Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


ETHICAL

DISUSUN OLEH:
Dokter Muda RSUD Nganjuk

Ketut Artawan 21710088

PEMBIMBING:
dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp. F (K), SH, DFM.

KEPANITRAAN KLINIK SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ketut Artawan


Fakultas : Kedokteran
Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : SMF Ilmu Kedokteran
Periode Kepaniteraan Klinik : 19 September - 1 Oktober 2022
Judul : Tugas Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Ethical
Pembimbing : dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp. F (K), SH, DFM.

SMF Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal


Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk

Disetujui Oleh

dr. H. Agus Moch. Algozi, Sp. F (K), SH, DFM.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti ujian di bidang Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal
dalam menyelesaikan Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. dr. H.Agus Moch. Algozi, Sp.F (K) DFM, S.H selaku Kepala Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kumuma Surabaya.
3. dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H selaku pembimbing di Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kumuma Surabaya.
4. dr. Bambang Rudy Utantio, Sp. JP selaku pembimbing di Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kumuma Surabaya.
5. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril, materil,
maupun spiritual.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan kepanitraan klinik pada
khususnya, serta masyarakat pada umumnya.

Surabaya, 29 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I FORENSIK KLINIK....................................................................................1
1.1 Pemeriksaan Selaput Dara................................................................... 1
1.2 Pemeriksaan Anus................................................................................2
1.3 Pemeriksaan Derajat Luka................................................................... 3
1.4 Klasifikasi Luka...................................................................................6
BAB II TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL.......................................................7
2.1 Buccal Swab.........................................................................................7
2.2 Pengambilan Darah..............................................................................8
2.3 Vaginal Swab.......................................................................................9
2.4 Pengambilan Urin...............................................................................10
2.5 Pengambilan Muntahan dan Isi Lambung..........................................11
2.6 Pemeriksaan Jaringan dan Sampel Tulang.........................................12
2.7 Pengambilan Sampel Gigi..................................................................13
2.8 Pengumpulan dan Pengemasan Barang Bukti....................................13
BAB III PEMERIKSAAN TOKSOLOGI.............................................................14
3.1 Pemeriksaan TKP...............................................................................14
3.2 Pemeriksaan Jenazah..........................................................................14
3.3 Pemeriksaan Toksikologi................................................................... 15
BAB IV LABORATORIUM FORENSIK............................................................18
4.1 Pemeriksaan Cairan Mani.................................................................. 18
4.2 Pemeriksaan Bercak Darah................................................................ 19
4.3 Histopatologi Forensik.......................................................................21
4.4 Fotografi Forensik..............................................................................21
4.5 Tes Getah Paru................................................................................... 21
4.6 Pengambilan Gas CO2 dari Sumur..................................................... 22
4.7 Alkali Dilution Test............................................................................23
iii
DAFTAR ISI
4.8 Tes Apung Paru..................................................................................24
4.9 Emboli Udara Vena............................................................................24
4.10 Emboli Udara Arteri...........................................................................25
4.11 Emboli Lemak....................................................................................25
4.12 Pneumothorax.....................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27
Lampiran 1. Surat Kematian..................................................................................28
Lampiran 2. Visum et Repertum korban hidup......................................................29
Lampiran 3. Visum et Repertum korban mati........................................................32
DAFTAR ISI
iv
BAB I
FORENSIK KLINIK

1.1 Pemeriksaan Selaput Dara


Selaput dara adalah selaput vestigial yang secara embriologi
memisahkan 2/3 bagian atas vagina dengan 1/3 bagian bawahnya selama
pertumbuhan janin perempuan. Saat kelahiran, selaput darah membuka dan
bergeser kebagian luar alat kelamin pada kebanyakan bayi perempuan.
Jaringan selaput darah biasanya mengecil pada saat kelahiran sampai tersisa
beberapa milimeter, dan konfigurasinya bervariasi secara bentuk, ukuran dan
kelenturan pada masa kanak- kanak, dan akan berubah sepanjang kehidupan
dewasa. Selaput darah berbeda ukuran dan bentuknya dari beberapa milimeter
hingga beberapa sentimeter tergantung usia, tahapan perkembangan seksual
Tanner, dan statushormon.
Pada saat masa pubertas, estrogenisasi dari jaringan selaput darah
membuat jaringan menjadi elastis. Pada umumnya, bentuk selaput darah
merupakan annular atau berbentuk cincin, dengan membran yang cukup
elastis dengan ketebalan sekitar 1 mm dengan jaringan inti ikat dan epitel
skuamosa berlapis di permukaan.
Pada bagian anterior dan posterior merupakan bagian yang paling
menonjol dengan memiliki lubang di tengah yang kemudian sebagai saluran
keluar untuk aliran darah menstruasi. Penampilan selaput darah pada orang
dewasa umumnya tipis dan kemudian akan menebal di daerah tepi.
Selaput darah dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan bentuk dan tepi
lubangnya, yaitu:
1. Bentuk teratur dan tepi teratur utuh
Hymen dengan tipe ini dibagi menjadi tiga, yang pertama
merupakan hymen annularis yang memiliki lubang ditengah disegmen
anterior. Kemudian hymen semilunaris dengan lubang berada di segmen
posterior dan berbentuk menyerupai bulan sabit. Yang terakhir adalah
hymen labiiformis dengan lubang berbentuk celah yang berjalan dari

1
2

anterior ke posterior dengan bibir selaput di kedua sisinya.


2. Bentuk teratur dan tepi tidak teratur
Tipe ini bentuk lubang hymen bisa annular, semilunar atau
labiiformis dengan tepi yang bercelah atau defek kongenital yang dangkal
dan apabila jika terdapat banyak celah maka tergantung sifat celahnya.
3. Bentuk teratur dan tepi teratur atau tidak teratur
Hymen yang termasuk kedalam jenis ini adalah hymen yang
atypical karena tidak adanya lubang atau lubangnya lebih dari satu dan
tidak merupakan satu kesatuan.

1.2 Pemeriksaan Anus


Pemeriksaan anus dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan
seksual yang terjadi pada korban sodomi yang pemeriksaannya dilakukan
dengan cara berikut ini :
1. Posisikan pasien dalam posisi tidur miring, posisi ini bisa untuk pasien
laki- laki maupun perempuan
2. Gunakan handscoon

3. Inspeksi pada jaringan perianal dan lakukan palpasi pada kulit disekitarnya
3

4. Renggangkan pantat dan lakukan inspeksi pada area anal untuk


mengetahui karakteristik kulit dan lesi serta perhatikan apakah terdapat
tanda-tanda kekerasan pada bagian ini
5. Untuk melakukan pemeriksaan bagian dalam anus, oleskan lubrikan pada
jari telunjuk yang sudah terpakai sarungtangan kemudian secara perlahan
masukkan kedalam lubang anus dan perhatikan apakah terdapat nyeri
tekan
6. Saat mengeluarkan tangan perhatikan apakah terdapat darah atau feses
yang menempel pada sarung tangan.

1.3 Pemeriksaan Derajat Luka


Luka adalah gangguan dan kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh
suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai
sinonim dari kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan
tidak hanya membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik tetapi
juga kerusakan lain yang disebabkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi,
listrik, dan radiasi.
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi,
bentuk, ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup tidak perlu
dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Bentuk penulisan deskripsi luka,
jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus selalu urut akan tetapi penulisannya
harus selalu ditulis pada akhir kalimat.
a. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet merupakan luka yang superfisial, dimana kerusakan
tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih
dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga akan
terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan yaitu tanda yang
pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua
adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidak teraturan
benda yang mengenainya
4

b. Luka Memar (Kontusio)


Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang
singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau
organ dibawahnya. Kontusio merupakan suatu keadaan dimana terjadi
pengumpulan darah di dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih
hidup, akibat pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda
tumpul.
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka superficial, luka
memar dalam (deep), luka memar berbekas (patterened/imprint).
1 Luka memar superfisial
Luka memar superfisial terjadi secara segera dan disebabkan oleh suatu
akumulasi darah secara subkutan
2 Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih
dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan
1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.
3 Luka memar berbekas
Luka memar berbekas diakibatkan oleh penekanan pada tubuh
biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada
permukaan kulit
5

c. Luka Robek (Laserasi)


Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi
tidak begitu tajam sehingga akan merobek kulit dan jaringan di bawah
kulit dan akan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.
Tepi dari laserasi irregular dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang
diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut.

d. Luka tusuk (Incisi)


Luka tusuk disebabkan oleh alat yang berujung runcing dan bermata
tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau
miring pada permukaan tubuh.
e. Luka bacok
Luka bacok terjadi akibat benda atau alat yang berat dengan mata
tajam atau agak tumpul yang dilakukan dengan suatu ayunan disertai
tenaga yang cukup besar.
f. Luka iris
Luka yang terjadi akibat alat yang digunakan tepinya tajam dan
timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan yang
realif ringan yang digeserkan sepanjang permukaan kulit.
6

1.4 Klasifikasi Luka


a. Luka yang tidak menimbulkan halangan untuk sementara waktu dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari atau luka ringan.
b. Luka yang menimbulkan halangan untuk sementara waktu dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari atau luka sedang.
c. Luka berat ada 7 yaitu :
1 Luka yang tidak ada harapan sembuh atau menimbulkan bahaya maut
(misalnya : luka tusuk pada perut).
2 Luka yang menyababkan tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-
hari selama seumur hidup (misalnya: pemain piano yang kehilangan
jarinya, dokter bedah tulang yang kehilangan fungsi tangannya).
3 Luka yang akan menyababkan kehilangan salah satu panca indra.
4 Cacat berat misalkan kaki dan tangan putus karena amputasi.
5 Mengalami kelumpuhan.
6 Wanita hamil yang mengalami keguguran.
7 Tergantungnya daya pikir lebih dari 4 minggu
BAB II
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

2.1 Buccal Swab


Buccal swab dapat dilakukan dengan tahapan ialah sebagai berikut :
1. Pastikan mulut dalam keadaan kosong, lebih baik sebelum melakukan
sikat gigi pada pagi hari dan sebelum makan apapun.
2. Mencuci tangan kemudian mengenakan sarung tangan dan masker
3. Pilih kapas steril, busa, atau swab stick yang sesuai
4. Dengan hati-hati hapuslah swab stick pada bagian pipi dalam dekat gigi
bawah dan atas, selanjutnya secara lembut gosoklah dengan memutar swab
sepanjang bagian dalam pipi selama 5-10 detik, pastikan bahwa seluruh
swab-tip telah melakukan kontak dengan pipi.
5. Setelah menghapus swab, berhati-hati untuk tidak menyentuh ujung swab
dengan gigi, bibir, atau permukaan lain.
6. Hindari tip swab bersentuhan dengan sarung tangan atau menyentuh
permukaan apapun.
7. Tempatkan swab langsung ke tabung transportasi kering atau amplop
koleksi
8. Label tabung atau amplop dengan informasi identitas
9. Bubuhkan tanggal pengambilan sampel untuk verifikasi
10. Simpan swab pada amplop yang disediakan untuk segera dikirim ke
laboratorium atau transfer ke freezer sampai semua siap untuk pengujian.

7
8

2.2 Pengambilan Darah


Darah yang diperoleh dari pembuluh darah perifer adalah spesimen darah
pilihan untuk analisis toksikologi, karena konsentrasi senyawa dalam darah
dari jantung mungkin dapat berubah setelah kematian oleh karena redistribusi
darah dari paru-paru atau hati. Darah yang dikumpulkan kemudian harus
disimpan dalam tabung berpenutup abu-abu yang mengandung NaF
(sodiumflorida). Darah adalah sampel paling baik untuk tes toksikologi
postmortem, dan umumnya 20 ml, atau 2 tabung vacutainer cukup untuk
dilakukan tes.
Apabila pada jenazah dilakukan otopsi, pengambilan darah perifer dan
sentral harus dilakukan ketika rongga tubuh terbuka. Darah perifer ialah
spesimen pilihan dan dapat diambil dari vena femoralis, vena iliaka, yang
mudah di akses saat pemeriksaan internal, atau dari vena subsklavia di dalam
dada.Ukuran sampel dari 15-20 ml seharusnya cukup adekuat untuk
pemeriksaan toksikologi. Pengambilan darah dengan volume yang lebih besar
(>20mL) dapat mengakibatkan pergerakan darah antar pembuluh darah dan
terjadi percampuran darah dalam pembuluh darah yang berbeda. Risiko ini
lebih besar terjadi pada vena subsklavia dibandingkan vena femoralis dan
venailiaka.
9

Jika tidak dilakukan otopsi, blind stick sampling tidak boleh dilakukan.
Prosedur pemotongan pembuluh darah dapat dilakukan. Bahkan tanpa otopsi,
vena femoralis dapat dengan mudah terekspos dan pengambilan sampel darah
perifer dapat dilakukan. Demikian juga jantung dapat dapat diekspos dan
ventrikel kiri dapat dengan mudah diidentifikasi sehingga pengambilan darah
sentral dapat dilakukan.
Darah perifer secara umum diterima sebagai spesimen yang paling akurat
untuk pemeriksaan toksikologi, karena kurang rentan terhadap perubahan post
mortem.

2.3 Vaginal Swab


Vaginal swab ataupun pemeriksaan apus vagina yang artinya mengambil
sediaan seperti lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel
yang terkandung didalamnya dengan menggunakan bantuan bawah
mikroskop. Vagina swab merupakan pemeriksaan cairan dari vagina dengan
usapan, hasil usapan lalu ditambahkan cairan fisiologis dan garam lalu
ditunggu selama 4-5 menit.
Prosedur kerja vaginal swab ialah sebagai berikut :
1. Berkomunikasilah dengan baik dengan pasien terlebih dahulu, setelah
suasana mulai kondusif, mulailah langkah-langkah pengambilan sampel
2. Minta pasien berbaring pada kursi yang telah disiapkan khusus untuk
pengambilan sample swab vagina dengan menekuk lutut hingga dekat
paha
3. Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis
4. Masukkan spekulum ke lubang vagina, buka spekulum hingga terlihat
serviks
5. Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali pengambilan
6. Kembalikan posisi spekulum pada posisi semula dan keluarkan perlahan
7. Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan
8. Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi
9. Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
10. Bawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan gram dan kultur.
10

2.4 Pengambilan Urin


Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali
dalam keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen,
penderita harus diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar.
Spesimen urine yang ideal merupakan urine pancaran tengah (midstream), di
mana aliran pertama urine dibuang dan aliran urine selanjutnya ditampung
dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran
urine habis.
Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari
luar uretra agar tidak mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah
pengumpulan urine, pasien harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih
dan mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue. Pasien
juga perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang
sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung
spesimen.
Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (misalnya
keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai
cara pengumpulan sampel urin, mereka harus mencuci tangannya sebelum dan
sesudah pengumpulan sampel, menampung urine midstream dengan baik.
Untuk pasien anak- anak mungkin perlu dipengaruhi/dimotivasi untuk
mengeluarkan urine. Pada pasien bayi dipasang kantung penampung urine
pada genitalia.
A. Cara pengumpulan urine 24 jam ialah:
1. Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama.
Catat tanggal dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada
periode selanjutnya ditampung.
2. Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan
terlebih dahulu untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi
feses pada sampel urin wanita.
3. Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada
wadah, pengumpulan urine dihentikan.
4. Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan.
11

B. Cara pengambilan sampel urine clean-catch pada pasien wanita:


1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu
mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.
2. Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan
3. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari
depan kebelakang
4. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan kasa steril yang lain.
5. Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap terbuka dan jari
tangan jangan menyentuh daerah yang telah dibersihkan.
6. Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine
selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang telah disediakan.
Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Diusahakan
agar urine tidak membasahi bagian luar wadah.
7. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim kelaboratorium.
C. Cara pengambilan urine clean-catch pada pasien pria:
1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu
mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.
2. Jika tidak disunat, tarik preputium ke belakang. Keluarkan urine, aliran
urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam
wadah steril yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum
aliran urine habis. Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar
wadah.
3. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

2.5 Pengambilan Muntahan dan Isi Lambung


1. Pengambilan sampel lambung dan isinya dilakukan dengan cara:
a. Lambung diikat pada 2 tempat:
- Yang berbatasan dengan kerongkongan
- Yang berbatasan dengan usus halus
b. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari hancurnya butir-butir pil
maupun tablet yang tertelan korban untuk memudahkan dilakukannya
12

pemeriksaan
c. Sedangkan cara lain yang bisa dilakukan adalah melakukan
pemeriksaan kelainan pada lambung oleh dokter sehingga dapat
diperkirakan jenis racun apa yang ditelan oleh korban
2. Pemeriksaan usus dan isinya
Pemeriksaan usus sangat bergun terutama jika kematian korban
terjadi beberapa jam setelah ia kemasukan racun. Dari pemeriksaan dapat
diperkirakan saat kematian korban dan dapat ditemukannya tablet yang
tidak dapat dihancurkan oleh lambung (enteric coated tablet). Cara yang
dapat dilakukan ialah mengikat usus dengan jarak 60 cm yaitu pada
perbatasan lambung-usus halus, usus halus, usus halus-usus besar, dan
usus besar poros usus. Ikatan ini bertujuan untuk mencegah tercampurnya
isi usus bagian oral dengan isi usus bagian anal.

2.6 Pemeriksaan Jaringan dan Sampel Tulang


1. Jaringan, organ dan tulang segar
a. Ambil tiap bagian dengan menggunakan pinset
b. Tempatkan setiap bagian dalam wadah yang berbeda dan berilabel
c. Simpan dalam tempat pendingin dan kirim
2. Jaringan, organ dan tulang tidak segar
Tempatkan setiap bagian pada wadah yang berbeda dan berikan label
Wadah :
a. 2 buah toples yang masing-masing berukuran 2 liter untuk hati dan usus
b. 3 buah toples yang masing-masing berukuran 1 liter untuk lambung
beserta isiny, otak dan ginjal.
c. 4 buah toples yang masing-masing berukuran 25 ml untuk darah yang
terdiri dari 2 buah, urine, dan empedu.
13

2.7 Pengambilan Sampel Gigi


Pengambilan sampel gigi dilakukan dengan cara :
1. Cabut gigi yang masih utuh.
2. Masukkan kedalam kantong plastik dan berikan label.

2.8 Pengumpulan dan Pengemasan Barang Bukti


Barang bukti merupakan bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai
sejumlah material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan
melalui pemeriksaan yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana telah
terjadi.
Tujuan pemeriksaan barang bukti :
a. Menegakkan diagnosis sebab kematian
b. Mengkonfirmasi temuan makroskopis
c. Memberi gambaran histomorfologi perjalanan penyakit
d. Gambaran intravitalitas
e. Menentukan umur secara histomorphologi (infark lama/baru,
umur luka, dan lain-lain)
Tujuan pemeriksaan barang bukti secara khusus untuk mengetahui :
1) Kematian mendadak
2) Aborsi
3) Hanging-chocking-throttling (asphyxia)
4) Tenggelam
5) Traumathermik
6) Traumalistrik
7) Lukatembak
8) Keracunan
BAB III
PEMERIKSAAN TOKSOLOGI

Pemeriksaan toksikologi yaitu pemeriksaan tambahan yang dilakukan untuk


membantu penegak hukum khususnya dalam melakukan analisis racun baik secara
kuantitatif maupun kualitatif dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke
dalam suatu laporan (surat keterangan ahli, surat, atau saksi ahli), sebagai bukti
dalam tindakan kriminal (forensik) di pengadilan. Pemeriksaan peristiwa
keracunan dibagi menjadi tiga, meliputi :
3.1 Pemeriksaan TKP
Tujuan dari pemeriksaan TKP yaitu:
a. Menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal
b. Mengumpulkan barang bukti yang kemudian dilakukan pemeriksaan
toksikologi, beberapa hal yang harus selalu diperhatikan dalam
mengumpulkan barang bukti yaitu :
1) Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik, terutama bila ada tim
labfor
2) Dokter membantu mencari barang bukti misal anak peluru, racun, dll.
3) Segala yang ditemukan kemudian di serahkan kepada penyidik
4) Dokter yang meminjam barang bukti tersebut
5) Setelah selesai melakukan pemeriksaan, TKP ditutup selama 3 x 24 jam
6) Korban di bawa ke rumah sakit dengan disertai permohonan Visum er
Repertum.

3.2 Pemeriksaan Jenazah


Pemeriksaan Jenasah meliputi pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam :
a. Pemeriksaan Luar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar pada kasus
keracunan yaitu :
1) Pakaian : pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang
disebabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan.

14
15

Misalnya bercak warna coklat karena asam sulfat atau kuning karena
asam nitrat
2) Lebam mayat : warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai
makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi
warna darah yang tampak pada kulit. Pada korban yang keracunan CO
lebam mayat berwarna Cherry Red, korban keracunan sianida lebam
mayat berwarna merah terang dan pada korban keracunan nitrit lebam
mayat berwarna coklat kebiruan.
3) Warna kulit : pada korban yang mengalami hiperpigmentasi dan
keratosis pada telapak tangan dan kaki yang diakibatkan keracunan
arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan akibat keracunan
perak (Ag). Pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor kulit akan
berwarna kuning akibat hemolisis juga pada keracunan insektisida
hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati.
4) Bau : dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang
dikiranya ditelan oleh korban misalnya : minyak tanah, karbol,
alkohol dll.
b. Pemeriksaan Dalam
1) Racun yang bersifat korosif, pada pemeriksaan lambung dapat
ditemukan lambung yang hiperemi, mengalami perlunakan, ulserasi
dan perforasi.
2) Pada urin bisa ditemukan warna kehijauan pada kasus keracunan
salisilat

3.3 Pemeriksaan Toksikologi


a. Pengambilan dan pengumpulan bahan
Pada saat pengambilan dan pengumpulan bahan perlu di jaga syarat yang
dikolegal dan Chain of Evidance.
1) Bahan-bahan yang dapat diambil yaitu :
a) Stat. I : Lambung dan usus beserta isinya
b) Stat. II : Hati lebih kurang 500 gram, otak lebih kurang 500 gram,
16

dan paru lebih kurang 250 gram.


c) Stat. III : Ginjal (diambil sebagian kanan dan kiri), kandung kemih.
2) Bahan-bahan lain yang dapat diambil yaitu :
a) Darah sebanyak 50 - 100 ml
b) Urin sebanyak 100 ml
3) Bahan-bahan yang dapat diambil pada korban hidup yaitu :
a) Sisa makanan atau minuman
b) Obat-obatan, bahan penyebab keracunan
c) Bahan muntahan atau hasil kubahan lambung
d) Urin, darah, dan feces
4) Bahan-bahan yang dapat diambil pada kasus tertentu yaitu :
a) Korban keracunan alkohol.
Diambil darah dari vena femoralis dan urin
b) Korban yang tidak ditemukan darah.
Diambil jaringan otot dan sumsum tulang
c) Korban keracunan arsen kronis. Diambil rambut, kuku, dan tulang.
5) Bahan yang telah diambil kemudian diletakkan di dalam wadah yang
telah ditentukan, syarat wadah tersebut yaitu :
a) Berbahan plastik atau gelas
b) Bermulut lebar
c) Dapat ditutup rapat
d) Bersih dari zat kimia
e) Jumlah wadah minimal 3 masing-masing wadah berisi :
- Wadah I : organ traktus gastrointestinalis
- Wadah II : organ hati, empedu, otak, ginjal, dll
- Wadah III : organ traktus urogenitalis
6) Bahan-bahan tersebut kemudian diberikan pengawet berupa alkohol
96% selain itu bisa juga diberikan dry ice, es batu, Na flurida dan
merkuri nitrat. Setelah bahan terendam dalam pengawet tutup dengan
paraffin lalu diikat dan beri label dan kmudian di segel dengan cek
dinas.
17

Dalam proses pengiriman perlu diperhatikan hal berikut :


a) Sertakan contoh bahan pengawet lebih kurang 100 ml dalam botol
bersih, dilabel dan di segel.
b) Dikirim segera setelah bahan di ambil
c) Diantar via kurir ataupun via paket
b. Syarat-syarat surat pengambilan dan pengumpulan bahan yaitu:
1) Surat permohonan pemeriksaan toksikologi
2) Surat tentang laporan peristiwa atau kejadian (secara singkat)
3) Surat tentang laporan otopsi
4) Berita acara pembungkusan dan penyegelan (cap segel dinas)
5) Isi label pengambilan dan pengumpulan bahan yaitu :
1. Identitas korban
2. Jenis dan jumlah bahan pemeriksaan
3. Bahan pengawet yang dipakai
4. Tempat dan saat pengambilan bahan, pembungkus dan penyegelan
5. Tanda tangan dan nama terang penyegel dan dokter yang
melakukan otopsi
6. Cap stempel dinas dan segel dinas
7. Pengambilan dan pengumpulan bahan pada penggalian jenazah :
8. Bila mungkin bahan tersebut seperti diatas
9. Contoh tanah : bagian atas atau bawah, kiri atau kanan jenazah
10. Pembanding : contoh tanah radius 5 meter dengan kedalaman yang
sama dengan jenazah
11. Masing-masing dimasukkan dalam wadah tersendiri
BAB IV
LABORATORIUM FORENSIK

4.1 Pemeriksaan Cairan Mani


1. Sperma cair
- Hisap dengan semprit bersih (steril) atau pipet disposable
- Pindahkan dalam tabung steril
- Diberi label, simpan di pendingin
- Dapat pula sperma cair diserap dengan kapas bersih, keringkan
di udara
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
2. Bercak sperma pada benda yang dapat dipindah. Misal : celana,
pakaian, sprei, bantal, guling, dll.
- Bila bercak masih basah, keringkan di udara
- Bila perlu benda yang berbercak dipotong
- Masukan dalam kantong kertas
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
3. Bercak sperma pada benda besar yang dapat dipotong. Misal :
Karpet, tempat tidur, kasur, atau perkakas lain
- Potong daerah bebercak dengan pisau atau gunting bersih
- Masukan tiap potongan dalam kantong kertas
- Hindari kontaminasi
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
4. Bercak sperma pada benda yang tidak dapat dipindah dan permukaan
tidak menyerap. Misal : lantai, logam, kayu, dll
- Bercak dikerok dengan alat yang bersih
- Letakan kerokan pada kertas bersih dan lipatlah
- Masukan dalam kantong kertas
- Beri label, dipak kemudian kirim ke laboratorium
5. Barang bukti sperma pada tubuh korban kejahatan seksual
- Korban biasanya diperiksa di rumah sakit

18
19

- Barang bukti dapat ditemukan di mulut, vagina dan anus korban


- Tiap item ditempatkan pada wadah tersendiri, beri label
- Dipak dan kirim ke laboratorium

4.2 Pemeriksaan Bercak Darah


1) Sampel darah cair
a. Darah dari seseorang
• Diambil dengan semprit oleh petugas yang berpengalaman
• Siapkan 2 tabung dengan EDTA. Dapat dipakai antikoagulan
lain, tetapi perlu diingat bahwa heparin dapat mempengaruhi
aktifitas enzim retriksi tertentu.
• Isi tiap tabung dengan ± 5 ml darah.
• Tiap tabung ditutup dan diberi label.
• Simpan di pendingin
b. Darah cair di TKP
• Hisap dengan semprit bersih (steril) atau pipet disposibel
• Pindahkan dalam tabung steril
• Darah beku dapat diambil dengan spatel yang bersih
• Dapat dipakai kain katun bersih untuk menyerap darah.
• Sampel darah cair diberi antikoagulan
• Diberi label, simpan di pendingin
• Dipak dan dikirim ke laboratorium
c. Darah cair dalam air atau salju, es.
• Segera mungkin diambil untuk menghindari pengenceran lanjut
• Dalam jumlah cukup di masukan dalam tempat bersih (botol)
• Hindari kontaminasi
• Simpan di pendingin, bila mungkin di bekukan.
• Beri label
2) Bercak darah basah
a. Di pakaian
• Pakaian dengan noda darah diletakan dalam permukaan bersih,
20

keringkan di udara.
• Jangan letakan pada tempat tertutup, kedap udara atau tas
plastik. Akan menyebabkan bahan pemeriksaan menjadi basah
dan timbul bakteri yang dapat merusak barang bukti.
• Setelah kering masukan dalam kantong kertas (amplop)
• Beri label dan segera kirim ke laboratorium pemeriksaan DNA
b. Benda dengan bercak darah basah
• Benda kecil biarkan kering di udara, kumpulkan.
• Pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan, maka hisap
bercak tersebut dengan kain katun bersih kemudian keringkan
di udara.
• Masukan dalam kantong kertas.
• Beri label dan segeraa kirim ke laboratorium
3) Bercak darah kering
a) Pada benda yang dapat dipindahkan, misal : senjata, kain, sprei
• Kumpulkan benda tersebut
• Tiap item masukan dalam kantong kertas
• Beri label dan segera kirim ke laboratorium
b) Pada benda yang padat dengan permukaan tidak menyerap dan
tidak dapat dipindahkan, misal : lantai
• Bercak dikerok dengan alat bersih
• Masukan dalam kantong kertas
• Beri label, dipak kemudian kirim ke laboratorium
c) Bercak darah kering pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan
atau dipotong serta tidak dapat dikerok.
• Bercak dapat dilarutkan dengan kapas bersih yang telah
dibasahi dengan cairan salin steril atau air steril yang digosokan
pada area bercak.
• Kapas dikeringkan di udara
• Setelah kering masukan dalam kantong kertas
• Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium
21

4.3 Histopatologi Forensik


Cara Pengambilan Sampel untuk Pemeriksaan Histopatologi :
1. Jaringan yang akan diambil dipotong terutama pada daerah yang dicurigai
dengan ukuran lebih 3 x 2 x 0,5 cm. Tebal jaringan sebaiknya tidak lebih
dari 0,5 cm agar bahan pengawet dapat masuk kedalam jaringan sehingga
tidak mengalami pembusukan.
2. Apabila mengirim jaringan yang utuh, seperti jantung dan uterus sebaiknya
jaringan tersebut dibelah dan diiris agak tipis, sehingga pengawet dapat
meresap ke dalam jaringan dengan merata. Agar mudah dipotong
menggunakan mikrotom untuk mendapatkan irisan jaringan yang sangat
tipis (sesuai yang diharapkan).

4.4 Fotografi Forensik


Fotografi forensik (Forensic imaging/crime scene photography) yaitu
suatu proses seni yang menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian
perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan
penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam
bagian dari upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-
tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto yang
dapat digunakan oleh penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan.
Syarat fotografi forensik yaitu sebagai berikut :
1. Menggunakan metode empat sudut
2. Semua barang bukti harus di foto close-up, pertama dengan tanpa skala
kemudian dengan skala, mengisi seluruh frame foto
3. Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal
4. Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan

4.5 Tes Getah Paru


Tes getah paru dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Paru-paru diletakkan diatas meja kemudian permukaan paru-paru
dibersihkan satu kali dengan pisau posisi tegak lurus
22

2. Kemudian di iris sampai alveoli yang paling dekat dengan pleura (sub
pleura) dan di tutup
3. Objek glass ditempelkan pada alveoli dan ditutup dengan gelas penutup
4. Dilihat dibawah mikroskop akan didapatkan lumpur, pasir, telur cacing,
diatome, alga, dll.
1 Tes getah paru (+) : korban sempat atau pernah bernafas dalam air
2 Tes getah paru (-) : korban meninggal terlebih dahulu baru masuk
kedalam air atau tidak sempat bernafas dalam air, airnya jernih sama
dengan air minum, spasme laring, vagal reflex.

4.6 Pengambilan Gas CO2 dari Sumur


Cara mengambil gas CO2 dari dalam sumur yaitu :
a. Ambil beberapa botol bersih dengan kapasitas 1 liter yang telah kosong,
contohnya botol bir kemudian ikat leher dan bagian alas botol masing-
masing dengan tali yang cukup panjang.
b. Isi botol dengan air sampai penuh kemudian turunkan ke dalam sumur
yang mengandung gas CO2 dengan posisi tegak (alas botol di bawah dan
leher botol berada di atas), jaga air di dalam botol agar tidak sampai
tumpah.
c. Setelah sampai di kedalaman pada tempat yang sesuai dengan korban
ditemukan meninggal, botol tersebut dibalik agar semua air di dalam botol
tumpah. Hal ini dilakukan dengan cara menarik tali yang mengikat alas
botol dan mengulur tali yang mengikat leher botol.
d. Dengan keluarnya seluruh air dari dalam botol dan botol dalam kondisi
kosong maka botol akan vaccum sehingga gas CO2 akan masuk ke dalam
botol.
e. Setelah botol terisi oleh gas CO2 maka botol diangkat ke atas dengan cara
botol dibalik kembali seperti posisi semula agar gas CO2 dapat terbawa
terus sampai botol sampai di atas.
f. Setelah sampai diatas botol segera ditutup rapat kemudian diberikan label
dan disegel untuk dilakukan pemeriksaan.
Tes CO2 ada dua adalah :
23

1. Kualitatif : dilakukan dengan pemberian larutan Ca(OH)2 yang jernih dan


baru dibuat atau larutan Ba(OH)2 pada botol yang berisi udara saat
dilakukan pengambilan dari tempat sampel. Apabila terdapat endapan
putih kapur dari CaCO3 atau BaCO3 berarti gas CO2 positif.
2. Kuantitatif :
- Grafimetri melakukan penimbangan terhadap endapan yang terjadi
- Volumetri dilakukan dengan menitrasi kelebihan larutan basa CaOH2
atau BaOH2 dengan konsentrasi tertentu
- Chromatografi gas (kualitatif dan kuantitatif)
a. Keracunan gas CO2 : darah berwarna hitam
b. Keracunan gas CO dan HCN (kluwek, pete, gaplek) : cherry red

4.7 Alkali Dilution Test


Tujuan: untuk mengetahui kadar CO dalam darah secara semikuantitatif.
Cara pemeriksaan:
1. Ambil 2 tabung reaksi.
2. Masukkan 1-2 tetes darah korban ke dalam tabung pertama dan 1-2 tetes
darah normal ke dalam tabung kedua (sebagai kontrol negatif).
3. Tambahkan 10 ml air ke dalam masing-masing tabung hingga warna
merah dapat diamati dengan jelas. Darah pada tabung yang mengandung
CO akan tampak merah jernih sedang darah kontrol berwarna merah
keruh.
4. Tambahkan 5 tetes larutan NaOH 10-20% pada masing-masing tabung
kemudian dikocok .
Hasil :
1. Darah kontrol akan segera berubah warnanya menjadi merah hijau
kecoklatan karena terbentuk hematin alkali.
2. Sedangkan darah yang mengandung COHb tidak berubah segera
(tergantung konsentrasi COHb) karena lebih resisten terhadap alkali.
3. COHb dengan kadar saturasi 20% akan memberi warna merah muda
selama beberapa detik kemudian menjadi coklat kehijauan setelah 1
menit.
24

4. Sebagai kontrol jangan digunakan darah fetus karena darah fetus juga
bersifat resisten terhadap alkali.

4.8 Tes Apung Paru

4.9 Emboli Udara Vena


Emboli udara vena biasanya terjadi karena vena teriris biasanya yang
teriris vena jugularis di leher sehingga udara masuk ke dalam pembuluh darah
vena kemudian menuju ke jantung kanan menuju percabangan arteri
pulmonale
25

kemudian menuju ke paru-paru dan menyebabkan sesak.


Korban meninggal karena kapiler paru buntu oleh udara sehingga terjadi
asfiksia, dimana jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian antara 100-
150 cc.
Otopsi yang dilakukan yaitu :
1. Membuka kulit dinding thorax kemudian memotong sternum pada
processus Xypoideus setinggi ICS II dibawah costa II agar vena brachialis
cab vena clavicula tidak ikut terpotong
2. Ambil dan gunting pericard dengan posisi Y terbalik kemudian isi dengan
air sampai menggenang
3. Lakukan tusukan pada atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
4. Ditemukan adanya gelembung udara
5. Penyebab emboli udara vena :
a. Luka pada pembuluh balik leher, terutama vena jugularis
b. Abortus provocatus criminalis dengan cara penyemprotan

4.10Emboli Udara Arteri


1. Otopsi yang dilakukan sama dengan emboli udara vena yang
membedakan hanya tusukan dilakukan pada atrium kiri, ventrikel kiri dan
aorta
2. Terjadi bila ada luka tembus paru-paru yang menyebabkan emboli pada
vena pulmonalis menuju ke atrium kiri dan ventrikel kiri kemudian ke
aorta
3. Korban meninggal karena udara membuntu di otak, ginjal, dan jantung
sampai terjadi asfiksia
4. Penyebab yang sering terjadi adalah :
a. Luka tusuk atau tembus di paru-paru
b. Artifisial pneumothorax
c. Pneumonectomy

4.11Emboli Lemak
Contoh kasus yang dapat menyebabkan sesorang terkena emboli lemak
yaitu : apabila terdapat seseorang yang dipukuli terus menerus dan orang
26

tersebut menjadi sesak kemudian mati serta kasus sesorang yang hendak
dioperasi karena patah tulang paha yang berakhir meninggal akibat sesak.
Dari kasus diatas penyebab terjadinya kematian yaitu karena adanya
emboli lemak setelah dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, ec. Fraktur
tulang panjang.
1 Lemak terpecah dan terlepas karena terkena pukulan pada kulit seluruh
punggung dan karena patahnya tulang panjang sehingga cairan lemak
masuk ke dalam pembulu darah vena yang robek dan masuk ke dalam
vena cava superior kemudian masuk ke atrium kanan dan masuk ke
ventirkel kanan setelah itu masuk ke arteri pulmonale dan membuntu di
paru-paru (alveoli)
2 Korban meninggal karena kapiler buntu dan terjadi asfiksia.

3 Dilakukan tes emboli lemak dengan organ yang diambil adalah paru-paru.
Jaringan paru-paru diambil dan dikeraskan dengan uap zat asam arang
cair (frozzensetion) dan kemudian dengan mikrotom dipotong 20 mikron
dan di cat dengan warna Sudan III kemudian dikirim ke laboratorium
4 Pengiriman ke laboratorium PA atau pengawetan dilakukan dengan cara
paru-paru diberi gas CO kemudian difiksasi menggunakan dry ice agar
tidak membusuk. Jangan mengirim menggunakan alcohol atau formalin
karena lemak akan larut.

4.12Pneumothorax
Pneumothorax merupakan adanya udara dalam rongga thorax. Otopsi yang
dilakukan adalah :
a. Membuka kulit dinding thorax dengan potongan huruf ‘I’ atau dengan
potongan huruf ‘Y’.
b. Setelah costa terlihat, tarik potongan costa kemudian tarik potongan kulit
hingga membentuk kantong kemudian isikan air sampai tergenang.
c. Lakukan tusukan pada paru-paru yang berada diantara ICS 2.
d. Ditemukan hasil positif bila hasil test tersebut ditemukan gelembung udara.
e. Pada gas pembusukan ditemukan sedikit gelembung udara.
DAFTAR PUSTAKA

Forensik dalam proses penyidikan, Bab 7, hal 133 -143. Jakarta: Sagung Seto
Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus
pada
korban perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran
Satyo, A. C. 2006. Aspek medikolegal luka pada forensic klinik. Majalah
Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433
Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of
Trauma, Chapter 8, pp. 405-518
Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology
Second Edition, Chapter 4, pp 1-26

27
Lampiran 1. Surat Kematian

28
Lampiran 2. Visum et Repertum korban hidup

29
30
31
Lampiran 3. Visum et Repertum korban mati

32
33
34

Anda mungkin juga menyukai