Anda di halaman 1dari 5

SKIZOAFEKTIF

1. Pengertian
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan
adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif.
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah
dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood.
Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang
bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat dan yang
paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan
yang menetap ketiga kemungkinan pertama (Maramis, 1994)
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang persisten,
seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah suasana (mood
disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Gangguan skizoafektif
diperkirakan terjadi lebih sering daripada gangguan bipolar. Suatu gangguan psikotik
dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik sama-sama menonjol dalam satu episode
penyakit yang sama (Putra, 2013).

2. Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak
dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin
mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan
skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab gangguan
skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi berikut 4 konsep mengenai skizoafektif
(Maramis, 1994) :
a. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe
gangguan mood.
b. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia
dan gangguan mood.
c. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.
d. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama.
Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif
sebagai suatu kelompok heterogen.

3. Tanda dan Gejala


Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang
sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
depresif yang menonjol (Kaplan & Shadock, 2007). Gejala yang khas pada pasien
skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam
persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun
depresif (Kaplan & Shadock, 2007 ; Stuart & Sundeen, 1998).
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ-III) harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) (Stuart &
Sundeen, 1998) :
a) “Thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya
tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b) “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara. halusinasi lain
yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia
lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Tabel 1. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III


 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif samasama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)
4. Terapi
Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu pengobatan
dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau
pengobatan dengan antipsikotik saja. Pada kasus ini, pasien diberikan carbamazepin
dan stelazine. Carbamazepine adalah obat antikejang yang digunakan sebagai stabilizer
mood. Cara kerja mood stabilezer yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu
yang disebut neurotransmitters yang mengendalikan temperamen emosional dan
perilaku dan menyeimbangkan kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala
gangguan kepribadian borderline. Efek samping carbamazepine dapat menyebabkan
mulut kering dan tenggorokan, sembelit, kegoyangan, mengantuk, kehilangan nafsu
makan, mual, dan muntah. Carbamazepin tidak boleh digunakan bersama dengan
inhibitor monoamine oxidase ( MAOIs ). Hindari minum alkohol saat mengambil
carbamazepine. Hal ini dapat meningkatkan beberapa efek samping carbamazepine
yaitu dapat meningkatkan risiko untuk kejang. (Kaplan & Sadock, 2007).
Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan efek
antikolinergik minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja dengan memblokade
reseptor dopamin D1 dan D2 di jalur mesokortical dan mesolimbik, menghilangkan
atau meminimalkan gejala skizofrenia seperti halusinasi, delusi, dan berpikir dan
berbicara yang tidak terarah. Stelazine menimbulkan efek samping ekstrapiramidal
seperti akatisia, distonia, dan parkinsonisme selain itu dapat menimbulkan efek
samping antikolinergik seperti merah mata dan xerostomia (mulut kering). Stelazine
dapat menurunkan ambang kejang sehingga harus berhati-hati penggunaan stelazine
pada orang yang mempunyai riwat kejang. (Kaplan & Sadock, 2007).
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer
atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan skizoafektif dengan
tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood stabilizer cenderung
bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik,
psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa
menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.(Melissa, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association (APA). 1996. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental
disorders (DSM IV TM). American Psychological Association (APA): Washington DC.

Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. 2007. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi
Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.

Maramis, W.S. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss : Surabaya.

Melissa Conrad Stöppler. 2013. Schizoaffective disorder. http://www.medicinenet.com.


(akses: 13 Februari 2017)

Putra AG. 2013. Schizoaffective disorder with manic type : a case report.Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai