PENDAHULUAN1
Onset gejala umumnya timbul pada usia remaja akhir hingga pertengahan
30-an. Penyakit ini dapat menyerang segala etnis, namun berdasarkan studi
terbaru, predileksi penderita pada ras kulit hitam. Selain itu, jumlah penderita
laki-laki juga lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, meski selisih
jumlahnya tidak signifikan.
1
Pasien dengan skizofrenia secara tipikal ditemukan memiliki IQ yang
rendah baik sebelum terjadinya onset skizofrenia maupun setelah onset apabila
dibandingkan dengan populasi secara general. Penyebab terjadinya skizofrenia
dan hubungan dengan jenis skizofrenia masih belum diketahui secara jelas.2
Meskipun telah dipercayai bahwa penurunan neuropsikologi merupakan ciri
utama dari perkembangan premorbid skizofrenia menjadi bentuk kronis, masih
terdapat beberapa studi longitudinal yang meneliti perubahan fungsi
neuropsikologi sebelum dan sesudah onset skizofrenia.3
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Skizofrenia adalah suatu gangguan mental kronis dan berat yang mempengaruhi
bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku. Orang dengan
skizofrenia mungkin tampak seperti mereka telah kehilangan kontak dengan
kenyataan. Meskipun skizofrenia tidak umum seperti gangguan mental lainnya,
gejalanya bisa sangat melumpuhkan.6
1. Gejala positif adalah perilaku psikotik yang umumnya tidak terlihat pada
orang sehat. Orang-orang dengan gejala positif mungkin “kehilangan
kontak” dengan beberapa aspek realita.
3
Gejalanya termasuk :
- Halusinasi
- Delusi
- Gangguan pikiran (cara berpikir yang tidak biasa atau disfungsi
pikiran)
- Gangguan gerakan (gerakan tubuh yang gelisah)
2. Gejala negatif dikaitkan dengan gangguan terhadap emosi dan perilaku
normal.
Gejalanya termasuk :
- Afek datar (mengurangi ekspresi emosi melalui ekspresi wajah atau
nada suara)
- Kurangnya perasaan senang dalam kehidupan sehari-hari
- Kesulitan dalam memulai dan mempertahankan kegiatan
- Sedikit berbicara
4
C. Kelanjutan dari gejala bertahan selama setidaknya 6 bulan. Selama 6
bulan harus termasuk setidaknya 1 bulan gejala yang bertemu dengan
Kriteria A (contohnya; gejala fase aktif) dan mungkin termasuk waktu
dari gejala prodormal atau residual. Selama gejala prodormal atau
residual ini berlangsung, tanda dari gangguan mungkin hanya terdapat
gejala negatif atau dua atau lebih yang disebutkan pada Kriteria A
(contohnya; keyakinan aneh, pengalaman persepsi yang tidak biasa)
D. Gangguan skizoafektif dan depresi atau gangguan bipolar dengan
gejala psikotik telah tersingkirkan karena 1) tidak ada gejala depresi
berat atau episode manik yang terjadi bersamaan dengan gejala fase
aktif, atau 2) apabila episode gangguan mood terjadi selama gejala fase
aktif, episode tersebut telah muncul selama sebagian kecil dari total
durasi waktu aktif dan residual penyakit.
E. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat
(penyalahgunaan obat, tindakan medis) atau kondisi medis lainnya.
F. Apabila ada riwayat gangguan spektrum autisme atau gangguan
komunikasi sejak kecil, diagnosis skizofrenia hanya dibuat jika ada
halusinasi atau delusi yang menonjol dan ditambahkan dengan gejala
lainnya yang didapatkan pada skizofrenia telah terjadi setidaknya
selama 1 bulan (atau kurang jika berhasil ditatalaksana).
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas) :
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
5
- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
b. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya =
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau
ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat;
c. halusinasi auditorik :
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d. waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus ada secara jelas :
e. halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus menerus;
6
f. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
g. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
h. gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non
psikotik prodromal);
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
7
lebih tinggi disbanding kanan). Korteks medial frontal tersebut
merupakan bagian dari sirkuit cortical-striatal-thalamic, gangguan pada
sirkuit ini meyebabkan pasien menjadi apatis, letargis, lambat, serta
penurunan inisiatif. Selain itu juga terdapat gangguan transmisi
interhemisfer pada pasien skizofrenia. Umur juga menjadi salah satu
faktor penyebab penurunan metabolisme glukosa pada korteks medial
frontal, yang disebabkan oleh efek neurotoksik dari kelebihan dopamine
dan glutamat pada regio tersebut
Beberapa studi menunjukkan korelasi antara penurunan
metabolisme glukosa regional di otak dengan gejala skizofrenia.
Rendahnya metabolisme glukosa pada otak ini berkaitan dengan
munculnya gejala negative pada skizofrenia Gejala skizofrenia juga
meningkat pada pasien dengan peningkatan aktifitas dopaminergic pada
korpus striatum. Gejala positif mungkin berkorelasi dengan aktifitas
lobus temporal, hal ini dikarenakan ditemukannya gejala positif pada
kejadian pasca kejang pasien dengan pasien epilepsi lobus temporal kiri,
juga pada pasien yang mengalami atrofi temporal kortikal. Hal ini
menunjukkan bahwa gejala skizofrenia muncul pada peningkatan
aktifitas lobus temporal kortikal kiri. Beberapa studi juga menunjukkan
munculnya gejala positif dan negatif pada pasien dengan abnormalitas
lobus frontal.7
Pasien skizofrenia mengalami gangguan pada proses aktivasi
kognitif spasial dan temporal,yang disebabkan karena adanya kelainan
working memory Pada studi menggunakan transkranial Doppler
sonografi (TCD), terdapat penurunan viskositas aliran darah pada arteri
serebral anterior, media, dan posterior. Abnormalitas tersebut terdapat
pada korteks dorsolateral prefrontal, cinguloparietal, dan korteks
temporal. Pasien skizofrenia mengalami peningkatan supply darah pada
arteri serebral anterior (ACA) dan lobus temporal kiri, hal ini terjadi
sebagai kompensasi dari disfungsi neural parsial. Ketika distimulasi
dengan working memori, pasien skizofrenia mengalami pengaktifan area
8
kortikal yang lebih besar, namun terjadi penurunan aliran darah pada dan
tidak ada peningkatan viskositas aliran darah pada daerah tersebut.8
Penurunan aliran darah otak pada pasien skizofrenia berkaitan
dengan inaktivitas dan gejala katatonia. Studi mengatakan bahwa
penurunan aliran darah pada lobus temporal medial kiri, nucleus
kaudatus (karena kaya akan input dopaminergic) dan prefrontal
areamenyebakan timbulnya gejala psikomotor yang buruk, disorganisasi,
dan distorsi realitas pada penyakit skizofrenia.9
Pasien skizofrenia banyak yang mengalami anhedonia, dimana salah
satu studi mendapatkan keadaan penurunan kepasitas dalam merespon
domain olfaktori dengan perasaan senang. Ketidakmampuan tersebur
disebabkan karena penurunan aliran darah pada 3 daerah limbic, yaitu
nucleus akumbens, korteks insularis, dan girus parahipokampal juga di
daerah vermis serebralis (untuk aktivitas mental non motor). Hal ini juga
menyebabkan kesulitan dalalam menginterpretasi stimulus secara afektif.
Nukleus akumbens berfungsi sebagai respon terhadap keinginan dan
penolakan. Korteks insularis berfungsi sebagai integrasi rangsang
sensoris yang kemudian diinterpretasikan dengan respon emosi yang
sesuai. Girus parahipokampal berfungsi untuk kemampuan menghafal
dan mengingat pengalaman yang lalu.10
Pasien skizofrenia mengalami kesulitan dalam mempertahankan
stimulus pada irama lambat, juga kesulitan untuk beradaptasi pada
stimulus yang terbagi. Hal ini dikarenakan karena ketidakmampuan
untuk memproses stimulus pada keadaan optimal. Dengan kata lain,
pasien skizofrenia mengalami pengurangan atensi selektif.11 Pada orang
normal, P50 diinhbisi untuk dapat membedakan stimulus kedua pada
jarak 500ms setelah stimulus pertama. Penurunan dalam inhibisi P50 ini
terjadi pada pasien skizofrenia, hal ini yang menyebabkan gangguan
atensi. Penurunan tersebut didasari karena penurunan fungsi reseptor α7-
nikotinik kolinergik, reseptor ini mungkin juga berperan pada
skizofrenia yang diwariskan. Reseptor α7-nikotinik kolinergik terdapat
pada gen 15q13-14. Reseptor tersebut terdapat banyak pada daerah
9
hipokampus, selain itu juga terjadi penurunan jumlah neuron pyramidal
pada hipokampus. Nikotin dapat memperbaiki keadaaan tersebut dengan
meningkatkan inhibisi P50.12
Pada studi menggunakan real time PCR (qPCR), terdapat
disregulasi micro RNA (miR)-132 dan c-AMP-responsive element
binding (CREB)-regulated mRNA pada pasien skizofrenia pada korteks
prefrontal. Studi menunjukkan gen tersebut dapat diturunkan dengan
menginhibisi reseptor NMDA pada periode postnatal. Gen lain yang
diregulasi oleh miR-132 adalah P250GAP (meregulasi sinaps yang
overgrowth), DNMT3A (sebagai gen prediksi skizofrenia pada remaja),
GATA2 (regulasi postmitotik diferensiasi neural), dan PDE7B (gen
linkage pada skizofrenia). Disregulasi miR-132 menyebabkan gangguan
dalam maturasi GABA interneuron di korteks prefrontal.13
Pasien skizofrenia mempunyai kadar fosfomoester dan fosfat
inorganik yang lebih rendah, tetapi kadar fosfodiester yang lebih tinggi.
Juga jumlah N-asetil aspartate yang lebih rendah pada daerah
hipokampus dan lobus frontal.4
10
tetapi ada beberapa subjek yang menunjukkan hasil normal dalam
pemeriksaan fungsi kognitif. 11
11
Menurut studi, varian genetik yang terkait dengan gangguan kognitif
termasuk penurunan intelektual mungkin terkait dengan N-metil-d-aspartat
(NMDA)jaringan glutamate atau ekspresi gen delta 4-desaturase,
sphingolipid 2 (DEGS2. Glutamat adalah neurotransmitter rangsang utama
dari sistem saraf pusat (SSP) dan terlibat dalam fungsi saraf dasar dan
proses SSP, termasuk memori, pembelajaran dan plastisitas sinaptik.
Penurunan fungsi transmisi glutamate melalui reseptor NMDA yang
merupakan reseptor glutamateinotropik yang bergantung pada tegangan
telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Antagonis reseptor NMDA
termasuk phencyclidine dan ketamine, dapat menginduksi gejala psikotik
seperti skizofrenia dan gangguan kognitif pada individu tanpa skizofrenia
dan memperburuk gejala pada pasien skizofrenia. Pasien skizofrenia
memiliki kepadatan yang menyimpang dan komposisi subunit reseptor
NMDA pada otak postmortem.
Sejak lahir sampai seterusnya, gen DEGS2 paling banyak diekspresikan
dalam korteks prefrontaldorsolateral (DLPFC) yang merupakan komponen
utama dari korteks asosiatif tingkat tinggi yang terkait dengan skizofrenia
dan fungsi kognitif. Sphingomyelin adalah jenis sphingolipid, dan kelainan
sphingomyelin dapat menyebabkan beberapa penyakit CNS, termasuk
skizofrenia. Rendahnya DEGS2 berkorelasi dengan rendahnya distribusi
fitosfingolipid. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas peran
jaringan glutamat dan ekspresi gen DEGS2 dalam patogenesis penurunan
intelejensi pada skizofrenia.17
12
dengan konsultasi ke psikiater. Obat Terapi antipiskosis oral harus diberikan
pada pasien skizofrenia eksaserbasi akut dan dengan gejala psikosis yang
rekuren. Pasien juga harus diinformasikan mengenai kemungkinan relaps
jika pengobatan dihentikan dalam 1-2 tahun pertama. Pasien skizofrenia
yang menerima obat antipskosis mengalami perbaikan kualitas hidup,
namun mengalami peningkatan insidens kenaikan berat badan, sedasi, dan
gangguan pergerakan. Oleh karena itu, pasien yang mengalami perbaikan
gejala harus mendapatkan terapi maintenance. Pasien yang mendapat
perbaikan dalam 2-4 minggu diprediksi memiliki respon jangka panjang
yang baik, meskipun butuh beberapa bulan untuk mencapai efek maksimal.
Pasien harus mendapatkan terapi yang adekuat (setidaknya 4 minggu pada
dosis terapetik) sebelum memutuskan untuk menghentikan atau mengganti
dengan obat yang lain.
Studi menunjukkan tidak ada perbedaan dalam perbaikan kualitas
hidup diantara kedua golongan obat. Perbedaan utama diantara kedua
kelompok obat tersebut adalah pada efek samping, dimana generasi pertama
lebih banyak menyebabkan gejala ekstrapiramidal, seperti pseudoparkinson,
akatsia (sensasi ketidakmampuan untuk mempertahankan posisi ), dan
distonia, sedangkan generasi kedua lebih banyak menyebabkan peningkatan
perubahan metabolik, seperti : kenaikan berat badan, resistensi insulin,
hiperglikemia, dan abnormal lipid. Oleh karena itu pasien harus dimonitor
secara rutin untuk efek samping dan dijaga pada dosis efektif terendah untuk
mengkontrol gejalanya. Obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki
gejala ekstrapiramidal yaitu : propranolol, lorazepam, amantadine,
benztropine, dan difenhidramin. Efek samping lain yang dapat muncul pada
penggunaan jangka panjang adalah tardive dyskinesia pada otot muka,
gejalanya yaitu pipi menggembung, lidah menjulur, pergerakan rahang, dan
bibir berkerut. Kondisi ini biasanya ireversibel, tetapi membaik jika obat
dihentikan. Pasien yang mendapatkan clozapine (generasi kedua) beresiko
tinggi untuk mengalami agranulositosis, sehingga direkomendasikan untuk
dilakukan pemeriksaan darah lengkap setiap minggu selama 6 bulan.
13
Terapi tambahan yang dapat dilakukan kepada pasien skizofrenia
adalah dengan cognitive behavior theraphy (CBT), intervensi keluarga,
serta pelatihan ketrampilan social. CBT terutama membantu dalam
perbaikan emosi dan perasaan distress. Pasien yang diterapi kombinasi
lebih sedikit yang mengalami relaps.
14
yang disorganisasi. Gejala negative dicirikan dengan gangguan pada
fungsi kognitif, afektif, dan penarikan diri secara pasif. Patologi umum
terdiri atas beberapa gangguan, seperti disorientasi, atensi ang buruk,
penurunan insight, dan penolakan kehidupan social secara aktif. Positif
dan negative terdiri atas 7 indikator (P1-P7, N1-N7) sedangkan patologi
umum terdiri atas 16 indikator (G1-G16). Setiap indicator diberikan nilai
1 sampai 7 (1 = absen, 2 = minimal, 3 = ringan, 4 = sedang, 5= sedang-
berat, 6 = berat, 7 = sangat berat).
15
Tabel 2. Ciri untuk mempertimbangkan prognosis baik hingga buruk
pada skizofrenia4
Prognosis baik Prognosis buruk
16
BAB 3
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
9. Liddle P, Friston K, Frith C, Hirsch S, Jones T, Frackowiak R. Patterns
of cerebral blood flow in schizophrenia. British Journal of Psychiatry.
1992;160:179-186.
10. Crespo-Facorro B, Paradiso S, Andreasen N, O'Leary D, Watkins G,
Ponto L et al. Neural Mechanisms of Anhedonia in Schizophrenia.
JAMA. 2001;286(4):427.
11. Baribeau-Braun J, Picton T, Gosselin J. Schizophrenia: a
neurophysiological evaluation of abnormal information processing.
Science. 1983;219(4586):874-876.
12. Freedman R, Coon H, Myles-Worsley M, Orr-Urtreger A, Olincy A,
Davis A et al. Linkage of a neurophysiological deficit in schizophrenia to
a chromosome 15 locus. Proceedings of the National Academy of
Sciences. 1997;94(2):587-592.
13. Miller B, Zeier Z, Xi L, Lanz T, Deng S, Strathmann J et al. MicroRNA-
132 dysregulation in schizophrenia has implications for both
neurodevelopment and adult brain function. Proceedings of the National
Academy of Sciences. 2012;109(8):3125-3130.
14. Shankar G, Nate C. Positive and Negative Syndrome Scale as a long-
term outcome measurement tool in patients receiving clozapine ODT: A
Pilot Study. Pharmacy Practice (Internet). 2007;5(1):42-45.
15. Maria H, Nikolaj B, Egil R, Mette N et al. The impact of schizophrenia
and intelligence on the relationship between age and brain volume.
Schizophrenia Research: Cognition. 2019 (1-6).
16. Cagri Y, Julie M, Ann S, Danielle L et al. Gray matter volume in
schizophrenia and bipolar disorder with psychotic features. HHS Public
Access. 2012, 138(2-3): 177-182
17. Kazutaka O, Chika S, Haruo F, Yuka Y et al. A brief Assessment of
intelligince decline in schizophrenia as representated by the difference
between current and premorbid intellectual quotient. Frontiers in
psychiatry, 2017.
19