Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


“INFORMED CONSENT”

Oleh

Ketut Artawan 21710088

Dosen Pembimbing :

dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H

KEPANITRAAN KLINIK SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA TAHUN 2022


LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ketut Artawan

NIM : 21710088

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan Co-Ass : SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Judul Refrat : Informed Consent

Pembimbing : dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H

SMF Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya

Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk

Disetujui

dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan referat yang berjudul
“Informed Consent”. Penyusunan referat ini diajukan untuk memenuhi tugas pada KSM
Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam menempuh pendidikan profesi dokter di
RSUD Nganjuk juga dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi penulis.

Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesarbesarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.


2. dr. H.Agus Moch. Algozi, Sp.F (K) DFM, S.H selaku Kepala Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kumuma Surabaya.
3. dr. Meivy Isnoviana, S.H, M.H selaku pembimbing di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kumuma Surabaya.
4. dr. Bambang Rudy Utantio, Sp. JP selaku pembimbing di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kumuma Surabaya.
5. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril, materil, maupun
spiritual.
6. Kepada teman kelompok Co-Ass H RSUD Nganjuk.

Dalam penulisan referat ini penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dan jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan semoga referat ini
bermanfaat untuk pembaca dan semua orang yang memanfaatkannya.

Surabaya, 28 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULAN.........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................3
2.1 Definisi Informed Consent...........................................................................................................3
2.2 Bentuk-bentuk Informed Consent................................................................................................4
2.3 Tujuan Informed Consent.............................................................................................................4
2.4 Fungsi Informed Consent.............................................................................................................5
2.5 Isi Informed Consent....................................................................................................................6
2.6 Contoh Kasus.................................................................................................................................6
2.7 Analisis Kasus...............................................................................................................................6
BAB III................................................................................................................................................13
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................13
3.2 Saran...........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting agar manusia dapat bertahan dan
melakukan aktivitas. Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah untuk mendirikan
layanan kesehatan, agar masyarakat dapat mengakses kebutuhan kesehatan. Layanan rumah
sakit merupakan tempat masyarakat untuk mengakses kebutuhan kesehatan.
Menurut Perundang-Undangan Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pada
pasal 53 yaitu mengatur Tentang Hak dan Kewajiban Pasien Dalam Hubunganya Dengan
Kontrak Teraputik, di mana pasien mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Memberi
informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter yang sedang
merawatnya, mematuhi nasihat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di
tempat pelayanan kesehatan baik rumah sakit atau pun puskesmas atau tempat pelayanan
kesehatan lainnya, memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. berkewajiban
memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuatnya.
Persetujuan yang diberikan oleh pasien ataupun keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien disebut dengan Informed
Consent. Sehingga hubungan antara informed consent dan tindakan medis yang akan
dilakukan oleh dokter dapat dikatakan bahwa informed consent merupakan komponen utama
yang mendukung adanya tindakan medis tersebut. Karena persetujuan yang diberikan secara
sukarela yang diberikan oleh pasien dengan menandatangani informed consent adalah
merupakan salah satu syarat subjektif untuk terjadinya atau sahnya suatu perjanjian jika
pasien memenuhi minimal tiga unsur yaitu keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh
dokter, kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan dan sukarel (tanpa
paksaan/tekanan) dalam memberikan persetujuan. Untuk itulah pengisian informed consent
harus lengkap dan benar. Dalam hal ini fungsi dari informed consent perjanjian yang
dimaksud adalah perjanjian untuk melakukan tindakan medis atntar dokter dengan pasien.
Pelaksanaa informed consent terhadap perlindungan hukum tenaga kesehatan hampir
tidak ada masalah dan sudah dilaksanakan secara optimal, tetapi dalam penyampaian hasil
keadaan pasien oleh pihak tenaga kesehatan masih kurang jelas sehingga terjadi
misscomunication antara pihak keluarga pasien dengan tenaga kesehatan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana informed consent dalam pelayanan kesehatan?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui informed consent dalam pelayanan kesehatan
1.4 Manfaat
a. Menambah pengetahuan dan memberikan penulis pengalaman membuat refrat.
b. Menambah pengetahuan serta informasi kepada pembaca mengenai informed consent.
c. Menambah sumber informasi dan gambaran umum mengenai apa itu informed
consent.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Informed Consent


Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu informed yang berarti informasi atau
keterangan dan consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi pengertian
Informed Consent dapat diartikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh seorang pasien
kepada dokter atas suatu tindakan medik yang akan dilakukan, setelah mendapatkan
informasi yang jelas akan tindakan tersebut. Persetujuan tindakan kedokteran adalah
pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas
rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter
gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau
penolakan.
Suatu persetujuan dianggap sah apabila:
a. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi

b. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan

c. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.

Menurut Veronika Komalawati (2002) pengertian Informed Consent adalah suatu


kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang dilakukan dokter terhadap
dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari doktermengenai upaya medis yang dapat
dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin
terjadi.
Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas maka informed consent bukan hanya
sekedar mendapatkan formulir persetujuan tindakan yang ditanda tangani oleh pasien atau
keluarganya tetapi persetujuan tindakan medik adalah sebuah proses komunikasi intensif
untuk mencapai sebuah kesamaan persepsi tetang dapat tidaknya dilakukan suatu tindakan,
pengobatan, perawatan medis. Jadi informed Consent adalah sebuah proses bukan hanya
sekedar mendapatkan tandatangan lembar persetujuan tindakan.
Persetujuan tindakan medis digunakan sebagai bukti bahwa keluarga pasien telah
menyetujui upaya kesehatan yang akan dilakukan oleh dokter dalam menangani pasiennya.
Kesepakatan dibuat setelah pasien mendapat penjelasan lengkap dari dokter tentang
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif
3
tindakan dan risiko lainnya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis dari
tindakan yang dilakukan. (Hanafiah, 2008). Dalam mendiagnosis pasien, dokter dituntut
untuk memberikan penjelasan/informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
kesehatan yang dialami pasien secara benar dan jujur (Bertens, 2013).
2.2 Bentuk-bentuk Informed Consent
Informed Consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis, sekecil
apapun tindakan tersebut. Menurut departemen kesehatan (2002), Informed Consent dibagi
menjadi 2 (dua) bentuk:
a. Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied Consent)
1. Dalam Keadaan Normal
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tanpa pernyataan tegas. Isyarat pernyataan ini ditangkap dokter dari sikap dan
tindakan pasien.
2. Dalam Keadaan Darurat (Emergency)
Implied consent dalam bentuk lain adalah bila pasien dalam keadaan gawat
darurat (emergency) sedangkan dokter memerlukan tindakan segera,
sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan
keluarganya pun tidak di tempat, dokter dapat melakukan tindakan medis
terbaik menurut dokter. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 29 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran,
bahwa “Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”.
b. Dinyatakan (Expressed Consent)
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau
tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang
biasa. Dalam keadaan demikian, sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih
dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah
pengertian.
2.3 Tujuan Informed Consent
Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah:
a. Melindungi pasien dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien
b. Memberikan perlindungan hukum terhadap akibat yang tidak terduga dan negatif,
misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak mungkin dihindari walaupun dokter

4
telah berusaha semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.
Lebih lanjut Pratita (2013) menjelaskan tata cara pemberian informasi Informed
Consent adalah sebagai berikut: sebuah. Tujuan dari informed consent adalah
mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil keputusan atas tindakan yang
akan dilakukan. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan
sempurna jika pasien telah menerima semua informasi yang diperlukan sehingga
pasien dapat mengambil keputusan.
c. Dokter berkewajiban menginformasikan kepada pasien tentang kondisi, diagnosis,
diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan
harapan. Dokter tidak boleh mengurangi materi untuk memaksa pasien segera
mengambil keputusan.
d. Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun tidak setuju.
Pasien harus dewasa, dengan usia 21 tahun, pasien di bawah 21 tahun dalam keadaan
sadar, dapat diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar serta dalam keadaan
pikiran yang sehat.
e. Bentuk persetujuan harus didasarkan pada semua unsur persetujuan yang benar, yaitu
pengetahuan dan kompetensi. Beberapa rumah sakit dan dokter telah
mengembangkan persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga catatan
permanen, biasanya dalam catatan medis pasien.
f. Semua informasi harus diterima oleh pasien sebelum tindakan medis yang
direncanakan dilakukan. Penyedia informasi ini harus objektif, tidak memihak, dan
tanpa tekanan, setelah menerima semua informasi pasien harus diberi waktu untuk
berpikir dan memutuskan keseimbangan.
g. Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan tindakan medis tidak boleh
dilakukan oleh dokter, jika pasien dalam keadaan darurat. Dalam kondisi ini, dokter
akan memprioritaskan tindakan dalam menyelamatkan nyawa pasien. Namun
prosedur penyelamatan nyawa pasien tetap dilakukan sesuai standar pelayanan
disertai profesionalisme yang tinggi.

2.4 Fungsi Informed Consent


a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

b. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

c. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien

d. Menghindari penipuan dan misleaing oleh dokter


5
e. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

f. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

g. Sebagai suatu proses edukasi masyarakaat dalam bidang kedokteran dan kesehatan

2.5 Isi Informed Consent


Mengutip pendapat Herfiyanti yang menyatakan bahwa kelengkapan pengisian
formulir Informed Consent bedah terdiri dari: identitas pasien (nama pasien, umur, jenis
kelamin, alamat, nomor rekam medis), informasi identitas keluarga pasien (nama
persetujuan, umur, jenis kelamin, alamat, hubungan dengan pasien, tanggal persetujuan),
jenis tindakan, jenis informasi (diagnosis kerja, diagnosis banding, tindakan medis,
indikasi tindakan, prosedur, tujuan, risiko tindakan, komplikasi, prognosis, alternatif dan
risiko, dll.), dan informasi autentikasi yang meliputi nama dan tanda tangan dokter, nama
dan tanda tangan pasien atau keluarga pasien, serta nama dan tanda tangan saksi
(Herfiyanti, 2015).
Fungsi lembar Informed Consent yang telah diisi dapat digunakan untuk berbagai
keperluan. Persyaratan tersebut antara lain sebagai alat bukti dalam tuntutan hukum, bahan
penelitian dan pendidikan serta dapat digunakan sebagai alat analisis dan evaluasi kualitas
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit (Oktavia, 2020).

2.6 Contoh Kasus

Gravida 6 Para 5 berusia 39 tahun pada usia kehamilan 18 minggu didiagnosis


memiliki janin sindrom Down dan meminta penghentian kehamilan. Janin juga didiagnosis
memiliki Ventricular Septal Defect setelah pemeriksaan ultrasound dan ekokardiogram
janin yang dilakukan oleh spesialis kedokteran ibu-janin. Dia mengklaim dia tidak akan
mampu mengatasi (mental dan sosial) dengan memiliki anak dengan sindrom Down. Dokter
yang dikonsultasikannya tidak senang melakukan aborsi karena bertentangan dengan
keyakinan agamanya

2.7 Analisis Kasus


a. Ethical Dilemma
Dilema etik berdasarkan kaidah dasar moral pada kasus diatas yaitu autonomy
memutuskan untuk menghentikan kehamilannya yang 'abnormal'. Sebagai orang dewasa
dengan kapasitas untuk memutuskan, dia memiliki hak penuh dan sempurna untuk
menentukan apa yang boleh dilakukan terhadap tubuhnya.
6
Autonomy
NO KRITERIA ADA TIDAK ADA

1. Menghargai hak menentukan nasib √


sendiri, menghargai martabat pasien

2. Tidak mengintervensi pasien dalam √


membuat keputusan (pada
kondisi elektif)

3. Berterus terang √
4. Menghargai privasi √
5. Menjaga rahasia pribadi

7
6. Menghargai rasionalitas pasien

7. Melaksanakan informed consent

8. Membiarkann pasien dewasa dan √
kompeten mengambil keputusan sendiri

9. Tidak mengintervensi atau meghalangi √


outonomi pasien

10. Mencegah pihak lain √


mengintervensi pasien dan membuat
keputusan, termasuk, termasuk
keluarga pasien sendiri

11. Sabar menunggu keputusan yang akan √


diambil pasien pada kasus non
emergensi

12. Tidak berbohong ke pasien meskipun √


demi kebaikan pasien

13. Menjaga hubungan (kontrak)



Beneficene
NO KRITERIA ADA TIDAK ADA

1. Utamakan alturisme (menolong tanpa √


pamrih, rela berkorban)

2. Menjamin nilai pokok harkat dan √


martabat manusia

3. Memandang pasien/keluarga dan sesuatu √


tak sejauh menguntung dokter

4. Mengusakan agar kebaikan/manfaatnya √


lebih banyak dibandingkan dengan
keburukannya

8
5. Paternalisme bertanggung jawab/ kasih √
sayang

6. Menjamin kehidupan baik minimal √


manusia

7. Pembatasan Goal-Based

8. Maksimalisasi pemuasan √
kebahagiaan/preferensi pasein

9. Minimalisasi akibat buruk



10. Kewajiban menolong pasien gawat √
darurat

11. Menghargai hak pasien secara √


keseluruhan

12. Tidak menarik honorarium √


diluar kepantasan

13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara √


keselurushan

14. Mengembangkan profesi secara √


terusmenerus

15. Memberikan obat berkhasiat namun √


murah

16. Menerapkan Golden Rule Principle



Non-Malficence
NO KRITERIA ADA TIDAK ADA

1. Menolong pasien emergensi


9
2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria √
ini adalah:
a. Pasien dalam keadaan berbahaya.
b.Dokter sanggup mencegah
bahaya atau kehilangan.
c. Tindakan Kedokteran tadi terbukti
efektif
d.Manfaat bagi pasien > kerugian dokter
(hanya mengalami risiko
minimal).

3. Mengobati pasien yang luka. √


4. Tidak membunuh pasien (tidak √
melakukan euthanasia)

5. Tidak menghina/caci maki √

6. Tidak memandang pasien sebagai objek



7. Mengobati secara tidak proporsional √
8. Tidak mencegah pasien secara
berbahaya √

9. Menghindari misrepresentasi dari pasien √

10. Tidak membahayakan kehidupan pasien √


karena kelalaian

11. Tidak memberikan semangat hidup √

12. Tidak melindungi pasien dari serangan √


13. Tidak melakukan white collar dalam √
bidang kesehatan

10
Justice
NO KRITERIA ADA TIDAK ADA

1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal



2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang √
telah ia lakukan

3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi √


dalam posisi yang sama

4. Menghargai hak sehat pasien √


(affordability,equality,accessibility,availability,quality)

5. Menghargai hak hukum pasien √

6. Menghargai hak orang lain

7. Menjaga kelompok yang rentan (yang


paling dirugikan)

8. Tidak melakukan penyalahgunaan



9. Bijak dalam makro alokasi √
10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan √
kebutuhan pasien

11. Meminta partisipasi pasien seusai dengan kemampuan √


12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian √
(biaya, beban, sanki) secara adil

13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang √


tepat dan kompeten

14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa √


alasan sah/tepat

15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan √


penyakit/ggn kesehatan

11
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar √
SARA, status sosial dll

b. Analisa 4 Box Method

Medical indications Patient Preference

Pasien ingin mengakhiri kehamilannya


Pasien ingin menggugurkan
gravida 6 para 5 pada usia kehamilan 18 kandungannya
minggu didiagnosis dengan down syndrome
dan defek septum ventrikel

Quality of Life Contextual Features

Pasien ingin menggugurkan kandungannya Pasien merasa janinnya akan menjadi


karena pasien mengaku tidak mampu beban bagi keluarga (ekonomi), namun
merawat bayinya, namun disisi lain tidak di sisi lain dokter sangat tidak senang
ada indikasi medis untuk menggugurkan karena menggugurkan janin tersebut
kandungannya. bertentangan dengan keyakinan
agamanya

12
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Sebelum melakukan suatu tindakan medik, maka pasien memiliki hak untuk mendapatkan

informasi terhadap tindakan medik yang akan dilakukan kepadanya sebagaimana yang diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 290 tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Medis,

jika dilihat dari segi bentuknya maka informed consent terdiri dari imflied consent dan expressed consent,

Tujuan dari informed consent dibagi menjadi tiga aspek yaitu : legal, etik dan administratif. informed

consent sangat penting, informed consent merupakan dasar atau landasan bagi dokter untuk melakukan

tindakan medis terhadap pasien.

Dalam tindakan seorang dokter punya kewajiban untuk melaksanakan informed consent, pasien

maupun keluarga pasien tidak punya kewenangan menolak informed consent, tetapi mereka punya hak

untuk menyetujui maupun menolak informed consent. Isi informed consent kan biasanya berisi kondisi

pasien terus tindakan apa yang akan dilakukan serta konsekuensi dari dilakukan/tidak sebuah tindakan.

3.2 Saran
a. Masyarakat harus mulai diberikan sosialisasi mengenai prosedur informed consent.
Sosialisasi tentang informasi tindakan medis (Informed consent) agar dilakukan secara
terencana dan terus menerus. Hal ini dilakukan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

b. Bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis agar dalam memberikan penjelasan indormed
consent secara langsung tanpa diwakili yang sesuai dengan SPO (Standar prosedur
operasional) yang ada di rumah sakit. Tenaga kesehatan dan tenaga medis harus memahami
mengenai hukum kesehatan dengan baik agar dapat mengetahui hak dan kewajiban masing-
masing pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Hubungan dokter dan pasien juga
harus dibuat seharmonis mungkin, agar bila terjadi sengketa dapat diselesaikan secara
musyawarah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Candra. (2020). Informed Consent In Health Services: How Are The Patients’ Rights
Protected. Law journal. Vol.1 No.4
Guwandi, J. (2007). Hukum Medik (Medical Law), Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Hatta, Moh. (2013). Hukum Kesehatan Dan Sengketa Medik. Cetakan Pertama. Liberty,
Yogyakarta.
Indriyanti, Dewi Alexana. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Cetakan Pertama. Pustaka,
Yogyakarta.
Notoadmojo, Soekidjo. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran,
Sugiono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Veronica, Komalawati. (2002). Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik
(Persetujuan Dalam hubungan Dokter dan Pasien). Cetakan Kedua. PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Wahyudi. (2020). Analisis informed consent terhadap perlindungan hukum tenaga
kesehatan di rumah sakit umum daerah Kota bandung. Law journal. Vol.2 no. 1
Wahyudi, (2018). Kedudukan Badan Hukum Rumah Sakit Privat Dihubungkan Dengan
Fungsi Sosio Ekonomi, Istinbath : Jurnal Hukum, hlm 231-246.

14

Anda mungkin juga menyukai