Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan
adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Penyebab
gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah
dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood.
Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang
bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat dan yang
paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan
yang menetap ketiga kemungkinan pertama.1
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang
sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan
dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana
perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR, merupakan
suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan
untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode manik maupun
depresif dan menentukan lama setiap episode secara tepat.1
Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap
harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Semua kondisi yang dituliskan
di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di
pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan
bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.1
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif
terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1,3
Sejarah
Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya
menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood).
Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby
dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil
Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah gangguan
skizoafektif untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood
yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tibatiba, seringkali pada masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi
premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala.
Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya
bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun 1970,
pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin secara bervariasi
diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia dalam
remisi, dan psikosis sikloid.4
Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali
digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan
lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah;
usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude)
dan penarikan diri secara sosial.
Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia
maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan
skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik
untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa
pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode
manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari
skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama
sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala
gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan
residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari
mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan
skizoafektif.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)
atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe
manic.
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitumenonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua,
gejalaskizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.pedomandiagnostic (a) sampai (d)
Diagnosis Banding
Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan
skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara
khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang
bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang
biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik
klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood
pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis
psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali.1,3
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis
pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan
depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar,
dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas
tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua
sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I
dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada
faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif;
onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya
skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir
yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya
tidak meramalkan perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis
kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa
perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif
daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan
gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
PENATALAKSANAAN
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan
antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya
jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak
efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik
dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus
mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate (Depakene), atau
suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif.5
Psikofarmaka
P4=
gaduh
gelisah;
P7=
permusuhan;
G4=
ketegangan;
G8=
Injeksi
Olanzapine 2x 5-10 mg/ hari dengan diazepam 2x10mg/hari
Oral
Terapi kombinasi :
1. Olanzapine 1x20-30 mg/hari atau risperidone 2x1-3mg/hari atau quetiapine hari I
(200mg), hari II (400mg), hari III (600mg) dan seterusnyaz atau aripirazol 1x1030 mg/hari.
2. Lithium Karbonat 2x400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2 mEq/L9
biasanya dicapai dengan dosis lithium karbonat 1200-1800 mg/hari, atau
divalproat dengan dosis 3x250 mg/ hari (atau konsentrasi plasma 50-125
mikrog/L)
3. Lorazepam 3x 1-2mg/hari bila perlu
Psikoterapi
KESIMPULAN
juga pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa
genetik dan lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk
semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis
gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala2 definitif adanya skizofrenia dan
gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam
beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara pasien
gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik,
depresif atau campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga,
pengembangan skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi,
digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila memenuhi kriteria
diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif
tipe manik terapi kombinasi yang diberikan adalah antara anti psokotik dengan mood
stabilizer. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala
skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala
skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten gejala-gejala
gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Medicaid
Patients.
Diakses
melalui:
www.psychiatryonline.org/data/Journals/
5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental
disorders (DSM IV TM). American Psychological Association (APA): Washington
DC. 1996.