.

Peninggian mood, optimis berlebihan, dan penuh pecaya diri.

Tingkah laku agresif dan iritabel berlebihan.

Berkurangnya kebutuhan tidur tanpa mengeluhkan perasaan lelah.

Waham grandiose/kebesaran, peningkatan rasa kepentingan dirinya


sendiri.

Bicara cepat, pikiran cepat, dan flight of ideas ditemukan.

Judgment buruk, distraktibilitas, dan kurang impulsive.

Peningkatan aktivitas seksual.

Pada beberapa kasus berat, dapat ditemukan waham dan halusinasi.

Gejala klinis dari gangguan depresi adalah3,4,5,7:


-

Perasaan sedih berlebihan atau tangisan yang tidak dapat dijelaskan


penyebabnya.

Perubahan signifikan pada pola tidur dan nafsu makan.

Iritabel, mudah marah, cemas, gelisah dan sgitasi.

Pesimis dan indiferen.

Kehilangan energi dan letargi persisten.

Nyeri dan rasa sakit yang tidak dapat dijelaskan.

Merasa bersalah, tidak berguna, dan tidak memiliki harapan.

Tidak dapat berkonsentrasi.

Tidak dapat merasa bahagia atau senang akan ha-hal yang menarik, dan
menarik diri dari lingkungan sosial.

Mengkonsumsi alcohol dan zat-zat kimia secara berlebihan.

Berpikir untuk bunuh diri dan kematian berulang-ulang.

2.6.

Diagnosis
Diagnosis gangguan bipolar I dapat ditegakkan berdasarkan PPDGJI-III

dan DSM-IV.
Kriteria diagnostik gangguan bipolar I menurut PPDGJI-III5:
-

Terdapat kelainan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah


depresi (dengan atau tanpa anxietas) atau ke arah elasi (suasana perasaan
yang meningkat). Perubahan afek disertai dengan suatu perubahan pada
keseluruhan tingkat aktivitas.

Episode mania harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan


cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan
dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga


terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan
tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ grandiose ideas dan
terlalu optimistik.

Dapat disertai dengan waham kebesaran, waham kejar, ataupun waham


lain dan halusinasi yang sesuai dengan afek tersebut.

Untuk episode depresi, gejala utamanya adalah afek depresif, kehilangan


minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya adalah: konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu
makan berkurang.

Diperlukan masa setidaknya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan


tetapi periode lebih pendek daapt dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.

Kriteria diagnostik gangguan bipolar I menurut DSM-IV-TR:


Kriteria diagnostik untuk episode mania3,4:
A. Periode yang jelas adanya abnormalitas dan mood yang meningkat,
ekspansi, atau iritabel menetap yang berakhir setidaknya 1 minggu (atau
durasi beberapa waktu jika pasien dirawat inap)
B. Selama periode gangguan mood, terdapat 3 atau lebih gejala di bawah ini
yang menetap (4 jika mood iritabel saja):
1. Percaya diri meningkat atau waham kebesaran
2. Berkurangnya kebutuhan untuk tidur (tidur 3 jam saja sudah cukup)
3. Banyak bicara dari biasanya
4. Flight of ideas
5. Distraktibilitas (perhatian mudah dialihkan ke arah yang tidak
berhubungan)
6. Peningkatan aktivitas sosial, pekerjaan dan seksual.
7. Keterlibatan berlebih pada aktivitas yang menyenangkan tanpa
memperhatikan konsekuensi terhadap dirinya.
C. Gejala tidak cocok untuk episode campuran
D. Gangguan mood 1) cukup berat untuk menyebabkan gangguan nyata pada
fungsi pekerjaan, aktivitas sosial, hubungan dengan orang lain, 2) perlunya
rawat inap agar tidak membahayakan dirinya atau orang lain, 3) memilikki
gambaran psikosis.
E. Gejala bukan berasal dari efek obat/zat kimia tertentu atau akibat kondisi
medis tertentu.
Kriteria diagnostik untuk episode depresi mayor3,4:
A. Lima atau lebih dari gejala di bawah ini yang muncul hampir setiap hari
dalam periode 2 minggu.
1. Mood depresi hampir setiap hari dilihat oleh orang lain
2. Berkurangnya ketertarikan terhadap semua hal dan aktivitas
3. Penurunan berat badan signifikan meski tidak dalam program diet
4. Insomnia atau hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotor

10

6. Lelah atau kehilangan energi


7. Merasa tidak berharga
8. Kehilangan konsentrasi
9. Ide untuk bunuh diri berulang
B. Gejala tidak cocok untuk episode campuran.
C. Gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dll.
D. Gejala bukan berasal dari efek obat/zat kimia tertentu atau akibat kondisi
medis tertentu (hipotiroid).
E. Gejala tidak membaik jika kehilangan saudara dan menetap lebih dari 2
bulan ditandai dengan gangguan fungsi, ide bunuh diri, gejala psikosis dan
retardasi psikomotor.

2.7.

Dianosis Banding3

Gangguan

Kriteria gejala mania

Kriteria gejala depresi

Gangguan bipolar I

Riwayat episode mania Episode depresi mayor


tipikal
tanpa
perlu
atau campuran
diagnosis

Gangguan bipolar II

1 atau lebih episode Riwayat episode depresi


hipomania, tanpa mania mayor
atau episode campuran

Gangguan depresi mayor

Tidak ada riwayat mania Riwayat episode depresi


atau hipomania
mayor

Ganguan distimik

Tidak ada riwayat mania Mood depresi, setidaknya


2 tahun, tetapi tidak
atau hipomania
cocok untuk kriteria
depresi mayor

Gangguan siklotimik

Setidaknya
dalam
2 Banyak periode dengan
tahun, sering terdapat gejala depresi yang tidak
cocok dengan kriteria
gejala hipomania
depresi mayor

Gangguan bipolar tidak Gejala mania muncul, Tidak butuh diagnosis


tetapi tidak cocok untuk
spesifik
bipolar I, bipolar II, atau
gangguan siklotimik

11

2.8.

Penatalaksanaan
Terapi pada pasien dengan gangguan mood harus mencapai beberapa

sasaran. Yang pertama, keamanan pasien harus dijamin. Yang kedua, evaluasi
diagnosis secara lengkap. Yang ketiga, rencana terapi tidak hanya berpusat pada
gejala awal yang tampak, sehingga diperlukan terapi farmakoterapi dan
psikoterapi. Kita perlu mengetahui jumlah dan tingkat keparahan stressor
psikososialnya karena hal ini dapat meningkatkan kejadian berulangnya
serangan1,7.
Pasien yang memiliki risiko untuk bunuh diri atau melukai orang lain,
serta mereka yang tidak mampu makan perlu di rawat di rumah sakit. Biasanya
pasien dengan mania akut merasa bahwa dirinya tidak sakit, sehingga
menganggap bahwa dirinya tidak perlu memakan obat, sehingga perlu dirawat di
rumah sakit1,7.
Sasaran penanganan gangguan bipolar I berfokus pada serangan akut dan
profilaksis. Pada serangan akut, obat yang dapat diberikan adalah mood stabilizer,
seperti asam valproate. Selain untuk fase akut, beberapa peneliti setuju jikalau
asam valproat dapat juga diberikan sebagai profilaksis. Beberapa contoh asam
valproate adalah divalproex sodium (Epival), carbamazepine (Tegretol) dan
lamotrigine (Lamictal), gabapentin (Neurontin) dan topiramate (Topamax). Litium
karbonat dipercaya sebagai prototype mood stabilizer. Tetapi karena onset
antimania dari litium karbonat lambat, biasanya litium diberikan sebagai
profilaksis. Antikonvulsi juga dapat digunakan sebagai mood stabilizer1,2,3,7.
Untuk pasien pada fase mania diperlukan antipsikotik untuk mengontrol
gejala psikotik yang timbul. Antipsikotik yang biasa digunakan adalah olanzapine
(Zyprexa), risperidone (Risperdal), ziprasidone (Zeldox baru saja diperbolehkan
di Canada untuk gangguan bipolar) dan quetiapine (Seroquel, original formula dan
Seroquel XR, extended release satu-satunya obat yang diperbolehkan pada fase
mania dan depresi untuk gangguan bipolar I1,2,3,7.

12

Antidepresan sering digunakan bersama dengan obat mood stabilizer. Obat


yang sering digunakan adalah fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil), sertraline
(Zoloft), citalopram (Celexa), venlafaxine (Effexor), bupropion (Wellbutrin SR).
Obat dari golongan ini harus digunakan dalam pengawasan karena dapat memicu
mania dan perubahan mood yang naik turun. Selain itu, dapat juga diberikan obat
anticemas, seperti benzodiazepine, lorazepam, dan clonazepam dan waktu singkat
untuk menenangkan pasien pada fase akut. Terapi baru yang sedang diteliti,
meskipun belum dapat diuji dalam RCT adalah atypical antipsychotics quetiapine
dan aripiprazole; antiepileptics zonisamide, acamprosate, dan levetiracetam; dan
omega-3 fatty acids1,2,3,7.
Terapi yang efektif untuk gangguan bipolar I juga memerlukan kombinasi
terapi, seperti pengetahuan tentang gangguan bipolar, tanda dan gejalanya, serta
terapi dan pencetusnya. Hal ini penting untuk mencegah relaps. Psikoterapi yang
penting dalam penanganan gangguan bipolar I misalnya terapi interpersonal
(terapi pola hubungan diri terhadap orang lain), cognitive-behavioral (terapi
bagaimana pikiran dan mood mempengaruhi tingkah laku), dan terapi keluarga
(terapi bagaimana hubungan yang dekat dapat mendukung kesehatan) 1,2,3,7.

13

BAB 3
KESIMPULAN

Gangguan bipolar I, yang juga dikenal dengan penyakit mania-depresi,


merupakan gangguan otak yang menyebabkan pergantian yang tidak biasa pada
mood, energi, level aktivitas, dan kemampuan untuk melakukan kegiatan seharihari. Gangguan bipolar I mempengaruhi sekitar 2% populasi. Gangguan ini terjadi
seimbang antara laki-laki dan perempuan, dapat ditemukan pada semua usia, ras,
etnis dan sosial, dan cenderung diturunkan secara genetik pada keluarga pada
banyak kasus.
Penyebab pasti dari gangguan bipolar I ini belum diketahui, tetapi
diperkirakan merupakan interaksi dari faktor genetik, neurokimia, lingkungan dan
obat-obatan. Bagian otak yang dikaitkan terganggu adalah prefrontal dan sistem
limbik, yang mengatur informasi yang berkaitan dengan proses emosi, yang
berkoordinasi dengan sistem autonomik dan endokrin yang mempengaruhi
tingkah laku seseorang. Pasien mania cenderung untuk merasakan senang
berlebihan, sedangkan pasien depresi menunjukkan gangguan homeostasis
endokrin dan emosi. Diagnosis gangguan bipolar I dapat ditegakkan berdasarkan
PPDGJI-III dan DSM-IV.
Terapi untuk gangguan bipolar I terdiri dari farmakologi dan psikoterapi.
Trapi farmakologis terdiri dari: mood stabilizer, seperti asam valproate dan litium,
antipsikotik, antidepresan, antikonvulsi dan beberapa obat baru lainnya. Terapi
psikoterapi berupa terapi interpersonal, terapi cognitive-behavioral (CBT), dan
terapi keluarga. Dengan pemberian terapi yang tepat, bahkan sekitar 37% pasien
kembali mengalami serangan depresi atau mania dalam 1 tahun, dan sekitar 60%
dalam 2 tahun.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Bressert S. The causes of Bipolar Disorder (Manic Depression). Psych


Central.2007;3-11.
2. Geddes R, Miklowitz DJ. Treatment of Bipolar Disorder.NIH Public Access.
Lancet. 2013 May 11; 381(9878):. doi:10.1016/S0140-6736(13)60857-0.
3. APA Practice Guideline for the Treatment of Patients with Bipolar Disorder
second edition. 2010;26-30
4. Sadock BJ, Alcott V. Depression and Bipolar Disorder. In: Kaplan H, Sadock
BJ. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p.
535-41.
5. Rusli. 2003. PPDGJ III. UNIKA Atmajaya : Jakarta, p. 60-5.
6. Maletic V, Raison C. Integrated neurobiology of bipolar disorder. Frontiers in
psychiatry.

Review

article.

published:

25

August

10.3389/fpsyt.2014.00098.
7. DBSA Guide to Depression and Bipolar Disorder. 2009; 6-12.

2014.

doi:

Anda mungkin juga menyukai