Anda di halaman 1dari 38

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Konsep Dasar Skizofrenia

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat

ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia yang berada

di dalam otak. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim

dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik

diri dari hubungan antar prilaku yang normal. Seringkali diikuti dengan

delusi dan halusinasi (presepsi tanpa adanya rangsangan panca indra)

Fugen (2012), dalam Masriadi (2016). Skizofrenia merupakan gangguan

psikis yang ditandai dengan penyimpangan realitas, penarikan diri dari

interaksi sosial, serta disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognitif (Situart,

2013). Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai terpecahnya pikiran,

perasaan, dan perilaku sehingga yang dilakukan tidak sesuai dengan

pikiran dan perasaan orang yang mengalaminya (Prabowo, 2014).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia

adalah gangguan psikis yang ditandai dengan adanya pemisahan antara

pikiran, emosi, perilaku, penyimpangan realitas, penarikan diri dari

interaksi sosial, serta disorganisasi persepsi dan kognitif.

2.1.2 Etiologi

Beberapa faktor penyebab skizofrenia sebagai berikut (Nurarif &

Hardhi, 2016):

7
8

1. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesaktian

bagi saudara tiri 0,9- 1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi

anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 40-

68%, kembar 2 telur 2-15%, dan kembar satu telur 61-86%.

2. Endokrin

Teori ini dikemukaan berhubung dengan sering timbulnya

skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperlum

dan waktu klimakterium tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme

Teori ini timbul karena penderita skizofrenia tampak pucat,

tidak sehat, ujung ekstermitas agak sianosis, nafsu makan

berkurang, dan BB (berat badan) menurun. Serta pada penderita

dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini

masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak dapat disebabkan oleh penyakit badaniah

karena hingga saat ini tidak dapat ditemukan kelainan patologis

anatomis atau fisiologis yang khas pada SPP. Tetapi Meyer

mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit

badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut

Meyer skizofrenia merupakan rekasi yang salah atau suatu

maladaptasi sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama-

lama orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).


9

5. Teori Sigmund Freud

Menurut Sigmund skizofrenia dapat disebabkan oleh

kelemahan ego yang dapat timbul karena penyebab psikogenik

ataupun somatik.

6. Eugen Bleuler

Gejala utama skizofrenia yang timbul menurut Eugen adalah

jiwa yang terpecah belah akibat adanya keretakan atau disharmoni

antara proses berfikir, perasaan, dan perbuatan. Bleuler membagi

gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok:

a. Gejala primer : Gangguan proses pikir, gangguan emosi,

gangguan kemauan, dan otisme.

b. Gejala sekunder : Waham, halusinasi dan gejala katatonik

atau gangguan psikomotorik yang lain (Keliat, 2006 dalam

Nurarif & Hardhi, 2016).

2.1.3 Klasifikasi Skizofrenia

Skizofrenia terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama

diantaranya adalah (Prabowo, 2014):

1. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas. Gejala

utama pada jenis simplek berupa kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir, waham, dan

halusinasi jarang ditemukan tetapi jenis ini timbulnya secara

perlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenik
10

Permulaannya muncul perlahan-lahan atau subakut dan

sering timbul pada masa remaja atau diantara usia 15-25 tahun.

Gejala yang paling terlihat ialah gangguan proses berfikir,

gangguan kemauan, dan adanya depersenalisasi atau double

personality.

3. Skizofrenia Katatonik

Timbul pertama kali pada saat umur menginjak 15- 30

tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress

emosional. Jika memungkinkan muncul gaduh gelisah katatonik

atau stupor katatonik. Gejala penting yang akan muncul adalah

gejala psikomotor seperti:

a. Penderita menutup diri, mimik muka tidak ada, strupor

penderita tidak bergerak sama sekali utnuk waktu

yangsangat lama, dan bisa beberapa hari bahkan bisa

berbulan-bulan.

b. Penderita menantang jika dipindah posisinya.

c. Tidak nafsu makan, BAK dan BAB ditahan, air ludah

tidak ditelan sehingga terkumpul di mulut dan meleleh

keluar.

4. Skizofrenia Paranoid

Jenis skizofrenia ini dimulai pada usia 30 tahun. Gejala

yang mencolok ialah waham primer disertai dengan waham -

waham sekunder dan halusinasi. Kepribadian penderita sebelum


11

sakit sering digolongkan schizoid. Penderita mudah tersinggung,

agak congkak, kurang percaya diri, dan suka menyendiri.

5. Episode Skizofrenia Akut

Gejala skizofrenia timbul mendadak dan pasien seperti

dalam keadaan mimpi. Dalam keadaan in timbul perasaan seakan-

akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah dan seakan

mempunyai suatu arti yang khusus bagi dirinya.

6. Skizofrenia Residual

Jenis skizofrenia ini merupakan keadaan kronis dengan

riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala

berkembang ke arah gejala yang negative. Gejala negative terdiri

dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan

afek, pasif, dan tidak ada inisiatif. Tidak banyak bicara, ekspresi

nonverbal menurun, serta buruknya perawatan diri, dan fungsi

sosial.

7. Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala skizofrenia timbul secara bersamaan

gejala-gejala seperti depresi (skizo depresif) atau gejala

mania(psiko-manik). Jenis skizofrenia ini cenderung untuk sembuh

tanpa efek tetapi, juga mungkin muncul serangan kembali.

2.1.4 Tanda dan Gejala

1. Gejala Positif
12

Fungsi otak dari penderita penyakit skizofrenia akan

bekerja lebih aktif atau bisa dikatakan berlebihan. Hal ini

menyebabkan otak bekerja tidak normal. Akibatnya penderita akan

mengalami beberapa hal seperti:

a. Berkhayal merupakan hal yang sering dialami penderita

skizofrenia. Mereka memiliki keyakinan yang berbeda

dengan orang normal. Penderita juga sering salah dalam

menafsirkan persepsi.

b. Halusinasi. Penderita akan sering kali melihat atau

mendengar hal- hal yang sebenarnya tidak ada.

c. Gangguan pola pikir. Penderita skizofrenia akan akan sulit

bicara dan mengatur pikirannya. Sehingga dalam hal ini

akan mengganggu kemampuan berkomunikasi mereka.

d. Penderita skizofrenia akan sering berperilaku aneh seperti

anak kecil yang melakukan hal- hal konyol.

2. Gejala Negative

Gejala ini mengacu pada tidak adanya karakteristik fungsi

otak yang normal. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain:

a. Sulit mengekspresikan emosi.

b. Menarik diri dari lingkungan sosial.

c. Kehilangan motivasi.

d. Tidak minat melakukan kegiatan sehari-hari.

e. Mengabaikan kebersihan diri.

3. Gejala Kognitif
13

Jenis gejala ini akan menimbulkanmasalah pada proses

berfikir. Tanda dan gejala yang mungkin timbul diantaranya:

a. Masalah dalam membuat informasi yang masuk akal dan

dimengerti orang lain.

b. Sulit berkonsentrasi.

c. Terdapat masalah pada memori otak.

2.1.5 Komplikasi

1. Penganiayaan fisik, psikologis, atau seksual.

2. Sindrom otak organik misalnya, penyakit Alzheimer.

3. Gangguan prilaku.

4. Oppositional defiant disorder.

5. Depresi.

6. Serangan panik.

7. Gangguan Tourette.

8. Delirium.

9. Demensia.

10. Gangguan amnestik.

11. Halusinasi.

12. Upaya bunuh diri.

13. Abnormalitas neurotransmitter otak.

(Prabowo, 2014).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan psikologi:

a. Pemeriksaan psikiatri.
14

b. Pemeriksaan psikometri.

2. Pemeriksaan lain jika diperlukan: Darah rutin, fungsi hepar, faal

ginjal, enzim hepar, EKG, CT scan, EEG.

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut (Nurarif Min Huda & Kusuma Hardhi, 2015) penatalaksanaan

untuk gangguan jiwa diantaranya sebagai berikut :

1. Penggunaan obat antipsikosis

Obat-obat yang digunakan untuk mengobati skizofrenia

disebut antipsikosis. Antipsikosis bekerja mengontrol halusinasi,

delusi, dan perubahan pola pikir yang terjadi pada skizofrenia.

Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikosis

sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikosis yang

benar-benar cocok bagi pasien. Terdapat 3 kategori antipsikosis

yang dikenal saat ini, antara lain:

a. Antipsikotik konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya

adalah antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif,

antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping

yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain:

1) Haldol (haloperidol)

Sediaan haloperidol tablet o,5 mg, 1,5 mg, 5 mg, dan

injeksi 5 mg/ml, dosis 5-15mg/hari.

2) Stelazine (trifluoperazine)
15

Sediaan trifluoperazine tablet 1 mg dan 5 mg, dosis 10-15

mg/ hari.

3) Mellaril (thioridazine)

Sediaan thioridazine tablet 50 dan 100 mg, dosis 150-600

mg/hari.

4) Thorazine (chlorpromazine)

Sediaan chlorpromazine tablet 25 dan 100 mg, injeksi 25

mg/ml. Dosis 150-600 mg/hari.

5) Trilafon (perphenazine)

Sediaan perfenazine tablet 2, 4, 8 mg dosis 12-24 mg/ hari.

6) Prolixin (fluphenazine)

Sediaan flufenazin tablet 2,5 mg, 5 mg, dosis 0-15

mg/ hari. Sediaan flumazine dekanoat injeksi 25 mg/ ml,

dosis 25 mg/2-4 minggu. Akibat berbagai efek samping

yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,

banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer

atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan

antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang

sudah mengalami kemajuan yang pesat menggunakan

antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang

berarti. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil

secara reguler.

b. Newer atypical antipsycotics


16

Obat-obatan yang tergolong kelompok ini disebut

atipical karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit

menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan

antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical

antipsycotics yang tersedia, antara lain:

1) Risperdal (risperidone). Sediaan risperidone tablet 1, 2, 3

mg dosis 2-6 mg/ hari.

2) Seroquel (quetiapine).

3) Zyprexa (olanzopine).

c. Clozaril (clozapine)

Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat

serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%). Clozaril

dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk

melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat clorazil

harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.

Para ahli merekomendasikan penggunaan clorazil paling

sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman jika tidak

berhasil.

2. Terapi elektrokonvulsif (ECT).

3. Pembedahan bagian otak.

4. Perawatan di rumah sakit.

5. Psikoterapi.

a. Terapi psikoanalisa
17

Terapi psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan

konsep Freud. Tujuan psikoanalisa adalah menyadarkan

individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme

pertahanan yang digunakan untuk mengendalikan

kecemasannya. Hal yang paling penting padaterapi ini adalah

untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita.

b. Terapi Perilaku (Behavioristik)

Pada dasarnya terapi perilaku menekankan prinsip

pengkondisian klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan

dengan perilaku nyata. Para therapist mencoba menentukan

stimulus yang mengawali respon dan kondisi lingkungan yang

menguatkan atau mempertahankan perilaku dalam masyrakat.

Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program psikososial

untuk meningkatkan fungsi kemandirian.

1) Social Learning Program

Menolong penderita skizofrenia untuk mempelajari

perilaku-perilaku yang sesuai.

2) Social Skills Training

Terapi ini melatih penderita skizofrenia mengenai

keterampilan atau keahlian sosial.

3) Terapi Humanistik

Terapi kelompok dan terapi keluarga.

2.1.8 Pencegahan

1. Hindari kebiasaan menyendiri.


18

2. Berusaha untuk menceritakan masalah yang ada dengan keluarga

atau teman terdekat.

3. Kenali gejala-gejala penyakit dan konsultasikan dengan dokter.

4. Konsumsi makanan yang bergizi.

5. Observasi secara ketat perilaku klien.

6. Singkirkan semua benda yang berbahaya.

7. Berikan obat dan berkesinambungan.

8. Menurunkan ketegangan.

9. Periksa mulut penderita setelah minum obat.

10. Alihkan jika klien halusinasi.

11. Fokus dan kuatkan realitas.

(Nurarif & Hardhi, 2016).

2.1.9 Definisi Risiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan merupakan salah satu bentuk perilaku dari

seorang individu yang bertujuan untuk melukai melukai diri sendiri atau

orang lain (Muhith, 2015). Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana

individu melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk verbal maupun

secara fisik. Yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan

lingkungan sekitar disertai dengan amuk, gaduh, dan gelisah yang tidak

terkontrol. Keadaan ini dapat menimbulkan kerugian baik terhadap diri

sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri

sendiri dapat berbentuk seperti bunuh diri atau membiarkan diri dalam

bentuk penelantaran diri.


19

Perilaku kekerasan pada orang lain dapat berbentuk tindakan

agresif yang bertujuan untuk melukai atau bahkan membunuh orang

lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan seperti merusak lingkungan,

melempar kaca, genteng, batu, dan semua yang ada dilingkungan

sekitar. Melihat dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

kekerasan adalah perilaku seseorang yang timbul karena adanya stressor

sehingga timbul rasa marah yang tidak terkontrol dan menunjukkan

adanya tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, dan

lingkungan sekitar.

2.1.10 Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan (amuk)

Gambar 2.1 Rentang respon marah (Ahmad Yusuf, 2015)

Keterangan:

Asertif : Mengungkapkan rasa marah tanpa menyakiti orang lain.

Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan dan tidak menemukan alternatif.

Pasif : Mampu mengungkapkan perasaanya dengan baik.

Agresif : Klien mengekspresikan secara fisik tapi masih terkontrol.

Kekerasan : Perasaan marah yang tidak terkontrol.

2.1.11 Etiologi
20

Menurut (Ahmad Yusuf, 2015) ada beberapa teori terkait dengan

timbulnya

perilaku kekerasan pada orang dengan gangguan jiwa, yaitu :

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor psikologis

1) Terdapat asumsi bahwa sesorang untuk mencapai suatu

tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan

agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.

2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu

dan masa kecil yang tidak menyenangkan.

3) Frustasi.

4) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

b. Faktor sosial budaya

Social learning theory menyebutkan bahwa agresif

tidak berbeda dengan respon- respon yang lain. Jadi,

seseorang akan agresif sesuai dengan bagaimana individu

tersebut belajar dalam merespon stimulus yang diterima.

Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya

agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif antara

lain sebagai berikut:


21

1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.

2) Status dalam perkawinan.

3) Single parent.

4) Pengangguran.

5) Ketidakmampuan mempertahankan hubungan

interpersonal dan struktur keluarga dalam sosial

kultural.

c. Faktor biologis

Neurobiological theory menyebutkan adanya

perubahan pada susunan syaraf saat seseorang agresif.

Bagian- bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya

agresivitas adalah sebagai berikut:

1) Sistem limbik

Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan

ekspresi emosi dan mengatur sistem informasi dan

memori.

2) Lobus temporal

Organ yang berfungsi sebagai interpretasi memori dan

indra penciuman.

3) Lobus frontal

Organ yang berfungsi sebagai bagaian pemikiran yang

logis, pengelolaan emosi, dan alasan berfikir.

d. Perilaku (Behavioral)
22

1) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan

belajar mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam

berespons positif terhadap frustasi.

2) Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada

anak atau godaan (seduction) orang tua

mempengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri

(self esteem) individu.

3) Perilaku kekerasan diusia muda, baik korban

kekerasan pada anak (child abuse) atau

mengobservasi kekerasan dalam keluarga

mempengaruhi penggunaan kekerasan sebagai

koping.

e. Faktor presipitasi

Ancaman biologis, sosial budaya, konsep diri, dan

psikologis yang terjadi pada saat ini adalah sebagai berikut:

1) Ancaman fisik: Penyakit fisik dan pukulan.

2) Ancaman sosial budaya: Kehilangan orang yang

dicintai atau benda kesayangan.

3) Ancaman psikologis: Kehilangan kasih sayang dan

perhatian.

4) Ancaman konsep diri: Harga diri rendah, kegagalan,

dan frustasi.

2.1.12 Faktor Resiko

Menurut (SDKI, 2016) faktor risiko perilaku kekerasan yaitu:


23

1. Pemikiran waham atau delusi.

2. Curiga pada orang lain.

3. Halusinasi.

4. Berencana bunuh diri.

5. Disfungsi sistem keluarga.

6. Kerusakan kognitif.

7. Disorientasi atau konfusi.

8. Keruskan kontrol implus.

9. Persepsi pada lingkungan tidak adekuat.

10. Alam perasaan depresi.

11. Riwayat kekerasan pada hewan.

12. Kelainan neurologis.

13. Lingkungan tidak teratur.

14. Penganiyaan atau pengabaian anak.

15. Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang

lain atau destruksi properti orang lain.

16. Impulsif.

17. Ilusi.

2.1.13 Kondisi Klinis Terkait

Menurut (SDKI, 2016) kodisi klinis terkait dengan risiko perilaku

kekerasan yaitu:

1. Penganiyaan fisik, psikologis, atau seksual.

2. Sindrom otak organik(misalnya penyakit Alzheimer).

3. Gangguan perilaku.
24

4. Oppositional deflant disorder.

5. Depresi.

6. Serangan panik.

7. Gangguan tourette.

8. Delirium.

9. Demensia.

10. Gangguan amnestik.

11. Halusinasi.

12. Upaya bunuh diri.

13. Abnormalitas neurotransmitter otak.

2.1.14 Manifestasi Klinis

Menurut (Nurhalimah, 2016) ada beberapa tanda dan gejala yang

dialami pasien risiko perilaku kekerasan diantaranya yaitu :

a. Data subjektif :

1) Ungkapan berupa ancaman.

2) Ungkapan kata-kata kasar.

3) Ungkapan ingin memukul atau melukai.

b. Data objektif :

1) Wajah memerah dan tegang.

2) Pandangan tajam.

3) Mengatupkan rahang dengan kuat.

4) Mengepalkan tangan.

5) Bicara kasar.

6) Suara tinggi, menjerit, atau berteriak.


25

7) Mondar mandir.

8) Melempar atau memukul berupa benda atau orang lain.

2.1.15 Mekanisme Koping

Menurut Prabowo (2014) mekanisme koping yang digunakan pada

klien dengan masalah risiko perilaku kekerasan untuk melindungi

dirinya yaitu sebagai berikut:

1. Sublimasi

Adalah suatu sasaran yang digunakan untuk mengendalikan

marah. Contohnya seseorang yang sedang marah melampiaskan

kemarahannya dengan meninju tembok, memukul bantal atau kasur

yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

2. Proyeksi

Merupakan perilaku atau sikap menyalahkan orang lain atas

kesulitan yang dialami atau keinginannya yang tidak tercapai.

Mislanya, seorang individu menuduh orang lain melakukan sebuah

pencurian di tempat kerjanya.

3. Deplacment

Merupakan suatu sikap untuk melepaskan perasaan yang

tertekan biasanya dengan menunjukkan perilaku destruktif, seperti

memukul pintu, meninju tembok, melempar barang, bahkan sampai

dengan melukai diri sendiri maupun orang lain.

2.1. 16 Pentalaksanaan
26

Menurut Prabowo (2014) pentalaksanaan pada pasien dengan

masalah perilaku kekerasan antara lain:

1. Farmakoterapi

Klien dengan masalah perilaku kekerasan perlu adanya

perawatan serta pengobatan yang tepat dan cepat. Pengobatan

dengan antipsikotik yang mempunyai dosis tinggi contohnya

klopromazin berguna untuk mengendalikan psikomotor. Apabila

kondisi ini muncul pertama kalinya maka gejala akan hilang dan

dosis dipertahankan selama satu bulan. Apabila kondisi ini

muncul lebih dari satu kali atau sering maka obat diberikan secara

terus-menerus selama dua bulan. Dosis klopromazin dapat

diberikan 30-800mg/24 jam/oral.

2. Terapi Okupasi (Terapi Kerja)

Terapi okupasi adalah terapi dengan menggunakan media

untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan

berkomunikasi. Maka dari itu, terapi ini tidak selalu

menggunakan segala bentuk kegiatan pekerjaan namun,

menggunakan sebuah kegiatan seperti membaca koran, bermain

catur, dan lain-lainnya untuk dijadikan media terapi. Setelah klien

melakukan kegiatan tersebut, selanjutnya lakukan evaluasi

mengenai kegiatan yang telah dilakukannya.

3. Peran Serta Keluarga

Keluarga yaitu sistem pendukung utama setiap keadaan

(sehat-sakit) bagi semua orang. Perawat membantu keluarga agar


27

dapat melakukan perannyan yaitu, mengenal masalah kesehatan,

membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada

anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat,

dan menggunakan sumber yang ada dimasyarakat. Keluarga yang

mampu mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku

maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku

maladaptif (pecegahan sekunder), dan mengembalikan perilaku

maldaptif menuju perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga

derajat kesehatan klien dan keluarga dapat teratasi.

4. Terapi Somatik

Merupakan terapi yang diberikan pada klien gangguan jiwa

bertujuan untuk mengubah prilaku maladaptif menjadi perilaku

adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi

fisik klien. Tetapi target terapi ini adalah perilaku klien.

5. Terapi Kejang Listrik

Electronik Convulsive Theraphy (ECT) merupakan bentuk

terapi yang menimbulkan gejala grand mall dengan mengalirkan

arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada plipis klien.

Terapi ini digunakan untuk menangani klien skizofrenia dengan

intensitas 20-30 kali terapi. Biasanya dilakukan setiap 2-3 hari

sekali (seminggu 2 kali).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Identitas
28

a. Perawat memperkenalkan diri dan melakukan kontrak pada

pasien: Nama klien, alamat, nama perawat, tujuan, waktu,

topik yang akan dibicarakan dan tempat pertemuan.

b. Nomor rekam medis dan usia.

2. Alasan masuk

Alasan utama klien MRS yakni klien mengungkapkan kata-

kata kasar dan keras, memberi ancaman, ingin memukul atau

memecahkan benda yang ada disekitar. Wajah kemerahan,

pandangan tajam, rahang terkatup, tangan mengepal. Tindakan

utama keluarga biasanya dengan memasungnya atau memberikan

obat penenang.

3. Faktor predisposisi

Pasien dengan masalah perilaku kekerasan biasanya sering

mendapatkan pengobatan di rumah sakit. Pengobatan yang dijalani

belum berhasil sehingga belum bisa beradaptasi dengan

lingkungannya. Gejala yang sering timbul mengakibatkan trauma

yang pernah dialami pasien seperti kekerasan dilingkup keluarga

atau lingkungan, tindakan kriminal, dan lain-lainnya.

4. Faktor presipitasi

a. Ancaman biologis, sosial budaya, konsep diri, dan psikologis

yang terjadi pada saat ini adalah sebagai berikut:

b. Ancaman fisik: Penyakit fisik dan pukulan.

c. Ancaman sosial budaya: Kehilangan orang yang dicintai atau

benda kesayangan.
29

d. Ancaman psikologis: Kehilangan kasih sayang dan perhatian.

e. Ancaman konsep diri: Harga diri rendah, kegagalan, dan

frustasi.

5. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan TTV mendapatkan hasil tekanan darah

meningkat, pernafasan cepat saat kondisi marah, mata melotot,

mata merah, pandangan tajam, berbicara dengan nada tinggi, kasar,

dan kata-kata kotor, postur tubuh kaku serta tangan mengepal.

6. Psikososial

a. Genogram: Menggambarkan garis keturunan keluarga pasien

bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya anggota

keluarga yang menderita gangguan jiwa seperti yang dialami

pasien.

b. Konsep diri

1) Citra tubuh: Tidak adanya keluhan persepsi klien seperti

bagian tubuh yang tidak disukai pada seseorang.

2) Identitas diri

Klien gangguan jiwa dengan masalah perilaku

kekerasan biasanya berasal dari anggota masyarakat atau

keluarga. Interaksi yang terjadi antara klien dengan

keluarga maupun masyarakat sekitar tidak efektif dan

tidak berjalan dengan baik sehingga klien tidak merasa

puas akan status ataupun posisi yang dimilikinya.

3) Peran diri
30

Biasanya klien gangguan jiwa dengan perilaku

kekerasan tidak mampu melakukan tugas dan perannya

secara baik sebagai anggota dalam masyarakat.

4) Ideal diri

Biasanya klien gangguan jiwa dengan perilaku

kekerasan selalu ingin diperlakukan baik oleh keluarga

maupun masyarakat setempat, sehingga ia dapat

melakukan tugas dan perannya dengan baik.

5) Harga diri

Biasanya klien gangguan jiwa dengan perilaku

kekerasan mempunyai hubungan yang tidak baik bersama

orang lain sehingga klien merasa bahwa dirinya dikucilkan

dengan keluarga maupun orang-orang disekitarnya.

6) Hubungan sosial

Klien gangguan jiwa khususnya dengan masalah

perilaku kekerasan mempunyai masalah dalam

bersosialisasi. Seperti menarik diri, pendiam, mempunyai

rasa curiga yang tinggi, dan berperilaku kasar.

7) Spiritual

a. Nilai keyakinan

Klien melakukan ibadah dengan agama yang

kepercayaannya.

b. Kegiatan ibadah
31

Klien dengan perilaku kekerasan jarang melakukan

ibadah sesuai kepercyaannya.

8) Status mental

Penampilan klien tidak rapi, rambut berantakan, bau

badan, bau mulut, dan gigi terlihat kotor.

9) Pembicaraan

Klien berbicara lebih cepat, suara bernada tinggi dan keras

atau berteriak.

10) Aktivitas motorik

Klien kelihatan gelisah, berjalan tanpa arah disertai tangan

mengepal, graham mengatup, mata melotot, dan

kemerahan.

11) Alam perasaan

Klien terkadang terlihat sedih, gembira yang berlebihan,

atau terkadang terlihat marah tanpa diketahui penyebabnya

dan merasa putus asa.

12) Proses pikir

Saat klien berbicara tiba-tiba terhentiitu bisa dikarenakan

emosi yang meningkat tanpa ada gangguan eksternal.

13) Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien perilaku kekerasan yaitu

stupor dengan gangguan motorik seperti kekakuan,

melakukan kegiatan yang sering diulangi, serta klien

terlihat kacau.
32

14) Memori

Klien dengan kondisi ini biasanya mempunyai

memori yang konfabulasi misalnya berbicara tidak sesuai

dengan kenyataan yang ada untuk menutupi gangguan

jiwa yang dialaminya.

15) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien tidak dapat berkonsentrasi dan berhitung

dengan baik. Seperti klien selalu meminta agar pernyataan

yang diberikan untuk diulang kembali serta klien tidak

mampu menjelaskan kembali apa yang dibicarakan.

16) Kebutuhan persiapan pulang

a) Makan

Klien makan 3 kali sehari dengan porsi lauk pauk,

nasi, sayur, buah.

b) BAB atau BAK

Klien menggunakan toilet yang telah disediakan untuk

BAB BAK dan membersihkannya kembali.

c) Mandi

Klien mandi 2 kali sehari, membersihkan rambut 2

kali sehari, dan menggososk gigi.

d) Berpakaian

Klien akan mengganti pakaiannya setelah selesai

mandi pagi dan sore.

e) Istirahat tidur
33

Klien tidur siang ≤ 1-2 jam dan tidur malam ≤ 8-9

jam.

f) Penggunaan obat

Klien minum obat 3x sehari dengan obat oral. Reaksi

klien stelah minum obat merasa tenang dan tidur

nyenyak.

g) Pemeliharaan kesehatan

Klien melanjutkan terapinya dengan dukungan

keluarga dan orang-orang disekitar.

h) Kegiatan didalam rumah

Klien dapat melakukan kegiatan sehari- hari seperti

merapikan tempat tidur.

i) Kegiatan diluar rumah

Klien dapat melakukan aktivitas di luar rumah secara

mandiri.

17) Mekanisme koping

Mekanisme koping yang umum digunakan pada

penderita gangguan jiwa dengan masalah perilaku

kekerasan adalah mekanisme pertahanan ego seperti

displacement, sublimasi, proyeksi, represi, denial, dan

reaksi formasi.

18) Perilaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan adalah:

a) Menyerang atau menghindar (fight or flight)


34

Pada kondisi ini, respon fisiologis timbul karena

adanya reaksi saraf otonom terhadap sekresi

ephineprin yang menyebabkan tekanan darah dan

denyut nadi meningkat, wajah merah, peningkatan

pengeluaran saliva, kewaspadaan meningkat disertai

ketegangan otot, rahang terkatup, tangan mengepal,

tangan menjadi kaku, dan disertai reflek yang cepat

(Prabowo, 2014).\

b) Asertif (Assertiveness)

Perilaku asertif merupakan cara yang terbaik

untuk mengekspresikan rasa marah tanpa menyakiti

orang lain secara fisik maupun psikologis serta dapat

mengembangkan diri klien.

c) Memberontak (Acting Out)

Perilaku yang muncul disertai dengan kekerasan

akibat konflik perilaku “acting out” agar menarik

perhatian orang lain.

d) Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan

pada diri sendiri atau orang lain.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


35

Menurut (Ahmad Yusuf, 2015) diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul pada klien dengan risiko perilaku kekerasan adalah:

1. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain.

2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

berhubungan dengan perilaku kekerasan.

3. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

4. Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu inefekif.

2.2.3 Pathway

Risiko mencederai diri sendiri, Effect


orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan Core Problem

Gangguan konsep diri : harga


Causa
diri rendah

Gambar 2.2 Patofisiologi risiko perilaku kekerasan (Ahmad Yusuf, 2015).


36

2.2.4 Perencanaan Intervensi Pada Pasien Skizofrenia Dengan Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Perencanaan
Tujuan (TUM/TUK) Kriteria hasil Intervensi
TUM : Setelah 3 X pertemuan Bina hubungan saling
Klien tidak melakukan klien menunjukkan percaya dengan:
tindakan kekerasan tanda-tanda percaya a. Beri salam setiap
kepada perawat: berinteraksi.
TUK: a. Wajah cerah, b. Perkenalkan nama,
1. Klien dapat membina tersenyum nama panggilan
hubungan saling b. Mau berkenalan perawat dan tujuan
percaya c. Ada kontak mata perawat berinteraksi
d. Bersedia c. Tanyakan dan
menceritakan panggil nama
perasaan kesukaan klien
d. Tunjukkan sikap
empati, jujur dan
menepati janji setiap
kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien
f. Buat kontrak
interaksi yang jelas
g. Dengarkan dengan
penuh perhatian
ungkapan perasaan
klien
2. Klien dapat Setelah 3 X pertemuan a. Bantu klien
mengidentifikasi klien menceritakan mengungkapkan
37

penyebab kekerasan penyebab perilaku perasaan marahnya:


yang dilakukannya kekerasan yang b. Motivasi klien
dilakukannya: untuk menceritakan
a. Menceritakan penyebab rasa kesal
penyebab perasaan atau jengkelnya
jengkel/ kesal baik c. Dengarkan tanpa
dari diri sendiri menyela atau
maupun memberi penilaian
lingkungannya setiap ungkapan
perasaan klien

3. Klien dapat Setelah 3 X pertemuan Bantu klien


mengidentifikasi klien menceritakan mengungkapkan tanda-
tanda-tanda perilaku tanda-tanda saat terjadi tanda perilaku kekerasan
kekerasan perilaku kekerasan yang dialaminya:
a. Tanda fisik: mata a. Motivasi klien
merah, tangan menceritakan
mengepal, ekspresi kondisi fisik (tanda-
tegang, dan lain- tanda fisik) saat
lain. perilaku kekerasan
b. Tanda emosional: terjadi
perasaan marah, b. Motivasi klien
jengkel, bicara menceritakan
kasar. kondisi emosinya
c. Tanda sosial: (tanda-tanda
bermusuhan yang emosional) saat
dialami saat terjadi terjadi perilaku
perilaku kekerasan. kekerasan
c. Motivasi klien
menceritakan
kondisi hubungan
dengan orang lain
(tanda-tanda sosial)
saat terjadi perilaku
kekerasan
4. Klien dapat Setelah 3 X pertemuan Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi jenis klien menjelaskan: perilaku kekerasan yang
perilaku kekerasan a. Jenis-jenis ekspresi dilakukannya selama ini:
yang pernah kemarahan yang a. Motivasi klien
dilakukan. selama ini telah menceritakan jenis-
dilakukannya jenis tindak
b. berasaannya saat kekerasan yang
melakukan selama ini pernah
kekerasan dilakukannya.
c. Efektivitas cara b. Motivasi klien
yang dipakai dalam menceritakan
menyelesaikan perasaan klien
masalah setelah tindak
38

kekerasan tersebut
terjadi
c. Diskusikan apakah
dengan tindak
kekerasan yang
dilakukannya
masalah yang
dialami teratasi.
5. Klien dapat
Setelah 3 X pertemuan Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi klien menjelaskan akibat akibat negatif (kerugian)
akibat perilaku
tindak kekerasan yang cara yang dilakukan
kekerasan dilakukannya pada:
a. Diri sendiri: luka, a. Diri sendiri
dijauhi teman, dll b. Orang lain/keluarga
b. Orang c. Lingkungan
lain/keluarga: luka,
tersinggung,
ketakutan, dll
c. Lingkungan: barang
atau benda rusak dll
6. Klien dapat Setelah 3 X pertemuan Diskusikan dengan klien:
mengidentifikasi cara klien: a. Apakah klien mau
mengontrol a. Menjelaskan cara- mempelajari cara
kemarahan. cara sehat baru mengungkapkan
mengungkapkan marah yang sehat
marah b. Jelaskan berbagai
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
marah selain perilaku
kekerasan yang
diketahui klien.
c. Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
marah:
1) Cara fisik: nafas
dalam, pukul
bantal atau kasur.
2) Verbal:
mengungkapkan,
menolak, dan
meminta dengan
cara yang baik.
3) Sosial: latihan
asertif dengan
orang lain.
4) Spiritual: sholat
39

doa, zikir, dsb


sesuai keyakinan
agamanya
masing-masing
7. Klien menggunakan Setelah 3 X pertemuan 1. Jelaskan manfaat
obat sesuai program klien menjelaskan: menggunakan obat
yang telah ditetapkan a. Manfaat minum secara teratur dan
obat kerugian jika tidak
b. Kerugian tidak menggunakan obat
minum obat 2. Jelaskan kepada klien:
c. Nama obat a. Jenis obat (nama,
d. Bentuk dan warna warna dan bentuk
obat obat)
e. Dosis yang b. Dosis yang tepat
diberikan untuk klien
kepadanya c. Waktu pemakaian
f. Waktu pemakaian d. Cara pemakaian
g. Cara pemakaian e. Efek yang akan
h. Efek yang dirasakan klien
dirasakan 3. Anjurkan klien:
a. Minta dan tepat
waktu
b. Lapor ke
perawat/dokter
jika mengalami
efek yang tidak
biasa
c. Beri pujian
terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat
menggunakan
obat.
Tabel 2.1 Intervensi pada pasien Skizofrenia dengan masalah keperawatan
RisikoPerilaku Kekerasan (Nurhalimah, 2016).
40

2.2.5 Perencanaan (Intervensi) Keperawatan

Sedangkan ntervensi yang dapat dilakukan pada pasien skizofrenia dengan

risiko perilaku kekerasan menurut SDKI SLKI SIKI yaitu sebagai berikut:

Diagnosa Standar Keperawatan (SLKI) Standar Keperawatan


keperawatan (SIKI)
Risiko perilaku SLKI: SIKI:
kekerasan terhadap Setelah dilakukan tindakan Observasi:
diri sendiri atau asuhan keperawatan selama 3x 1. Pencegahan perilaku
orang lain. pertemuan diharapkan risiko kekerasan.
Definisi: perilaku kekerasan dapat 2. Monitor adanya benda
Risiko perilaku berkurang. yang berpotensi
kekerasan adalah Dengan kriteria hasil: membahayakan seperti
berisiko 1. Mampu mengontrol diri. tali, benda-benda
membahayakan 2. Dapat mengidentifikasi tajam.
secara fisik, emosi, makna marah, fungsi 3. Monitor keamanan
atau seksual pada marah, frustasi, dan barang yang dibawa
diri sendiri, dan bagaimana respon marah. oleh pengunjung.
orang lain. 3. Verbalisasi ancaman 4. Monitor selama
kepada orang lain. penggunaan barang
4. Verbalisasi umpatan. yang membahayakan
5. Perilaku menyerang. misalnya pisau cukur.
6. Perilaku melukai diri Terapeutik:
sendiri atau orang lain. 1. Menggunakan
7. Perilaku merusak pendekatan yang
lingkungan sekitar. tenang dan
8. Perilaku agresif atau meyakinkan.
amuk. 2. Pertahankan
9. Bicara ketus. lingkungan bebas dari
bahaya secara rutin.
3. Libatkan keluarga
terdekatseperti Ayah
atau Ibu dalam
perawatan.
Edukasi:
1. Menjelaskan makna
marah, fungsi marah,
frustasi, respon marah.
2. Anjurkan pengunjung
dan keluarga untuk
mendukung
keselamatan pasien.
41

3. Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara asertif.
4. Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan nonverbal
misalnya, relaksasi atau
bercerita.
Tabel 2.2 Intervensi pada pasien Skizofrenia dengan masalah
keperawatanRisikoPerilaku Kekerasan. (SDKI, SLKI &SIKI, 2016)

2.2.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase dimana mengaplikasikan rencana

keperawatan pada klien dalam bentuk kegiatan yang komprehensif

(Vaughans, 2013). Menurut (Nursalam, 2009 dalam Ida, 2019),

pelaksanaan yaitu rencana tindakan yang dilakukan untuk mencapai

dari tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat. Tahap pelaksanaan ini

terdiri dari tindakan mandiri dan kolaborasi yang mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan

memfasilitasi koping. Pelaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita

skizofrenia dengan masalah risiko perilaku kekerasan yaitu dengan

menggunakan cara strategi pelaksanaan 1 pada pasien resiko perilaku

kekerasan jika berhasil maka boleh untuk melanjutkan strategi

pelaksanaan 2, 3, dan 4.Adapun Strategi pelaksanaan pada pasien resiko

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

SP 1 Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab


marah atau jengkel, identifikasi tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat
melakukan kekerasan, dan cara mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik 1 .
SP 2 Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2.
a. Evaluasi latihan nafas dalam, pukul bantal dan kasur.
b. Latih secara fisik ke-2: Patuh minum obat secara teratur
dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama
42

obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat).
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
SP 3 Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
a Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik (tarik nafas
dalam, pukul bantal atau kasur, dan patuh minum obat).
b Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak,
meminta, dan mengungkapkan perasaan dengan baik.
c Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
SP 4 Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik, patuh minum obat, dan sosial/verbal
b Latihan sholat, berdoa, berdzikir sesuai dengan keyakinan
masing-masing.
c Buat jadwal latihan sholat/berdoa
Tabel 2.3. Strategi Pelaksanaan pada pasien Skizofrenia dengan masalah
keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan (Nurhalimah, 2016).
2.2.7 Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan penilaian keberhasilan asuhan

keperawatan yang diberikan pada klien berdasarkan tujuan yang dicapai

(Vaughans, 2013). Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), evaluasi

dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Evaluasi proses (formatif) yang dilakukan setiap selesai

menyelesaikan tindakan keperawatan. Evaluasi ini menggunakan

format SO (Subjektif, Objektif).

2. Evaluasi hasil (sumatif) yang dilakukan dengan cara

memebandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Evaluasi hasil menggunakan format SOAP (Subjektif, Objektif,

Analisis, Perencanaan).

S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.
43

O: Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.

A:Analisis ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih ada atau muncul masalah baru.

P: Perencanaan tindak lanjut pasien berdasarkan hasil analisis diatas yang

berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila masalah belum

teratasi. Yang diharapkan dari implementasi yang dilakukan adalah klien

dapat mengontrol diri, verbalisasi ancaman kepada orang lain, perilaku

menyerang maupun perilaku melukai diri sendiri atau orang lain.


44

2.2.8 Hubungan Antar Konsep

Skizofrenia Merupakan gangguan psikis yang


ditandai dengan penyimpangan realitas,
penarikan diri dari interaksi sosial, serta
Faktor resiko:
disorganisasi persepsi, pikiran, dan
1. Pemikiran waham atau delusi.
kognitif.
2. Curiga pada orang lain.
3. Halusinasi.
4. Berencana bunuh diri. Resiko perilaku kekerasan
5. Disfungsi sistem keluarga.
6. Kerusakan kognitif. Intervensi
7. Disorientasi atau konfusi. 1. Menjelaskan makna marah, fungsi marah,
8. Kerusakan kontrol implus. frustasi, respon marah.
9. Persepsi pada lingkungan 2. Menggunakan pendekatan yang tenang
tidak akurat. dan meyakinkan.
10. Alam perasaan depresi. 3. Mengungkapkan isi hati.
11. Kelainan neurologis. 4. Pencegahan perilaku kekerasan.
12. Lingkungan tidak teratur. 5. Monitor adanya benda yang berpotensi
13. Riwayat atau ancaman membahayakan diri seperti tali atau
kekerasan terhadap diri benda-benda tajam.
sendiri atau orang lain atau 6. Latih cara mengungkapkan perasaan
destruksi properti orang lain. secara asertif.
7. Latih mengurangi kemarahan secara
Pengkajian verbal dan nonverbal seperti bercerita atau
Skizofrenia dengan resiko relaksasi.
perilaku kekerasan 8. Kolaborasi pemberian obat.

Implementasi Evaluasi
Dilakukan berdasarkan intervensi Yang diharapkan dari
keperawatan seperti menyegah perilaku implementasi yang
kekerasan,menggunakan pendekatan yang dilakukan adalah klien
tenang dan meyakinkan, latih cara dapat mengontrol diri.
mengungkapkan perasaan secara asertif.

Keterangan:
: Konsep yang utama ditelaah

: Tidak ditelaah dengan baik

: Berpengaruh
: Sebab akibat
: Berhubungan

Gambar 2.3. Hubungan antar konsep risiko perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai