Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan adanya kekacauan
pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang
penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebab-nya
yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart & Sundeen 2003 dalam Nasir, Abdul
2011). Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal,
baik yang berhubungan dengan fisik, maupun mental (Yosep, 2009). Gangguan jiwa
adalah gangguan pada fungsi kejiwaan yaitu proses pikir, emosi, kemauan dan
perilaku psikomotorik dan verbal dan menjelma dalam kelompok gejala klinis, yang
disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik individu
(Suliswati, 2005).
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan
pada fungsi mental, yang meliputi : emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi,
kemauan keinginan, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di
masayrakat. Hal ini dipicu oleh adanya keinginan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan hidup seseorang diharapkan untuk
berpikir. Adapun Macam-macam gangguan jiwa yaitu skizofrenia, depresi, cemas, dan
bunuh diri. Sekian banyaknya gangguan jiwa skizofrenia yang paling banyak
ditemukan (Nasir, Abdul 2011).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan
Perhatian dan/atau Hiperaktivitas atau Gangguan Hiperkinetik dalam PPDGJ-III (F90)
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, 1993) adalah suatu
diagnosis untuk pola perilaku anak yang berlangsung dalam jangka waktu paling
sedikit 6 bulan, dimulai sejak berusia sekitar 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah
gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala perilaku
hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.
Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para siswa di sekolah
merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius di kalangan
para pendidik. Karena kesulitan belajar yang mereka alami akan membawa dampak
negatif, baik terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap lingkungannya. Hal ini

1
termanifestasikan dalam bentuk timbulnya kecemasan, frustasi, mogok sekolah, drop
out, keinginan untuk berpindah-pindah sekolah karena malu telah tinggal kelas
beberapa kali.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan gangguan pikiran (Skizofrenia)?
2. Apa saja gejala umum skizofrenia?
3. Bagaimana tipe-tipe skizofrenia?
4. Apa saja faktor penyebab skizofrenia?
5. Bagaimana pengobatan skizofrenia?
6. Apa yang dimaksud dengan gangguan ADHD?
7. Apa yang dimaksud dengan gangguan belajar?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu gangguan pikiran (Skizofrenia);
2. Untuk mengetahui gejala umum Skizofrenia;
3. Untuk mengetahui tipe-tipe Skizofrenia;
4. Untuk mengetahui faktor penyebab Skizofrenia;
5. Untuk mengetahui pengobatan Skizofrenia;
6. Untuk mengetahui apa itu gangguan ADHD;
7. Untuk mengetahui apa itu gangguan belajar.

1.4 Manfaat Penulisan


Agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui tentang perilaku abnormal
(Gangguan Perilaku), baik jenis-jenisnya, gejala, penyebab maupun pengobatannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gangguan Pikiran (Skizofrenia)


Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikologi dengan gangguan dasar
pada kepribadian dan distorsi khas proses pikir yang ditandai dengan proses pikir
penderita yang lepas dari realita sehingga terjadi perubahan kepribadian seseorang
yang reversible dan menuju kehancuran serta tidak berguna sama sekali (DEPKES,
1995).
Skizofrenia berasal dari bahasa Latin, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah
(split), dan frenia yang artinya jiwa. Seseorang yang menderita gangguan jiwa
skizofrenia adalah orang yang mengalami spliting of personality atau keretakan jiwa
dan kepribadian (Hawari, 2009).
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama
dalam pikiran, emosi, dan perilaku, dimana berbagai pemikiran tidak saling
berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau
tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizzare (perilaku aneh).
Skizofrenia termasuk dalam salah satu gangguan mental yang disebut psikosis.
Skizofrenia ditandai dengan gejala-gejala seperti delusi, halusinasi, gangguan kognitif
dan persepsi. Gejala-gejala lainnya seperti avolition (menurunnya minat dan
dorongan), berkurangnya keinginan bicara, serta terganggunya relasi personal (Arif,
2006).
Adapun pengertian skizofrenia menurut para ahli, diantarnya sebagai berikut:
1. Menurut Chaplin J.P
Skizofrenia adalah istilah umum untuk sekelompok reaksi psikotik (gangguan
yang di tandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk membedakan mana yang
nyata dan tidak nyata) yang dikarakteristikkan dengan menarik diri dari gangguan
emosional dalam kehidupan, afeksi, serta tergantung pada tipenya. Adanya
halusinasi, waham, tingkah laku negativitistik, dan deteriorasi (kemundurn/
penurunan) yang agresif.
2. Menurut Kisker George W.
George mengatakan bahwa skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik
yang ditandai oleh gangguan dalam berhubungan dengan realitas dan gangguan
dalam emosi dan proses intelektual.

3
3. Menurut Drake Ralcigh
Drake mengatakan bahwa skizofrenia adalah suatu kekacauan merital
fungsional (penyebabnya tidak berhubungan dengan faktor-faktor organis) yang
mengakibatkan kepribadian kasar.
2.2 Gejala Skizofrenia
Gejala awal skizofrenia umumnya muncul pada usia dewasa muda. Pada pria,
gejala awal muncul pada awal usia 20 tahun. Sementara, gejala pada wanita biasanya
akan mulai terlihat pada usia 20 tahunan atau awal 30 tahunan.
Sejumlah gejala awal yang dialami oleh penderita skizofrenia adalah:
- Kecenderungan mengasingkan diri dari orang lain
- Kesulitan untuk berkonsentrasi dan kurang motivasi
- Perubahan pada pola tidur
- Kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah
- Depresi dan mudah marah
Berdasarkan tipenya, gejala skizofrenia dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Gejala Positif
Gejala positif meliputi perubahan pada pola pikir dan perilaku, misalnya:
1. Halusinasi
Halusinasi adalah perasaan mengalami sesuatu yang sebenarnya tidak
nyata, misalnya mendengar bisikan tertentu. Halusinasi pendengaran
merupakan bentuk halusinasi yang paling sering terjadi pada penderita
skizofrenia.
2. Delusi
Delusi atau waham adalah meyakini sesuatu yang bertolak belakang
dengan kenyataan, seperti merasa diawasi, diikuti, atau bahkan disakiti.
Keyakinan ini dapat memengaruhi perilaku penderita skizofrenia.
3. Kekacauan dalam berpikir
Kesulitan untuk berkonsentrasi dapat membuat penderita skizofrenia
sulit fokus, bahkan pada saat melakukan aktivitas sederhana, seperti membaca
atau menonton. Hal ini bisa menyebabkan penderita skizofrenia sulit
mengingat dan berkomunikasi.

4
Perilaku yang tidak normal bisa berupa katatonia, yang bisa terjadi
pada skizofrenia jenis katatonik.

4. Kekacauan dalam berperilaku


Kekacauan ini ditandai dengan perilaku motorik yang tidak teratur dan
gerak tubuh yang tidak normal atau sulit diprediksi. Secara tidak terduga,
penderita skizofrenia bahkan dapat berteriak tiba-tiba dan marah tanpa alasan.
b. Gejala Negatif
Gejala negatif mengacu pada hilangnya minat, motivasi, dan ekspresi wajah.
Gejala ini bisa berlangsung beberapa tahun sebelum penderita mengalami gejala
awal.
Gejala negatif umumnya muncul bertahap dan memburuk seiring waktu.
Beberapa gejala tersebut adalah:
- Respons emosional yang ganjil, seperti ekspresi wajah dan nada bicara yang
tidak sesuai dengan situasi.
- Sulit merasa senang atau puas.
- Enggan bersosialisasi dan lebih memilih untuk berdiam di rumah.
- Hilang minat dan motivasi pada berbagai aktivitas.
- Perubahan pada pola tidur.
- Abai pada penampilan dan kebersihan diri.
2.3 Tipe-Tipe Skizofrenia
Ada beberapa tipe Skizofrenia diantaranya sebagai berikut:
1. Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling umum dan sering
terjadi pada individu yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit kejiwaan.
Skizofrenia ini ditandai dengan gejala delusi dan halusinasi yang kuat serta
gangguan dalam memproses informasi secara logis.
Individu yang mengalami skizofrenia paranoid cenderung mempunyai
kepercayaan yang salah tentang lingkungan sekitar mereka dan mengalami
kekhawatiran yang berlebihan tentang orang-orang di sekitar mereka. Mereka
dapat merasa dicurigai atau ditargetkan oleh orang lain tanpa dasar yang jelas.
Delusi yang muncul pada skizofrenia paranoid dapat berupa keyakinan yang
secara medis tidak masuk akal seperti keyakinan bahwa seseorang sedang
dipantau oleh satelit atau keyakinan bahwa seseorang ditakdirkan untuk menjadi

5
seorang penjelajah antariksa. Delusi ini dapat menyebabkan individu yang
mengalami skizofrenia paranoid merasa takut, khawatir atau tidak percaya dengan
orang-orang di sekitarnya.
Sementara itu, halusinasi pada skizofrenia paranoid dapat berupa pengalaman
pendengaran suara atau percakapan dengan suara yang tidak terlihat oleh orang
lain. Halusinasi tersebut terkadang membawa pesan negatif yang dapat
mengacaukan pikiran dan perilaku individu, membuat mereka merasa takut atau
paranoid.
Gejala lain dari skizofrenia paranoid dapat mencakup perilaku sosial yang
berubah, seperti menghindari orang-orang atau menghindari interaksi sosial
karena kesulitan merasa nyaman dengan orang lain. Individu juga dapat
mengalami kesulitan dalam memahami informasi secara logis dan organisasi
pikiran mereka.
Skizofrenia paranoid pada umumnya dimulai pada usia dewasa awal (20-an –
30-an) dan lebih sering terjadi pada laki-laki.
2. Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia Katatonik merupakan jenis skizofrenia yang jarang terjadi dan
ditandai dengan gangguan motorik dan perilaku yang sangat mencolok. Penderita
skizofrenia katatonik sering kali mengalami gejala seperti diam membisu, merasa
kebingungan, gangguan tidur, hingga kejang otot yang parah. Ketika sedang
mengalami episode yang parah, mereka juga bisa mengalami gangguan psikotik
yang sama dengan jenis skizofrenia lainnya.
Beberapa gejala yang paling sering ditemukan pada penderita skizofrenia
katatonik antara lain:
a. Patung kejang (waxy flexibility)
Pada tipe skizofrenia katatonik, penderita mengalami gangguan pada otot
dan seringkali mengalami patung kejang atau disebut juga dengan istilah waxy
flexibility. Pada kondisi ini, penderita bisa membentuk pose tertentu selama
berjam-jam tanpa merasa lelah atau sedikitpun bergerak.
b. Gangguan berbicara
Penderita skizofrenia katatonik juga seringkali mengalami gangguan
bicara yang ditandai dengan pengulangan suara atau kata (echolalia) ataupun
pengulangan gerakan (echopraxia). Pada keadaan yang lebih parah, mereka
bahkan bisa mengalami mutisme total atau kehilangan kemampuan berbicara.

6
c. Gangguan gerak
Penderita skizofrenia katatonik mengalami gangguan gerak yang
mencolok. Mereka bisa mengalami hiperaktif atau justru sangat lambat dalam
gerakan. Beberapa penderita bahkan bisa mengalami katalepsi (tidak bisa
menggerakkan anggota badan) atau stupor (tidak bisa bergerak ataupun
merespon rangsangan luar).
d. Gangguan emosi dan perilaku
Penderita skizofrenia katatonik seringkali mengalami roller coaster
emosi dan merasa kesepian. Mereka bisa jadi sulit bergaul dengan orang lain,
serta meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan sehari-hari.
Beberapa penderita bahkan bisa mengalami aksesiotisme (gerakan membeku
yang tidak biasa) atau gejala psikotik seperti halusinasi atau delusi.

Penyebab dari skizofrenia katatonik masih belum diketahui pasti. Namun,


disinyalir bahwa faktor keturunan, stres emosional, dan penggunaan obat-obatan
tertentu bisa menjadi penyebabnya. Skizofrenia katatonik juga bisa menghinggapi
siapa saja, tanpa terkecuali, tak terkecuali dengan anak-anak, remaja, atau orang
dewasa.
3. Skizofrenia Disorganik
Skizofrenia disorganik atau schizophrenia hebephrenic adalah salah satu jenis
skizofrenia yang sangat jarang terjadi dan biasanya mempengaruhi remaja atau
awal masa dewasa. Pada jenis ini, seseorang mengalami gangguan psikotik serius
dalam bentuk perilaku yang sangat tidak teratur dan tidak logis.
Orang dengan skizofrenia disorganik sering merasa sulit untuk berbicara,
memikirkan suatu hal, dan mempertahankan perhatian terhadap situasi tertentu.
Mereka juga dapat mengalami kesulitan dalam melakukan tugas sehari-hari
seperti mandi, merapikan tempat tidur atau berpakaian.
Beberapa gejala khas dari skizofrenia disorganik antara lain;
a. Gangguan pembicaraan atau pidato yang penyampaiannya tidak jelas, tidak
berarti, dan tidak memberikan informasi yang jelas. Pidato ini mungkin berisi
kalimat yang tidak berhubungan satu sama lain atau mungkin terpecah-pecah.
b. Perilaku aneh yang meliputi menunjukkan ekspresi wajah yang tidak beralasan
dan tidak sesuai dengan keadaan, gerakan tubuh yang aneh dan tidak sesuai
dengan apa yang sedang dibicarakan atau situasi yang sedang dihadapi.

7
c. Tidak adanya minat dalam kehidupan sosial dan penurunan kemampuan untuk
merespon rangsangan sosial. Orang dengan skizofrenia disorganik mungkin
menjadi tidak peduli tentang apa yang terjadi di sekitarnya atau apa yang
orang lain bicarakan.
d. Perubahan suasana hati tiba-tiba yang mungkin terjadi tanpa penyebab yang
jelas dan dapat berubah dari senang menjadi marah atau kecewa atau dari takut
menjadi bahagia. Semua jenis perubahan ini mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berfungsi sehari-hari dengan baik.
4. Skizofrenia Residu
Skizofrenia Residu adalah salah satu jenis skizofrenia yang jarang terjadi.
Pada jenis skizofrenia ini, gejala yang dialami oleh orang yang mengalami
skizofrenia sebelumnya seperti halusinasi, delusi, dan gangguan pikiran sudah
tidak ada atau sudah minimal. Namun, penderita masih mengalami gangguan
fungsi kognitif dan emosional yang menyebabkan kepribadian mereka berubah.
Secara medis, skizofrenia residu adalah gangguan mental yang ditandai
dengan kekurangan gejala positif seperti halusinasi dan delusi. Orang yang
mengalami skizofrenia residu umumnya tidak memiliki episode episode
skizofrenia yang lengkap. Mereka biasanya hanya mengalami beberapa gejala dan
kekurangan fungsi kognitif dan emosional yang parah.
Selain itu, orang yang menderita skizofrenia residu juga mengalami kesulitan
dalam mengorganisir pikiran dan mengontrol emosi mereka. Mereka juga
cenderung menjadi malas dan kehilangan minat pada aktivitas sosial dan hobi
yang mereka sukai sebelumnya. Kemampuan berbicara dan berpikir juga
terganggu.
Banyak orang yang mengalami skizofrenia residu mengalami isolasi sosial
yang parah. Mereka menarik diri dari masyarakat dan sulit untuk menjalin
hubungan dengan orang lain. Mereka juga mengalami kesulitan dalam
menemukan pekerjaan atau menjalani kehidupan yang mandiri karena kesulitan
memfokuskan pikiran dan menyelesaikan tugas.
2.4 Faktor Penyebab Skizofrenia
Hingga saat ini, ahli belum dapat memastikan apa yang menjadi penyebab
pasti dari skizofrenia. Meski begitu, ada beberapa kondisi yang memiliki kaitan
dengan masalah kesehatan mental ini, yaitu:
1. Genetik

8
Keturunan dari seseorang dengan kondisi skizofrenia memiliki risiko 10
persen lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa. Risiko tersebut meningkat
hingga 40 persen ketika kedua orang tua sama-sama mengalami kelainan mental
ini. Sementara itu, anak kembar yang salah satunya mengidap skizofrenia akan
memiliki risiko hingga 50 persen lebih besar.
2. Komplikasi kehamilan dan persalinan
Skizofrenia dapat muncul karena beberapa kondisi yang mungkin terjadi
ketika hamil dan dampaknya akan terlihat saat anak lahir. Misalnya, paparan racun
dan virus, ibu yang mengidap penyakit diabetes gestasional, perdarahan dalam
masa kehamilan, dan kekurangan nutrisi.
Selain kehamilan, komplikasi yang terjadi ketika persalinan juga dapat
menyebabkan seorang anak mengidap kelainan mental ini. Contohnya, berat
badan rendah saat lahir, kelahiran prematur, dan asfiksia atau kekurangan oksigen
saat lahir.
3. Faktor kimia pada otak
Ketidakseimbangan kadar serotonin dan dopamin pada otak dapat menjadi
salah satu kondisi yang menyebabkan sekaligus meningkatkan risiko skizofrenia.
Keduanya adalah zat kimia yang berfungsi untuk mengirimkan sinyal antara sel
otak sebagai bagian dari neurotransmitter.
Selain itu, pengidap kelainan mental ini juga memiliki perbedaan pada struktur
dan fungsi otak ketimbang seseorang yang tidak memiliki masalah kejiwaan.
Perbedaan ini termasuk:
- Ventrikel otak memiliki ukuran yang lebih besar. Ventrikel adalah bagian
dalam otak yang berisi cairan.
- Lobus temporalis memiliki ukuran yang lebih kecil. Ingatan dalam otak
manusia berkaitan dengan lobus temporalis.
- Sel-sel pada otak memiliki koneksi yang lebih sedikit.
 Faktor Resiko Skizofrenia
Siapa saja bisa mengalami skizofrenia, tetapi kelainan ini lebih rentan terjadi
pada usia remaja dan dewasa muda. Selain itu, ada pula beberapa faktor yang bisa
meningkatkan risiko masalah kesehatan mental ini, yaitu:
- Bentuk struktur otak dan sistem saraf pusat yang tidak normal.

9
- Beberapa komplikasi kehamilan dan kelahiran, seperti malnutrisi, kekurangan
oksigen atau paparan racun atau virus yang dapat memengaruhi
perkembangan otak.
- Memiliki riwayat keluarga dengan skizofrenia.
- Kelahiran prematur.
- Peningkatan aktivasi pada sistem kekebalan tubuh.
- Ketidakseimbangan kadar serotonin dan dopamin.
- Mengonsumsi obat yang dapat mengubah pikiran (psikoaktif atau
psikotropika) selama masa remaja dan dewasa muda.
2.5 Pengobatan Skizofrenia
Adapun pilihan penanganan medis yang dapat membantu mengatasi
skizofrenia antara lain:
1. Obat
Guna mengatasi delusi dan halusinasi, dokter dapat memberikan obat
antipsikotik, baik berupa injeksi maupun oral. Obat tersebut dapat membantu
mengurangi gejala delusi, sulit berkonsentrasi, halusinasi, hingga perasaan cemas
dan bersalah berlebihan.
2. Psikoterapi
Selanjutnya, psikoterapi dengan tujuan agar pengidap dapat mengontrol gejala
yang muncul. Biasanya, dokter akan menggabungkan terapi dengan obat. Adapun
jenis psikoterapi yang menjadi rekomendasi termasuk:
a. Terapi individu yang bertujuan untuk mengajarkan pada keluarga dan teman
bagaimana cara berinteraksi dengan pengidap. Salah satu caranya mengerti
apa yang menjadi perilaku dan pola pikir pengidap.
b. Terapi perilaku kognitif, dengan tujuan utama untuk mengubah pola pikir dan
perilaku pengidap, membantu pengidap mengerti apa yang menjadi pemicu
delusi dan halusinasi, serta mengajarkan cara tepat mengatasinya.
c. Terapi remediasi kognitif, yang memiliki tujuan untuk melatih pangidap agar
dapat mengerti kondisi lingkungan sekitarnya. Pilihan terapi ini juga
membantu meningkatkan kapabilitas pengidap dalam mengingat atau
memahami sesuatu serta mengontrol pola pemikirannya.
3. Terapi elektrokonvulsi

10
Jenis terapi ini berupa mengalirkan listrik kecil pada otak guna memicu
terjadinya kejang singkat yang masih dapat terkendali. Terapi satu ini menjadi
rekomendasi jika obat tidak memberikan hasil yang efektif.
Mulanya, dokter akan memberikan bius pada pengidap, lalu memasang
elektroda pada kepala pengidap. Selanjutnya, dokter akan mengalirkan arus listrik
bermuatan ringan dari elektroda guna memicu kejang.
4. Transcranial magnetic stimulation (TMS)
Terakhir, pengobatan dengan metode Transcranial magnetic stimulation atau
TMS. Ini adalah terapi dengan mengalirkan gelombang elektromagnetik menuju
otak. Prosedur awalnya, dokter akan melekatkan alat khusus yang dapat
mengalirkan gelombang ke kepala pengidap tanpa memerlukan pembedahan.

2.6 Pengertian Gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau dalam Bahasa
Indonesia dikenal dengan istilah Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH) adalah suatu kondisi yang terjadi pada anak-anak berupa gangguan dalam
pemusatan perhatian, kontrol diri dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.
ADHD diperlihatkan dengan ciri-ciri berupa kurang konsentrasi, tidak mempunyai
perhatian, tidak dapat mengikuti perintah, hiperaktif dan impulsif.
ADHD pertama kali dikenalkan oleh George F. Still, seorang dokter
berkebangsaan Inggris dalam penelitiannya terhadap sekelompok anak yang
menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian, gelisah
dan resah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak tersebut memiliki
kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis.
Gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu didalam diri anak dan bukan karena
faktor lingkungan (Baihaqi & Sugiarman, 2006).
ADHD merupakan masalah psikologis yang banyak ditemui. Gangguan ini
diperkirakan mempengaruhi 3% sampai 7% anak-anak usia sekolah atau sekitar 2 juta
anak Amerika. ADHD didiagnosis 2 sampai 9 kali lebih banyak pada anak laki-laki
dibandingkan pada anak perempuan. Walaupun kurangnya perhatian merupakan dasar
dari masalah gangguan ini, namun masalah-masalah lain muncul terkait
ketidakmampuan untuk duduk tenang lebih dari beberapa menit, mengganggu, temper
tantrum, keras kepala dan tidak merespon terhadap hukuman (Nevid, 2005).

11
Berikut definisi dan pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) dari beberapa sumber buku:
1. Menurut Martaniah (2001), ADHD adalah suatu gangguan yang mengandung dua
komponen yaitu: tidak mempunyai perhatian, tidak dapat mengikuti perintah yang
disertai hiperaktivitas dan impulsivitas.
2. Menurut Baihaqi & Sugiarman (2006), ADHD adalah kondisi anak-anak yang
memperlihatkan ciri-ciri atau gejala kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsif
yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup
mereka.
3. Menurut Rusmawati dan Dewi (2011), ADHD adalah gangguan yang
menyebabkan individu memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah
pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.
4. Menurut Townsend (1998), ADHD adalah kelainan hiperaktivitas, kurang
perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan dikarakteristikkan
oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive dan hiperaktif.
5. Menurut Nevid (2005), ADHD adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh
aktivitas motorik berlebih dan ketidakmampuan untuk memfokuskan perhatian.
A. Ciri-Ciri ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Menurut Baihaqi & Sugiarman (2006) dan Paternotte dkk (2010), ciri-ciri atau
gejala yang sering ditemukan pada anak yang mengalami gangguan ADHD adalah
sebagai berikut:
a. Gangguan perhatian dan konsentrasi
Anak-anak dengan ADHD akan sangat kesulitan mempertahankan
perhatiannya pada suatu tugas tertentu. Kesulitan ini bukan disebabkan karena
adanya rangsangan-rangsangan luar yang mengganggu mempertahankan
perhatiannya. Anak-anak dengan ADHD mempunyai kesulitan untuk mendorong
rangsangan-rangsangan tadi menjauh dari kesadarannya. Pada kriteria ini,
penderita ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala
berikut ini:
1. Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau
membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan-
kegiatan lainnya.
2. Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-
tugas atau kegiatan bermain.

12
3. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung.
4. Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan
pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau tugas ditempat kerja (bukan disebabkan
karena perilaku melawan atau gagal untuk mengerti instruksi).
5. Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan.
6. Sering kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan,
misalnya kehilangan permainan; kehilangan tugas sekolah; kehilangan pensil,
buku, dan alat tulis lainnya.
7. Seringkali menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang menyentuh usaha mental yang didukung, seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah.
8. Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan.
9. Sering lekas lupa dan menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
b. Hiperaktivitas
Sejak masih muda sekali anak ADHD adalah anak-anak yang selalu bergerak.
Ia terus bergerak sepanjang hari, dan tidak dapat diam duduk di kursinya. Ia tak
pernah tenang, mudah tegang, dan frustrasi. Anak-anak ini sendiri di dalam
hatinya selalu merasa tak tenang. Dibutuhkan banyak energi baginya untuk duduk
diam dan tenang. Saat mereka sudah besar, hiperaktivitasnya akan berkurang,
yang tertinggal adalah hiperaktivitas kecil misalnya mengutik-ngutik dengan jari,
bergoyang-goyang, atau berputar-putar. Adapun gejala atau ciri yang ditunjukkan
pada gangguan hiperaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di
kursi.
2. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya
dimana diharapkan anak tetap duduk.
3. Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi dimana hal ini
tidak tepat. (pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah
yang subjektif.
4. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan
senggang secara tenang.
5. Sering bergerak atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor.
6. Sering berbicara berlebihan.
c. Impulsivitas

13
Anak dengan ADHD biasanya sangat impulsif. Ia memberi jawaban sebuah
pertanyaan sebelum ia benar-benar mendengar, atau memulai tugas sebelum ia
benar-benar membaca atau mengetahui apa yang diharapkan. Ia berdiri begitu saja
di atas kursinya. Naik ke berbagai tempat tanpa rasa takut, atau memukul anak
lain sebelum dia mendapatkan rasa sakit dari anak lain. Mereka akan
menunjukkan pengendalian diri yang lemah dan impulsifvitas yang lebih besar.
Mereka mempunyai kekurangan pada kerja sistem kontrol yang merupakan fungsi
rem, yang dapat mengatur perilaku mereka. Hal ini merupakan gambaran normal
dari anak-anak yang masih muda sekali. Secara normal, perkembangan fungsi ini
mengikuti usia anak, tetapi tidak demikian halnya dengan anak-anak ADHD.
Perkembangan ini pada anak ADHD jelas mengalami ketertinggalan.
d. Tidak selalu tidak bisa diam
Justru yang membingungkan adalah bahwa tidak selalu anak ADHD itu tidak
bisa diam, dan juga cepat beralih perhatiannya. Mereka juga dapat berkonsentrasi
pada film yang menarik, atau permainan di komputer, atau pada hal-hal yang
menarik baginya. Bagi orang luar hal ini akan memancing kesan bahwa, dia
sebenarnya bisa mengerjakan tugas tersebut, asal mau. Anak-anak dengan ADHD
tentu saja dapat berkonsentrasi, tetapi untuk itu sang anak membutuhkan banyak
dorongan. Dengan kata lain jika dia pikir benar-benar menarik, maka dia akan
dapat berkonsentrasi. Pada saat-saat lain, konsentrasi akan menuntut banyak
energi dan ketegangan bila dibandingkan dengan anak-anak lain.
e. Bicara dalam hati
Bicara dalam hati merupakan salah satu alat agar dapat menggunakan fungsi
pengaturan supaya dapat mengerjakan tugas-tugas. Alat ini adalah kemampuan
anak-anak yang berkembang dengan sendirinya. Perkembangan bicara dalam hati
pada anak ADHD seringkali tertinggal bila dibandingkan dengan teman seusianya
{begitu pula akan terjadi pada anak yang mengalami gangguan perkembangan
bahasa dan bicara, dan juga kadang pada penyandang disleksia (gangguan proses
belajar yang berpengaruh pada kemampuan membaca, menulis, dan berbicara)}.
Bilamana faktor bicara dalam hati kurang berfungsi dengan baik, maka anak
tersebut akan tetap perlu mendapatkan arahan dan akan sangat tergantung kepada
bantuan dari luar atau orang lain.

B. Faktor-Faktor Penyebab ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

14
Menurut Martin (2008), penyebab utama munculnya gejala ADHD belum
ditemukan secara pasti, namun terdapat beberapa gagasan yang menjelaskan
penyebab ADHD, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Keturunan dan Neurologis
Keturunan adalah faktor tunggal yang dipercaya sebagai nominator umum
pada anak ADHD. Anak-anak yang mengidap ADHD empat kali lebih mungkin
memiliki satu dara kandung dan orangtua yang juga mengidap ADHD daripada
anak normal.

2. Cedera Otak
ADHD diperkirakan terjadi sebagai efek dari infeksi, luka berat, cedera, atau
komplikasi lainnya yang terjadi pada otak selama masa kehamilan atau persalinan.
Kerusakan pada otak dapat menyebabkan gejala hiperaktivitas, ketiadaan
perhatian dan impulsivitas.
3. Kematangan Otak yang Tertunda
Perilaku sosial anak-anak ADHD yang tidak matang sering ditemukan pada
pemeriksaan-pemeriksaan neurologis, dan terdapat kesamaan antara kurang
perhatian, pengendalian impuls, dan pengaturan diri anak ADHD dan anak
normal.
4. Penyakit Medis
Penyakit bisa menyebabkan perhatian yang buruk dengan cara yang tidak
spesifik. Penyakit-penyakit tertentu yang telah dihubungkan dengan gejala-gejala
ADHD mencakup kekurangan zat besi, anemia, hipertiroidisme, cacing kremi,
hipoglisemia dan petit mal epilepsy.
5. Obat-obatan
Obat yang dikonsumsi juga bisa memicu gejalgejala ADHD, contohnya
mencakup anti konvulsan, seperti fenobarbital dan dilantin, serta obat-obat
penenang yang bisa mengurangi pemusatan perhatian dan konsentrasi. Jenis-jenis
obat asma, flu atau alergi juga bisa bertindak sebagai penenang. Meskipun obat-
obat tersebut tidak menjadi penyebab utama ADHD, namun jika mengonsumsi
seperti obat alergi dan obat epilepsi bisa mengakibatkan ketiadaan perhatian.
6. Merokok
Resiko ADHD lebih tinggi pada bayi yang ibunya merokok selama masa
kehamilan. Ibu yang merokok mungkin sedang mengalami gangguan perhatian,

15
oleh karena itu resiko ADHD yang meningkat pada keturunannya bisa terjadi
karena pengaruh genetis bukan karena merokok.
7. Bahan Tambahan Pada Makanan
Pada tahun 1974 Dr. Benjamin Feingold, seorang dokter ahli alergi anak,
mengatakan bahwa separuh lebih dari semua hiperaktivitas disebabkan oleh zat
pewarna, perasa buatan dan MSG (Monosodium Glutamat). Namun belum
terdapat bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak normal dapat mengidap
ADHD dengan mengonsumsi zat-zat tersebut.

C. Pengobatan ADHD
Adapun pengobatan ADHD yang bisa ditempuh:
1. Obat
Dokter akan meresepkan obat methylphenidate yang memang umum untuk
mengatasi ADHD. Obat methylphenidate terbilang aman untuk anak, tetapi dokter
tetap memantau kondisi anak untuk tindakan antisipasi akan efek samping yang
mungkin terjadi. Misalnya, kelainan pada organ jantung.
Jika nantinya anak mengalami efek samping atau ada risiko tinggi untuk
mengalami hal tersebut, maka dokter bisa meresepkan jenis obat lainnya, yaitu
obat amitriptyline, atomoxetine, dan obat yang masuk dalam kelompok agonis
alfa, seperti clonidine.
2. Psikoterapi
Metode pengobatan lainnya adalah psikoterapi. Tidak hanya mengobati
kondisi ini, terapi juga bermanfaat untuk mengobati masalah kejiwaan lain yang
bisa muncul dengan ADHD, misalnya depresi.
Jenis terapi yang bisa menjadi pertimbangan, yaitu:
3. Cognitive behavioural therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan utama untuk membantu pengidap
sehingga dapat mengubah perilaku dan pola pikir mereka ketika sedang berada
pada kondisi atau permasalahan tertentu.
4. Terapi psikoedukasi
Selanjutnya, terapi psikoedukasi. Ketika menjalani terapi ini, psikiater akan
mengajak pengidap untuk bercerita. Misalnya, kesulitan pengidap dalam

16
menghadapi kondisi tersebut. Melalui terapi ini, psikiater berharap pengidap bisa
mendapatkan cara terbaik untuk mengatasi gejala yang muncul.
5. Terapi interaksi sosial
Kemudian, terapi interaksi sosial yang bisa membantu pengidap untuk
mengetahui perilaku sosial yang pas untuk suatu kondisi. Orang tua, pengasuh,
keluarga, dan guru tentu memerlukan arahan sehingga bisa memberikan
pendampingan pada pengidap.
Biasanya, pelatihan akan memberikan beberapa materi berikut:
- Cara tepat memberikan pujian sebagai bentuk dukungan untuk anak.
- Solusi ketika anak menunjukkan perilaku buruk.
- Memberikan arahan kegiatan anak yang sesuai dengan kapabilitasnya.
Sementara itu, guna membantu anak mengontrol gejala yang muncul, orang
tua juga bisa secara perlahan disiplin membiasakan pola hidup sehat, dengan cara:
- Menerapkan pola makan sehat dengan asupan gizi seimbang.
- Memastikan bahwa anak mendapatkan tidur yang cukup. Melalui artikel
Inilah Hubungan Pola Tidur dengan ADHD, orang tua bisa mengetahui
mengapa anak perlu mendapat cukup istirahat.
- Batasi waktu menonton tivi, main game, dan berinteraksi dengan gawai.
- Ajak anak untuk melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 60 menit setiap
hari.
Meski tidak bisa sembuh, diagnosis yang akurat dan pengobatan yang pas
sesegera mungkin bisa membantu pengidap bisa beradaptasi dengan keadaan dirinya
dan melakukan aktivitas seperti biasanya.

2.7 Pengertian Gangguan Belajar


Gangguan belajar pada anak adalah masalah yang memengaruhi kemampuan
otak untuk menerima, mengolah, menganalisis, atau menyimpan informasi. Kondisi
tersebut dapat menghambat perkembangan akademik. Gangguan belajar yang dialami
anak bukan berarti anak tidak cerdas, apalagi memberi label bodoh atau malas.
Sebenarnya tidak semua anak dapat dengan mudah menerima pelajaran yang mereka
dapatkan di sekolah, karena setiap anak berbeda, dan belum tentu kelebihannya
adalah membaca/menghafal. Kondisi ini biasanya memengaruhi kemampuan anak
dalam membaca, ekspresi tertulis, matematika atau keterampilan nonverbal.
A. Gejala Gangguan Belajar

17
Beberapa gejalanya pada anak meliputi:
- Kesulitan memahami dan membedakan sisi kanan dan kiri
- Sering menggunakan huruf, kata, atau angka secara terbalik-balik, meskipun
telah kelas satu atau dua SD
- Kesulitan mengenali pola atau menyortir benda berdasarkan ukuran atau
bentuk
- Kesulitan memahami dan mengikuti instruksi
- Kesulitan mengingat apa yang baru saja dikatakan atau apa yang baru saja
dibaca
- Kurang koordinasi saat beraktivitas sehari hari
- Kesulitan melakukan tugas dengan tangan, seperti menulis, memotong, atau
menggambar
- Kesulitan memahami konsep waktu
Ada beberapa contoh ganggu belajar di antaranya meliputi:
1. Disleksia (kesulitan membaca)
Anak dengan disleksia biasanya mengalami kesulitan mengenali kata-kata,
mengeja, yang berhubungan dengan huruf dan suara. Hal ini dapat membuat sulit
untuk memahami bagaimana huruf atau huruf mewakili suara dan bagaimana
kombinasi huruf membuat sebuah kata.
2. Diskalkulia (kesulitan dengan matematika)
Anak memiliki kesulitan belajar dalam memahami matematika. Tanda-tanda
gangguan ini termasuk masalah pemahaman konsep aritmatika dasar, seperti
pecahan, garis bilangan, dan bilangan positif dan negatif.
3. Disgrafia (kesulitan menulis)
Anak dengan disgrafia mengalami kesulitan menulis atau memiliki tulisan
tangan yang buruk dan tidak dapat tumbuh lebih besar mungkin mengalami
disgrafia. Gangguan ini dapat menyebabkan anak menjadi tegang dan kikuk saat
memegang pulpen atau pensil.
B. Penyebab Gangguan Belajar
Kesulitan belajar disebabkan oleh sesuatu yang mempengaruhi perkembangan
otak. Hal ini dapat terjadi sebelum kelahiran (prenatal), selama kelahiran, atau pada
anak usia dini. Faktor risiko penyebab kesulitan belajar pada anak dapat disebabkan
oleh berbagai faktor atau kombinasi. Terkadang penyebab spesifiknya tidak diketahui.
Kemungkinan penyebabnya adalah sebagai berikut:

18
1. Riwayat keluarga dan genetik. Riwayat keluarga dengan gangguan belajar
meningkatkan risiko anak mengalami gangguan.
2. Resiko prenatal dan neonatus. Pertumbuhan rahim yang buruk (kekurangan gizi
atau malnutrisi selama kehamilan), paparan alkohol atau obat-obatan dari ibu
sebelum lahir, kelahiran prematur, dan berat badan lahir sangat rendah telah
dikaitkan dengan gangguan belajar.
3. Trauma psikologis. Trauma psikologis atau pelecehan pada anak usia dini dapat
mempengaruhi perkembangan otak dan meningkatkan risiko gangguan belajar.
4. Trauma fisik. Cedera kepala atau infeksi sistem saraf mungkin berperan dalam
perkembangan gangguan belajar.
5. Paparan lingkungan. Paparan logam berat dalam jangka waktu yang lama, seperti
timbal, dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan belajar.
C. Pengobatan Gangguan Belajar
Jika anak Anda memiliki kesulitan belajar, dokter atau guru di sekolah
mungkin akan merekomendasikan:
1. Bantuan dari ahli, seperti guru les membaca, tutor matematika, atau profesional
terlatih lainnya yang dapat mengajarkan teknik untuk meningkatkan keterampilan
akademik, organisasi, dan belajarnya.
2. Terapi dapat dilakukan untuk mengobati gangguan belajar. Beberapa anak
mendapat manfaat dari terapi. Terapi okupasi dapat meningkatkan keterampilan
motorik anak yang memiliki masalah menulis. Terapi wicara-bahasa dapat
membantu mengatasi keterampilan bahasa.
3. Selain bantuan professional dan terapi. Pengobatan biasanya dilakukan dengan
kombinasi obat-obatan. Dokter anak mungkin merekomendasikan obat untuk
mengatasi depresi atau kecemasan yang parah. Obat-obatan untuk gangguan
pemusatan perhatian/hiperaktivitas dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
berkonsentrasi di sekolah.
4. Pengobatan komplementer dan alternatif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui efektivitas pengobatan alternatif, seperti perubahan pola makan,
penggunaan vitamin, latihan mata, neurofeedback (pelatihan fungsi otak) dan
penggunaan perangkat teknologi.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Skizofrenia berasal dari bahasa Latin, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah
(split), dan frenia yang artinya jiwa. Seseorang yang menderita gangguan jiwa
skizofrenia adalah orang yang mengalami spliting of personality atau keretakan jiwa
dan kepribadian (Hawari, 2009).
Gejala awal skizofrenia umumnya muncul pada usia dewasa muda. Pada pria,
gejala awal muncul pada awal usia 20 tahun. Sementara, gejala pada wanita biasanya
akan mulai terlihat pada usia 20 tahunan atau awal 30 tahunan. Sejumlah gejala awal
yang dialami oleh penderita skizofrenia yaitu kecenderungan mengasingkan diri dari
orang lain, kesulitan untuk berkonsentrasi dan kurang motivasi, perubahan pada pola
tidur, kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah, depresi dan mudah marah.
Ada beberapa tipe skizofrenia diantaranya, skizofrenia paranoid, skizofrenia
katatonik, skizofrenia disorganik, dan skizofrenia resudi. Adapun faktor penyebab
skizofrenia diantaranya yaitu, genetik, komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
faktor kimia pada otak. Pengobatannya dengan cara, pemberian obat dengan resep
dokter, psikoterapi, terapi elektrokonvulsi, dan transcranial magnetic simulation
(TMS).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau dalam Bahasa
Indonesia dikenal dengan istilah Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH) adalah suatu kondisi yang terjadi pada anak-anak berupa gangguan dalam
pemusatan perhatian, kontrol diri dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.

20
ADHD diperlihatkan dengan ciri-ciri berupa kurang konsentrasi, tidak mempunyai
perhatian, tidak dapat mengikuti perintah, hiperaktif dan impulsif.
Adapun faktor penyebab ADHD antara lain, faktor keturunan, cedera otak,
kematangan otak yang tertunda, penyakit medis, dan obat-obatan. Pengobatannya pun
bisa melalui psikoterapi, terapi perilaku kognitif, terapi psikoedukasi, dan terapi
interaksi sosial.
Gangguan belajar pada anak adalah masalah yang memengaruhi kemampuan
otak untuk menerima, mengolah, menganalisis, atau menyimpan informasi. Kondisi
tersebut dapat menghambat perkembangan akademik. Ada beberapa contoh gangguan
belajar yaitu, disleksia (kesulitan membaca), diskalkulasi (kesulitan matematika), dan
disgrafia (kesulitan menulis).
Penyebabnya bisa karena riwayat keluarga atau genetik, trauma psikologis,
trauma fisik, dan paparan lingkungan. Pengobatannya pun bisa dilakukan dengan cara
mengikuti les membaca, terapi okupasi, pemberian obat dengan resep dokter, dan
pengobatan komplementer dan alternatif.
3.2 Saran
Bagi penulis maupun pembaca diharapkan agar dapat memahami tentang
perilaku abnormal, baik gejala, tipe, penyebab, dan cara pengobatannya. Agar dapat
membedakan mana perilaku abnormal dan mana perilaku yang normal.
Penulis juga sadar bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari pembaca untuk
keberlangsungan makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ciputra Medical Center. (2022). “Gangguan Belajar pada Anak”. Diakses pada 19
November 2023, pukul 15.22.
https://www.ciputramedicalcenter.com/gangguan-belajar-pada-anak/
2. Fadli, Rizal. (2023). "Skizofrenia". Diakses pada 19 November 2023, pukul 14.53.
https://www.halodoc.com/kesehatan/skizofrenia
3. Fadli, Rizal. (2023). "ADHD". Diakses pada 19 November 2023, pukul 19.11.
https://www.halodoc.com/kesehatan/adhd
4. Hafsari, Tyas Muliana. (2012). “ATTENTION DEFICIT HIPERACTIVITY
DISORDER (ADHD)”. Diakses pada 19 November 2023, pukul 19.37.
https://www.academia.edu/17248103/
Makalah_ATTENTION_DEFICIT_HIPERACTIVITY_DISORDER_ADHD_
5. jenis.id. (2023). "Jenis-jenis Skizofrenia dan Karakteristiknya". Diakses pada 19
November 2023, pukul 12.48.
https://jenis.id/jenis-skizofrenia/
6. Mushlihin, (2012). "Skizofrenia menurut Para Ahli". Diakses pada 18 November
2023, pukul 17.19.
https://www.referensimakalah.com/2012/12/skizofrenia-menurut-para-ahli.html
7. Pittara. (2023). "Gejala Skizofrenia". Diakses pada 19 November 2023, pukul 12.04.
https://www.alodokter.com/skizofrenia/gejala
8. Riadi, Muchlisin. (2019). "Pengertian, Jenis, Gejala dan Pengobatan Skizofrenia".
Diakses pada 18 November 2023, pukul 17.03.

22
https://www.kajianpustaka.com/2019/11/pengertian-jenis-gejala-dan-pengobatan-
skizofrenia.html
9. Riadi, Muchlisin. (2020). "Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)".
Diakses pada 19 November 2023, pukul 13.10.
https://www.kajianpustaka.com/2020/06/Attention-Deficit-Hyperactivity-Disorder-
ADHD.html
10. siat.ung.ac.id. (2016). "Latar Belakang Skizofrenia". Diakses pada 18 November
2023, pukul 12.28.
https://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2016-1-2-14201-841415118-bab1-
22122016102412.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai