Skizofrenia
merupakan
sebuah
sindrom
klinis
yang
menyebabkan
Onset dapat bersifat akut dengan perilaku yang amat terganggu, atau bersifat
tersembunyi/diam-diam (perjalanan penyakit yang aneh bertahap). Pada sebagian
kasus, yang bisa berbeda pada budaya dan populasi yang berbeda, dapat
menghasilkan kesembuhan secara menyeluruh atau hampir menyeluruh.
Sekitar 1 dari 100 orang didunia menderita skizofrenia. Onset skizofrenia
biasanya muncul pada orang yang berusia kurang dari 25 tahun dan perbandingan
penderita antara laki-laki dan perempuan sama. Riwayat keluarga memiliki pengaruh
yang cukup besar dalam menentukan faktor resiko penyakit ini. Pada wanita, biasa
onset muncul pada usia yang lebih tua.
Pasien skizofrenia tidak akan pernah sembuh dari penyakit ini meskipun telah
mendapat berbagai pengobatan. Setiap pengobatan yang ada bertujuan untuk
menurunkan manifestasi klinis dari skizofrenia. Pasien skizofrenia sering terlihat
memiliki tingkat sanitasi dan higenitas yang buruk.
Gejala Klinis
Hal-hal berikut ini sering ditemukan pada pasien skizofrenik. Gejala-gejala ini sering
timbul secara bersama-sama:
a)
thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda; atau
- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
-
b) -
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c) halusinasi auditorik
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
-
pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
lebih apabila gejala-gejala tersebut kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang
termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling
sedikit dua kelompok (e) sampai (h) yang harus selalu ada dalam waktu satu bulan
atau lebih. Jika munculnya gejala tersebut kurang dari satu bulan maka harus
disebutkan gangguan psikotik lir-skizofrenia akut (F23.2), kemudian selanjutnya
diklasifikasi ulang jika gejala-gejala tersebut menetap dalam jangka waktu yang lebih
lama.
Jika ditinjau secara retrospektif, mungkin dapat terlihat jelas bahwa terdapat
suatu fase prodromal dimana gejala-gejala dan perilaku seperti kehilangan minat
dalam bekerja, dalam aktivitas sosial (pergaulan sosial), penelantaran penampilan
pribadi dan perawatan diri, juga muncul bersamaan dengan kecemasan yang
menyeluruh serta depresi dan preokupasi yang berderajat ringan, mendahului onset
gejala-gejala psikotik selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Karena
sulitnya menentukan onset, maka kriteria diagnostik 1 bulan mencakup gejala-gejala
yang sudah disebutkan di atas (tidak dengan gejala prodromal nonpsikotik)
Diagnosis tidak dapat ditegakkan jika terdapat secara luas terdapat gejalagejala depresif atau manik kecuali bila memang jelas, bahwa gejala skizofrenik itu
mendahului gangguan afektif tersebut. Bila gejala-gejala skizofrenik dan afektif
berkembang bersama-sama secara seimbang dan sama banyak, maka diagnosis
gangguan skizoafektif (F25.-) harus ditegakkan, walaupun gejala-gejala skizofrenik
itu saja cukup beralasan untuk menegakan diagnosis skizofrenia. Skizofrenia juga
tidak boleh ditegakkan jika terdapat penyakit organik seperti kelainan pada otak yang
nyata, atau dalam intoksikasi atau lepas zat(withdrawal). Gangguan serupa yang
timbul pada epilepsi atau penyakit otak lain harus diberi kode F06.2 dan yang
diinduksikan oleh obat-obatan diberi kode F1x.5.
Patofisiologi
Patofisiologi dari skizofrenia sendiri belum diketahui secara pasti. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin diakibatkan oleh tingginya
aktivitas hormon dopamin. Pengkoreksian terhadap beberapa neurotransmiter lain
seperti serotonin dan GABA juga dapat memperbaiki gejala skizofrenia.
1. Dopamin
peningkatan aktivitas hormon dopamin pada sistem mesolimbik otak
menyebabkan munculnya gejala positif dari pasien, sedangkan penurunan
aktivitas hormon dopamin pada sistem mesokortikal menyebabkan munculnya
gejala negative pada pasien. Peningkatan aktivitas hormone dopamine pada
pasien dipengaruhi oleh peningkatan jumlah dan reseptor dari hormone
dopamine. Berbagai obat antipsikotik seperti klorpromazin dan reserpine
memiliki struktur yang sangat berbeda dengan cara kerja yang sama, yaitu
sebagai antidopaminergik.
2. Serotonin
Penelitian lain menunjukkan bahwa peningkatan serotonin menyebabkan
gejala positif dan negative pada penderita skizofrenia.
3. GABA
GABA berfungsi sebagai kontrol pada aktivitas dopaminergik di dalam otak.
Kerusakan pada neuron penghasil GABA yang berada pada hipokampus
menyebabkan peningkatan hormone dopamine. Neuron penghasil GABA pada
penderita skizofrenia mengalami penurunan jumlah.
Tatalaksana pada pasien skizofrenia
Tatalaksana pada pasien dengan skizofrenia adalah dengan menggunakan obat
antipsikosis. Penggunaan obat dilakukan dengan cara pengenalan gejala skizofrenia
dari pasien dan efek samping yang dapat ditolerir oleh pasien. Efek samping yang
dapat dirasakan pasien pada umumnya adalah sedasi, gejala ekstrapiramidal, tardive
dyskinesia, hingga sindroma neuroleptik maligna.
Obat antipsikotik dibedakan menjadi 2 golongan besar berdasarkan regio
dimana obat tersebut bekerja dan neurotransmitter apa yang dipengaruhinya, yaitu
antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal. Antipsikotik tipikal sendiri dibedakan
menjadi 3 berdasarkan cara kerjanya, yaitu phenothiazine, buthyrophenone, dan
diphenylpiperidine. Sedangkan obat antipsikotik atipikal dibagi menjadi 3
berdasarkan
cara
kerjanya
pula,
yaitu,
benzamide,
dibenzodiazepin,
dan
benzisoxazole.
Berikut beberapa contoh obat antipsikotik berdasarkan golongan dan cara kerjanya:
1. Antipsikotik tipikal:
Phenotiazine
Buthyrophenone
Diphenyl-butylpiperidine
2. Antipsikotik atipikal:
Benzamide
Dibenzodiazepine
Benzisoxazole
: Pimozide
: Sulpiride
: Clozapine, olanzapine, zotepine
: Risperidon, aripiprazole
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku
tak terkendali) pada pasien skizofrenia, maka penggunaan anti-psikosis atipikal perlu
dipertimbangkan. Terutama pada penderita yang tidak dapat mentolelir efek samping
ekstrapiramidal atau mempunyai riwayat risiko medik adanya gejala ekstrapiramidal
(neuroleptic induced medical complication).
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Jenis skizofrenia ini paling sering dijumpai. Gambaran klinis dari skizofrenia
jenis ini didominasi oleh waham-waham yang secara realatif stabil, sering kali bersifat
paranoid, biasanya disertai halusinasi, terutama halusinasi auditorik, dan gangguan
persepsi. Gangguan afektif, dorongan kehendak, pembicaraan, dan gejala katatonik
tidak menonjol.
Beberapa gejala paranoid yang paling umum adalah :
(a) Waham kejar, rujukan, exalted birth (merasa dirinya tinggi, istimewa), misi
khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan
(b) Halusinasi berupa suara yang mengancam pasien atau memberi perintah atau
tanpa bentuk verbal (berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming),
atau bunyi tawa)
(c) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, aatau bersifat seksual, atau perasaan
tubuh lain. Halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
Gangguan pikiran mungkin terlihat jelas pada keadaan akut. Keadaan afektif
biasanya lebih baik dibanding skizofrenia jenis lain, tetapi suatu derajat ringan
mengenai ketidakserasian (incongruity) umum dijumpai. Demikian juga dapat ditemui
gangguan suasana perasaan (mood) seperti iritabilitas, kemarahan yang tiba-tiba,
ketakutan dan kecurigaan. Gejala negative seperti pendataran afektif dan hendaya