Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA

OLEH:

ELIN KARLINA

NPM 214118100

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2018
A. Definisi

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “skizo” yang artinya retak atau
pecah (split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang
yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (spliting of personality)
(Hawari,2009)

Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai di


mana-mana sejak dahulu kala. Sebelum kraepelin tidak ada kesatuan
pendapat mengenai berbagai gangguan jiwa yang sekarang dinamakan
skizofrenia. (Kaplan dan Sadok, 2003). Gangguan skizofrenia adalah
sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi area fungsi individu,
termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan
sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004). Menurut Kreapelin
pada penyakit ini terjadi kemunduran intelegensi sebelum waktunya.
Sebab itu dinamakannya demensia (kemunduran intelegensi) precox
(muda, sebelum waktunya). (Kaplan dan Sadock, 2010).

Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan pengertian


skizofrenia adalah gangguan jiwa yang menetap, bersifat kronis dan bisa
terjadi kekambuhan dengan gejala psikotik beranekaragam dan tidak
khas, seperti: penurunan fungsi kognitif yang disertai halusinasi dan
waham, afek datar, disorganisasi perilaku dan memburuknya hubungan
sosial.

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan


menimbulkan disorganisasi personal yang terbesar. Dalam kasus berat,
pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas sehingga pemikiran dan
perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan
menuju kearah kronisitas, menurut Kaplan dan Sadock (1998), skizofrenia
merupakan gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul
hilang dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Penyesuain
premorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi
sesungguhnya skizofrenia merupakan suatu kelompok gangguan yang
heterogen. Pasien dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) karena
hebatnya, gejala, ketidakmampuan pasien untuk merawat dirinya sendiri,
tiada daya tilik diri dan keruntuhan sosial yang lambat laun terjadi serta
menjauhnya pasien dari lingkungannya.

Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi


otak. Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai
penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir,
bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Neurogical disease that affects a
person’s perception, thinking, language, emotion, and social behavior)
(Yosep, 2009).

B. Etiologi
Penyebab gangguan jiwa skizofrenia belum diketahui secara pasti.
Model yang diajukan para peneliti adalah “stress-diathesis”. Pada model
tersebut dikemukakan bahwa seseorang sebelumnya mempunyai
diathesis lebih dahulu yang apabila mendapatkan pengaruh lingkungan
yang sangat menekan akan munculnya tanda-tanda dan gejala
skizofrenia (Kaplan dan Sadock, 1997). Para peneliti menyatakan etiologi
gangguan skizofrenia adalah sebagai berikut.
1. Genetik yang mendasarkan tingginya insiden skizofrenia pada
keluarga dekat pasien.
2. Pengaruh keluarga, teori psikodinamika yang melibatkan pengaruh
keluarga pengaruh ini berwujud komunikasi antar keluarga yang
tidak sempurna atau kadang-kadang kontradiktif.
3. Pengaruh-pengaruh mayarakat seperti :
a. Kepadatan penduduk
b. Tingkat sosio ekonomi
c. Industrialisasi
C. Tanda dan Gejala
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Fase prodromal
Biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa
minggu, bulan, ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaknya fungsi pekerjaan,
fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan
diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang
ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin
butuk prognosisnya.
2. Fase aktif
Gejala positif atau psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek.
Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan
suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif
akan diikuti oleh fase residual.
3. Fase residual
Gejala-gejala fase ini sama dengan fase prodromal tetapi gejala
positif atau psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala
yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial) (Luana, 2007).
Sedangkan menurut Bleuler dalam Maramis (2008) gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Gejala primer
Gejala primer terdiri dari gangguan proses berpikir, gangguan
emosi, ganggun kemauan serta autisme.
b. Gejala sekunder
Gangguan sekunder terdiri dari waham, halusinasi, dan gejala
katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain.
D. Komplikasi
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktivitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya
kebersihan diri, penampilan dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi
dari teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses
adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus
yang kurang.
3. Sumber koping
Isolasi sosial, kurangnya sistem pendukung dan adanya gangguan
fungsi pada klien, menyebabkan kurangnya kesempatan mengunakan
koping untuk menghadapi stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi
kekurangannya, tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari
kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, keterampilan atau interes yang dimiliki
dan pernah digunakan klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7. Kebutuhan terapi yang lama
8. Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat dirumah sakit satu
periode selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun atau 2 kali lebih
dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.
E. Jenis Skizofrenia
1. Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan.
Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara
perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan
keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin
mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan
mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis,
2008).
2. Skizofrenia hebefrenik
Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut
Maramis (2008) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok adalah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak
sekali.
3. Skizofrenia katatonik
Menurut Maramis (2008) skizofrenia katatonik atau disebut juga
katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
a. Stupor katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian
sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat
dangkal. Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar
dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
b. Gaduh gelisah katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi
tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.
4. Skizofrenia Paranoid
Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan
penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan
menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran
hebefrenia dan katatonia. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia
paranoid yang jalannya agak konstan (Maramis, 2008).
5. Episode skizofrenia akut
Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah.
Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya.
Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya
kurang dari enam buln penderita sudah baik. Kadang-kadang bila
ksadaran yang berkbaut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah
satu jenis skizofrenia yang lainnya (Maramis, 2008).
6. Skizofrenia residual
Skizofrenia residual merupakan keadaan skizofrenia dengan
gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
skizofrenia (Maramis, 2008).
7. Skizofrenia skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif, disamping gejala-gejala
skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala
depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi
sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan
(Maramis, 2008).
F. Penatalaksanaan skizofrenia
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya
perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham,
proses pikir kacau). Obat-obatan untuk pasien skizofrenia yang umum
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Pengobatan pada fase akut
1). Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif
diberikan injeksi :
a. haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b. clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam
sampai keadaan akut teratasi.
c. kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemuadian diazepam
10 mg intra muscular dengan interval waktu 1-2 menit.
2). Alam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
a. haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b. klorpromazin 2x100 mg per hari.
c. Triheksifenidil 2x2 mg per hari.
b. Pengobatan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1). Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
2). Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
3). Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
a. Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk
bekerja, disamping itu melakukan tindakan perawatan dan
pendidikan kesehatan.
b. Dosis maksimal
Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg
sehari (tablet).
c. Efek dan efek samping terapi
1). Klorpromazine
Efek: mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur,konstipasi, sedasi,
hipotensi ortostatik.
2). Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi,
hipotensi ortostatik.
2. Tindakan keperawatan efek samping obat
a. Klorpromazine
1). Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-seikit dan
membersihkan mulut secara teratur.
2). Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang
membutuhkan ketajaman penglihatan.
3). Konstipasi : makan makanan tinggi serat.
4). Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan yang
berbahaya.
5). Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring
atau duduk.
b. Haloperidol
1). Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan
membersihkan mulut secara teratur.
2). Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang
membutuhkan ketajaman penglihatan.
3). Konstipasi : makan makanan tinggi serat.
4). Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan yang
berbahaya.
5). Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring
atau duduk.

Anda mungkin juga menyukai