Pada fase stabil terlihat simptom negative dan residual dari simptom positif,
dimana simptom positif masih ada dan biasanya sudah kurang parah
dinbandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai
asimtomatis, sedangakan individu lain mengalami simtom nonpsikotik
misalnya merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia.
4. Gejala
Menurut Kay et membagi symptom skizofrenia atas (Loebis, 2012):
1. Simtom positif:
a. Waham
b. Kekacauan proses pikir
c. Perilaku halusinasi
d. Gaduh gelisah
e. Waham/ide kebesaran
f. Kecurigaan/kejaran
g. Permusuhan
2. Simptom negatif:
a. Afek tumpul
b. Penarikan emosional
c. Kemiskinan rapport
d. Penarikan
diri
dari
hubungan
social
secara
pasif/apatis
e. Kesulitan dalam pemikiran
abstrak
f. Kurangnya spontanitas dan
arus percakapan
daya tilikan
m. Gangguan
dorongan
kehendak
n. Pengendalian impuls yang
buruk
o. Preokupasi
p. Penghindaran social secara
aktif
5. Kriteria diagnostik
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga
(PPDGJ III) mengkelompokkan symptom (Loebis, 2012):
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas(dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala kurang tajam atau kurang jelas)
a) Thought echo, thought insertion, thought withdrawal
dan
thought
broadcasting.
b) Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas merujuk
pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan
atau perasaan khusus dan persepsi delusional.
Adanya gejala gejala khas tersebut diatas telah selama kurun waktu satu bulan atau
lebih.
Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan,
sikap malas, tak bertujuan, sikap berdiam diri, dan penarikan diri secara social.
Paranoid
Katatonik
Hebefrenik(disorganized)
Tak terinci(undifferentiated)
Residual
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
Gejala karakteristik: dua atau lebih berikut, masing masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan
berhasil):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negative yaitu, pendataran afektif, alogia atau tidak ada
kemauan(avolition)
Catatan: hanya satu gejala criteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku
atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama
lainnya.
6. Pengobatan
Terdapat dua kaedah pengobatan skizofrenia yaitu (Saddok, 2007):
a. Medikasi antipsikotik
b. Intervensi psikososial
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian
telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis.
Antipsikotik
Pemilihan obat:
Tiga kelas obat yang utama, yaitu antagonis reseptor dopamine, risperidone dan
clozapine.
1) Antagonis reseptor dopamine
Merupakan obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan
skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan; pertama,hanya sejumlah kecil
pasien kemungkinan 25% cukup tertolong. Kedua,obat ini disertai dengan
efek yang merugikan yang menggangu dan serius (paling utama ataksia dan
gejala mirip parkinsonisme berupa tremor dan rigitas). Contoh antagonis
reseptor dopamine adalah remoxipiride
2) Risperidone
Obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis bermakna pada reseptor
serotonin tipe 2 (5 HT2) dan pada reseptor dopamine tipe 2 (D2). Obat ini
menjadi lini pertama dalam pengobatan skizofrenia.
3) Clozapine
Obat antipsikotik yang efektif dan suatu antagonis lemah terhadap reseptor D2
tetapi antagonis kuat terhadap reseptor D4. Obat ini pengobatan lini kedua.
Terapi psikososial
1. Terapi perilaku
Menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk
meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri social, latihan
praktis dan komunikasi interpersonal.
2. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi keluarga dapat diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi
menurukan stress dan mengatasi masalah dan penglibatan kembali pasien ke
dalam aktivitas.
3. Terapi kelompok
Biasanya memusatkan pada rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan
nyata. Efektif dalam menurunkan isolasi social, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas.
4. Psikoterapi individual
Terapi adalah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Terbagi
kepada psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi-tilikan.
7. Prognosis
Prognosis baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat social, seksual
dan
Prognosis buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset jelas
pekerjaan Riwayat social, seksual
dan
pekerjaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ingram, I.M, dkk. (2006). Catatan Kuliah Pskiatri. Jakarta: EGC
2. Kaplan, H. (2006). Pemeriksaan Status Mental. Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.
3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. 2001.
p.46-50.
4. Muslim, Rusdi. (2006). Diagnosa Gangguan Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK, Admajaya University.
5. Saddock B.J., Saddock V.A. Schizophrenia. In: Kaplan & Saddocks Synopsis of
Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams
& Wilkins Publishers, 2007.
6. Stuart, Gail. (2006). Buku Saku keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
[Accessed
Heerdjan
Jakarta
tahun
2009
Available
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312031/bab2.pdf
[Accessed on: 22 August 2012]
from: