Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau


perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,
psikologik, genetika, fisik atau kimiawi, tiap penyakit mempunyai tanda dan
gejala yang khas. Salah satu penyakit gangguan jiwa tersebut adalah skizofrenia
dimana adanya keretakan atau ketidakseimbangan antara proses berfikir, perasaan
dan perbuatan. Gejala skizofrenia tersebut meliputi gejala primer (gangguan
proses berfikir, gangguan emosi, gangguan kemauan, autisme) dan gejala
sekunder (waham dan halusinasi).

Skizofrenia prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita, perbedaannya


adalah dalam hal onset dan perjalanan penyakit. Usia puncak onset untuk laki-laki
adalah 15 sampai 25 tahun, untuk wanita usia puncak adalah 25-35 tahun. Onset
skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.
Kira-kira 90% pasien dalam pengobatan skizofrenia adalah antara usia 15 sampai
55 tahun.

Onset usia skizofrenia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: First-episode


skizofrenia (setelah umur 40 tahun), youth onset skizofrenia (maksimal umur 19
tahun) dan late onset skizofrenia (di atas 40 tahun) atau very late onset skizofrenia
(di atas umur 60 tahun). Pada youth onset skizofrenia mengalami penurunan IQ,
fungsi psikomotor dan memori verbal lebih besar daripada late onset skizofrenia.

Kesehatan sering didefinisikan sebagai faktor yang sangat menentukan


kualitas hidup seseorang, tetapi sebaliknya kualitas hidup juga menentukan status
kesehatan. Sehat sering berhubungan dengan sesuatu yang nyata, seperti tingkat
aktivitas, kemampuan fungsional serta bebas dari kesakitan dan nyeri. Penderita
skizofrenia yang mengalami penurunan IQ, fungsi psikomotor, atau memory
verbal membuat penderita mengalami penurunan kemampuan fungsional dan
keterbatasan dalam beraktivitas, sehingga kualitas hidupnya mengalami
penurunan.

Berdasarkan penelitian tentang age at onset and cognition in schizophrenia


bahwa semakin muda onset usia skizofrenia maka semakin besar penurunan IQ,
kemampuan psikomotor dan memori verbal sehingga akan mempengaruhi kualitas
hidup penderita skizofrenia
BAB II

Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan


utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu, dimana
berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian
yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktifitas
motorik yang bizzare (perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari orang
lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh
delusi dan halusinasi. Orang-orang yang menderita skozofrenia umunya
mengalami beberapa episode akut simtom–simtom, diantara setiap episode
mereka sering mengalami simtom–simtom yang tidak terlalu parah namun tetap
sangat menggagu keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan penyalahguanaan
zat merupakan masalah utama bagi para pasien skizofrenia, terjadi pada sekitar 50
persennya. (Konsten & Ziedonis. 1997, dalam Davison 2010).

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab


( banyak belum diketahui ) dan perjalanan penyakit ( tak selalu bersifat kronis
atau “deteriorating”) yang luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya. Pada umumnyaditandai
dengan penyimpangan yang fundamental dan karateristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar ( inappropriate) or tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian. ( Rusdi Maslim,2003 )

Diagnosis Skizofrenia

Kriteria Diagnostik skizofrenia

A. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
- Thought echo atau isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda.
- Thought insertion or withdrawl atau isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrwal).
- Thought broadcasting atau isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya.

2. - Delusion of control atau waham tentang dirinya dikendalikan oleh


suatu kekuatan tertentu dari luar

- Delusion of influence atau waham tentang dirinya dipengaruhi


oleh suatu kekuatan tertentu dari luar

- Delusion of passivity atau waham tentang dirinya tidak berdaya


dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar.

- Delusion perception atau pengalaman indrawi yang tidak wajar,


yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.

3. Halusinasi auditorik

4. waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya


setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan
kemampuan biasa, misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dan dunia lain.

B. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas

1. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, maupun disertai ole hide-ide berlebihan
( over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-mingguatau berbulan-bulan
2. Arus pikiran yang terputud (break) atau mengalami sisipan ( interpolation)
yang berakibat inkhoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neulogisme.
3. Perilaku katatonk seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atau fleksibilitas ceres, negativism, mutisme, dan
stupor.
4. Gejala negative seperti siap apatis, bicara yang jarang dan respon
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.

C. Adapun gejala-gejala tersebut diatas telah tersebut diatas telah


berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih ( tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
D. Harus ada satu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi ( personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri ( self absorbed attitude), dan penarikan social.

Klasifikasi Skizofrenia

Skizofrenia paranoid

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


2. Halusinasi dan/ waham arus menonjol
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing).
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual , atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion
of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

Skizofrenia Hebefrenik

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


2. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
3. Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini
4. Untuk didiagnostik hebefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
 perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris)
dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. 
 Afek perasaan yang dangkal (shallow) dan tidak wajar
(inappropriate), sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas
diri (self-satisfied), senyum sendiri ( self-absorbed smiling), atau
oleh sikap tinggi hati (tofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerism mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang –ulang
(reiterated phrases)
 Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses piker
umummnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations),
dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
cirri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-
buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Skizofrenia katatonik
1. Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia
2. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
- Stupor ( amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan dalam gerakannya serta aktivitas spontan) atau
mutisme (tidak berbicara); gaduh-gelisah (tampak jelas
aktivitas motorik yang bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh
stimuli eksternal).
- Menampilkan posisi tubuh tertentu secara sukarela mengambul
dan mempertahannkan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar
atau aneh.
- Negativisme ( tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua printah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakan semua kearah yang berlawanan).
- Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk
melawan upaya menggeraakkan dirinya). Fleksibilitas
corea/”waxy flexibility”( mempertahannkan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dibentuk dari luar);
- Gejala-gejala lain seperti “command automatism”( kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.

Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di


penuhi semua:

(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan


psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang
buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya,
depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.

Skizofrenia Simpleks
– Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan
dan progresif dari: (1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia
residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik. Dan (2) disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak
berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial.
– Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub
type skisofrenia lainnya.

Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )


(1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
(2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik,
katatonik.’
(3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skiszofrenia
Perubahan psikososial yang menyertai proses menua

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya


penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah


kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang
merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala
aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992).

Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a)


Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang
lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan
lain-lain.

Lanjut usia mengalami berbagai permasalah psikologis yang perlu


diperhatikan oleh perawat, keluarga maupun petugas kesehatan lainnya.
Penanganan maslah secara dini akan membantu lanjut usia dalam
melakukan strategi pemecahan masalah tersebut dan dalam beradaptasi
untuk kegiatan sehari hari (Miller, 1995).

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami


penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga


mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan
berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy),


biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan
mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality),

pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome,


apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy),

pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga,


apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality),


pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang
tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonominya menjadi morat-marit
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy),
pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (2nd edition). Surabaya:


Airlangga University Press. 2009.
2. Kaplan, H.I., Sadock, B.J. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku/Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara. 2010.
3. Rajji, T.K., Ismail. Z., Mulsant, B.H. Age at Onset and Cognition in
Schizophrenia: Meta Analysis. Br J Psyciatry, 2009; 195 (4): 286-293.
4. Backstrom, M., Eklund, M. A Model of Subjective Quality of Life for
Outpatients with Schizophrenia and Other Psychoses. Qual Life Res,
2005; 14 (4): 1157-1168.
5. Deartemen Kesehatan RI, 1992 . Pedoman pelayanan kesehatan Jiwa Usia
Lanjut. Cetakan kedua. Jakarta : Depkes Ditjen Pelayanan medik

Anda mungkin juga menyukai