Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA

OLEH :

I GEDE OKA WIDHIARTANA

20089014031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2023
LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA

A. Pengertian

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah
(split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian.

Schizofrenia merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan


gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan,
emosi dan perilaku. Keyakinan irasional tentang dirinya atau isi pikiran yang
menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain
bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya

B. Etiologi

1. Teori somatogenik

a. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-
1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang
menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-
86 % (Maramis, 1998; 215 ).

b. Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada


waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

c. Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta
pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini
masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau
kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh
perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

2. Teori Psikogenik

a. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak
dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP
tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit
badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga
timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan
diri dari kenyataan (otisme).

b. Teori Sigmund Freud

Skizofrenia terdapat

1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun


somatik

2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg


berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme

3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi


psikoanalitik tidak mungkin.

c. Eugen Bleuler

Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir,
perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok
yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan
kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik
atau gangguan psikomotorik yang lain).

d. Teori lain

Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-


macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan
jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain
yang belum diketahui.

C. Patofisiologi

Prevalensi penderita schizophrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 % dan biasanya


timbul pada usia sekitar 18 - 45 tahun. Schizophrenia disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor keluarga.
Schizophrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya
tetapi juga bagi orang-orang terdekat. Penderita schizophrenia sering kali
mengalami gejala positif dan negatif yang memerlukan penanganan serius.
Penderita schizophrenia juga mengalami penurunan motivasi dalam berhubungan
sosial, perilaku ini sering tampak dalam bentuk perilaku autistic dan mutisme.

Akibat adanya penurunan motivasi ini sering tampak timbulnya masalah


keperawatan isolasi sosial menarik diri dan jika tidak diatasi dapat menimbulkan
perubahan persepsi sensoris halusinasi. Halusinasi yang terjadi pada penderita
schizophrenia tidak saja disebabkan oleh perilaku isolasi sosial tetapi juga dapat
disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah. Dampak dari halusinasi
yang timbul akibat schizophrenia ini sangat tergantung dari isi halusinasi. Jika isi
halusinasi mengganggu, maka penderita schizophrenia akan cenderung melakukan
perilaku kekeeraan sedangkan halusinasi yang isinya menyenagkan dapat
mengganggu dalam berhubungan sosial dan dalam pelaksanaan aktivitas sehari-
hari termasuk aktivitas perwatan diri.
Schizophrenia sering dimanifestasikan dalam bentuk waham, perilaku katatonik,
adanya penurunan motivasi dalam melakukan hubungan sosial serta penurunan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Waham yang dialami pasien schizophrenia
dapat berakibat pada kecemasan yang berlebihan jika isi wahamnya tidak
mendapatkan perlakuan dari lingkungan sehingga berisiko menimbulkan perilaku
kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Adanya
perilaku katatonik, menyebabkan perasaan tidak nyaman pada diri penderita, hal
ini karena kondisi katatonik ini berdampak pada hambatan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.

Hambatan dalam aktivitas sehari-hari menyebabkan koping individu menjadi


tidak efektif yang dapat berlanjut pada gangguan konsep diri harga diri rendah dan
bila tidak diatasi berisiko menimbulkan perilaku kekerasan. Penderita dapat
mengalami ambivalensi, kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya penurunan
motivasi dalam melakukan aktivitas perawatan diri dan kemampuan dalam
berhubungan sosial dengan orang lain. Adanya ambivalensi membuat penderita
menjadi kesulitan dalam pengambilan keputusan sehingga dapat berdampak pada
penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita
schizophrenia yang menunjukkkan adanya gejala negatif ambivalensi ini, sering
kali dijumpai cara berpakaian dan berpenampilan yang tidak sesuai dengan realita
seperti rambut tidak rapi, kuku panjang, badan kotor dan bau. Prognosis untuk
schizophrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan sekitar 25 % pasien
dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat sebelum
munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% tidak pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk, dan sekitar 50 % berada diantaranya ditandai
dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif
kecuali akan waktu singkat.
D. Manifestasi Klinis

Menurut Keltner et al (2016), gejala-gejala ini dapat dikelompokkan menjadi 4


kategori :

1. Gangguan Persepsi

a. Halusinasi

Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas. tingkatan
halusinasi dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu :

1) Tahap 1 Comforting

Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah sesuatu yang


menyenangkan.Pengalaman halusinasi karena emosi yang meningkat seperti
cemas, kesepian, rasa bersalah, takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang nyaman untuk melepaskan cemas. Individu mengenal bahwa pikiran dan
pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas dapat dikelola. Tingkah
laku yang dapat diobservasi :

a) Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat.

b) Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara.

c) Pergerakan mata yang cepat.

d) Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik.

e) Diam dan tampak asyik.

2) Tahap II

Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal yang


menjijikkan dan menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control dan ada usaha
untuk menjauhkan diri dari sumber stimulus yang diterima . Individu mungkin
merasa malu dengan adanya pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas seperti
meningkatnya nadi, pernafasan dan tekanan darah.

b) Lapang perhatian menjadi sempit

c) Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan


untuk membedakan halusinasi atau realitas.

3) Tahap III

Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi hal yang


menguasai. Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi mungkin
menjadi sangat menarik bagi individu. Individu mungkin mengalami kesepian ,
jika sensori yang diberikan berhenti. Psychotic. Tingkah laku yang dapat
diobservasi :

a. Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti.

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain.

c. Lapang perhatian hanya beberapa detik aau menit.

d. Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan


mengikuti perintah.

4) Tahap IV

Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi terperinci dan


khayalan tampak seperti kenyataan. Pengalaman sensori mungkin mengancam
jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi mungkin memburuk dalam 4
jam atau sehari atau sehari jika tidak ada intervensi terapeutik. Tingkah laku yang
dapat diobservasi :

a) Teror keras pada tingkah laku seperti panic.

b) Potensial kuat untuk bunuh diri.

c) Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti kekerasan,


agitasi, menarik diri atau katatonia.
d) Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks.

e) Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.

b. Delusi

Adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar
yang cukup dan mempunyai cirri-ciri realistic, tidak logis, menetap, egosentris,
diyakini kebenarannya oleh pasien sebagai hal yang nyata, pasien hidup dalam
wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian dari
sosiokultural setempat. Maam-macam waham :

1) Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya, ingkah


lakunya dikendalikan dari luar.

2) Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang yang


penting dan berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yan
terpendam atau benar-benar merakanfiur orang kuat sepanjang sejarah.

3) Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti atau
ada sekelompok orang yang memenuhinya.

4) Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi di


sekelilngnya mempai hubungan pribadi seperti perinah atau pesan khusus.

5) Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik


msalnya pasien percaya adanya benda ang begerak-gerak di dalam ususnya. Yang
termasuk waham ini adalah waham sedot pikir, waham sisip pikir, waham siar
pikir, waham kendali pikir.

c. Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa tindakan


orang lain sebagai suatu ancaman atau ejekan.

d. Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang


nyata.
2. Gangguan Proses Pikir

a. Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai


perpindahan materi pembicaraan yang menddak tanpa alas an logic yang
nyata.
b. Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien
mengatakan saya tidak dapat berpikir apa-apa.
c. Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara
sementara atau terhentinya pembicaraan.
d. Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi.
e. Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda
pada waktu yang sama dan orang yang sama.
f. Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang
normal, tiba-tiba beralih tanpa menunjukkan hubungan dengan topic
sebelumnya.

3. Gangguan Kesadaran

Manifestasi dari ganguan kesadaran antara lain bingung, inkoherensi


pembicaraan, pembicaraan ang tidak dapat dimengerti, terdapat distrsi tata bahasa
atau susunan kalimat, sering memakai istilah aneh, inkherensi timbul karena
pikiran kacau sehingga beberapa pikiran dikeluarkan dalam satu kalimat, clouding
atau kesadaran berkabut, kesadaran menurun disertai gangguan persepsi dan
sikap.

4. Gangguan Afek

a. Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai
dengan tingkah laku pasien.
b. Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon
terhadap berita duka.
c. Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai
respon.
d. Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah.
e. Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.
f. Euforia, gembira berlebihan, aa peningkatan perasaan dari biasanya selalu
merasa optimis, senang dan percaya diri, bersikap meyakinkan

E. KOMPLIKASI

Dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :

1. Aktifitas hidup sehari-hari

Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan
diri, penampila dan sosialisasi.

2. Hubungan interpersonal

Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari
teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap
lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang.

3. Sumber koping

Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada
klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk
menghadapi stress.

4. Harga diri rendah

Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak


ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak
berani mencapai sukses.

5. Kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah
digunakan klien pada waktu yang lalu.

6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.

7. Kebutuhan terapi yang lama

Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode
selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah
sakit dalam 1 tahun.

F. Penatalaksanaan

1. Medis

Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan


perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-
obatan untuk pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :

a. Pengobatan pada fase akut

1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi :

a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.

b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai


keadaan akut teratasi.

c) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra


muscular dengan interval waktu 1-2 menit.

2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :

a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.

b) Klorpromazin 2x100 mg per hari

c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari

b. Pengobaan fase kronis

Diberikan dalam bentuk tablet :


1) Haloperidol 2x 0,5 – 1 mg perhari

2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)

3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari

a) Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping


itu melakukan tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.

b) Dosis maksimal

Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).

c. Efek dan efek samping terapi

1) Klorpromazine

Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi

Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi


ortostatik.

2) Haloperidol

Efek : mengurangi halusinasi

Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi


ortostatik.

2. Tindakan keperawatan efek samping obat

a. Klorpromazine

1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan


membersihkan mulut secara teratur.

2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan


ketajaman penglihatan.

3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat

4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.


5) Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.

b. Haloperidol

1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan


membersihkan mulut secara teratur.

2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan


ketajaman penglihatan.

3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat

4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.

5) Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk

Anda mungkin juga menyukai