Anda di halaman 1dari 82

Case Report Session

Skizoafektif
Tipe Manik
M. Reza Ramdhika 2110070200091
Muhammad As’Ari 2110070200141
Fadhil Muhammad Arfi 2110070200142

PRESEPTOR: dr. Shinta Brisma, Sp.Kj


Bab I

Pendahul
uan
Latar Belakang
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandai dengan
adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan
afektif. Pada gangguan skizoafektif, gejala klinis berupa gangguan
episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol
dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara
bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik
menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan
skizoafektif tipe manik.
Pengobatan untuk gangguan skizoafektif merespon baik terhadap
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang
gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat
antipsikotik dengan mood stabilizer cenderung bekerja dengan baik.
Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-
edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long
acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan
skizoafektif
Tujuan
• Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini betujuan untuk melengkapi syarat kepaniteraan
klinik senior (KKS) bagian jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin
Padang.

• Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan skizoafektif tipe manik
mulai definisi sampai penatalaksaan.
Manfaat
Bagi Institusi
Bagi Penulis Pendidikan

01 02
Sebagai bahan acuan dalam Dapat dijadikan sumber referensi atau
mempelajari, memahami dan bahan perbandingan bagi kegiatan
mengembangkan teori mengenai yang ada kaitannya dengan pelayanan
skizoafektif tipe manik. kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan skizoafektif tipe manik.

Bagi Masyarakat

03 Dapat memenuhi ilmu pengetahuan


terhadap penyakit beserta
pencegahan dan pengobatan
skizoafektif tipe manik.
Bab II
Tinjauan
Pustaka
Skizoafektif Tipe
Manik
Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik
skizofrenia maupun gangguan afektif. Gangguan skizoafektif
memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang
menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe
manik dan tipe depresif.

Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik


yang persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-
sama dengan masalah suasana (mood disorder) seperti
depresi, manik, atau episode campuran
Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan.

1 2 3
Gangguan skizoafektif mungkin merupakan
Gangguan skizoafektif mungkin Gangguan skizoafektif mungkin
suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe
merupakan suatu tipe skizofrenia merupakan ekspresi bersama-sama
yang tidak berhubungan dengan skizofrenia
atau suatu tipe gangguan mood. dari skizofrenia dan gangguan mood.
maupun suatu gangguan mood.

4 5
Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan Sebagian besar penelitian telah
skizoafektif adalah kelompok gangguan yang menganggap pasien dengan gangguan
heterogen yang meliputi semua tiga skizoafektif sebagai suatu kelompok
kemungkinan pertama. heterogen.
Epidemiologi

Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para
wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut
daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan
skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran
atau ketidaksesuaian afek yang nyata
Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari
populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit
karena gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering
daripada gangguan bipolar. Prevalensi pada pria lebih rendah daripada
wanita. Onsaet umur pada wanita lebih besar daripada pria, pada usia tua
gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda
lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki-laki dengan gangguan
skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial
Tanda dan
Gejala
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood
maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara
simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Gejala skizofrenik dan manik menonjol
pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan
pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas
pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan
dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun
depresif.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Thought = isi pikiran


• “thought echo” yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama
namun kualitasnya berbeda.
• “thought insertion or withdrawl” yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya.
• “thought broadcasting” yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
b. Delusion = waham
• “delusion of control” yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu
kekuatan tertentu dari luar.
• “delusion of influence” yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekutan tertentudari luar atau
• “delusion of passivity” yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau pengindraan khusus)
• “delusional perception” yaitu pengalaman indrawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat)
c. Halusinasi Pendengaran
• Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien atau;
• Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara) atau
• Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat dianggap


tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a) Halusinasi yang menetap dari PL-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-value ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.
d) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan mennurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa hal
tersebut tidak disebabkan depresi atau neuroleptika
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku
untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam


mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan tidak berbuat sesuatu, sikap larut dan dalam diri sendiri
(self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Diagnosis
Kriteria Diagnostik untuk
Gangguan Skizoafektif
(DSM-IV) :
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat
baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala
yang memenuhi criteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya
2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk Sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Subtipe skizoafektif berdasarkan DSM-IV :
• Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau
campuran (atau suatu manik suatu episode campuran dan episode
depresif berat)
• Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif,
tipe depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika
episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran
danepisode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita
tipe depresif.
Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif
berdasarkan PPDGJ- III :

• Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-


gejaladefinitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan
gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama,
dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit
tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
• Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit
yang berbeda.
• Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif
setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis
F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat
mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif(F25.1) atau campuran dari keduanya
(F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresif (F30-F33)
• Gangguan skizoafektif yaitu gejala skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol atau dalam beberapa hari sesudah
yang lain, tetapi dalam satu episode penyakit (tidak memenuhi
kriteria diagnosis skizofrenia maupun gangguan afektif).
Pedoman diagnosis gangguan skizoafektif tipe manik berdasarkan
PPDGJ-III yaitu :

1). Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe
manik.

2). Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu
menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.

3). Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua,
gejala skizorenia yang khas. Pemeriksaan status psikiatri pada pasien ditemukan
didapatkan penampilan wajar, roman muka tampak gembira, kontak verbal dan
visual cukup, mood euforia, afek inappropriate, bentuk pikir logis realis, arus pikir
koheren, isi piker waham kebesaran dan curiga ada, pada dorongan instingtual
didapatkan ada riwayat insomnia dan raptus.
Dari gejala di atas, pasien memenuhi kriteria
skizofrenia yaitu
adanya waham kebesaran dan curiga, afek yang
inappropiate
sehingga dapat digolongkan skizofrenia.
Disamping itu, juga
tampak adanya gejala gangguan mood yaitu
muka tampak
gembira, mood euforia, berpakaian yang aneh
sehingga
berdasarkan PPDGJ-III tampak adanya gejala
skizofrenia
bersamaan dengan gangguan mood sehingga
Diagnosis
Banding
Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu
dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien
yang diobati dengan steroid,
penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien
dengan epilepsi lobus
temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan
gangguan mood yang
bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua
kemungkinan yang biasanya
dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Didalam praktik
klinis, psikosis pada saat
datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa
tersebut atau masa lalu.
Tatalaksana
Psikofarmaka
Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik
yaitu pengobatan dengan obat antipsikotik yang
dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan
dengan antipsikotik saja. Carbamazepine adalah obat
antikejang yang digunakan sebagai stabilizer mood
Cara kerja mood stabilizer yaitu membantu
menstabilkan kimia otak
tertentu yang disebut neurotransmitters yang
mengendalikan temperamen
emosional dan perilaku dan menyeimbangkan kimia
otak tersebut
sehingga dapat mengurangi gejala gangguan
Non Farmakologi

Terapi kognitif
(Cognitive Pengobatan
Psikoedukasi
Behavioral Therapy) Psikososial : Pasien
terhadap pasien jika
dengan dapat terbantu
kondisi sudah
megembangkan cara dengan kombinasi
membaik
berpikir alternatif, terapi keluarga,
fleksibel, dan positif latihan keterampilan
serta melatih sosial, dan
kembali respon rehabilitasi kognitif
kognitif dan pikiran
Prognosis
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai
prognosis yang mirip dengan
prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang
buruk; onset yang perlahan
lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit
atau gejala negatif; onset yang
awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.
Lawan dari masing- masing
karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.

Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak
meramalkan perjalanan
penyakit.Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis
kelamin pada hasil akhir
gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin
Bab III

Laporan
Kasus
1.IDENTITA
S
1. Nama (inisial) : Tn. N
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tempat & tanggal lahir/ Umur : Padang, 1 Oktober 2022 / 20 tahun
4. Status perkawinan : Belum menikah
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Suku bangsa : Minang
7. Agama : Islam
8. Pendidikan : SMA
9. Pekerjaan : Tidak Bekerja
10.Jumlah Anak : Tidak ada
11. Alamat : Padang
12.Tanggal Masuk : 7 Agustus 2022
2.RIWAYAT PSIKIATRI
A. Keluhan Utama

Pasien mengalami gelisah sejak 1


minggu yang lalu
B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Pasien diantar oleh keluarganya ke RSJ HB Saanin karena gelisah sejak 1


minggu yang lalu. Pasien mendengar suara bisikan, suara bisikan itu tidak jelas
bagi pasien. Pasien sering tertawa sendiri dan sering marah-marah, pasien
gampang marah terutama bila adeknya tidak rapi dia langsung memarahinya
sambil bicara kotor. Pasien juga ada membakar peralatan dapur. Pasien tidak
menangis tiba-tiba dan sedih, lalu ide untuk bunuh diri tidak ada. Pasien merasa
paling hebat dilingkungan keluarganya, teruatam antara dia dengan saudaranya.
Perintah dia harus dipatuhi, bila tidak dia akan tersinggung dan marah.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien juga banyak bicara dan apa yang dibicarakannya tidak jelas. Pasien
merasa paling hebat dirumah terutama antara saudaranya. 1 bulan yang lalu
pasien putus dengan pacarnya dan menyekap pacarnya. Nafsu makan pasien
berkurang, tidur kurang.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Saat dilakukan anamnesa, pasien dalam keadaan sadar dan mampu


menjawab pertanyaan yang diajukan. Pasien mengatakan bahwa
pertama kali datang dibawa oleh keluarganya. Pasien menyangkal
dirinya sakit dan merasa bahwa kedatangannya ke RSJ HB Saanin
ini tanpa sebab dan saat diperiksa dia mengaku hanya sakit perut.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a) Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien pertama kali dirawat inap RSJ HB Saanin.

b) Riwayat Gangguan Medis


Pasien pernah kecelakaan dengan penurunan kesadaran, pasien tidak ada kejang.

c) Riwayat Penggunaan NAPZA


Pasien tidak ada riwayat penggunaan NAPZA.

d) Riwayat Konsumsi Alkohol


Pasien ada riwayat mengonsumsi tuak saat SMP
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
a) Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan

b) Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 Tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak usianya

c) Riwayat Masa Kanak Pertengahan (4-11 Tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak usianya

d) Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja


Pasien dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
e) Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan :SMA
2. Riwayat Pekerjaan :Tidak bekerja
3. Riwayat Perkawinan :Belum menikah
4. Agama :Islam
5. Riwayat Hukum :Tidak pernah berurusan dengan hukum dan
pihak berwajib
6. Riwayat Psikoseksual :Pasien tertarik dengan lawan jenis
E. Riwayat Keluarga
Ayah Kandung Pasien mengalami gangguan jiwa
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
X Meninggal
P Pasien
P
F. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya

Pasien menyangkal dirinya sakit


G. Persepsi Keluarga Tentang Diri dan Kehidupan Pasien

Keluarga mengetahui pasien mengalami gangguan jiwa,


keluarga berharap pasien dapat segera sembuh dan
beraktivitas seperti biasa
H. Impian, Fantasi, dan Nilai-Nilai

Pasien ingin pulang dan ingin menjadi polisi.


I. Status Mental

a.Deskripsi umum
Penampilan : Laki-laki, sesuai usia, rapi
Psikomotor : Gelisah
Sikap : Kooperatif

b.Mood dan Afek


-Mood : Hipertim
-Afek : Luas
-Keserasian : Serasi
I. Status Mental

c. Pembicaraan : Spontan, volume normal, artikulasi jelas


d.Gangguan Persepsi : Halusinasi Auditorik (+)

e. Pikiran
-Proses pikir : Koheren
-Isi pikir : Waham kebesaran (+)
I. Status Mental

e. Sensorium dan kognisi

-Kesadaran : Komposmentis koperatif


-Orientasi
o Tempat : Baik, pasien mengetahui tempat dimana dirawat
o Waktu : Baik, pasien mengetahui saat kami melakukan anamnesa dilakukan siang
hari
o Orang : Baik, pasien dapat mengingat nama kami sebagai pemeriksa saat
datang memeriksa pasien.
I. Status Mental

e. Sensorium dan kognisi

-Daya Ingat
o Daya ingat jangka panjang : Baik, pasien mengetahui dimana lokasi SD nya
o Daya ingat jangka sedang : Baik, Pasien mengingat kapan pasien masuk pertama kali
ke RSJ HB Saanin Padang
o Daya ingat jangka pendek : Baik, pasien mengingat lauk apa yang diberikan saat
sarapan

-Konsentrasi : Baik, pasien mampu berkonsentrasi dan menjawab pertanyaan.


Perhatian pasien tidak mudah teralihkan
I. Status Mental
e. Sensorium dan kognisi

-Membaca dan menulis : Baik, Pasien dapat membaca nama pasien dan
menulisnya di kertas.

-Kemampuan visuospasial : Baik, pasien mampu menggamabr kubus.

-Pikiran abstrak : Baik, pasien mengetahui arti pribahasa “Tong kosong


nyaring bunyinya” : Seorang pandai bicara, tapi skillnya kurang.

-Intelegensia dan informasi : Baik, pasien mengetahui nama Presiden RI


sekarang.
I. Status Mental

g) Pengendalian impuls : Baik


h )Daya nilai dan tilikan :
-Nilai sosial : Baik, pasien mau ikut bantu tetangga, bila
tetangga mengalami kebakarn.
-Daya nilai : Baik, pasien mengatakan jika menemukan dompat
dijalan maka ia akan mengembalikan dompet tersebut
-Penilaian realita : Terganggu, karna ada waham dan halusinasi
-Tilikan :I
I. Status Mental

i)Taraf dapat dipercaya : Kurang dapat dipercaya


3. STATUS INTERNUS
1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Komposmentis kooperatif
3. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
4. Nadi : 91 x/menit
5. Nafas : 19 x/menit
6. Suhu : 36,7°C
7. Sistem Kardiovaskuler : Dalam batas normal
8. Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
9. Kelainan Khusus : Tidak ditemukan
4. STATUS
NEUROLOGIKUS
1. GCS :E4M6V5

2. Tanda Rangsangan Meningeal : tidak ada

3.Tanda-tanda efek samping piramidal


a. Tremor tangan : tidak ada
b. Akatisia : tidak ada
c. Bradikinesia : tidak ada
d. Cara berjalan : normal
e. Keseimbangan : seimbang
f. Rigiditas : tidak ada
5. Pemeriksaan
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin pada pasien
tidak ditemukan adanya kelainan
semuanya dalam batas normal.
6. Formulasi Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit
dan pemeriksaan pada pasien, ditemukan adanya
perubahan perilaku dan perasaan secara klinis dan
disabilitas dalam fungsi sosial. Dengan demikian,
berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan jiwa.
Aksis I
Berdasarkan anamnesa riwayat penyakit medis,
pasien tidak mengalami trauma kepala dan
penyakit lain yang secara fisiologis dapat
menimbulkan disfungsi otak sebelum
menunjukkan gangguan jiwa, oleh karena itu
gangguan menal organik dapat disingkirkan (F00-
F09)
 
Pada pasien juga tidak ditemukan riwayat penggunaan NAPZA dan
alkohol sehingga diagnosa gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan (F10-F19).
Berdasarkan anamnesa, pasien memiliki gejala skizofrenia yaitu
waham kebesaran, halusinasi auditorik dan memiliki gangguan afek
yaitu irritable. Gejala tersebut timbul bersamaan dan sama-sama
menonjol maka pasien masuk ke kriteria diagnosa Skizoafektif Tipe
Manik (F20.0).
Aksis II :
Pada pasien tidak ditemukan gangguan kepribadian yang bermakna
sehingga pada aksis II tidak ada diagnosis

Aksis III :
Pada pasien tidak ditemukan kondisi medik umum yang cukup
bermakna sehingga pada aksis III tidak ada diagnosis
Aksis IV :
Pada pasien tidak ditemukan kondisi medik umum yang cukup
bermakna sehingga pada aksis IV tidak ada diagnosis

Aksis V :
Pada aksis V penilaian global assesment of functional (GAF) skala
pada pasien ini GAF 60-51.
7. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Tidak ada diagnosa
Aksis V : GAF 60-51
8. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Risperidon 2x2 mg
Lorazepam 1x0,5mg
Depacote 2x250 mg
2. Psikoterapi
a. Suportif
 Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien.
 Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur.
 Menyarankan pasien agar lebih mengontrol emosinya.
 Memberikan edukasi kepada pasien mengenai bahaya penggunaan
zat psikoaktif
 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk tetap mendukung
pasien dan tetap sabar menghadapi pasien, karena dibutuhkan
waktu dan kesabaran yang lebih dalam proses penyembuhan
pasien.
b. Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul
akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan
sikapnya terhadap masalah yang dihadapi.

c. Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung
kesembuhan pasien dan dapat menerima kondisi pasien.
d. Sosial-budaya
Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan
melakukan hobi atau pekerjaan yang disukai pasien dan
bermanfaat.

e. Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan
ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu
menjalankan sholat lima waktu, menegakkan amalan sunah
seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.
.
9. PROGNOSIS
Quo et vitam : Dubia ad Bonam
Quo et fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo et sanationam : Dubia ad Bonam
No. Faktor- Faktor Prognosis Prognosis
Baik Buruk

1. Usia - Muda

2. Onset Akut -

3. Faktor Prepitasi Ada -

4. Riwayat Premorbid Baik -

5. Pernikahan - Belum menikah

6. Riwayat Keluarga Tidak ada -

7. Gejala Positif Negatif

8. Remisi Tidak ada -

9. Dukungan Keluarga Ada -

  TOTAL 7 3
10. Follow up
8 Agustus S/ P/
2022  Pasien sudah tidak mendengar suara bisikan Risperidon 2x2 mg
 Perasaan marah mulai berkurang. Lorazepam 1x0,5 mg
 Tidur pasien sudah bisa diarahkan tidur malam. Depacote 2x250 mg
 Nafsu makan ada  
O/
KU : Baik
Kesadaran : Komposmentis koperatif
Penampilan :laki-laki, seperti usia, rapi
Perilaku dan aktivitas motorik : aktif
Sikap terhadap pemeriksa ; koperatif
Mood :disforik
Afek :luas
Verbal : spontan, volume sedang, artikulasi jelas
Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik (+)
Proses pikir : koheren
Isi pikir :Waham kebesaran (-)
Orientasi : baik
Tilikan :I
Penilaian realita :Terganggu

A/
Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Tidak ada diagnosa
Aksis V : GAF 60-51
9 Agustus 2022 S/ P/
 Pasien sudah tidak mendengar suara bisikan Risperidon 2x2 mg
 Pasien menyatakan emosinya dapat dikontrol Lorazepam 1x0,5 mg
 Tidur membaik dan teratur Depacote 1x250mg
 Nafsu ada  
 
O/
KU : Baik
Kesadaran : Komposmentis koperatif
Penampilan :laki-lakin, rapi, sesuai usia
Perilaku dan aktifitas motorik : aktif
Sikap terhadap pemeriksa : koperatif
Mood :Eutim
Afek :luas
Verbal : spontan, volume sedang, artikulasi jelas
Gangguan persepsi :Halusinasi auditorik (-)
Proses pikir : koheren
Isi pikir :Waham kebesaran (-)
Orientasi : baik
Tilikan :I
Penilaian realita :tidak terganggu
 
A/
Aksis I : Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Tidak ada diagnosa
Aksis V : GAF 70-61
Bab IV

Analisa
Kasus
Tn. N diantar oleh keluarganya ke RSJ HB Saanin karena gelisah
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mendengar suara bisikan, suara
bisikan itu tidak jelas bagi pasien. Pasien sering tertawa sendiri dan
sering marah-marah, pasien gampang marah terutama bila adeknya
tidak rapi dia langsung memarahinya sambil bicara kotor. Pasien juga
ada membakar peralatan dapur. Pasien tidak menangis tiba-tiba dan
sedih, lalu perasaan untuk bunuh diri tidak ada. Pasien juga banyak
bicara dan apa yang dibicarakannya tidak jelas. Pasien merasa paling
hebat dirumah terutama antara saudaranya. 1 bulan yang lalu pasien
putus dengan pacarnya dan menyekap pacarnya. Nafsu makan pasien
berkurang, tidur kurang..
Berdasarkan PPDGJ III, Skizoafektif tipe manik memiliki satu atau
lebih baik dua gejala skizofrenia (a-d), dimana pada pasien ini
ditemukan halusinasi auditorik serta adanya waham kebesaran. Adanya
gangguan afek, dimana pada pasien ini didapatkan bahwa pasien
mengalami peningkatan afek disertai irritabilitas yang ditemukan
bersamaan dengan gejala skizofrenia dan sama-sama menonjol.
Pasien diberikan terapi obat antipsikotik generasi II yaitu
Risperidone 2 x 2 mg dengan kerja obat tersebut untuk menghambat
reseptor dopamin dan serotonin, serta obat ini juga dapat mengurangi
gejala positif dari skizofrenia dan memiliki efek samping
ekstrapiramidal sindrom yang minimal. Pasien diberikan obat
antikovulsan jenis benzodiazepin yaitu lorazepam 1x0,5 mg bekerja
untuk meningkatkan aktivitas gamma-aminobutyric acid (GABA).
GABA merupakan neurotransmitter yang berfungsi untuk mengurangi
keaktifan dari sel saraf yang ada di otak, sehingga menimbulkan efek
lebih tenang.
Selain diberikan obat, edukasi perlu dilakukan kepada pasien yaitu
menjelaskan penyakit yang diderita pasien dan penyebab penyakit
tersebut. Selain itu perlu juga diberikan edukasi tentang pentingnya
minum obat, efek samping obat dan efek yang timbul jika putus obat.
Menjelaskan pentingnya pasien untuk rutin kontrol ke dokter psikiatri.
Edukasi juga dilakukan kepada keluarga pasien agar memberikan
dukungan kepada pasien serta menjelaskan efek samping obat dan
pentingnya mengawasi pasien dalam minum obat.

terimakasih

Anda mungkin juga menyukai