Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dakriosistitis adalah inflamasi yang terjadi pada duktus lakrimalis yang terjadi akibat
adanya obstruksi pada duktus nasolakrimal sehingga menyebabkan terhambatnya ekskresi air
mata di dalam duktus lakrimalis.1

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi dari lacrimal apparatus.


Sumber: Buku Comprehensive Opthalmology 6th edition, 2015.

Anatomi dari lacrimal apparatus terdiri atas:

 Kelenjar lakrimal, terbagi menjadi dua yaitu main macrimal gland dan accessory
lacrimal gland
 Lacrimal passages yang meliputi puncta, kanalikuli, lacrimal sac, dan duktus
lakrimalis
2.2.1 Main Lacrimal Gland

Gambar 2. Anatomi tulang dari orbit.


Sumber: Buku Gray’s Anatomy for Students 4th edition, 2020.

Bagian Orbital

Bagian orbital memiliki bentuk dan ukuran sebesar kacang almond dan terletak di
bagian fossa untuk kelenjar lakrimalis, yang berada pada bagian luar orbital plate dari frontal
bone. Bagian orbital terbagi lagi menjadi dua, yaitu superior dan inferior. Bagian superior
berbentuk convex dan melekat dengan tulang. Sementara bagian inferior memiliki bentuk
concave dan terletak pada levator palpebrae superioris (LPS) muscle.2

Gambar 3. Anatomi eyelid.


Sumber: Buku Gray’s Anatomy for Students 4th edition, 2020.
Bagian Palpebral

Bagian palpebral memiliki ukuran lebih kecil dan hanya terdiri atas 2 lobul dan
dibatasi oleh otot

2.2.2 Accessory Lacrimal Glands

Gambar 4. Anatomi dari accessory lacrimal glands.


Sumber: Buku Comprehensive Opthalmology 6th edition, 2015.

Glands of Krause

Merupakan kelenjar mikroskopik yang terletak di bawah konjungtiva palpebral, di


antara fornix dan bagian ujung dari tarsus. Kelenjar ini memiliki jumlah kurang lebih
sebanyak 42 pada fornix bagian atas dan 6-8 pada bagian bawah fornix.

Glands of Wolfring

Kelenjar Wolfring terletak dekat dari bagian superior tarsal plate dan pada bagian
bawah dari inferior tarsus.

2.2.4 Vaskularisasi dan Innervasi


Vaskularisasi

Main lacrimal glands diperdarahi oleh arteri lakrimal yang merupakan percabangan
dari arteri optalmikus.

Innvervasi

 Innervasi sensorik berasal dari nervus lakrimal, yang merupakan percabangan dari
nervus 5.1 (nervus optalmikus).
 Innervasi simpatetik berasal dari plexus karotid dari cervical sympathetic chain.
 Secremotor fibers berasal dari:
Superior salivary nucleus yang berada di pons

Menuju greater petrosal nerve

Terjadi sinaps di ganglion pterigopalatine

Nervus zygomatic

Nervus lakrimalis

Kelenjar lakrimal

2.2.5 Lacrimal Passages


Lacrimal Puncta

Terletak pada bagian atas dan bawah dari lipatan mata, temporan dari inner canthus,
dan berbentuk oval dengan diameter 6-6,5mm.2

Lacrimal Canaliculi

Kanalikuli superior dan inferior akan bergabung dengan puncta dan menuju ke
lacrimal sac. Kanalikuli superior dan inferior akan bergabung menjadi common canaliculi.
Lipatan mukosa pada titik ini akan membentuk valve of Rosenmuller yang berfungsi untuk
mencegah reflux dari air mata.2

Lacrimal Sac

Terletak pada lacrimal fossa yang berada pada bagian anterior dari medial orbital
wall. Lacrimal fossa terbentuk oleh tulang lakrimal dan bagian frontal dari maxilla. Lacrimal
sac memiliki panjdang 12-15 mm dan lebar 5-6 mm dengan volume sekitar 2cc. Lacrimal
sac terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian fundus yang merupakan bagian awal dari
kanalikuli, bagian body yang merupakan bagian tengah, dan bagian neck yang merupakan
bagian bawah yang akan menyempit dan bergabung dengan duktus nasolakrimalis.2
Nasocrimal Duct (NLD)

Duktus nasolakrimalis berawal dari bagian leher lacrimal sac hingga ke meatus
inferior dari hidung. Duktus ini memiliki panjang sekitar 15-18 mm dan terletak pada kanal
yang terbentuk oleh maxila dan inferior turbinate. Terdapat beberapa katup yang berada pada
duktus nasolakrimalis, salah satu yang paling penting yaitu valve of Hasner, yang muncul
pada bagian akhir dari duktus dan berfngsi untuk mencegah reflux cairan dari hidung.2

2.2.6 Tear Film

Gambar 5. Anatomi lapisan tear film.


Sumber: Buku Comprehensive Opthalmology 6th edition, 2015.

Tear film merupakan struktur yang terdiri dari cairan dan berfungsi untuk melindungi
kornea. Osmolaritas dari tear film adalah senilai 295 hingga 309 mosm/L.3 Film ini terdiri
atas 3 lapisan, yaitu lipid, aqueous, dan mukus dengan urutan dari anterior ke posterior.2

Lapisan Film

1. Lapisan Lipid
Merupakan lapisan paling luar dan memiliki ukuran paling tipis yaitu sekitar 0,1 µm.
Lapisan ini berfungsi untuk mencegah overflow dari air pata, menghambat evaporasi
dari air mata, dan melubrikasi lipatan mata ketika menutup mata atau berkedip.
2. Lapisan aqueous
Lapisan aqueous merupakan lapisan paling tebal dengan ukuran 7 µm dan
mengandung air mata yang telah disekresi oleh kelenjar lakrimalis. Air mata sendiri
memiliki kandungan mayoritas air dan beberapa substansi lain seperti sodium klorida,
urea, glukosa, dan protein. Air mata juga mengandung substansi antibakterial seperti
lisozom, betalisin, dan laktoferrin.
3. Lapisan Mukus
Lapisan mukus merupakan lapisan paling dalam dan memiliki ketebalan sekitar 0,2
µm. Lapisan ini mengandung mucin yang disekresi oleh sel goblet di konjungtiva dan
kelenjar Manz. Lapisan mukus akan mengkonversi lapisan kornea yang bersifat
hidrofobik menjadi hidrofilik.

Fungsi Tear Film

1. Menjaga agar lapisan kornea dan konjungtiva tetap lembab


2. Menyediakan oksigen bagi epitel kornea
3. Membersihkan debris dan iritan
4. Mencegah infeksi dengan adanya substansi anti-bakterial
5. Mengfasilitasi pergerakan lipatan mata terhadap bola mata

2.2.8 Kandungan Air Mata


Air mata memiliki estimasi volume sekitar 7 ± 2 µL pada setiap mata. Albumin
memiliki presentasi hingga 60% dari total seluruh protein yang ada di air mata.
Immunoglobulins seperti IgA, IgG dan IgE, serta lisozomes memenuhi 40% sisanya. Pada
keadaan alergi seperti konjungtivitis vernal, maka konsentrasi IgE pada air mata akan
meningkat. 21-25% lisozomes akan bekerja dengan gamma globulins dan nonlysozyme
lainnya yang juga bersifat antibakterial untuk membentuk mekanisme pertahanan terhadap
infeksi.3

K+, Na+, dan Cl- juga terdapat pada air mata dengan konsentrasi yang lebih tinggi
daripada yang ada di plasma. Air mata mengandung sedikit glukosa dengan konsentrasi 5
mg/dL dan urea dengan konsentrasi 0,04 mg/dL. Perubahan konsentrasi glukosa dan urea
pada darah juga akan menyebabkan perubahan konsentrasi pada air mata. Rata-rata pH yang
normal pada air mata adalah 7,35.3

2.2.7 Proses Sekresi Air Mata


Air mata akan disekresikan secara terus menerus sepanjang hari oleh main lacrimal
glands (basal secretion) dan accessory lacrimal gland (reflex secretion). Reflex secretion
merupakan respon yang terjadi akibat adanya sensasi dari kornea maupun konjungtiva, yang
biasanya dihasilkan akibat adanya evaporasi dan pemecahan dari tear film. Hiperlakrimasi
terjadi karena adanya sensasi iritasi dari kornea atau konjungtiva. Jalur afferent dari sekresi
ini berasal dari nervus lima.2
2.2.8 Proses Eliminasi Air Mata
Air mata dari kelenjar lakrimalis akan mengalir ke bawah dan secara lateral melewati
lapisan okular. Sebagian air mata telah hilang melalui proses evaporasi pada lapisan okular.
Air mata yang tersisa akan mengalir melalui superior dan inferior kanalikuli dan terkumpul
pada lacrimal sac hingga akhirnya didrainase menuju nasal cavity. 70% air mata akan
didrainase melalui inferior kanalikuli dan 30% melalui superior kanalikuli melalui suatu
pompa seperti di bawah ini:2

Proses saat kelopak mata menutup

 Kontraksi dari pretarsal orbicularis oculi yang mengkompresi ampulla dan


memendekkan kanalikuli. Kontraksi ini akan menyebabkan air mata yang terletak
pada ampulla dan bagian horizontal dari kanalikuli berkumpul pada lacrimal sac.
 Kontraksi dari preseptal fibers of orbicularis yang menekan lacrimal sac sehingga
menciptakan tekanan negative yang menyebabkan air mata dapat mengalir dari
kanalikuli menuju lacrimal sac.

Proses saat kelopak mata membuka

 Relaksasi dari pretarsal orbicaularis menyebabkan kanalikuli dan ampulla menjadi


terbuka kembali.
 Relaksasi dari preseptal fibres (Horner’s muscle) menyebabkan collapse dari
lacrimal sac sebagai konsekuensi dari tekanan positive yang terbentuk. Tekanan
positive yang dibantu dengan gravitasi juga akan mendorong air mata untuk turun
menuju duktus nasolakrimalis.

2.4 Epidemiologi
Kasus dakriosistitis paling sering ditemukan pada 2 kelompok populasi, yaitu ketika
seseorang lahir yang disebabkan karena adanya dakriosistitis kongenital dan orang dewasa
dengan umur di atas 40 tahun. Obstruksi pada duktus lakrimalis kongenital ditemukan
sebanyak 6% pada bayi baru lahir dan dakriosistitis muncul dalam 1/3884 kelahiran. Pada
orang dewasa, dakriosistitis lebih sering menyerang wanita daripada laki-laki, dan ras
Caucians lebih rentan terkena daripada African Americans.1
2.5 Etiologi
Etiologi dari dakriosistitis adalah adanya sumbatan pada duktus lakrimalis. Etiologi
dari dakriosistitis dapat dilihat berdasarkan klasifikasi durasi dan onset.

2.5.1 Durasi
Dakriosistitis Akut

Pada dakriosistitis akut, etiologi utamanya adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri seperti Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Influenza, yang sering menjadi
penyebab utama pada anak-anak. Sementara pada orang dewasa, bakteri yang sering
menyebabkan dakriosistitis adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, dan Pseudomonas aureginosa.1

Dakriosistitis Kronik

Dakriosistitis kronik seringkali datang dengan tanda-tanda inflamasi yang lebih ringan
namun seringkali membutuhkan tatalaksana operasi.1

2.5.3 Onset
Kongenital

Dakriosistitis kongenital merupakan inflamasi yang terjadi pada bayi yang baru saja
lahir, sehingga kadang juga disebut sebagai dakriosistitis neonotorum. 2 Dakriosistitis terjadi
karena adanya obstruksi pada valve of Hasner, yang terletak pada bagian distal dari duktus
lakrimalis. Jika cairan amnion tidak dikeluarkan melalui duktus lakrimalis hingga beberapa
hari setelah kelahiran, maka hal ini dapat menyebabkan neonatal dakriosistitis.1

Acquired

Dakriosistitis dapat disebabkan karena adanya penuaan, trauma, penyakit sistemik


seperti sarkoidosis, operasj seperti prosedur endonasal, neoplasma, serta efek dari obat-
obatan seperti timolol, pilocarpine, dan trifuliridine.1

2.6 Faktor Risiko


Faktor risiko dari dakriosistitis dapat bervariasi, namun hampir semua pasti
berhubungan dengan obstruksi pada duktus lakrimalis.1
 Wanita lebih berisiko daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki
duktus lakrimalis yang lebih sempit
 Duktus lakrimalis cenderung semakin menyempit ketika seseorang bertambah tua
serta melambatnya drainase
 Deviasi septum, rinitis
 Trauma pada nasoethmoid
 Penyakit sistemik seperti Wegener's Granulomatosis, Sarkoidosis, systemic lupus
erythematosus (SLE), ataupun adanya tumor
 Penggunaan obat-obatan seperti timolol, pilocarpine, dan trifulridine

2.7 Patofisiologi
Patofisiologi dakriosistitis terjadi karena adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis.
Obstruksi yang terjadi menyebabkan terhambatnya pengeluaran air mata pada sistem
drainase. Air mata yang terus menumpuk dapat menjadi tempat yang baik untuk organisme-
organisme penyebab infeksi. Karena hal tersebut, maka lacrimal sac akan mengalami
inflamasi sehingga menyebabkan manifsetasi klinis berupa eritema dan edema papa bagian
inferomedial dari orbit.1

2.9 Manifestasi Klinis


2.9.1 Dakriosistitis Akut

Gambar 7. Dakriosistitis akut.


Sumber: Buku Kanski Clinical Opthalmology 8th edition, 2020.

Dakriosistitis akut biasanya ditandai dengan gejala edema yang terasa nyeri pada
bagian lacrimal sac. Dakriosistitis akut dapat disebabkan karena eksaserbasi akut dari
dakriosistitis kronik atau merupakan acute peridacryocystitis karena adanya keterlibatan dari
anatomi sekitar yang mengalami infeksi seperti sinus paranasal, infeksi pada tulang sekitar,
abses gigi ataupun adanya karang gigi pada rahang atas. Beberapa bakteri yang dapat
menyebabkan dakriosistitis akut meliputi Streptococcus haemolyticus, Pneumococcus, dan
Staphylococcus. Manifestasi klinis dari dakriosistitis akut dapat dibagi menjadi 3 yaitu fase
selulitis, abses lakrimal, dan formasi fitsula.2

1. Fase Selulitis
Fase ini ditandai dengan adanya edema yang nyeri pada area lacrimal sac dan disertai
dengan epifora dan gejala sistemik seperti demam dan lemas. Edema yang terjadi
berwarna kemerahan, panas, padat, dan nyeri jika ditekan. Kemerahan dan edema
dapat menyebar hingga ke pipi.
2. Fase Abses Lakrimal
Inflamasi yang terus berlanjut akan menyebabkan edema sehingga terjadi oklusi pada
kanalikuli. Lacrimal sac akan mulai dipenuhi dengan pus dan seiring perkembangan
dinding anterior akan memecah sehingga menyebabkan pericystic swelling. Edema
seringkali akan mengarah menjauh dari lacrimal sac.
3. Fase Pembentukan Fitsula
Ketika abses lakrimal tidak ditindaklanjuti, maka cairan akan keluar secara spontan,
meninggalkan fitsula eksternal di bawah ligamen palpebral medial. Jika abses keluar
pada nasal cavity, maka hal ini akan menyebabkan fitsula internal.

2.9.2 Dakriosistitis Kronik


Dakriosistitis kronik lebih sering ditemui dibandingkan dengan dakriosistitis akut.
Manifestasi klinis pada fase kronik juga dapat dibagi menjadi empat, yaitu:2

1. Fase chronic catarhhal dacryocystitis


Fase ini ditandai dengan inflamasi ringan dari lacrima sac yang berhubungan dengan
adanya obstruksi pada duktus nasolakrimal. Mata berair adalah satu-satunya gejala
yang dapat ditemukan pada fase ini, terkadang terdapat kemerahan ringan pada inner
canthus. Pada dacryocystography ditemukan adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimal, dengan ukuran yang normal dari lacrimal sac serta mukosa yang sehat.
2. Fase mukocel lakrimal
Fase ini ditandai dengan obstruksi kronik dari air mata, sehingga menyebabkan
terjadinya distensi pada lacrimal sac. Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan
adalah adanya epifora yang terjadi secara konstan dengan adanya pembengkakan di
bawah inner canthus. Selain itu pada tes regurgitasi, akan ditemukan adanya cairan
seperti susu atau gelatin dari lower punctum ketika menekan pembengkakan.
Dacryocystography pada fase ini akan menunjukkan adanya distensi pada lacrimal
sac dengan obstruksi pada dukstus nasolakrimal.
3. Fase chronic suppurative dacryocystitis
Karena pus diproduksi secara terus menerus, maka mucoid discharge pada fase
mukocel akan berubah menjadi purulen, sehingga mukocel akan berubah menjadi
pyocele. Kondisi ini dikaratkeristikan dengan epifora, konjungtivitis berulang dan
pembengkakan pada inner canthus dengan kemerahan ringan. Pada tes regurgitasi,
akan ditemukan adanya frank purulent discahrge.
4. Fase chronic fibrotic sac
Infeksi ringan yang terjadi berulang pada jangka waktu yang lama akan menyebabkan
terbentuknya jaringan fibrotik pada lacrimal sac karena terjadinya penebalan mukosa
yang terkadang juga dikarakteristikan dengan adanya epifora persisten dan discharge.

2.10 Diagnosis
2.11 Diagnosis Banding
2.12 Tatalaksana
2.12.1 Dakriosistitis Akut
Fase Selulitis

Pada fase ini, pasien dapat diberikan antibiotik topikal dan juga sistemik untuk
mengontrol adanya infeksi serta anti inflamasi dan analgesik sistemik untuk mengurangi
nyeri dan edema.2

Fase Abses Lakrimal

Tatalaksana pada fase selulitis tetap dilanjutkan. Namun karena adanya pus yang
muncul, maka pus ini perlu didrainase dengan insisi kecil. Pus akan ditekan, dan luka akan
ditutup dengan betadine.

Fase Pembentukan Fitsula

Setelah mengontrol infeksi dengan antibiotik sistemik, maka fitsulektomi dapat


dilakukan dengan dacryocystorhinostomy (DCR) atau dacryocycstectomy (DCT).
Dacryocystorhinostomy dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu

1. Cara konventional dari external


Tahap-tahap operasi pada teknik ini terdiri dari anestesi, kemudian dilakukan insisi
kecil pada medial canthus hingga terlihat bony lacrimal fossa, kemudian dilakukan
removal dari anterior lacrimal crest sehingga tulang osteum dapat terlihat bersama
dengan mukosa hidung, kemudian dilakukan insisi untuk membuat posterior flap
pada lacrimal sac dan mukosa hidung.

Gambar 8. Tahap-tahap operasi dacryocystorhinostomy.


Sumber: Buku Comprehensive Opthalmology 6th edition, 2015.

2. Endonasal DCR, dapat melalui operasi atau laser


Teknik ini dapat dilakukan sendiri ataupun kolaborasi dengan dokter THT dan lebih
dipilih dibandingkan cara konvensional. Teknik operasi ini akan dilakukan dengan
cara endoskopi, kemudian dilakukan insisi untuk membuat lubang pada middle
meatus, kemudian silikon akan dimasukkan.
3. Endocanalicular laser DCR
Pada teknik operasi ini, laser akan digunakan melalui kanalikuli hingga ke bagian
medial dari lacrimal sac. Insisi akan dilakukan dengan ablasi posteromedial wall dari
sac, biasa dilakukan dengan Holmium YAG atau KTP laser. Prosedur ini sangat cepat
dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal sehingga biasanya lebih aman pada orang-
orang tua. Tingkat kesuksean pada prosedur ini hanya mencapai hingga 70%.

Sementara itu, pada DCT perbedaan yang mendasar adalah maka lacrimal sac akan
diangkat dan memutus hubungannya denan kanalikuli lakrimal. Selain itu juga akan
dilakukan kuretase dari tulang duktus nasolakrimal khususnya pada bagian yang mengalami
infeksi.2
2.13 Komplikasi
2.13.1 Dakriosistitis Akut
 Konjungtivitis akut
 Abrasi kornea
 Abses pada lipatan mata
 Osteomyelitis pada tulang lakrimal
 Selulitis orbital
 Selulitis fasial dan ethmoiditis akut
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Adel Alsuhaibani MD, M. A. B. Dacryocystitis. Am. Acad. Opthalmology (2020).

2. Khurana, A. Comprehensive Ophthalmology- Diseases of the Retina. 6th Edition


(2015).

3. Asburys, V. General Opthalmology. (2020).

Anda mungkin juga menyukai