Anda di halaman 1dari 5

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi skizofrenia disebabkan adanya ketidakseimbangan neurotransmitter di otak,


terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamine. Namun, proses patofisiologi skizofrenia masih
belum diketahui secara pasti Secara umum penelitian telah mendapatkan bahwa skizofrenia
dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian temporal (termasuk mediotemporal),
bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian ini, daerah otak
yang secara konsisten menunjukkan kelainan yaitu daerah hipokampus dan parahipokampus.
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di bagian kortikal otak, dan berkaitan
dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya
neurotransmiter lain termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat dan Gamma Aminobutyric Acid
(GABA). Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT Scan
ternyata ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atropi koteks atau
atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita skizofrenia.

MANIFESTASI KLINIS.
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu
a. Fase prodromal,
pada fase ini biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala
tersebut meliputi : fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan
fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti
yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
b. Fase aktif
Pada fase Aktif gejala positif/ psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, perilaku kekerasan disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
c. Fase residual
Pada fase ini gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala
positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga
fase di atas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial)
Skizofrenia hebefrenik merupakan gangguan kepribadian dengan kemunduran perilaku dan
prognosis buruk. Skizofrenia hebefrenik cenderung memiliki onset awal dibandingkan subtipe
lain dan cenderung untuk berkembang sangat secara tersembunyi.Delusi dan halusinasi muncul
relatif kecil, dan gambaran klinis didominasi oleh perilaku aneh, asosiasi longgar, dan bizzare.
Keseluruhan perilaku pasien tampak kekanak-kanakan.Tanpa alasan mereka mungkin sibuk
sendiri,tanpa tujuan, sering bertingkah konyol dan tertawa dangkal. Di lain waktu mereka
menarik diri dan tidak dapat diakses. Beberapa mungkin menampilkan asosiasi longgar menuju
inkoherens. Gejala skizofrenia hebefrenik dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler
dalam Keliat (2019) yaitu :
a) Gejala primer :
 gangguan proses berpikir
 gangguan emosi
 gangguan kemauan
 autisme.
b) Gejala sekunder :
 Waham
 halusinasi
 gejala katatonik
 gangguan psikomotor yang lain.

Kriteria Diagnosis
Klasifikasi Skizofrenia menurut PPDGJ III meliputi Skizofrenia Paranoid, Skizofrenia
Hebefrenik, Skizofrenia Katatonik, Skizofrenia Tak Terinci (undifferentiated), Depresi Pasca-
Skizofrenia, Skizofrenia Residual, Skizofrenia Simpleks, Skizofrenia lainnya, Skizofrenia YTT.
Pedoman Diagnosis menegakkan Skizofrenia menurut PPDGJ III yaitu:
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
1) Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya. Thought insertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari/luar
dirinya (withdrawal). Thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar ke luar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya.
2) Delusion of control adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu. Delusion of influence adalah waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar. Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar. Delusion of perception yaitu
pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya biasanya
bersifat mistik atau mujizat.
3) Halusinasi auditorik, yaitu suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal
dari salah satu bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu
atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
 paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
1) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun ide-ide berlebihan yang menetap, atau terjadi selama setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
2) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
3) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
4) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap
larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara social
Pedoman diagnostik skizofrenia hebefrenik yaitu memenuhi kriteria umum diagnosis
skizofrenia, diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya 15- 25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan
senang menyendiri (solitary) namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran
yang khas berikut ini. Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinyu selama 2
atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan seperti perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan serta
mannerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitary) dan perilaku menunjukan hampa
tujuan dan hampa perasaan.
Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inapropriate), sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling)
atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli
secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriaI dan ungkapanungkapan kata yang diulang-
ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalami disorganisasi dan pembicaraan yang
tak menentu (rambling) dan inkoheren
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya; 2011
Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. KaplanSadock sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis. Jilid 2. Jakarta: Binanupa Aksara; 2010
Kusumawardhani A, Husain AB, et al. Buku ajar psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.

Anda mungkin juga menyukai