Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TUTORIAL HALUSINASI

DI RSJD Dr. RM SOEDJARWADI


PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
Rahmatul Amaliya : 24.15.0733
Mutia Fajrianti : 24.15.0734
Reni Agustin : 24.15.0735
I Wayan Edo Saputra : 24.15.0736
Hikmah Safrida : 24.15.0737
Iin Isnaini : 24.15.0738

Kelompok III B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PEGESAHAN

Telah disahkan Laporan Tutorial Halusinasi Di RSJD Dr. RM Soedjarwadi


Provinsi Jawa Tengah guna memenuhi tugas Stase Keperawatan Jiwa Program
Pendidikan Profesi Ners STIKES Surya Global Yogyakarta tahun 2016

Yogyakarta, Januari 2016

Mahasiswa

Kelompok III B

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(Suiib.,S.Kep,Ns.,CWCS) (Suwarno.,S.Kep,Ns.,M.Kes)
LAPORAN TUTORIAL

A. KASUS

Tn. S datang di IGD RSJD dengan kondisi bingung, bicara sendiri, senyum-senyum
sendiri, afek datar, rambut kotor, kulit dan kuku kotor, mata sayu. Hasil anamnese
dengan keluarga klien sudah 8 kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Di rumah banyak
di kamar, tidak mau interaksi dengan orang lain, beberapa hari ini tidak mau
merawat dirinya sendiri dan sulit tidur. Data penunjang : injeksi Diazepam 1mg / 1
ampul, Haloperidol 3 x 5 mg dan Trihesinpenidil 3x 2 mg.

B. SEVEN JUMP

1. Kata Kata Sulit


a. Afek datar
b. Mata sayu
c. Trihesinpenidil

2. Jawaban Kata-Kata Sulit


a. Afek datar adalah ekspresi wajah datar, komunikasi verbal tanpa ekspresi,
raut wajah datar.
b. Mata sayu adalah mata lemah seperti mengantuk dan tidak bergairah,
kontak mata kurang, mata yang disebabkan karena faktor keturunan atau
bawaan dan bisa juga karena mengantuk.
c. Trihesinpenidil adalah obat anti parkinson atau sejenis obat penenang.

3. PertanyaanSementara
a. Manfaat diazepam, haloperidol, trihensinpenedil
b. Berapa diagnosa yang muncul pada kasus tersebut ?
c. Pengertian dari diagnosa yang muncul
d. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan untuk semua diagnosa yang
muncul
e. Pohon masalah
f. Faktor yang mempengaruhi tanda dan gejala dari halusinasi
g. Apakah regimen terapeutik inefektif dan koping keluarga inefektif
termasuk dalam riwayat penyakit dahulu ?
h. Tindakan pertolongan pertama di IGD pada kasus tersebut
i. Diagnosa gadar apa yang muncul ?
4. Jawaban Sementara
a. Diazepam adalah obat penenang, haloperidol adalah obat penenang untuk
halusinasi, trihensinpenidil adalah anti parkinson atau obat penenang.
b. Halusinasi, defisit perawatan diri, koping keluarga inefektif, isolasi sosial,
dan regimen terapeutik inefektif.
c. - Halusinasi : gangguan persepsi namun tidak ada faktor eksternal
- Defisit perawatan diri : penuruna kemampuan seseorang dalam
menjaga dan memelihara kebersihan dirinya.
- Koping keluarga inefektif : ketidakmampuan keluarga dalam merawat
keluarga yanag sakit
- Isolasi sosial : ketidakmampuan seseorang dalam berinteraksi dengan
orang lain, lingkungan dan masyarakat (menarik diri)
- Regimen terapeutik inefektif : ketidakefektifan keluarga dalam
membantu keluarga yang sakit untuk minum obat.
d. - Halusinasi : mengajarkan cara menghardik , mengajak klien
untuk sering berkomunikasi, minum obat, meningkatkan spiritual, dan
memasukkan kegiatan yang diberikan pada jadwal harian.
- Defisit perawatan diri : identifikasi kebersihan, menjelaskan
keuntungan dari kebersihan diri, evaluasi dari apa yang diajarkan,
memasukkannya dalam jadwal kegaitan harian
- Koping keluarga inefektif : pendidikan kesehatan, kolaborasi dengan
keluarga dalam perawatan pasien dirumah.
- Isolasi sosial : identifikasi penyebab isolasisosial, mengajarkan cara
berkenalan 2-3, 4-5, menjadwalkan kegiatan untuk latihan kegiatan
harian, mengevaluasi kegiatan yang telah di jadwalkan dalam kegiatan
harian.
- Regimen terapeutik inefektif : mengidentifikasi telat obat, lebih banyak
berkomunikasi dengan pasien.

e. Pohon masalah

Perubahan persesi-sensori Defisit perawatan


(halusinasi) diri

Tidak efektifnya Isolasi sosial (menarik diri) Menurunnya motivasi


penatalaksanaan regimen perawatan diri
terapeutik

Gangguan konsep diri (harga dirirendah)


Tidak efektifnya
koping keluarga
Koping individu inefektif

f. Koping keluarga yang tidak efektif, telat minum obat, karea faktor genetik
atau bawaan, dan terjadi abnormalitas pada sistem syaraf.
g. Termasuk pada penyebab dan masalah dari riwayat penyakit pasien
sebelumnya.
h. TTV, anamnesa pasien dan keluarga, injeksi diazepam.
i. Halusinasi, tidak gawat tidak darurat, hanya saja membutuhkan
penanganan yang benar dan nyata.

5. LO (Learning Objektif )
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengerti pengertian halusinasi
2. Mahasiswa mampu meengetahui dan memahami macam-macam halusinasi
3. Mahasiswa mampu meengetahui dan memahami fase halusinasi
4. Mahasiswa mampu meengetahui dan memahami tanda dan gejala
halusinasi
5. Mahasiswa mampu mengerti dan memahami penyebab halusinasi
6. Mahasiswa mampu mengerti dan memahami pohon masalah pada
halusinasi
7. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui pemeriksaan penunjang pada
halusinasi
8. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan mengerti Intervensi
keperawatan pada halusinasi
9. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti terapi yang tepat diberikan
pada penderita halusinasi
10. Mahasiswa mampu mengerti, memahami dan mengetahui rencana tindak
lanjut yang akan diberikan pada penderita halusinasi.

6. Jawaban Menurut Referensi

a. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart &
Sundenn, 2006).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun.
(Maramis, 2005).
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Menurut Yosef (2010) halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa
dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang
khayal. halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang terepsi. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik
fungsional, psikotik maupun histerik.
Kondisi dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola
dari stimuli yang dating dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi
atau kerusakan respon terhadap stimulasi (Nurjannah, 2004).

b. Macam-macam Halusinasi
a) Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap
stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi. Halusinasi
dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu
tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 2006).
Tanda dan gejala rilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang berbicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak
sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak.
Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
b) Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan.
c) Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi
moral
d) Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu
e) Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit
f) Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia denagn
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
g) Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau ruangan atau
anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya phantom
phenomenon atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
h) Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

c. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam
empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirnya. Semakin erat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan
Karakteristik: klien mengalami persaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah, dantakut, serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang
lambat, jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan asyik sendiri.
b) Fase II: Condeming
Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik:
pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan.Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien: meningkatkan
tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian klien
menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c) Fase III: Controlling
Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik:
klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis. Perilaku klien kemauan
yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Klien mengalami
kesukaran berhubungan dengan orang lain dan rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d) Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya. Karakteristik:
pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah
halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intrevensi
terapeutik. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat.
Perilakuklien: perilaku terror akibatpanik. Klien berpotensi kuat untuk
melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan isi
halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia,
klien tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.

d. Manifestasi Klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan :
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap 1
a. Memberi rasa a. Mengalami ansietas, a. Tersenyum, tertawa
nyaman tingkat kesepian,rasa bersalah, dan sendiri.
ansietas sedang ketakutan. b. Menggerakkan
secara umum b. Mencoba berfokus pada bibir tanpa suara.
halusinasi pikiran yang dapat c. Pergerakan mata
merupakan suatu menghilangkan ansietas. yang cepat.
kesenangan c. Pikiran dan pengalaman d. Respon verbal yang
sensori masih ada dalam lambat.
kontol kesadaran NON e. Diam dan
PSIKOTIK berkonsentrasi.

Tahap 2
a. Menyalahkan a. Pengalaman sensori a. Terjadi peningkatan
b. Tingkat kecemasan menakutkan. denyut jantung,
berat secara umum b. Merasa dilecehkan oleh pernafasan dan
halusinasi pengalaman sensori tersebut. tekanan darah.
menyebabkan rasa c. Mulai merasa kehilangan b. Perhatian dengan
antipati kontrol. lingkungan
d. Menarik diri dari orang lain. berkurang.
e. Non Psikotik c. Konsentrasi
terhadap
pengalaman
sensorinya.
d. Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas

Tahap 3
a. Mengontrol. a. Klien menyerah dan a. Perintah halusinasi
b. Tingkat menerima pengalaman ditaati.
kecemasan berat. sensorinya (halusinasi) b. Sulit berhubungan
c. Pengalaman b. Isi halusinasi menjadi dengan orang lain.
halusinasi tidak atraktif. c. Perhatian terhadap
dapat ditolak lagi. c. Kesepian bila lingkungan
pengalaman sensori berakhir. berkurang, hanya
d. PSIKOTIK beberapa detik.
d. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat,
tampak tremor dan
berkeringat.
Tahap 4
a. Klien sudah a. Perilaku panik.
dikuasai oleh b. Resiko tinggi
halusinasi. mencederai.
b. Klien panik. c. Agitasi atau
kataton
d. Tidak mampu
berespon terhadap
lingkungan.

e. Penyebab dari Halusinasi


Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu
isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain. Faktor-faktor penyebab halusinasi antara lain:
a) Faktor Predisposisi
1) Faktor biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf syaraf
pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin
timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan
muncul perilaku menarik diri, tumor otak, strooke, infeksi otak,
ketidakseimbangn dari beberapa neurotransmitter misalnya
dopamine, serotonin, norepinefrin).
2) Faktor psikologis
(Konsep diri, intelektualisasi, kepribadian, moralitas, pengalaman
masa lalu, koping).
3) Sosiobudaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b) Faktor Presipitasi
1) Stresor internal
Dari individu sendiri seperti proses penuaan
2) Stresor eksternal
Dari luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan
lingkungan dan bencana.
3) Waktu / lama terpapar stresor
4) jumlah stresor

f. Pohon Masalah

Prilaku kekerasan Perubahan persesi-sensori Defisit perawatan


(halusinasi) diri

Tidak efektifnya Isolasi sosial (menarik diri) Menurunnya motivasi


penatalaksanaan regimen perawatan diri
terapeutik

Gangguan konsep diri (harga dirirendah)


Tidak efektifnya koping
keluarga

Koping individu inefektif

g. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah)
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Keluhan fisik yang dirasakan pasien
b) Pemeriksaan Penunjang
1. Hospitalisasi perawatan rumah
sakit
2. Pemberian obat-obatan seperti
halkoperidol, cpz, diazepam, amitriptylin, dan lain-lain.
3. Terapi ECT, merupakan kejang
listrik dan pengobatan fisik dengan mengunakan arus listrik antara
70-150 volt
4. Psikotrapi (menurut Dadang
Hawari,2001)

B. Penatalaksanaan Dan Terapi


1. Penatalaksanaan Kperawatan
Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek,
2000). Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina
hubungan terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung
jawab terhadap perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan
kesehatan: proses penyakit, dan perawatan serta fasilitasi kebutuhsn
belajar.
Adapun tindakan dalam manajemen halusinasi menurut Standar
Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia Pemerintah
Provinsi Daerah Yogyakarta (2006) adalah:
1) Terapi aktivitas kelompok (TAK Stimulasi Persepsi)
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu tindakan
keperawatan untuk klien gangguan jiwa. Terapi ini adalah terapi
yang pelaksanaannya merupakan tanggung jawab penuh dari seorang
perawat. Oleh karena itu seorang perawat khususnya perawat jiwa
harus mampu melakukan terapi aktivitas kelompok secara tepat dan
benar. Terapi Aktivitas Kelompok ini terdiri dari leader, co lider,
fasilitator, observer.
2) Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi
3) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus atau mengontrol
yang telah dipilih dan dilatih.
4) Beri kesempatan untuk melakukan cara mengontrol atau memutus
halusinasi yang telah dipilih atau dilatih
5) Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
6) Beri reinforcement positif kepada klien terhadap cara yang dipilih
dan diterapkan.
7) Libatkan klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum,
dan stimulasi persepsi halusinas
Menurut Stuart (2006) salah satu strategi dalam merawat klien
halusinasi dengan mengkaji gejala halusinasi yaitu:
1) Lama halusinasi
Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya
halusinasi
2) Intensitas
Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas
dan lama halusinasi
3) Frekuensi
Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang dialami
klien setiap hari.
2. Penatalaksanaan medis pada
halusinasi
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat
obatan dan tindakan lain, yaitu :
Psikofarmakologis
Obat obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia
adalah obat obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah :

Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian


Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, 1-40 mg
Permitil) 30-400 mg
Mesoridazin (Serentil) 12-64 mg
Perfenazin (Trilafon) 15-150 mg
Proklorperazin 40-1200 mg
(Compazine) 150-800mg
Promazin (Sparine) 2-40 mg
Tioridazin (Mellaril) 60-150 mg
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin)
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepi Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
n
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15.225

b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)


ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada
pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa
manik depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah
katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi
dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif),
berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4
minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan
tindakan ECT. Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat
dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat tidak berhasil. Pada
klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai
perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan
waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini
dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan
perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan
yang direkomendasikan. Sedangkan kontraindikasi dan komplikasi
dari tindakan ECT, adalah sebagai berikut:
a) Kontraindikasi: Peningkatan tekanan intra kranial (karena tumor
otak, infeksi SSP), Keguguran pada kehamilan, gangguan sistem
muskuloskeletal (osteoartritis berat, osteoporosis, fraktur karena
kejang grandmal), Gangguan kardiovaskuler: infark miokardium,
angina, hipertensi, aritmia dan aneurisma, Gangguan sistem
pernafasan, asma bronkial, Keadaan lemah.
b) Komplikasi: Luksasio dan dislokasi sendi, Fraktur vetebra,
Robekan otot rahang, Apnoe, Sakit kepala, mual dan nyeri otot,
Amnesia, Bingung, agresif, distruktif, Demensia.

4) Intervensi Keperawatan
Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
- Keluarga klien mengatakan klien - Klien terlihat bingung
- Klien terlihat bicara sendiri dan
sudah 8 kali di rawat di rumah
senyum-senyum sendiri.
sakit jiwa.
- Afek datar
- Keluarga klien mengatakan klien
- Rambut terlihat kotor, kulit dan
beberapa hari ini tidak mau
kuku terlihat kotor.
merawat dirinya sendiri. - Mata terlihat sayu
- Klien mengtakan sulut tidur
- Keluarga klien mengtakan klien
dirumah banyak di kamar, tidak
mau berinteraksi dengan orang
lain.

Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1. DS: Perubahan status mental Isolsi
- Keluarga klien mengtakan Ssosial
klien dirumah banyak di
kamar, tidak mau berinteraksi
dengan orang lain.
DO:
- Afek datar
- Klien terlihat bingung

2. DS: Demensia Confusi


DO: akut
- Klien terlihat bingung
- Klien terlihat bicara sendiri
dan senyum-senyum sendiri.

3. DS: Penurunan motivasi Defisit


- Keluarga klien mengatakan perwatan
klien beberapa hari ini tidak diri
mau merawat dirinya sendiri.

DO:
- Rambut terlihat kotor, kulit
dan kuku terlihat kotor.

4. DS: Ketidakefektifan koping Ketidakefe


- Keluarga klien mengatakan keluarga ktifan
klien sudah 8 kali di rawat di pemelihar
rumah sakit jiwa. aan
kesehatan
DO:
-

Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental


2. Konfusi akut
3. Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi
4. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan ketidakefektifan
koping keluarga
Rencana Keperawatan

N Diagnosa NOC NIC Paraf


o keperawatan
1. Isolasi sosial Setelah dilakukan tindakan Emotional support
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Diskusikan dengan
pasien tentang
perubahan status diharpakan isolasi sosial pasien
pengalaman emosi
mental dapat teratasi dengan kreteri
2. Dukung penggunaan
hasil :
mekanisme yang tepat
Family Environment Internal
(2601) 3. Bantu pasien mengenali
1. Ikut serta dalam kegiatan perasaannya seperti
cemas, marah atau
bersama keluarga
kesedihan

2. Pasien dapat 4. Mendengarkan


berkomunikasi dengan ungkapan perasaaan
klien dan menanamkan
keluarga
kepercayaan
3. mampu menerima 5. Diskusikan konsekuensi
kunjungan dari teman dari tidak menghadapi
rasa bersalah dan malu
atau anggota keluarga
6. Fasilitasi pasien untuk
4. Saling mendukung mengidentifikasi pola
dengan anggota keluarga respon yang biasa
dilakukan pada saat
mengatasi rasa takut

Social Interaction skills


1502(kemampuan interaksi
social klien meningkat):
1. kerjasama

2. sensitive

3. kemampuan untuk
berhubungan dengan
orang lain

4. kemampuan untuk
menjalin hubungan
dengan orang lain

5. kehangatan

6. kemampuan untuk
bersikap relaks

Skala penilaian:
1 : tidak pernah
ditunjukkan
2 : jarang ditunjukkan
3 : kadang ditunjukkan
4 : sering ditunjukkan
5 : selalu ditunjukkan
2. Confuse akut Setelah dilakukan intervensi Halusinasi Management
berhbungan dengan keperawatan selama 2 x 2. Bangun hubungan saling
pertemuan diharapkan klien percaya dengan klien
demensia
mampu menetapkan dan 3. Monitor dan atur tingkat
mengerti realita/kenyataan serta aktivitas dan stimulasi
menyingkirkan kesalahan dari lingkungan
persepsi sensori dengan kriteria 4. Pelihara lingkungan yang
hasil : aman
Distorted Thought Control 5. Sediakan tingkat
(1403): pengawasan pasien
1. Klien mampu mengenal 6. Catat tingkah laku klient
halusinasi yang mengindikasikan
halusinasi
2. Klien mampu
7. Pelihara rutinitas
mengendalikan halusinasi
konsisten
3. Klien mampu 8. Atur konsistensi
menyebutkan frekuensi pemberian perawatan
dari halusinasi sehari-hari
9. Dukung komunikasi
4. Klien mampu yang jelas dan terbuka
menggambarkan isi dari 10. Sediakan kesempatan
halusinasi pada klien untuk
mendiskusikan
5. Klien melaporkan
halusinasinya
penurunan halusinasi
11. Dukung pasien
6. Klien mampu bertanya mengekspresikan
mengenai validitas dari perasaanya dengan cara
realita yang tepat

7. Klien mampu menjalin


hubungan dengan orang
lain

Skala penilaian:
1: Tidak
pernah ditunjukkan

2: Jarang
ditunjukkan

3: Kadang
ditunjukkan

4: Sering
ditunjukkan

5: Selalu
ditunjukkan
Cognitive ability
1. Komunikasi yang jelas
sewajarnya untuk umur
dan kemampuan

2. Mendemonstrasikan
control terhadap kejadian
dan situasi

3. Memperhatikan

4. Konsentrasi

5. Mendemonstrasikan
ingatan pendek atau
segera

6. Mendemonstrasikan
ingatan terbaru

7. Memproses informasi

8. Membuat keputusan
penting

Skala :
1 : Sangat
berkompromi

2 : Pada intinya
berkompromi

3 : Sedang
berkompromi

4 : Sedikit
berkompromi

5 : Tidak
berkompromi

3. Defisit perawatan Setelah dilakukan intervensi Dressing (1630)


diri b/d penurunan selama 3 x pertemuan klien 1.
diharapkan mampu merawat Identifikasi tempat dimana
motivasi
dirinya sendiri dengan kretiria klien memerlukan
hasil : bantuan berpakaian
1. Selfcare, Activities Of Daily 2.
Living (ADL) (0300) Monitor kemampuan klien
a. Makan mandiri berpakaian sendiri
b. Berpakaian mandiri 3.
c. Mandi mandiri Minta klien berpakaian
d. Berhias mandiri setelah personal higiene
e. Kebersihan mandiri selesai
f. Kebersihan oral madiri 4.
Anjurkan klien untuk rajin
Skala : mengganti pakaian
1 : Tidak madiri tanpa
partisipasi Hair care (1670)
2 : Memerlukan bantuan 1. Cuci rambut sesuai
seseorang kebutuhan
3 : Memerlukan bantuan 2. Sisir rambut setiap
seseorang hari secara rutin
3. Monitor adanya luka
4: 4 : Mandiri dengan bantuan
atau ketombe dikepala
alat
4. Tata rambut klien
5: 5 : Sepenuhnya mandiri
sesuai keinginannya
5. Gunakan produk
rambut shampoo, minyak
rambut sesuai keperluan

Bathing (3610)
1. Mandi
dengan air sesuai
keperluan
2. Ajarkan
perawatan personal
3. Ajarkan
untuk sering cuci tangan
4. Monitor
kondisi kulit setelah
mandi.
5. Monitor
kemampuan klien dalam
mandi sendiri

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.

Johnson Marion, dkk, 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby

Keliat, budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta

Keliat, budi A. 2005. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. EGC : Jakarta

Mccloskey & Bulechek, 1996.Nursing Intervention Classification (NIC)


Nurjanah, Intansari, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Mocomedia :
Yogyakarta

Purwaningsih Wahyu, 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. NuMed : Yogyakarta

Santosa, Budi. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing
Intervention

Stuart GW, Sundeen, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta

Yosep Iyus, 2010. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama : Bandung

Anda mungkin juga menyukai