Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA

Oleh :

JOICE MANGNGEMBA ANDIKA PUTRI

NIM : 2101047

CI LAHAN CI INSTITUSI

----------------- Dr. Suprapto, S.Kep.,Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLITEKNIK SANDI KARSA

MAKASSAR

2024
LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA

A. Kasus
Masalah Utama : Skizofrenia
a. Defenisi
Menurut Stuart (2006: 240 ) skizofrenia adalah suatu penyakit otak yang
serius yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
interpersonal, serta memcahkan masalah karena terganggunya fungsi otak yang
normal.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997;
46).
b. Tanda dan Gejala
a. Gejala-gejala umum yang apat dilihat menurut Maramis (2009) :
1) Penampilan dan perilaku umumnya terlihat cue tidak memperhatikan
2) Gangguanberbicara, apabila diajak berkomunikasi maka kadang tidak bisa
sesuai kontek yang dibicarakan (inkoheren).
3) Gangguan perilaku, seperti gaduh, gelisah, logore, strereotipi
4) Gangguan afek yaitu kedangkalan respon emosi seperti acuh tak acuh
terhadap orang lain dan lingkungan, sensitivitas emosi, parathimi yaitu
apabila seharusnya sesuatu itu membuat dia senang maka dia akan merasa
sebaliknya.
5) Gangguan persepsi, yaitu mengalami halusinasi
6) Gangguan proses piker, yaitu mengalami waham
b. Menurut dari sumber lain yaitu Direja (2011: 96) gejala-gejala Skizofrenia
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gejala Primer
- Ganggua proses piker, terlihat yaitu inkoherensi
- Gangguan afek emosi
- Emosi dan afek tidak berkesinambungan
- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
- Gangguan kemauan, yaitu merasa pikirannya dipengaruhi orang lain,
keinginannya menurun
- Gejala psikomotor yaitu logorea, katelepsi atau mempertahankan
postur tubuh untuk waktu yang cukup lama, autisme
2) Gejala Sekunder
- Waham
- Halusinasi
c. Etiologi
a. Factor Prediposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya
control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres
(Yosep, 2009).
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya (Yosep, 2009).
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon
dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine (Yosep, 2009).
4) Faktor Psikolgis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dalam alam
nyata menuju alam khayal (Yosep, 2009).
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
skizofrenia akan mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini (Yosep, 2009).
b. Factor Presipitasi
Perilaku
Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa respons curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) unsur-
unsur bio-psiko-sosio-spiritual dari halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,
yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut pasien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi ini, menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memeperlihatkan adanya fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian pasien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku pasien.
4) Dimensi Sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, pasien menganggap bahwa hidup besosialisasi di alam nyata
merupakan sangat membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan pasien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendirisehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual, pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena
ia saring tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep, 2009).
d. Klasifikasi
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan
gejala utama antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-
lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses
berfikir, gangguan kemauan dan adaanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku
kekanak- kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik. Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata
adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
d. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul
perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya
seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
e. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas
adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan Skizofrenia.
f. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga
gejala- gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini
cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul
serangan lagi.
e. Penatalaksanaan
Skizofrenia paranoid merupakan penyakit kejiawan yang harus diperiksakan
secara langsung ke dokter. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi gejala skizofrenia paranoid di antaranya:
a. Wawancara psikiatri oleh dokter spesialis kedokteran jiwa atau SP.KJ. Hal ini
merupakan langkah penting untuk mendiagnosis penyebab dan gejala penyakit
skizofrenia pada pasien.
b. Pemeriksaan penunjang yang terkait. CT scan dapat dilakukan untuk melihat
kelainan otak dan pembuluh darah otak, urine bila ada dugaan kecanduan obat-
obatan, fungsi organ hati, jantung, ginjal, elektrolit, vitamin, sampai pemeriksaan
kehamilan.

Pengobatan skizofrenia paranoid membutuhkan kerja sama yang baik dari pihak dokter,
tenaga medis, keluarga, dan pasien itu sendiri. Pasalnya, pengobatan skizofrenia umumnya
membutuhkan waktu yang panjang guna memantau gejalanya. Pengobatan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi gejala skizofrenia berupa:

a. Obat antipsikotik
Obat antipsikotik terdiri dari 2 jenis, yaitu generasi pertama dan kedua.
Berikut informasi lengkapnya.
- Generasi pertama (tipikal), contohnya chlorpromazine, haloperidol,
dan fluphenazine. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek
samping berupa mulut kering, kaku otot, tremor, gerakan repetitif, dan
tidak terkontrol. Hentikan pengobatan dan konsultasikan kembali
dengan dokter Anda bila mengalami keluhan keluhan tersebut.
- Generasi kedua (atipikal), seperti clozapine, asenapine, risperidone,
quetiapine, dan olanzapine. Obat generasi kedua ini cenderung minim
efek samping daripada obat generasi pertama.
b. Terapi kelompok
Terapi kelompok dilakukan dengan cara mengumpulkan pasien dari
berbagai latar belakang dengan keluhan yang sama. Pasien-pasien tersebut
diharapkan dapat saling terbuka dan meningkatkan interaksi satu sama lain.
Tujuan terapi kelompok adalah meningkatkan kehidupan sosial penderita.
Diharapkan, penderita skizofrenia dapat menjalani kehidupan normal seperti pada

umumnya dan tidak lagi terisolasi dari kehidupan luar.


Skizofrenia dapat membutuhkan penanganan seumur hidup, walaupun gejala sudah
mereda. Penanganan dengan pengobatan dan terapi psiko-sosial dapat membantu menangani
kondisi ini. Pada kasus tertentu, rawat inap dapat dibutuhkan. Penanganan dari skizofrenia
umumnya melibatkan psikiater, psikolog, pekerja sosial, perawat psikiatri, serta case
manager untuk mengkoordinasikan pelayanan.

Pengobatan merupakan salah satu hal yang penting pada penanganan skizofrenia.
Pengobatan anti-psikotik yang umum digunakan dapat mengendalikan gejala dengan
memengaruhi kadar dopamin pada otak.

Tujuan dari pengobatan dengan anti-psikotik adalah untuk menangani tanda dan gejala secara
efektif dengan dosis paling minimal yang memungkinkan.

B. Proses Terjadinya
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang terdapat dalam
rentang respon neurobiologi. Jika pasien yang sehat presepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra. Pasien halusinasi dapat mempresepsikan suatu stimulus dengan
panca indra walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut
adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainanan persensif
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang disebut sebagai ilusi
(Stuart, 2009).
Pasien mengalami jika interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indra tidak
sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut :
Adaptif maladaptif
Respon logis Distorsi Fikiran, Gejala fikiran, Respon akurat, Pikiran menyimpang Delusi
halusinasi, Perilaku sesuai, Perilaku aneh/tidak sesuai, Perilaku disorganisasi, Hubungan
social, Menarik diri, Sulit berespon dengan pengalama
Rentang respon halusinasi (Stuart, 2009).
1. Respon adaptif
a) Pikiran logis : Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima oleh akal.
b) Respon akurat : Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
c) Perilaku sesuai : Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan
dengan moral.
d) Hubungan social : Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan
ditengah- tengah masyarakat (Stuart, 2009)
2. Distori fikiran
a) Respon transisi : Kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil keputusan.
b) Ilusi : Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulasi sensori.
c) Reaksi emosi berlebihan atau berkurang : Emosi yang diekspresikan dengan sikap
yang tidak sesuai.
d) Perilaku aneh dan atau tidak sesuai : Perilaku aneh yang tidak enak dipandang,
membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain.
e) Menarik Diri : Perilaku menghindar dari orang lain (Stuart, 2009).
3. Respon maladaptif
a) Gangguan pikiran atau delusi : Keyakinan yang salah yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita social.
b) Halusinasi : Persepsi yang salah terhadap ranngsangan.
c) Sulit berespon emosi : Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk
mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
d) Perilaku disorganisasi : Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang
dirimbulkan.
e) Isolasi social : Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2009).
C. Pohon Masalah

Isolasi sosial Efek

Masalah

Halusinasi

Penyalahgunaan Zat (obat - obatan terlarang/Penyebab


narkoba)

Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang perlu dikaji, yaitu :
a. Ganguan Persepsi sensori : halusinasi penglihatan
Data Subjektif
1. Pasien mengatakan suka marah – marah karena sering melihat orang yang dibenci
2. Pasien mengatakan dia merasa tidak sedang
sakit Data Objektif
1. Pasien tampak memainkan rambutnya saat dilakukan pengkajian
2. Pasien gampang mengalihkan pandangan
3. Pasien diberi obat untuk mengurangi masalah halusinasi salah satunya yaitu obat rexulti
b. Isolasi social
Data Subjektif
1. Pasien mengatakan tidak suka bertemu dengan banyak orang
2. Pasien mengatakan malas untuk berteman
Data Objektif
1. Pasien tampak memainkan rambutnya saat dilakukan pengkajian (anamnesa)
2. Pasien tampak gampang mengalihkan pandangannya
3. Pasien tampak gelisa
D. Diagnose Keperawatan
1. Ganguan Persepsi sensori : halusinasi penglihatan
2. Isolasi sosial
E. Rencana Tindakan Keperawatan : SP
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
SP1P
1. Mengidentifikasi jenis Halusinasi klien
2. Mengidentifikasi isi Halusinasi klien
3. Mengidentifikasi waktu Halusinasi klien
4. Mengidentifikasi frekuensi Halusinasi klien
5. Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan Halusinasi klien
6. Mengidentifikasi respon klien terhadap Halusinasinya
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal kegiatan
harian
SP2P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
3. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal kegiatan
harian
SP3P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
3. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal kegiatan harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara teratur.
3. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal kegiatan harian

2. Isolasi Sosial
SP1P
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP2P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan dengan satu
orang
3. membantu klien memasukkan cara berkenalan dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian
SP3P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan dengan dua
orang atau lebih
3. membantu klien memasukkan cara berkenalan dengan dua orang atau dalam jadwal
kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Aji,W.M.H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa Halusinasi


Penglihatan Dalam Mengontrol Halusinasi.

Laporan Pendahuluan Jiwa (skizofrenia) [6ngekzp0xklv] (idoc.pub)

https://sharekeperawatan.blogspot.com/2017/08/laporan-pendahuluan-skizofrenia.html

https://www.halodoc.com/artikel/alasan-kecanduan-narkoba-dapat-sebabkan-skizofrenia

Anda mungkin juga menyukai