Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA TAK TERINCI


1. Definisi
Skizofrenia adalah penyakit paradigmatik psikiatri dimana sindrom klinis variabel
namun sangat mengganggu psikopatologi, yang melibatkan pikiran, persepsi, emosi, gerakan,
dan perilaku. Ekspresi gejala bervariasi di seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi efek
kumulatif dari penyakit selalu parah dan biasanya tahan lama (Stuart, 2006).
Ada beberapa pendapat tentang pengertian skizofrenia yaitu menurut Gunadi,
skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau pecah, dan
phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadinya pecahnya atau ketidakserasian
antara afeksi, kognitif dan perilaku. Jadi, skizofrenia mengacu kepada pepecahan ego-aspek
rasional dalam jiwa-sehingga penderitanya tidak lagi dapat membedakan antara alam khayal
dan alam riil. Menurut Kraepelin ada menyebutkan, dementia pre cock karena skizofrenia
mengalami kemunduran intelengensi sebelum waktunya.Bleuler menggunakan istilah
skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola
perilaku yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi.
Dengan demikian, tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi antara persepsi terhadap
kenyataan yang sebenarnya (Kaplan, 2006).
2. Penyebab
Penyebab skizofrenia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, walaupun begitu
banyak ahli yang mencoba mengemukakan beberapa teorinya. Menurut Fortinash, penyebab
skizofrenia sebagai berikut (Muslim, 2006):
1. Faktor biologi (teori teori somatogenesis)
a. Faktor faktor genetic (keturunan)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi seseorang sangat
kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia.
b. Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak)
Beberapa bukti memunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berasal dari
ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter yaitu kimiawi
otak yang memungkinkan neuron neuron berkomunikasi satu sama lain.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari neurotransmitter

dopamine yang berlebihan di bagian bagian tertentu otak atau dikarenakan


sensivitas yang abnormal terhadap dopamine.
c. Neuroanatomy (abnormalitas struktur otak)
Berbagai teknik imaging, seperti MRI telah membantu para ilmuwan untuk
menemukan abnormalitas structural spesifik pada otak pasien.
2. Teori model keluarga
Beberapa pola asuh kelurga memyebabkan gangguan perkembangan anak.
3. Teori budaya dan lingkungan
Skizofrenia dapat terjadi pada semua status soasial ekonomi tetap seringkali lebih
banyak ditemukan pada kelompok dengan social ekonomi rendah.
4. Teori belajar
Perilaku, perasaan dan cara berpikir seseorang diperoleh dari belajar.
3. Fase perjalanan
Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui fase
fase (Ingram, 2007):
1. Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi fungsi individu masih dalam keadaan normative.
2. Fase prodromal
Adanya perubahan dari fungsi fungsi pada fase premorbid menuju saat uncul
simtom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu atau
bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5 tahun.
Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi fungsi yang mendasar
(pekerjaan social dan rekreasi) dan muncul simtom yang nonspesifik, misalnya
gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah
lelah, dan adanya deficit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan
social.
Simptom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti
sudah mendekati mulai menjadi psikosis.
3. Fase psikotik
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase stabilisasi
dan kemudian fase stabil.
Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau.
Simptom negative sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak

mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.


Fase stabilisasi berlangsung selama 6 18 bulan, setelah dilakukan acute
treatment.

Pada fase stabil terlihat simptom negative dan residual dari simptom positif,
dimana simptom positif masih ada dan biasanya sudah kurang parah
dinbandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai
asimtomatis, sedangakan individu lain mengalami simtom nonpsikotik
misalnya merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia.

4. Gejala
Menurut Kay et membagi symptom skizofrenia atas (Loebis, 2012):
1. Simtom positif:
a. Waham
b. Kekacauan proses pikir
c. Perilaku halusinasi
d. Gaduh gelisah
e. Waham/ide kebesaran
f. Kecurigaan/kejaran
g. Permusuhan
2. Simptom negatif:
a. Afek tumpul
b. Penarikan emosional
c. Kemiskinan rapport
d. Penarikan
diri
dari
hubungan

social

3. Simptom psikopatologi umum:


a. Kekhawatiran somatic
b. Ansietas
c. Rasa bersalah
d. Ketegangan (tension)
e. Mannerism dan sikap tubuh
f. Depresi
g. Retardasi motorik
h. Ketidakkooperatifan
i. Isi pikiran yang tidak biasa
j. Disorientasi
k. Perhatian buruk
l. Kurangnya daya nilai dan

secara

pasif/apatis
e. Kesulitan dalam pemikiran
abstrak
f. Kurangnya spontanitas dan
arus percakapan

daya tilikan
m. Gangguan

dorongan

kehendak
n. Pengendalian impuls yang
buruk
o. Preokupasi
p. Penghindaran social secara
aktif

5. Kriteria diagnostik
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga
(PPDGJ III) mengkelompokkan symptom (Loebis, 2012):

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas(dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala kurang tajam atau kurang jelas)
a) Thought echo, thought insertion, thought withdrawal

dan

thought

broadcasting.
b) Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas merujuk
pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan
atau perasaan khusus dan persepsi delusional.

c) Suara halusinasi auditorik yang berkomentar secara terus-menerus terhadap


perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri,
atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari satu bagian tubuh.
d) Waham waham memnetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar seta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas
keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahkluk

asing dari dunia lain).


Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disetai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan yang menetap
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus-menerus.
f) arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sispan yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu, atau
fleksibilitas cerea, negativism, mutisme dan stupor.
h)

gejala negatif seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan respons


emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.

Adanya gejala gejala khas tersebut diatas telah selama kurun waktu satu bulan atau
lebih.

Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan,
sikap malas, tak bertujuan, sikap berdiam diri, dan penarikan diri secara social.

Subtipe skizofrenia yang umum pada ICD-10 dan DSM-IV:

Paranoid

Katatonik

Hebefrenik(disorganized)

Tak terinci(undifferentiated)

Residual

Skizofrenia Tak Terinci


Suatu tipe yang seringkali dijumpai pada skizofrenia. Pasien yang jelas skizofrenik
tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam salah satu tipe dimasukkan dalam tipe ini.
PPDGJ III mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu (Maslim, 2001):

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau


katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Kriteria diagnostic menurut DSM-IV yaitu (Saddok, 2007):


Suatu tipe skizofrenia di mana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A tetapi tidak
memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik.
Kriteria Diagnostik A:

Gejala karakteristik: dua atau lebih berikut, masing masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan
berhasil):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negative yaitu, pendataran afektif, alogia atau tidak ada
kemauan(avolition)
Catatan: hanya satu gejala criteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku
atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama
lainnya.

6. Pengobatan
Terdapat dua kaedah pengobatan skizofrenia yaitu (Saddok, 2007):
a. Medikasi antipsikotik
b. Intervensi psikososial
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian
telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis.

Antipsikotik
Pemilihan obat:
Tiga kelas obat yang utama, yaitu antagonis reseptor dopamine, risperidone dan
clozapine.
1) Antagonis reseptor dopamine
Merupakan obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan
skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan; pertama,hanya sejumlah kecil
pasien kemungkinan 25% cukup tertolong. Kedua,obat ini disertai dengan
efek yang merugikan yang menggangu dan serius (paling utama ataksia dan
gejala mirip parkinsonisme berupa tremor dan rigitas). Contoh antagonis
reseptor dopamine adalah remoxipiride
2) Risperidone
Obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis bermakna pada reseptor
serotonin tipe 2 (5 HT2) dan pada reseptor dopamine tipe 2 (D2). Obat ini
menjadi lini pertama dalam pengobatan skizofrenia.
3) Clozapine
Obat antipsikotik yang efektif dan suatu antagonis lemah terhadap reseptor D2
tetapi antagonis kuat terhadap reseptor D4. Obat ini pengobatan lini kedua.

Terapi psikososial
1. Terapi perilaku
Menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk
meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri social, latihan
praktis dan komunikasi interpersonal.
2. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi keluarga dapat diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi
menurukan stress dan mengatasi masalah dan penglibatan kembali pasien ke
dalam aktivitas.
3. Terapi kelompok
Biasanya memusatkan pada rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan
nyata. Efektif dalam menurunkan isolasi social, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas.

4. Psikoterapi individual
Terapi adalah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Terbagi
kepada psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi-tilikan.
7. Prognosis
Prognosis baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat social, seksual

dan

Prognosis buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset jelas
pekerjaan Riwayat social, seksual

dan

pekerjaan

pramorbid yang baik


pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood(terutama gangguan
Perilaku menarik diri, autistic
depresi)
Menikah
Tidak menikah, bercerai atau janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood
Riwayat keluarga skizofrenia
System pendukung yang baik
System pendukung yang buruk
Gejala positif
Gejala negative
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
Tabel 1: Pembagian prognosis baik dan prognosis buruk

DAFTAR PUSTAKA
1. Ingram, I.M, dkk. (2006). Catatan Kuliah Pskiatri. Jakarta: EGC
2. Kaplan, H. (2006). Pemeriksaan Status Mental. Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.
3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. 2001.
p.46-50.
4. Muslim, Rusdi. (2006). Diagnosa Gangguan Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK, Admajaya University.
5. Saddock B.J., Saddock V.A. Schizophrenia. In: Kaplan & Saddocks Synopsis of
Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams
& Wilkins Publishers, 2007.
6. Stuart, Gail. (2006). Buku Saku keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

7. Loebis B. Skizofrenia: Penanggulan Memakai Antipsikotik. Available from:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/687/1/08E00132.pdf

[Accessed

on: 22 August 2012]


8. Wardana P.A.K.Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga tentang Skizofrenia
dengan Kekambuhan pasien Skizofrenia di Unit Rawat Jalan RS.Jiwa Pusat
Dr.Soeharto

Heerdjan

Jakarta

tahun

2009

Available

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312031/bab2.pdf
[Accessed on: 22 August 2012]

from:

Anda mungkin juga menyukai