Anda di halaman 1dari 14

`BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi

penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu

bersifat kronis atau “dereriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang

bergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek tidak wajar

(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear

consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,

walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian

(Maslim, 2013).

2.1 Patofisiologi

Teori tentang sebab-sebab skizofrenia adalah sebagai berikut (Maramis,

2009) :

A. Teori Somotogenesis

Teori somotogenesis yaitu pendekatan yang berusaha memahami

kemunculan skizofrenia sebagai akibat dari berbagai proses biologis

dalam tubuh dan kelainan badaniah. Antara lain :


1. Keturunan

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.

Telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga

penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.

Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 persen - 0,8 persen ;

bagi saudara kandung 7-15 persen ; bagi anak dengan salah satu

orang tua menderita skizofrenia 7-16 persen ; bila kedua orang tua

menderita skizofrenia 7-16 persen ; bila kedua orang tua menderita

skizofrenia 40-68 persen ; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15

persen ; kembar satu telur (monozigot) 61-86 persen.

Tetapi pengaruh keturunan tidak sesederhana seperti

hukum-hukum Mendel, ada sangkaan bahwa potensi untuk terkena

skizofrenia adalah turunan. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga

lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu

apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak.

2. Endokrin

Dahulu dikira skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu

gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan

sering timbulnya skizofrenia pada waktu kehamilan dan

klimakterium. Tetapi hal ini tidak terbukti.


3. Metabolisme

Ada yang menyangka skizofrenia disebabkan oleh suatu

gangguan metabolisme, karena penderita akan tampak pucat dan

tidak sehat. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.

4. Susunan saraf pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan

susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortek otak. Tetapi

kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh

perubahan-perubahan post mortem atau merupakan artefak pada

waktu membuat sediaan.

B. Teori Psikogenik

Teori psikogenik yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional

dan penyebab utama ialah konflik, stres psikologik dan hubungan antar-

manusia yang mengecewakan.

1. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata

Meyer (1906), sebab sampai sekarang para ilmuwan tidak dapat

menemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas

pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa penyakit

badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia.

2. Teori Sigmund Freud

Bila kita memakai formula Freud, maka pada skizofrenia terdapat :


a. Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab

psikogenik ataupun somatik.

b. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan

terjadi suatu regresi ke fase narsisme.

c. Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference)

sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

3. Teori Eugen Bleuler (1857-1938)

Tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah

“skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan

gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa terpecah-pecah, adanya

keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan

perbuatan (schizoc = pecah-pecah bercabang, phren = jiwa).

3.1 Perspektif Sosial dan Kultural Gangguan Mood

Episode manik akut umumnya mencakup beberapa dimensi gejala

yang ditandai dengan pergeseran bicara yang dipercepat dalam konteks,

peningkatan aktivitas motorik, pandangan umum delusi yang luas / gembira,

penurunan tidur, dan sering juga oleh ide yang berlebihan, paranoia,

disforia, distraksi, dan iritabilitas / kemarahan. Mood yang irritable

didefinisikan sebagai "mudah kesal dan mudah terpancing untuk marah,".

Iritabilitas, kemarahan, pembangkangan, dan temperamen adalah deskripsi

spesifik dari gangguan pembangkangan oposisi (Oppositional Defiant

Disorder/ODD) di masa muda. ODD secara operasional berbeda dari


gangguan perilaku yang ditandai dengan tindakan perilaku agresif (Safer,

2009).

4.1 Gejala Klinis

Gejala klinis skizofrenia paranoid menurut (Maslim, 2013) dalam

bukunya menuliskan bahwa gejala yang didapati sebagai berikut :

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas) :

1) Thought echo, Thought insertion or withdrawal, Thought

broadcasting.

- Thought echo adalah isi pikiran dirinya sendiri yang

berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan

isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun

kualitasnya berbeda ; atau.

- Thought insertion or withdrawal adalah isi pikiran yang

asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau

isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

(withdrawal) ; dan.

- Thought broadcasting adalah isi pikirannya tersiar keluar

sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.


2) Delusion of control, Delusion of influence, Delusion of

passivity, Delusion perception

- Delusion of control adalah waham tentang dirinya

dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- Delusion of influence adalah waham tentang dirinya

dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya tidak

berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar

(tentang “dirinya” = secara jelas, merujuk ke pergerakan

tubuh serta anggota gerak atau pikiran, tindakan atau

penginderaan khusus).

- Delusion perception adalah pengalaman inderawi yang

tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,

biasanya bersifat mistik dan mukjizat.

3) Halusinasi Auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap prilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu

bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang

mustahil,misalnya perihal keyakinan agama atau politik

tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa

(misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi

dengan mahluk asing atau dunia lain).

b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada

secara jelas :

1) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,

ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)

yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.

2) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami

sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau

pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

3) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing), negativisme, mutisme, dan

stupor.

4) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan

respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang


mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan

menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neureptika.

c. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

non-psikotik prodromal).

d. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku

pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam

diri sendiri (self absorbed attitude, dan penarikan diri secara sosial.

2. Gejala tambahan

a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol

1) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi

tawa (laughing).

2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat

seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual

mungkin ada tetapi jarang menonjol.


3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan

keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang

paling khas.

b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta

gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

Menurut buku yang ditulis maramis mengatakan bahwa gejala yang

mecolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder

dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata ada juga

gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan, pada

awalnya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut kepribadian penderita

sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid mereka mudah tersinggung,

suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.

5.1 Pedoman Diagnostik

Pedoman diagnostik skizofrenia menurut PPDGJ-IIII sebagai berikut :

1. Minimal ada satu gejala dari kriteria dibawah ini yang sangat jelas atau

dua gejala bila tidak terlalu jelas

a. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, thought

broadcasting.

b. Belusion of control, delusion of influence, delusion of passivity,

delusional perception
c. Halusinasi auditorik

d. Waham yang menetap

2. Atau minimal terdapat dua gejala dari kriteria dibawah ini harus selalu

ada secara jelas :

a. Halusinasi yang menetap dari panca indra manapun.

b. Arus pikiran yang terputus atau mengalami sisipan sehingga timbul

inkoherensi.

c. Gejala katatonik seperti gaduh gelisah,gangguan postur, flexibilitas

cerea, negativism, mutisme.stupor

d. Gejala negatif seperti sikap apatis, jarang bicara, respon emosional

yang menumpul atau tidak wajar.

3. Gejala diatas berlangsung dalam jangka waktu satau bulan atau lebih.

4. Terdapat perubahan yang konsisten dan bermakna dari aspek perilaku

pribadi.

6.1 Tatalaksana

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang

lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke

kemunduran mental terapi jangan melihat pada penderita skizofrenia

sebagai penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi atau suatu makhluk

yang aneh dan inferior, seperti orang dengan penyakit lepra dahulu.

Bila sudah dapat diadakan kontak, maka dilakukan bimbingan

tentang hal-hal yang praktis biarpun penderita mungkin tidak sembuh


sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik penderita

dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun

di luar rumah serta dapat membesarkan dan menyekolahkan anaknya

keluarga atau orang lain di lingkungan penderita diberi penerangan

(manipulasilingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.

hilang dalam waktu 2-3 minggu biarpun tetap masih ada waham

dan halusinasi penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih

kooperatif, mau ikut secara dalam kegiatan lingkungannya dan mau turut

terapi serta setelah 4-8 minggu, pasien masuk ke tahap stabilisasi sewaktu

gejala-gejala sedikit banyak sudah teratasi, tetapi risiko relaps mash tinggi,

apalagi bila pengobatan terputus atau pasien mengalami stres sesudah

gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan

lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. jika serangan skizofrenia itu

sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi

terus selama satu atau dua tahun. Setelah 6 bulan, pasien masuk fase

rumatan (maintenance) yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan,

Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika diberi dalam

jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik-turun

sesuai dengan keadaan pasien (seperti juga pemberian obat kepada pasien

dengan penyakit badaniah yang menahun, misalnya diabetes melitus,

hipertensi, payah jantung, dan sebagainya). Senantiasa kita harus waspada

terhadap efek samping obat. Strategi rumatan adalah menemukan dosis


efektif terendah yang dapat memberikan perlindungan terhadap

kekambuhan dan tidak mengganggu fungsi psikososial pasien.

Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi

dalam dua tahun pertama dari penyakit tidak ada dosis standar untuk obat

ini, tetapi dosis ditetapkan secara individual Jiwa, paragraf Pengobatan

Psikotropik, pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping

dan respons pasien pada pengobatan sebelumnya. Ada beberapa kondisi

khusus yang perlu diperhatikan, misalnya pada wanita hamil lebih

dianjurkan haloperidol, karena obat ini mempunyai data keamanan yang

paling baik. Pada pasien yang sensitif terhadap efek samping

ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik atipik, demikian pula pada

pasien yang menunjukkan gejala kognitif atau gejala negatif yang

menonjol. Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode

skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu

memberikan efek samping, karena pengalaman yang buruk dengan

pengobatan akan mengurangi ketaat berobatan (compliance) atau

kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikotik

atipik atau antipsikotik tipikal, tetapi dengan doss yang rendah.

Adapun jenis pengobatan pada pasein skizofrenia (Maramis, 2018),

adalah sebagai berikut :

a. Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat psikotik pada skizofrenia adalah untuk

mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Strategi

pengobatan 12 tergantung pada fase penyakit apakah akut atau kronis.

Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau

yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini adalah

mengurangi gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya

waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Biarpun tetap

masih ada waham dan halusinasi, pasien tidak begitu terpengaruh lagi dan

menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dalam kegiatan lingkungannya

dan mau turut terapi kerja.

b. Elektro Convulsive Terapi (ECT)

ECT baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor, terhadap

skizofrenia simplex efeknya mengecewakan, bila gejala hanya ringan

lantas diberi ECT, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

c. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif atau kelompok dapat membantu pasien serta

memberikan mimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan

pasien kembali ke masyarakat, terapi perilaku dan latihan keterampilan

sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, merawat diri sendiri,

latihan praktis dan komunikasi interpersonal.

Anda mungkin juga menyukai