Anda di halaman 1dari 49

BAB I

LATAR BELAKANG
Psikosis sering terjadi pada orang dewasa muda dan sangat umum. Sekitar 3
dari setiap 100 orang muda akan mengalami episode psikotik. Sebagian besar
membuat pemulihan penuh dari pengalaman. Psikosis dapat terjadi pada siapa saja.
Episode psikosis dapat diobati, dan mungkin untuk pulih.
Psikosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi mental
di mana individu mengalami distorsi atau kehilangan kontak dengan realitas, tanpa
mengaburkan kesadaran. Kondisi mental ini dicirikan oleh adanya delusi, halusinasi
dan / atau gangguan pikiran. Serta ini disebut gejala positif, gejala negatif seperti
afektif menumpulkan dan kehilangan motivasi juga dapat terjadi. Selain itu, ada
sejumlah fitur sekunder lainnya seperti depresi, kecemasan, gangguan tidur,
penarikan sosial dan gangguan fungsi tugas selama episode psikotik. Ini adalah fitur
yang sering memberikan petunjuk adanya psikosis. Psikosis dapat disebabkan oleh
beberapa kondisi. Ini termasuk penyebab organik seperti keracunan obat,
metabolisme dan penyebab infektif) dan gangguan fungsional seperti skizofrenia,
gangguan bipolar, schizophreniform psikosis dan gangguan skizoafektif.

BAB II

PEMBAHASAN
1. SKIZOFRENIA
Skizofrenian adalah penyakit mental yang serius yang ditandai dengan
inkoherensi atau pikiran tidak logis, perilaku dan pembicaraan yang aneh, dan delusi
atau halusinasi, seperti mendengar suara-suara. Skizofrenia biasanya dimulai pada
awal masa dewasa (APA, 2000). Sementara Davidson, Neale dan Kring (2007)
mengemukakan skizofrenia sebagai gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku-pikiran yang terganggu, di mana
berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis; persepsi dan pikiran yang
keliru; afek yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai aktivitas motorik yang bizarre.
Pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, seringkali masuk ke
dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.
Orang-orang yang menderita skizofrenia umumnya mengalami beberapa
episode akut simtom-simtom, di antara setiap setiap episode mereka sering
mengalami simtom yang tidak begitu parah, namun tetap sangat mengganggu
keberfungsian mereka (Davidson, Neale dan Kring, 2007).
A. Sejarah Konsep Skizofrenia
Jauh sebelum peradaban Eropa berkembang, ilmuwan besar islam telah
mencoba menjelaskan tentang penyakit jiwa. Namun mereka dikenal lebih berperan
dalam rekomendasi tentang pengobatan dari pada penjelasannya mengenai konsep
penyakit. Di antara dokter-dokter besar islam tersebut adalah Rhazes (Ar-Razi) dari
Baghdad (860-930) dan Najab ud-din Unhammad. Najab menjelaskan berpuluh
penyakit pikiran, yang dikategorikan di bawah sembilan judul yang berbeda.
Kebanyakan dari mereka adalah variasi mania dan bentuk-bentuk depresi yang
disebut "Penyakit cinta" (lovesickness) atau isykin dalam Bahasa Arab. Di antara
gangguan yang dijelaskan, yang paling dekat dengan gagasan gangguan kognitif
adalah penyakit di mana pasien membayangkan dirinya dirasuki oleh setan atau roh

(jin); hal ini mungkin berakhir dalam bentuk kegilaan kronis (janun) yang ditandai
dengan gelisah, sifat pendiam, dan agresivitas (Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).
Nama yang paling terkenal di kalangan dokter Islam abad pertengahan adalah
Avicenna (Ibnu Sina) kelahiran Persia (980-1037). Supranatural tidak memainkan
peran dalam teori psikologiAvicenna: dia tidak menerima gagasan "setan" sebagai
penyebab penyakit mental (Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).
Dokter besar Islam terakhir yang menjelaskan tentang penyakit mental adalah
Moor Avenzoar dari Seville (1091 -1162) dan muridnya AverrhosCordoba (11261198). Avenzoar pernah melakukan kontak dengan dokter Perancis Montpellier.
Dalam pandangannya, kegilaan dihasilkan dari melemahnya panas darah, sehingga
membuat otak menjadi dingin dan lembab (Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).
Konsep skizofrenia pertama kali diformulasikan oleh dua psikiater Eropa,
Emil Kraepelin dan Eugen Bleuer Kraepelin pertama kali mengemukakan teorinya
mengenai dementia praecox, istilah awal untuk skizofrenia pada tahun 1898. Dia
membedakan dua kelompok utama psikosis yang disebut endogenic, atau disebabkan
secara internal, yaitu penyakit manik-depresif dan dementia praecox.Dementia
praecox mencakup beberapa konsep diagnostik yaitu demensia paranoid, katatonia
dan hebefrenia (Davidson, Neale dan Kring, 2007).
Eugen Bleuer (dalam Davidson, Neale dan Kring, 2007) mengemukakan
pendapat yang berbeda dengan Kraepelin, ia meyakini bahwa gangguan tersebut tidak
selalu terjadi pada usia dini, dan ia yakin gangguan tersebut tidak akan
berkembembang menjadi demensia tanpa dapat dihindari. Dengan demikian, istilah
dementia praecox tidak sesuai lagi dan pada tahun 1908 Bleuer mengajukan
istilahnya sendiri, skizofrenia, yang berasal dari Bahasa Yunani schizein yang artinya
membelah dan phren yang artinya akal pikiran, untuk mencakupkan apa yang
menurutnya merupakan karakteristik utama kondisi tersebut.

B. Simtom Klinis Skizofrenia

Simtom simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan dalam


beberapa hal penting yaitu pikiran, persepsi dan perhatian; perilaku motoric; afek atau
emosi; dan keberfungsian hidup (Davidson, Neale dan Kring, 2007).
a. Simtom Positif
Simtom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi, seperti
halusinasi dan waham. Sebagian besar simtom ini menjadi ciri episode akut
skizofrenia.
Delusi (waham), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan.
Contoh: Pasien meyakini bahwa orang lain dapat membaca pikirannya, atau

orang-orang di sekitar selalu membicarakannya di mana pun ia berada.


Halusinasi dan gangguan persepsi lain. Para pasien skizofrenia sering kali
menuturkan bahwa dunia tampak berbeda dalam satu atau lain cara atau
bahkan tampak tidak nyata bagi mereka. Seorang pasien dapat menyebutkan
perubahan dalam cara tubuh mereka merasakan sesuatu. Distorsi persepsi
yang paling dramatis adalah halusinasi, yaitu pengalaman indrawi tanpa
adanya stimulus dari lingkungan. Halusinasi auditori lebih sering terjadi
daripada halusinasi visual (Sartorius dkk., 1974 dalam Davidson, Neale dan
Kring, 2007).
b. Simtom Negatif
Simtom-simtom

negatif

skizofrenia

mencakup

berbagai

defisit

behavioral.Simtom-simtom ini cenderung bertahan melampaui suatu episode akut dan


memiliki efek parah terhadap kehidupan para pasien skizofrenia (Davidson, Neale
dan Kring, 2007).

Avolition (apati). Kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau


ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya menjadi aktivitas
rutin. Pasien tidak bisa tertarik untuk menjaga kebersihan diri dan mengalami
kesulitan menjalani rutinitas. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu
tanpa melakukan apapun.

Alogia. Merupakan suatu pikiran negatif yang dapat terwujud dalam


percakapan yang miskin informasi. Pasien berbicara panjang lebar namun

berulang-ulang dan membingungkan pendengar.


Anhedonia. Merupakan ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan.
Pasien bisa kehilangan minat terhadap hal yang biasanya mereka senangi
seperti hobi, mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain dan

kehilangan gairah seks.


Afek datar. Hampir tidak ada stimulus yang dapat memunculkan respon
emosional pasien yang memiliki afek datar. Tatapan mata kosong, otot wajah
kendur, dan mata mereka tidak hidup. Pasien berbicara dengan suara datar

tanpa nada.
Asosialitas. Merupakan bentuk ketidakmampuan yang parah dalam hubungan
sosial. Mereka memiliki sedikit teman, keterampilan sosial yang rendah, dan
kurangnya minat berkumpul dengan orang lain.
c. Simtom disorganisasi
Simtom disorganisasi mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh

(bizarre) (Davidson, Neale dan Kring, 2007).

Disorganisasi pembicaraan, atau dikenal sebagai gangguan berfikir formal,


yaitu bermasalah dalam mengorganisasikan pemikiran dan dalam berbicara
sehingga pendengar dapat memahaminya.
Q
: apakah anda merasa tegang dan gugup dalam beberapa waktu
terakhir ini?
Pasien : tidak, saya memiliki kepala selada
Q
: anda memiliki kepala selada? Saya tidak mengerti.
Pasien : yah, itu hanya kepala selada.
Q
: apa maksud anda? Ceritakan kepada saya tentang kepala selada
Pasien : yah selada merupakan transformasi seekor puma mati yang
kambuh dicakar singa. Dan ia menelan singa tersebut kemudian terjadi
sesuatu
Bicara juga dapat terganggu karena sesuatu yang disebut asosiasi longgar, atau
keluar jalur (derailment), dalam hal ini pasien mampu berkomunikasi namun
mengalami kesulitan untuk berada dalam satu topik.

Perilaku aneh. Hal ini dapat diwujudkan dalam banyak bentuk. Seperti
kemarahan yang meledak-ledak, pakaian yang tidak biasa, perilaku kekanakkanakan.

Mereka

tidak

mampu

mengontrol

perilaku

mereka

dan

menyesuaikannya dengan standar masyarakat.

d. Kriteria diagnosa menurut DSM-V (2013):


Terdapat dua (atau lebih) dari hal berikut ini, masing-masing muncul pada
sebagian besar waktu dalam periode satu bulan. salah satu dari (1), (2) atau
(3):
a.
b.
c.
d.
e.

Delusi
Halusinasi
Disorganisasi bicara (yaitu bertele-tele atau tidak beraturan)
Sangat tidak teratur atau perilaku katatonik
Simtom-simtom negatif (yaitu berkurangnya ekspresi emosional atau

avolition).
Untuk sebagian besar waktu sejak timbulnya gangguan, tingkat berfungsi
dalam satu atau lebih bidang utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, berada di bawah level yang dicapai
sebelum onset (atau ketika onset adalah di masa kecil atau remaja, kegagalan
untuk mencapai tingkat interpersonal yang diharapkan, akademik, atau fungsi

kerja).
Tanda berkelanjutan dari gangguan bertahan selama minimal 6 bulan. Periode
6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang jika
berhasil diobati) yang memenuhi Kriteria A (yaitu, fase gejala aktif) dan
mungkin termasuk periode prodromal atau gejala sisa. Selama periode
prodromal

atau

residual,

tanda-tanda

gangguan

mungkin

hanya

dimanifestasikan oleh satu atau dua gejala negatif atau gejala kriteria A
muncul dalam bentuk dilemahkan (misalnya, keyakinan yang aneh,

pengalaman persepsi yang tidak biasa).


Gangguan schizoaffective dan depresi atau gangguan bipolar dengan fitur
psikotik telah dikesampingkan karena 1) tidak ada depresi atau episode manik
yang terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif, atau 2) jika episode mood

telah terjadi selama gejala fase aktif, mereka telah muncul untuk sebagian

kecil dari total durasi periode aktif dan residual dari penyakit.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (misalnya,

penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis lain.


Jika ada riwayat gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi onset
masa kanak-kanak, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika delusi
atau halusinasi yang menonjol, selain itu gejala lain untuk menegakkan
diagnosa skizofrenia, juga muncul untuk setidaknya 1 bulan (atau kurang jika
berhasil diobati).

e. Kategori Skizofrenia (Davidson, Neale dan Kring, 2007)


Skizofrenia disorganisasi. Cara bicara mereka mengalami disorganisasi dan
sulit dipahami oleh pendengar. Pasien dapat berbicara secara tidak runut,
menggabungkan kata-kata yang terdengar sama bahkan menciptakan kata-kata
baru. Ia dapat mengalami afek datar atau mengalami perubahan emosi yang
sangat cepat. Perilaku pasien secara umum tidak berorganisasi dan tidak
bertujuan. Pasien kadangkala mengalami kemunduran sampai ke titik yang
tidak pantas seperti buang air kecil sembarangan dan benar-benar

mengabaikan penampilannya.
Skizofrenia katatonik. Pasien umumnya bergantian mengalami imobilitas
katatonik dan keriangan yang liar, namun salah satunya dapat lebih dominan.
Para pasien menolak perintah dan sering menirukan kata-kata orang lain.
Onset reaksi katatonik dapat lebih tiba-tiba dibanding tipe skizofrenia lain,
meski pasien kemungkinan telah menunjukkan simtom apati dan menarik diri
dari kenyataan. Anggota badan yang mengalami imobilitas katatonik dapat
menjadi kaku dan bengkak; terlepas dari ketidaksadaran yang terlihat jelas,
setelahnya ia bisa mampu menceritakan hal yang terjadi selama stupor

tersebut.
Skizofrenia paranoid. Kunci dari tipe ini adalah waham. Waham kejaran
adalah yang paling umum, namun pasien dapat juga mengalami waham
lainnya seperti waham kebesaran, di mana mereka memiliki rasa yang
berlebihan mengenai pentingnya, kekuasaan, pengetahuan, atau identitas diri

mereka. Beberapa pasien terjangkit waham cemburu, yaitu keyakinan tak


berdasar bahwa pasangan mereka tidak setia.
Penderita skizofrenia paranoid sering mengalami ideas of reference; mereka
memasukkan berbagai peristiwa yang tidak penting ke dalam kerangka
waham dan mengalihkan kepentingan pribadi mereka ke dalam aktivitas tak
berarti yang dilakukan orang lain. Contohnya mereka mengira potongan
percakapan yang tidak sengaja mereka dengar adalah percakapan tentang diri
mereka.Pasien selalu cemas, argumentative, marah dan kadang kasar. Secara
emosional mereka responsif meskipun mereka kaku, formal dan intens kepada
orang lain (Davidson, Neale dan Kring, 2007).
C. Faktor Resiko
Prevalensi skizofrenia sekitar 0,3%-0,7% seumur hidup, meskipun ada variasi
berdasarkan ras/etnis, lintas negara, dan oleh asal geografis untuk imigran dan anakanak imigran. Rasio jenis kelamin berbeda di seluruh sampel dan populasi: misalnya,
penekanan pada gejala negatif dan durasi yang lebih lama dari gangguan (terkait
dengan hasil yang lebih buruk) menunjukkan tingkat insiden yang lebih tinggi untuk
laki-laki, sedangkan definisi memungkinkan untuk masuknya gejala suasana hati
yang lebih dan presentasi singkat (terkait dengan hasil yang lebih baik) menunjukkan
risiko yang setara untuk kedua jenis kelamin (APA, 2013).
Riwayat skizofrenia dalam keluarga merupakan faktor risiko penting.
Beberapa faktor risiko telah ditemukan setidaknya beberapa penelitian yang kredibel
dan yang hadir sebelum timbulnya skizofrenia (Lieberman, Stroup dan Perkins,
2006).
D. Kehamilan dan kelahiran
Untuk waktu yang lama, telah diketahui bahwa individu dengan skizofrenia
lebih sering dilahirkan di musim dingin. Faktor risiko ini menarik karena itu
menyangkal faktor genetik. Risikonya relatif kecil yaitu peningkatan 10% bagi
mereka yang lahir di musim dingin dibandingkan dengan musim panas. Penelitian itu
telah direplikasi berkali-kali (mungkin karena sangat mudah untuk melakukan studi
musim kelahiran).Tantangan metodologis untuk temuan yang telah dibuat (MS

Lewis1989), atas dasar cara kalender awal tahun berhubungan dengan bentuk
kurvaon setuntuk skizofrenia, meski penelitian selanjutnya disesuaikan dengan
kesulitan metodologis namun masih menemukan efek. Temuan mengenai musim
kelahiran menunjukkan bahwa sesuatu tentang kehamilan dan kelahiran mungkin
serba salah pada individu yang kemudian mengalami skizofrenia.
E. Parental age
Peran orang tua usia lanjut dalam kaitannya dengan risiko yang lebih tinggi
skizofrenia pertama kali diusulkan pada pertengahan abad kedua puluh dan telah
mendapat perhatian ilmiah yang luas dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data
latar belakang keluarga dari 1.000 pasien di Rumah Sakit Ontario, Kanada, Gregory
(1959) melaporkan bahwa orang tua pasien skizofrenia rata-rata, 2-3 tahun lebih tua
dari orang tua dalam populasi umum. Namun, penyelidikan berikutnya telah
menunjukkan temuan yang tidak konsisten (Granville-Grossman 1966; Hare dan
Moran 1979). Sebuah hipotesis ketiga adalah bahwa keturunan ayah yang lebih tua
mungkin mengalami peristiwa kehidupan yang lebih stres, seperti kehilangan ayah
pada anak usia dini, dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang memiliki ayah
yang lebih muda (dalam Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).

F. Infeksi dan sistem imun


Serangkaian studi ekologi menunjukkan bahwa orang yang ibunya berada di
trimester kedua kehamilan selama epidemi flu memiliki risiko lebih tinggi untuk
skizofrenia (Brown dan Ser 2002; Mednick dkk 1988;. Munk-Jorgensen dan Ewald
2001). Infeksi selama kehamilan menjadi faktor risiko yang konsisten dengan teori
perkembangan saraf skizofrenia (Murray 1987; Weinberger 1987). Studi selanjutnya
menunjukkan bahwa individu dengan antibodi untuk Toxoplasmagondii memiliki
prevalensi lebih tinggi mengalami skizofrenia (Torrey dan Yolken 2003). Satu studi

menyarankan risiko relatif 5,2 untuk individu dengan yang diketahuiterinfeksi virus
rubella selama perkembangan janin (Brown et al. 2000). Studi prospektif lain
menemukan risiko yang lebih tinggi untuk psikosis pada individu yang ibunya
memiliki tingkat antibodi terhadap virus herpes simpleks (Buka et al. 2001,
Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).
G. Penyakit autoimmune
Beberapa literatur (dalam Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006) menunjukkan
bahwa orang dengan skizofrenia memiliki ketahanan yang tidak biasa atau kerentanan
terhadap penyakit autoimun. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa
individu dengan skizofrenia cenderung memiliki rheumatoid arthritis (Eaton etal.
1992). Obat untuk skizofrenia bisa menjadi pelindung untuk rheumatoid arthritis
dalam beberapa cara yang tidak diketahui. Konsekuensi fisiologis lainnya skizofrenia
dapat melindungi, atau gen tunggal bisa meningkatkan risiko untuk satu gangguan
dan melindungi untuk lainnya. Sebuah studi kecil tunggal menyarankan bahwa ibu
dari individu dengan skizofrenia memiliki risiko yang lebih rendah untuk rheumatoid
arthritis, namun ukuran dan kualitas tidak meyakinkan (McLaughlin,1977).
Gangguan autoimun lainnya jug atelah dikaitkan dengan skizofrenia (Gilvarry
etal1996;. Wrightetal 1996.), Termasuk gangguan tiroid, diabetes tipe1 (Wright etal
1996.), Dan penyakit celiac (DeLisi etal1991.) Eatonetal. 2004). Saat ini, bukti-bukti
yang kuat untuk gangguan tiroid dan penyakit celiac. Dalam sebuah studi dari register
penduduk Denmark, orang yang orang tuanya memiliki penyakit celiac tiga kali lebih
beresiko untuk didiagnosa dengan skizofrenia

(Lieberman, Stroup dan Perkins,

2006).
Hasil penelitian menghubungkan skizofrenia dengan penyakit autoimun
paralel dengan studi klinis dan uji laboratorium pada proses autoimun pada
skizofrenia. Kelemahan dalam sistem kekebalan tubuh pada pasien skizofrenia dapat
menjelaskan kedua data pada infeksi dan hasilnya pada gangguan autoimun
(Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).

H. Etnis
Penanda status etnis termasuk ras, negara asal, dan agama. Negara asal telah
terbukti menjadi faktor risiko yang konsisten untuk skizofrenia di Inggris dan
Belanda. Di Inggris, mereka berimigrasi dari Afrika atau Karibia, dan keturunan
generasi kedua mereka, memiliki tarif skizofrenia hingga 10 kali lebih tinggi
dibandingkan pada populasi umum (Eaton dan Harrison 2000). Tekanan sebagai
imigran mungkin untuk menjelaskan temuan ini. Kejadian di negara asal tidak
meningkat, sehingga peringkat yang lebih tinggi tidak mungkin untuk menyatakan
perbedaan genetik antara ras. Penyebabnya tampaknya adalah kondisi psikologis
yang terkait dengan menjadi hitam di Inggris atau yang dari Suriname di Belanda.
Diskriminasi, atau bentuk yang lebih halus yang terkait dengan kesulitan perencanaan
kehidupan seseorang ketika masa depan tidak pasti untuk kelompok ras di bagian
bawah struktur masyarakat, bisa menjadi faktor penyebab (Eaton dan Harrison 2001
dalam Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).

I. Cannabis
Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang dengan skizofrenia sangat
mungkin memakai, atau pernah menggunakan ganja (Hall dan Degenhardt 2000).
Individu dalam fase premorbid skizofrenia mungkin menanggapi gejala awal
skizofrenia yang ringan dengan menggunakan obat-obatan, meskipun studi ini telah
berusaha untuk mengendalikan kondisi premorbid. Sebaliknya, ganja bisa memicu,
atau bahkan menyebabkan, sebuah episode skizofrenia (Lieberman, Stroup dan
Perkins, 2006).
J. Urban residence
Risikonya sekitar dua sampai empat kali lebih tinggi bagi mereka yang lahir
di daerah perkotaan. Hal ini dapat disebabkan perbedaan dalam lingkungan fisik,
seperti konsentrasi timbal yang lebih tinggi dalam tanah dan udara di kota-kota;

perbedaan dalam lingkungan budaya, seperti tuntutan untuk meninggalkan keluarga


asal dan menentukan rencana hidup baru (Eaton dan Harrison2001); perbedaan dalam
praktek kelahiran, seperti menyusui (McCreadie 1997); kepadatan, yang mungkin
memudahkan penyebaran infeksi (Torrey danYolken1998); dan hewan peliharaan
(Torrey danYolken1995, Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).
K. Modernisasi
Ada berbagai macam dugaan penyebab kenaikan prevalensi skizofrenia di eramodern yaitu sejak sekitar 1600. Sebagai contoh, telah terjadi ledakan jumlah bahan
kimia baru yang diciptakan selama 400 tahun terakhir, yang entah bagaimana bersifat
neurotoksik. Banyak penjelasan yang mungkin parallel untuk peningkatan prevalensi
skizofrenia dengan modernisasi seperti penjelasan untuk risiko yang lebih tinggi di
daerah

perkotaan:

yaitu

hewan

peliharaan,

kerumunandi

kota-kota,

dan

kesulitanmerumuskanrencanahidup ketikamasa depan tidak pasti.

L. Penanganan
Pengobatan farmakologis adalah komponen penting dari pendekatan yang
komprehensif untuk pengobatan skizofrenia. Farmakoterapi yang rasional dapat
berkontribusi besar untuk menghilangkan gejala dan pemulihan psikososial yang
lebih luas bagi individu yang terkena. Namun, obat anti psikotik tidak
menyembuhkan skizofrenia. Selain itu, jika tidak digunakan dengan bijaksana, terapi
obat dapat membuat keuangan, efek samping yang signifikan, dan beban morbiditas
medis yang dapat menghalangi kemajuan menuju tujuan pribadi dan pengobatan.
Yang penting, rencana berdasarkan bukti perawatan harus individual dan harus
mengintegrasikan kedua farmakoterapi yang tepat dan intervensi psikososial (Lehman
etal. 2004, dalam Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006).
Obat antipsikotik, termasuk generasi baru antipsikotik, mengurangi gejala
positif dangejala negatif sampai batas tertentu, tetapi obat memiliki efek terbatas pada
gangguan kognitif dan fungsi sosial dan kejuruan. Bagi sebagian besar pasien, obat

membantu mengontrol gejala tetapi tidak menjaga atau mengembalikan fungsi sosial
dan keterampilan dan tidak mengarah ke fungsi normal. Selain itu, 20% atau lebih
dari pasien skizofrenia memiliki gejala psikotik yang tidak menanggapi obat
antipsikotik, dan banyak pasien lain memiliki gejala sisa.
Sebagai hasil dari efektivitas terbatas antipsikotik, jelas bahwa sebagian besar
pasien akan membutuhkan terapi psikososial untuk mengatasi gejala sisa, gangguan
fungsi sosial dan kejuruan, atau risiko kambuh di masa depan (Lauriello et al. 2003).
Ada beberapa jenis terapi yang dapat diterapkan pada pasien
skizofrenia(Lieberman, Stroup dan Perkins, 2006), antara lain:
a. Psychosocial treatment
Perawatan psikososial membantu pasien menghadapi tantangan sehari-hari
penyakit, seperti kesulitan dengan komunikasi, perawatan diri, pekerjaan, dan
membentuk danmenjaga hubungan. Belajar dan menggunakan mekanisme koping
untuk mengatasi masalah ini memungkinkan orang dengan skizofrenia untuk
bersosialisasi dan menghadiri sekolah dan bekerja.
Pasien yang menerima perawatan psikososial rutin juga lebih mungkin untuk
menjaga minum obat mereka, dan mereka cenderung kambuh atau dirawat di rumah
sakit. Seorang terapis dapat membantu pasien lebih memahami dan menyesuaikan
diri hidup dengan skizofrenia. Terapis dapat memberikan pendidikan tentang
gangguan, gejala umum atau masalah yang mungkin dialami pasien, dan pentingnya
minum di obat.
b. Illness management skills
Orang dengan skizofrenia dapat mengambil peran aktif dalam mengelola
penyakit mereka sendiri. Setelah pasien belajar fakta-fakta dasar tentang skizofrenia
dan pengobatannya, mereka dapat membuat keputusan tentang perawatan mereka.
Jika mereka tahu bagaimana untuk menonton untuk tanda-tanda peringatan dini
kambuh dan membuat rencana untuk menanggapi, pasien dapat belajar untuk
mencegah kambuh. Pasien juga dapat menggunakan mengatasi keterampilan untuk
menangani gejala persisten.

c. Integrated treatment for co-occurring substance abuse


Penyalahgunaan zat adalah gangguan co-terjadi paling umum pada orang
dengan skizofrenia. Tapi program pengobatan penyalahgunaan zat biasa biasanya
tidak mengatasi kebutuhan khusus populasi ini. Ketika program pengobatan
skizofrenia dan program terapi obat yang digunakan bersama-sama, pasien
mendapatkan hasil yang lebih baik.
d. Rehabilitation
Rehabilitasi mencakup beragam intervensi non-medis yang menekankan
pelatihan sosial dan kejuruan untuk membantu pasien dan mantan pasien mengatasi
kesulitan. Karena skizofrenia biasanya berkembang pada orang selama tahun kritis
kehidupan berkarir (usia 18 sampai 35), dan karena penyakit membuat sulit berfikir
dan berfungsi normal, kebanyakan pasien tidak menerima pelatihan dalam
keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan. Program rehabilitasi bekerja dengan
baik ketika mereka mencakup pelatihan kerja dan terapi khusus yang dirancang untuk
meningkatkan keterampilan kognitif atau berpikir. Program dapat mencakup
konseling kejuruan, pelatihan kerja, pemecahan masalah, keterampilan manajemen
uang, penggunaan transportasi umum, dan pelatihan keterampilan sosial. Program
seperti ini membantu pasien memiliki pekerjaan, ingat rincian penting, dan
meningkatkan fungsi mereka.
e. Individual Psychotherapy
Psikoterapi individu melibatkanpembicaraan yang dijadwalkan secara rutin
antara pasien dan profesional kesehatan mental. Sesi dapat fokus pada masalah saat
ini atau masa lalu, pengalaman, pikiran, perasaan, atau hubungan. Sebuah hubungan
yang positif dengan terapis memberikan pasien sumberinformasi terpercaya, simpati,
dorongan, dan harapan, yang semuanya penting untuk mengelola penyakit ini. Terapis
dapat membantu pasien lebih memahami dan menyesuaikan diri hidup dengan
skizofrenia dengan mendidik mereka tentang penyebab, gejala atau masalah yang

mungkin mereka akan alami. Namun, psikoterapi bukan merupakan pengganti untuk
obat antipsikotik.
f. Cognitive Behavioral Therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah jenis psikoterapi yang berfokus
pada pemikiran dan perilaku. CBT membantu pasien dengan gejala yang menetap
bahkan ketika mereka masih mengkonsumsi obat. Terapis mengajarkan orang dengan
skizofrenia cara untuk menguji realitas pikiran dan persepsi mereka, bagaimana
"tidak mendengarkan" suara mereka, dan bagaimana mengelola gejala mereka secara
keseluruhan. CBT dapat membantu mengurangi keparahan gejala dan mengurangi
risiko kambuh.

g. Family Education
Sering kali pasien dengan skizofrenia keluar dari rumah sakit kembali dalam
pengawasan keluarga mereka, jadi penting bagi anggota keluarga memahami
kesulitan yang berhubungan dengan penyakit. Dengan bantuan terapis, mereka dapat
mempelajari cara-cara untuk meminimalkan kesempatan pasien kambuh dengan
memilikistrategi mengatasi dan keterampilan pemecahan masalah untuk mengelola
sakit

mereka.

Dengan

cara

ini

keluarga

dapat

membantu

memastikan

individukonsisten dengan pengobatan dan tetap meminum obatnya. Selain itu,


keluarga harus belajar di mana untuk menemukan layanan rawat jalan dan layanan
keluarga.
h. Self-Help Group
Self-help group bagi orang-orang dengan skizofrenia dan keluarga mereka
menjadi semakin umum. Meskipun tidak dibimbing oleh seorang terapis profesional,
kelompok-kelompok ini mungkin bersifat terapi karena anggota saling mendukung

serta memberikan kenyamanan dalam mengetahui bahwa mereka tidak sendirian.


Self-help group mungkin juga melayani fungsi penting lainnya.Kelompok ini
mungkin dapat menarik perhatian publik mengenai diskriminasi terhadap banyak
orang yang mengalami penyakit mental.
2. PSIKOSA AFEKTIF
A. Gangguan Suasana Perasaan (Afektif)
Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood
yang patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang merupakan
gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu gangguan mood dikenal
dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood lebih disukai karena
mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap dari seseorang sedangkan
afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan mood merupakan
suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang berlangsung dalam
hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan
sehari-hari.
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan merupakan sekelompok
penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan fundamental dari kelompok gangguan
ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi,
atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
Gangguan mood yang ditandai oleh munculnya rangkaian dari depresi dan
mania disebut dengan gangguan bipolar. Apabila seseorang secara bergantian
menjalani satu episode mania, dan kemudian menjalani satu episode depresi, maka
seseorang tersebut dikatakan memiliki gangguan bipolar. Gangguan ini merupakan
gangguan yang berbeda dengan gangguan depresi, dan lebih jarang terjadi.
Pada gangguan bipolar I, orang tersebut mengalami paling tidak suatu episode
manik secara penuh yang muncul tiba tiba. Selama satu episode manik, orang
tersebut mengalami elevasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba dan merasakan
kegembiraan, euphoria, atau optimisme yang tidak biasa. Orang tersebut tampak
memiliki energi yang tidak terbatas dan menjadi sangat suka bergaul, meski mungkin

sampai dititik dimana ia menjadi sangat menuntut dan memaksa terhadap orang lain.
Mereka juga cenderung berbicara sangat cepat dengan pembicaraan yang penuh
tekanan (pressured speech). Pikiran-pikiran dan pembicaraan mereka dapat melompat
dari satu topik ke topik lain (rapid flight of ideas).
Gangguan bipolar II diasosiasikan dengan suatu bentuk maniak yang lebih
ringan. Pada gangguan bipolar II, seseorang mengalami satu atau lebih episodeepisode depresi mayor dan paling tidak satu episode hipomanik. Namun orang
tersebut tidak pernah mengalami suatu episode manik secara penuh.
a. Epidemologi
Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada wanita
dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I mempunyai prevalensi
yang sama bagi laki-laki dan wanita. Lebih banyaknya wanita yang tercatat
mengalami depresi bisa disebabkan oleh pola komunikasi wanita yang ingin
memberitahukan masalahnya kepada orang lain dan harapan untuk mendapatkan
bantuan atau dukungan sedangkan pada laki-laki cenderung untuk memikirkan
masalahnya sendiri dan jarang menunjukkan emosinya.
Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan
dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut
terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting yaitu peralihan dari
masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah dan
bekerja serta masa pubertas ke masa pernikahan. Survei telah melaporkan prevalensi
yang tinggi dari depresi terjadi pada usia 18-44 tahun. Beberapa data epidemiologis
baru-baru ini menyatakan insidensi gangguan depresif berat meningkat pada usia
kurang dari 20 tahun. Penurunan kecenderungan depresi pada usia dewasa diduga
karena

berkurangnya

respon

emosi

seseorang

seiring

bertambahnya

usia,

meningkatnya kontrol emosi dan kekebalan terhadap pengalaman dan peristiwa hidup
yang dapat memicu stress.

Onset gangguan bipolar I lebih awal dari daripada onset gangguan depresi.
Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun. Laporan kasus
gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.
Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada seseorang
yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah bercerai atau berpisah
dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi pada orang yang
bercerai dan hidup sendiri daripada orang yang menikah.
b. Etiologi
1. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi
yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar
neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan
bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin,
norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika
neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu
antidepresan trisiklik dapat memicu mania.
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan
dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa
pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di
cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi
penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin.
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi.
Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat
pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada
penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga dengan
gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine,
amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin
mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan
memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa,

yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel blocker
yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi kalsium di
neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik
yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah. Neurotransmiter lain seperti GABA
dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam
patofisiologi gangguan mood.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem

pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol


dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.
Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi
abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi pada
sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam gangguan
mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi melatonin
nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta
penurunan kadar testosteron pada laki-laki.
Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada Dexamethasone
Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi memiliki respon yang
abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal. Banyak penelitian menemukan
bahwa hiperkortisolemia dapat merusak neuron pada hipokampus.
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah
mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan
mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan
tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan
gangguan mood khususnya gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang
dapat dideteksi. Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan
pelepasan hormon pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang normal.
Penelitian juga telah menemukan bahwa pasien dengan depresi memiliki penumpulan
respon terhadap peningkatan sekresi hormon pertumbuhan yang diinduksi clonidine.
Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien depresi.
Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania. Penelitian telah
mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang
menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan tersebut antara lain perlambatan

onset tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM), peningkatan panjang
periode REM pertama dan tidur delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi
abnormal dari irama sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa
terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.
Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi dan
pada orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara, pasangan atau teman
dekat. Kemungkinan proses patofisiologi yang melibatkan sistem imun menyebabkan
gejala psikiatrik dan gangguan mood pada beberapa pasien. Pada pencitraan otak
pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar
I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran
ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan
MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki
nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak
literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks
frontalis pada pasien depresi berat. Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan
patologis pada sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada
ganglia basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat
ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus
dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual pada
pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk, terbatasnya aktivitas motorik dan
gangguan kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada
penderita dengan gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia
subkortikal lainnya.
2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko
lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Tidak
semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita
depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau
peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada
depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda
dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen

Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi


sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena
akibat langsung dari depresi berat.
Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat pertama dari
penderita gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali lebih besar untuk
menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih besar untuk menderita
gangguan depresi berat dibanding kelompok kontrol. Keluarga derajat pertama pasien
dengan gangguan depresif berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar untuk
menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar untuk menderita
gangguan depresif berat dibanding kelompok kontrol. Kemungkinan untuk menderita
gangguan mood menurun jika derajat hubungan keluarga melebar. Contohnya,
keluarga derajat kedua seperti sepupu lebih kecil kemungkinannya daripada keluarga
derajat pertama seperti kakak misalnya untuk menderita gangguan mood. Sekitar 50%
pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan gangguan mood
terutama depresi. Jika orang tua menderita gangguan bipolar I maka kemungkinan
anaknya menderita gangguan mood sebesar 25%. Jika kedua orang tua menderita
gangguan bipolar I maka kemungkinan anaknya menderita gangguan mood adalah
50-75%.
Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan gangguan mood
tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka telah dibesarkan oleh
keluarga angkat yang tidak menderita gangguan mood. Orang tua biologis dari anak
adopsi dengan gangguan mood mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama
dengan orang tua dari anak dengan gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi
gangguan mood pada orang tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi
umumnya.
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I pada
kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan depresif berat,
angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar
dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25%
untuk menderita gangguan depresif berat.

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan


petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D1
terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim yang
membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11.Sekitar 25%
dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat sentromer pada
kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom 21q22.3. Tidak ada
penyebab tunggal untuk gangguan bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan
hasil dari kombinasi faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.
3. Faktor Psikososial
Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress
sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting dalam depresi.
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan onset serta
perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat. Ada bukti bahwa
individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki resiko lebih besar terkena
depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai
kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di
masa depan. Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang
mudah terkena depresi sewaktu dewasa.
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi
dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian tertentu
seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal, antisosial dan paranoid beresiko
mengalami depresi.2 Menurut Gordon Parker, seseorang yang mengalami kecemasan
tingkat tinggi, mudah terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki
harga diri yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada
diri sendiri (self focused) memiliki resiko terkena depresi.
Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dengan
melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan
secara internal karena identifikasi terhadap objek yang hilang. Menurut Melanie
Klein, siklus manik depresif merupakan pencerminan kegagalan pada masa kanakkanak untuk mendapat introjeksi mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka

memiliki objek cinta yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania
sebagai tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain, menyangkal
adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan mengembalikan objek cinta
yang hilang.
Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan
dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang ada. Pasien yang
terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan ideal sehingga mereka
merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz Kohut, orang yang terdepresi
merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa kerena tidak menerima respon yang
diinginkan.
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai pengalaman
hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan yang terus-menerus
berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang terus dipelajari selanjutnya
akan menimbulkan perasaan depresi.
c. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan dibagi menjadi:
F30

EPISODE MANIK
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan
dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat
keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang
pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Jika ada
episode afektif (depresi, manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya,
termasuk gangguan afektif bipolar. (F31).

F30.0 Hipomania

Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi
atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurangkurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang
bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak
disertai halusinasi atau waham.

Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai
dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan.

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat


sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas

sosial yang biasa dilakukan.


Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi
aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang
berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ grandiose ideas dan terlalu optimistik.

F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik

Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania

tanpa gejala psikotik).


Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), irritabilitas dan kecurigaan
menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi
sesuai dengan keadaan afek tersebut (mood congruent).

F30.8 Episode Manik Lainnya


F30.9 Episode Manik YTT

F31

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR


Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penmbahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terajadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak

esensial untuk penegakan diagnosis).


Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.
Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30).

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala
Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan Gejala
Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/
hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari
episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurangkurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau dan ditambah sekurangnya
satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya


F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
F32

EPISODE DEPRESIF

Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ):


a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas
Gejala lainnya :
a. Kosentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh diri.
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung

cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).
Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan

di bawah salah satu

diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)


F32.0 Episode Depresif Ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut

diatas;
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai dengan (g).
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya.
Karakter kelima:
F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada

episode depresi ringan (F30.0);


Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;

Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.


Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan

urusan rumah tangga.


Karakter kelima:
F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik

Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.


Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya harus

berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif

berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, akan


tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih

dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.


Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik

Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas.
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau

daging membusuk.
Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood congruent).

F32.8 Episode Depresif Lainnya


F32.9 Episode Depresif YTT

F33

GANGGUAN DEPRESIF BERULANG


Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
a. episode depresif ringan (F32.0),
b. episode depresif sedang (F32.1),
c. episode depresif berat (F32.2 dan F32.3).
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi

frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan afektif bipolar.

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan


hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat

dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania
(F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan
oleh tindakan pengobatan depresi).

Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian kecil


pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia

lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).


Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma mental lain
(adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa

gangguan afektif yang bermakna.


Karakter kelima:
F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan


episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.1); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima:
F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala


Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini Dalam Remisi

Untuk menegakkan diagnosis pasti:


a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi
masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria
untuk episode depresif dengan derajat keparahan apa pun atau gangguan
lain apa pun dalam F30-F39; dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing


selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
F34

GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF]) MENETAP

F34.0 Siklotimia

Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan),


meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya
tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria

gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-).


Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk
mana pun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif
(F32.-).

F34.1 Distimia

Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak
pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan

depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1).


Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-

kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.


Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan
kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32) dan berhubungan dengan
masa berkabung atau stres lain yang tampak jelas.

F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya

Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau
tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (F34.0)
atau distimia (F34.1), namun secara klinis bermakna.

F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38

GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF]) LAINNYA

F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya

F38.00 =
Episode afektif campuran
Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang

bersifat campuran atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam) antara gejala
hipomanik, manik dan depresif.
F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya

F38.10 =
Episode depresif singkat berulang
Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali sebulan

selama satu tahun yang lampau.


Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2 minggu
(yang khas ialah 2-3 hari, dengan pemulihan sempurna) tetapi memenuhi kriteria
simtomatik untuk episode depresif ringan, sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).
F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YTT

Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria
untuk kategori mana pun dari F30-F38.1 tersebut diatas.

F38.9 Gangguan Afektif YTT

Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak ada istilah lain yang

dapat digunakan.
Termasuk: psikosis afektif YTT.

d. Pemeriksaan Status Mental


1. Episode Depresif
Deskripsi umum: Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang
paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan khususnya
pada pasien lansia. Secara klasik, seorang pasien depresi memiliki postur yang
membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan, pandangan mata yang putus

asa dan memalingkan pandangan.


Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota
keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan
aktifitas secara menyeluruh.

Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan volume bicara


yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata-kata tunggal dan

menunjukkan respon yang lambat terhadap suatu pertanyaan.


Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi
dikatakan menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai
mood pada pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak

berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatik.


Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia
dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan perenungan
tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira-kira 10%
memiliki gejala jelas gangguan berpikir, biasanya penghambatan arus pikiran

dan kemiskinan isi pikiran.


Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien terdepresi
memiliki

suatu

gangguan

kognitif

yang

sering

kali

dinamakan

pseudodemensia depresif, dengan keluhan gangguan konsentrasi dan mudah

lupa.
Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi melakukan bunuh
diri dan kira-kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko untuk
melakukan bunuh diri meningkat saat mereka mulai membaik dan
mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan

melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal /paradoxical suicide).


Reliabilitas: Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal-hal yang
buruk dan menekan hal-hal yang baik.

2. Episode Manik
Deskriksi umum: Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang-

kadang mengelikan dan sering hiperaktif.


Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah.
Mereka memiliki toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang dapat
menyebabkan perasaan marah dan permusuhan. Secara emosional mereka
sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi marah kemudian menjadi
depresi dalam hitungan menit atau jam.

Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali
rewel dan menjadi pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat keadaan
teraktifitas, pembicaraan penuh dengan gurauan, kelucuan, sajak, permainan
kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat aktifitas meningkat lagi,
asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi menghilang menyebabkan
gagasan yang meloncat-loncat (flight of idea), gado-gado kata dan
neologisme. Pada keadaan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali

inkoheren dan tidak dapat dibedakan dari pembicaraan skizofrenik.


Gangguan persepsi: Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham
sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan yang
luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dan halusinasi aneh yang tidak

sesuai mood.
Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering
kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran

gagasan yang tidak terkendali.


Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat masih intak
walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka
menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut disebut mania delirium

(delirious mania) oleh Emil Kraepelin.


Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang atau

mengancam.
Perimbangan dan tilikan: Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari

pasien manik. Mereka mungkin dapat melanggar peraturan.


Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan penipuan
sering ditemukan pada pasien mania.
e. Terapi
1. Terapi Psikososial
Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan

farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif, terapi interpersonal
dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi gangguan depresi berat.
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan terapi ini
adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan

membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara


berfikir alternatif, fleksibel dan positif serta melatih respon kognitif dan perilaku
yang baru.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif dengan
farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masing-masing. NIMH
Treatment of Depression Collaboration Research Program, menemukan bahwa
farmakoterapi, baik sendiri maupun dengan psikoterapi merupakan terapi terpilih
untuk pasien dengan gangguan depresif yang parah.
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi ini
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang dialami
oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang ini memiliki
hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah interpersonal sekarang
mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang.
Beberapa percobaan menyatakan bahwa terapi interpersonal efektif dalam
pengobatan gangguan depresi berat. Program terapi interpersonal biasanya terdiri
dari 12 sampai 16 sesion.
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari
masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan memusatkan terapi
pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk berfungsi dengan cara
tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan yang positif. Data saat ini
menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan yang efektif untuk
gangguan depresif berat.
Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan perubahan
pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata untuk
menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, mekanisme mengatasi
masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan kemampuan untuk mengalami
berbagai macam emosi merupakan tujuan psikoanalisa.
Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan mood
untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan kemungkinan
relaps. Perawatan di rumah sakit diperlukan bila dibutuhkan prosedur diagnostik
lebih lanjut, resiko bunuh diri atau membunuh oaring lain dan penurunan

kemampuan pasien untuk merawat diri, memperoleh makanan, tempat


berlindung dan hancurnya sistem pendukung. Pasien dengan depresi ringan atau
hipomanik mengkin dapat diobati secara aman di tempat praktek dokter. Pasien
dengan gangguan mood yang berat seringkali tidak mau dirawat dirumah sakit
sehingga mereka perlu dibawa secara involunter.
2. Farmakoterapi
Antidepresan
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi dengan
gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor, gangguan tidur, nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, dan penurunan libido. Mekanisme
obat antidepresan adalah menghambat ambilan neurotransmiter aminergic dan
menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxydase (MAO) sehingga
terjadi peningkatan jumlah neurotransmiter aminergic pada celah sinaps
neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin. Obat
antidepresan

yang

ideal

harus

memenuhi

kriteria

berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam
perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai
kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6) biaya
yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak
mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik, (10)
bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.
Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda
penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat

dan

keputusan dalam

menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi


seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di masa lalu
juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat selanjutnya. Selain
efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya. Obat yang
berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan agitasi sementara
obat yang memiliki efek sedasi yang rendah cocok untuk pasien yang
mengalami penghentian atau penurunan aktivitas psikomotor. Berikut adalah

macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk kepentingan

klinik.
Antimania
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood stabilizer
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom mania dan
mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode berubahnya mood
pada umumnya tidak berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan.
Gangguan biologis yang pasti belum diidentifikasi tapi diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas katekolamin. Berdasarkan
hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam

celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.


Lithium
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa
lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan bipolar
khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien dengan fase
manik dilaporkan mencapai
aktivitas

serotonin.

60-80%. Lithium tampaknya meningkatkan

Diperkirakan

Lithium

menurunkan

pengeluaran

norepinefrin dan dopamin, menghambat supersensitifitas dopamin dan


meningkatkan sintesis asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan bahwa
peningkatan aktivitas kolinergik akan mengurangi mania. Sampai saat ini
lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar terutama pada fase
manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan penurunan resiko bunuh diri.
Bila mania masih tergolong ringan, lithium sendiri merupakan obat yang
efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu ditambah clonazepam atau
lorazepam dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah mania dapat
teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan lithium digunakan bersamaan
dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan. Pada fase depresif gangguan

bipolar, lithium sering dikombinasi dengan antidepresan.


Valproate
Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki efek
antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal memberikan
respon terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate menunjukkan

keberhasilan yang setara dengan lithium pada awal minggu pengobatan.


Kombinasi valproate dengan obat-obatan psikotropik lainnya mungkin dapat
digunakan dalam pengelolaan fase kedua pada penyakit bipolar yang
umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Valproate telah diakui sebagai
pengobatan lini pertama untuk mania. Banyak dokter tidak setuju

untuk

menggabungkan valproate dengan lithium pada pasien yang respon terhadap


salah satu agen.
3. PSIKOSA PARANOID
Gangguan delusi atau yang sebelumnya disebut gangguan paranoid, adalah
jenis penyakit mental yang serius yang disebut "psikosis" di mana seseorang tidak
bisa mengatakan apa yang nyata dari apa yang dibayangkan. Fitur utama dari
gangguan ini adalah adanya delusi, yang keyakinan yang tak tergoyahkan dalam
sesuatu yang tidak benar. Orang dengan delusi pengalaman gangguan delusi nonaneh, yang melibatkan situasi yang bisa terjadi dalam kehidupan nyata, seperti yang
diikuti, diracuni, menipu, bersekongkol melawan, atau mencintai dari kejauhan.
Delusi ini biasanya melibatkan salah tafsir dari persepsi atau pengalaman. Namun
dalam kenyataannya, situasi yang baik tidak benar sama sekali atau sangat berlebihan.
Orang dengan gangguan delusional sering dapat terus mensosialisasikan dan
berfungsi normal, terlepas dari subjek khayalan mereka, dan umumnya tidak
berperilaku dalam cara yang jelas aneh atau aneh. Ini tidak seperti orang-orang
dengan gangguan psikotik lainnya, yang juga mungkin memiliki delusi sebagai gejala
dari gangguan mereka. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, orang dengan
gangguan delusional mungkin menjadi begitu sibuk dengan delusi mereka bahwa
hidup mereka terganggu. Meskipun delusi mungkin merupakan gejala dari gangguan
yang lebih umum, seperti skizofrenia, gangguan delusi itu sendiri agak jarang.
Gangguan delusi paling sering terjadi di tengah kehidupan akhir dan sedikit lebih
umum pada wanita dibandingkan pada pria.
A. Jenis Gangguan Delusi

Ada berbagai jenis gangguan delusi berdasarkan tema utama dari delusi yang
dialami. Jenis-jenis gangguan delusi meliputi:
Erotomanic : Seseorang dengan jenis gangguan delusional percaya bahwa
orang lain, sering orang penting atau terkenal, jatuh cinta dengan dia. Orang
yang mungkin mencoba untuk menghubungi obyek khayalan, dan perilaku

menguntit tidak jarang.


Grandiose : Seseorang dengan jenis gangguan delusional memiliki rasa lebihmeningkat dari layak, kekuatan, pengetahuan, atau identitas. Orang mungkin

percaya dia memiliki bakat besar atau telah membuat penemuan penting.
Cemburu: Seseorang dengan jenis gangguan delusional percaya bahwa

pasangan nya atau pasangan seksual tidak setia.


Persecutory: Orang dengan jenis gangguan delusional percaya bahwa mereka
(atau seseorang yang dekat dengan mereka) sedang dianiaya, atau bahwa
seseorang memata-matai mereka atau berencana menyakiti mereka. Hal ini
tidak biasa bagi orang-orang dengan jenis gangguan delusional untuk

membuat keluhan berulang kepada otoritas hukum.


Somatik: Seseorang dengan jenis gangguan delusi percaya bahwa ia memiliki

cacat fisik atau masalah medis.


Campuran: Orang dengan jenis gangguan delusional memiliki dua atau lebih
dari jenis delusi yang tercantum di atas.

B. Gejala Gangguan Delusional


Kehadiran delusi non-aneh adalah gejala yang paling jelas dari gangguan ini.
Gejala lain yang perkasa muncul meliputi:
Mudah tersinggung, marah, atau suasana hati yang rendah
Halusinasi (melihat, mendengar, atau perasaan hal-hal yang tidak benar-benar
ada) yang berkaitan dengan khayalan (Misalnya, seseorang yang percaya dia
memiliki masalah bau mungkin mencium bau yang tidak sedap).
C. Penyebab Gangguan Delusional
Seperti banyak gangguan psikotik lainnya, penyebab pasti gangguan
delusional belum diketahui. Para peneliti, bagaimanapun, melihat peran berbagai
faktor genetik, biologi, lingkungan atau psikologis.

Genetik: Fakta bahwa gangguan delusi lebih sering terjadi pada orang yang
memiliki anggota keluarga dengan gangguan delusional atau skizofrenia
menunjukkan mungkin ada faktor genetik yang terlibat. Hal ini diyakini
bahwa, seperti dengan gangguan mental lainnya, kecenderungan untuk
mengembangkan gangguan delusional mungkin diwariskan dari orang tua

untuk anak-anak mereka.


Biologi: Para peneliti sedang mempelajari bagaimana kelainan daerah-daerah
tertentu dari otak mungkin terlibat dalam pengembangan gangguan delusi.
Kelainan pada fungsi daerah otak yang mengontrol persepsi dan pemikiran

mungkin berhubungan dengan pembentukan gejala delusi.


Lingkungan / psikologis: Bukti menunjukkan bahwa gangguan delusional bisa
dipicu oleh stres. Penyalahgunaan alkohol dan narkoba juga mungkin
berkontribusi terhadap kondisi tersebut. Orang-orang yang cenderung
terisolasi, seperti imigran atau orang-orang dengan penglihatan yang buruk
dan pendengaran, tampaknya lebih rentan untuk mengembangkan gangguan

delusional.
D. Diagnosa gangguan delusi
Jika gejala gangguan delusi yang hadir, dokter mungkin akan melakukan
riwayat medis yang lengkap dan pemeriksaan fisik. Meskipun tidak ada tes
laboratorium untuk secara khusus mendiagnosa gangguan delusi, dokter mungkin
menggunakan berbagai tes diagnostik, seperti studi pencitraan atau tes darah, untuk
menyingkirkan penyakit fisik sebagai penyebab gejala.
Jika dokter tidak menemukan alasan fisik untuk gejala, ia mungkin merujuk
orang ke psikiater atau psikolog, profesional perawatan kesehatan yang secara khusus
dilatih untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit mental. Psikiater dan psikolog
menggunakan wawancara dan penilaian alat khusus dirancang untuk mengevaluasi
seseorang untuk gangguan psikotik. Dokter atau terapis basa atau diagnosisnya
laporan seseorang dari gejala, dan pengamatan nya dari sikap dan perilaku seseorang.
Dokter atau terapis kemudian menentukan apakah gejala-gejala orang menunjuk ke
gangguan tertentu. Sebuah diagnosis gangguan delusional dibuat jika seseorang

memiliki delusi non-aneh untuk setidaknya satu bulan dan tidak memiliki gejala khas
dari gangguan psikotik lainnya, seperti skizofrenia.
E. Kriteria diagnosa menurut DSM-V :
a. Adanya satu (atau lebih) delusi dengan durasi 1 bulan atau lebih
b. Kriteria A untuk skizofrenia tidak pernah bertemu
catatan: halusinasi, jika ada, tidak menonjol dan terkait dengan tema
dellusional (misalnya, sensasi yang penuh dengan serangga assosiated
dengan dellusions infestasi).
c. Terlepas dari dampak delusi atau konsekuensi nya, fungsi tidak nyata
terganggu, dan perilaku tidak jelas aneh atau ganjil
d. Jika manik atau mayor episode depresi telah terjadi, ini telah singkat
relatif terhadap durasi durasi periode dellusional.
e. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat atau
conditionand medis lain tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
mental lain, seperti gangguan dismorfik tubuh atau gangguan obsesifkompulsif.
F. Pengobatan gangguan delusi
Pengobatan untuk gangguan delusional paling sering termasuk obat-obatan
dan psikoterapi (sejenis konseling). Gangguan delusional bisa sangat sulit untuk
mengobati sebagian karena penderita yang sering memiliki wawasan yang buruk dan
tidak menyadari bahwa masalah kejiwaan ada. Studi menunjukkan bahwa hampir
setengah dari pasien yang diobati dengan obat antipsikotik menunjukkan setidaknya
perbaikan parsial.
Obat antipsikotik adalah pengobatan utama untuk gangguan delusional.
Kadang-kadang, psikoterapi juga bisa menjadi tambahan membantu untuk obat
sebagai cara untuk membantu pasien lebih baik mengelola dan mengatasi tekanan
yang berkaitan dengan keyakinan delusional mereka dan dampaknya pada kehidupan
mereka. Psikoterapi yang dapat membantu dalam gangguan delsional meliputi berikut
ini:

Psikoterapi individu: Dapat membantu orang mengenali dan memperbaiki


pemikiran yang mendasari yang telah menjadi terdistorsi.

Terapi kognitif-perilaku (CBT): Dapat membantu orang belajar untuk


mengenali dan mengubah pola dan perilaku yang menyebabkan merepotkan

perasaan pikiran.
Terapi Keluarga: Dapat membantu keluarga mengatasi lebih efektif dengan
orang yang dicintai yang memiliki gangguan delusi, memungkinkan mereka
untuk berkontribusi pada hasil yang lebih baik bagi orang.

Obat utama yang digunakan untuk mencoba untuk mengobati gangguan


delusional disebut anti-psikotik. Obat yang digunakan meliputi:

Antipsikotik konvensional: Juga disebut neuroleptik, ini telah digunakan


untuk mengobati gangguan mental sejak pertengahan 1950-an. Mereka
bekerja dengan memblokir reseptor dopamin di otak. Dopamin merupakan
neurotransmitter yang diyakini terlibat dalam pengembangan delusi.
Antipsikotik konvensional termasuk Thorazine, Loxapine, Prolixin, Haldol,

Navane, Stelazine, Trilafon, dan Mellaril.


Antipsikotik atipikal: ini obat-obat baru muncul untuk menjadi efektif dalam
mengobati gejala gangguan delusional dengan lebih sedikit efek sampinggerakan terkait daripada antipsikotik khas lebih tua. Mereka bekerja dengan
memblokir reseptor dopamin dan serotonin di otak. Serotonin adalah
neurotransmitter lain diyakini terlibat dalam gangguan delusional. Obat ini

termasuk Risperdal, Clozaril, Seroquel, Geodon, dan Zyprexa.


Obat lain: Obat penenang dan antidepresan juga dapat digunakan untuk
mengobati kecemasan atau suasana hati gejala jika mereka terjadi dalam
kombinasi dengan gangguan delusional. Penenang dapat digunakan jika
seseorang memiliki tingkat yang sangat tinggi dari kecemasan atau masalah
tidur. Antidepresan dapat digunakan untuk mengobati depresi, yang sering
terjadi pada orang dengan gangguan delusional

Orang dengan gejala parah atau yang beresiko menyakiti diri sendiri atau
orang lain mungkin perlu dirawat di rumah sakit sampai kondisinya stabil.
G. Komplikasi gangguan delusi
Orang dengan gangguan delusional mungkin menjadi depresi, sering sebagai
akibat dari kesulitan yang berhubungan dengan delusi. Bertindak atas dasar delusi
juga dapat menyebabkan kekerasan atau hukum; misalnya, seseorang dengan delusi
erotomanic yang batang atau melecehkan obyek nya khayalan, bisa menyebabkan
menangkap.Selanjutnya, orang dengan gangguan ini akhirnya dapat menjadi terasing
dari orang lain, terutama jika delusi mereka mengganggu atau merusak hubungan
mereka
Apakah Outlook untuk Orang Dengan Gangguan Delusional?
Prospek untuk orang dengan gangguan delusional bervariasi tergantung pada
orang, jenis gangguan delusi, dan keadaan kehidupan seseorang, termasuk
ketersediaan dukungan dan kemauan untuk tetap dengan pengobatan. Gangguan
delusi adalah biasanya (berkelanjutan) kondisi kronis, tetapi ketika diperlakukan
dengan baik, banyak orang dengan gangguan ini dapat menemukan bantuan dari
gejala mereka. Beberapa orang sembuh sepenuhnya dan lain-lain mengalami episode
keyakinan delusional dengan periode remisi (kurangnya gejala). Sayangnya, banyak
orang dengan gangguan ini tidak mencari bantuan. Ini sering sulit bagi orang-orang
dengan gangguan mental untuk mengakui bahwa mereka tidak baik, atau mereka
mungkin atribut gejala mereka dengan faktor-faktor lain, seperti lingkungan. Mereka
juga mungkin terlalu malu atau takut untuk mencari pengobatan. Tanpa pengobatan,
gangguan delusional bisa menjadi penyakit seumur hidup.
Dapat Delusional Disorder Dicegah?
Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah gangguan delusional. Namun,
diagnosis dini dan pengobatan dapat membantu mengurangi gangguan terhadap
seseorang hidup, keluarga, dan persahabatan.

4. PSIKOSA REAKTIF (Gangguan Psikotik Singkat)


Gangguan psikotik singkat(brief psychotic disorder) adalah
gangguan yang ditandai dengan adanya satu gejala positif atau
lebih seperti halusianasi, delusi, disorganisasi pembicaraan atau
perilaku yang berlangsung selama kurang dari satu bulan. Individuindividu yang mengalami gangguan ini dapat kembali berfungsi
dengan baik dalam kehidupan sehari-hari seperti sebelumnya.
Gangguan psikotik singkat ini sering kali dicetuskan oleh situasi
yang sangat stressful (Durant, 2007).
A. Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Psikotik Singkat.
Adanya satu (atau lebih) gejala berikut :
a. Waham/ Delusi
b. Halusinasi
c. Bicara
terdisorganisasi
(misalnya
sering

menyimpang atau inkoherensi)


d. Perilaku terdisorganisasi jelas atau katatonik
Lama suatu episode gangguan adalah sekurangnya
satu

hari

tetapi

kurang

dari

satu

bulan,

dandapatkembaliberfungsisecara normal.
Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan) atau
suatu kondisi umum.

B. Contoh Kasus
Arthur, 22 Tahun merupakan pasien rawat jalan di sebuah
rumah sakit jiwa. Keluarga Arthur sangat prihatin dan gundah
menghadapi perlilakunya yang tidak lazim dan berusaha keras
untuk membantunya. Mereka mengatakan bahwa putra mereka
sakit dan berbicara seperti orang gila, dan mereka takut bila
suatu saat Arthur akan mencelakai dirinya sendiri.
Arthur memiliki masa kanak-kanak yang normal dilingkungan
kelas menengah. Pernikahan orangtuanya cukup bahagia sampai
ayahnya meninggal beberapa tahun silam. Arthur tergolong siswa
rata-rata di sekolah dan telah menyelesaikan gelar associate di

sebuah perguruan tinggi. Keluarga tampaknya mengira bahwa


Arthur menyesal karena tidak mendapat gelar Bachelornya. Arthur
pernah bekerja di sejumlah pekerjaan yang sifatnya temporer, dan
menurut

ibunya

Arthur

tampak

cukup

puas

dengan

yang

dikerjakannya. Ia tinggal dan bekerja disebuah kota besar yang


berjarak sekitar 15 menit dari rumah ibu dan saudara tirinya.
Keluarga Arthur mengatakan bahwa sekitar 3 minggu
sebelum datang ke klinik bicarnya mulai aneh. Ia telah berhenti
bekerja

sejak

beberapa

hari

sebelumnya

karena

kebijakan

pengurangan produksi ditempat kerjanya. Ia juga telah berhenti


berkomunikasi dengan keluarganya selama beberapa hari. Ketika
kemudian

berbicara

keluarganya

lagi

benar-benar

dengannya,
terkejut.

perilakunya

Meskipun

mebuat

sebelumnya

ia

memang selalu bersikap idealistis dan sangat bersemangat untuk


menolong

orang-orang

keinginannya

untuk

lain,

sekarang

menyelamatkan

ia

berbicara

semua

anak

tentang
kelaparan

diseluruh dunia dengan rencana rahasianya. Pada

mulanya

keluarga berasumsi bahwa hal itu hanya sekedar gurauan yang


sarkastik,

tetapi

tingkah

lakunya

kemudian

berubah

kearah

ekstrem. Ia mulai membawa buku catatan berisi skema yang


dirancangnya utnuk menolong anak-anak yang kelaparan. Ia
mengatakan bahwa skema itu hanya diungkapkannya pada waktu
dan orang yang tepat. Curiga bahwa Arthur mungkin telah
menggunakan obat-obatan, yang dapat menjelaskan perubahan
perilakunya yang begitu tiba-tiba dan dramatis, keluarganya
mendatangi apartemennya. Meskipun tidak menemukan bukti
apapun yang mengarah ke penggunaan obat, mereka menemukan
checkbook nya dan melihat sejumlah entry yang aneh. Selama
beberapa minggu setelah itu, tulisan tangan Arthur semakin jelek
dan Ia mulai menulis catatan-catatan, dan bukan informasi-

informasi pemeriksaan seperti lazimnya (misalnya, sekarang sudah


mulai;ini
membuat

penting;mereka
catatan

di

sebagia

harus
besar

diselamatkan).
prize

book-nya,

Ia

juga

sebuah

perkembangan yang menunjukkan penghormatan yang tidak wajar


kepada buku-buku itu.
Dari hari kehari Arthur semakin menunjukkan perubahan
emosi, sering menangis dan tampak sangat khawatir. Ia tidak mau
lagi mengenakan kaus kaki dan pakaian dalam dan, meskipun
cuaca sangat din gin, ia tidak mau mengenakan jaket ketika keluar
rumah. Dengan dipaksa keluarganya, ia pindah ke apartemen
ibunya,waktu tidurnya sangat sebentar dan membuat keluarganya
tidak dapat tidur hingga dini hari. Ibunya mengatakan bahwa
rasanya ia seperti hidup dalam mimpi buruk. Setiap pagi bangun
dengan perasaan tidak enak di perutnya. Rasanya ia tidak ingin
bangkit dari tempat tidur karena merasa sangat tak berdaya untuk
menyelamatkan Arthur dari distress beratnya.
Ketakutan keluarganya semakin besar

ketika

Arthur

mengungkapkan lebih banyak detail dari rencana rahasianya. Ia


mengatakan bahwa akan pergi ke kedutaan besar jeman karena
itulah satu-satunya tempat dimana orang mau mendengarkannya.
Ia akan memanjat pagar gedung kedutaan di malam hari saat
semua orang sedang tidur dan mengemukakan rencananya kepada
duta besar Jerman. Takut bahwa Arthur akan terluka karena
menerobos masuk ke wilayah kedutaan besar itu, keluraganya lalu
menghubungi rumah sakit jiwa. Mereka mendeskripsikan kondisi
Arthur dan menanyakan tentang kemungkinannya untuk dirawat di
sana. Mereka sangat terkejut dan kecewa ketika diberi tahu bahwa
mereka tidak dapat menempatkan Arthur di rumah sakit jiwa di luar
kemauannya, kecuali bila Arthur berisiko membahayakan dirinya
sendiri atau orang lain. Takut bahwa Arthur akan celaka bukan

alasan yang cukup kuat untuk menempatkannya di rumah sakit jiwa


di luar kemauannya.
Keluarganya akhirnya

berbicara

dengan

Arthur

dalam

pertemuan dengan staf di klinik untuk pasien rawat jalan. Selama


wawancara, jelas bahwa ia delusional, sangat percaya bahwa ia
mampu menolong semua anak kelaparan diseluruh dunia. Setelah
di bujuk, akhirnya psikiater dapat meyakinkan Arthur untuk mau
menunjukkan buku-bukunya. Ia telah menuliskan beberapa pikiran
acak (misalnya, jiwa yang satunya) dan membuat gambar-gambar
pesawat roket. Bagia dari rencanya termasuk membangunsebuah
pesawat roket untuk pergi ke bulan, dimana disana ia akan
membangun masyarakat untuk semua anak kurang gizi, tempat
dimana

mereka

dapat

tinggal

dan

diberi

bantuan.

Setelah

memberikan beberapa komentar pendek mengenai rencananya,


psikiater menanyakan tentang kesehatan Arthur.
Anda tampak letih. Apakah tidur anda tidak cukup?
tidur itu sebenarnya tidak perlu,katanya. rencana

saya

membutuhkan banyak waktu. Kalau semuanya sudah selesai saya


beristirahat sepuasnya.
keluarga anda mengkhawatirkan diri anda, Apakah anda dapat
memahami keprihatinan mereka ?.
penting bagi semua orang yang peduli untuk bersatu, bergabung
bersama.
Sambil berkata seperti itu, Arthur bangkit dan berjalan
meninggalkan

ruang

praktik,

emninggalkan

klinik,

setelah

mengatakan kepada keluarganya bahwa ia akan segera kembali.


Setelah 5menit berlalu dan ia belum juga kembali, keluarga
mencarinya tetapi ia telah menghilang. Ia menghilang selama dua
hari,

yang

membuat

keluarganya

sangat

khawatir

terhadap

kesehatan dan keselamatannya. Nyaris secara ajaib, keluarga


menemukan Arthur sedang berjalan di tengah kota. Ia bertingkah

laku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Buku-buku catatan dan


rencana rahasianya pun turut menghilang.
Kasus diatas menjelaskan bahwa

Arthur

mengalami

gejalapsikotikyaitudelusion of grandeur (delusi/waham kebesaran)


dimana Arthur meyakini dirinya sebagai seseorang yang dapat
menolong semua anak-anak dan mengakhiri kelaparan pada anakanak

diseluruh

dunia

dengan

membawa

mereka

ke

bulan

menggunakan roket. Arthur juga mengalami perubahan emosi dan


disorentasi dalam pembicaraan.Kurang dari satu bulan Arthur
kembali dapat berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehariharinya. Berdasarkan DSM IV-TR simptom yang dimunculkan Arthur
termasuk kedalam gangguan psikotik singkat yaitu gangguan
dengan satu atau beberapa gejala psikotik yang terjadi selama
kurang dari satu bulan.

REFERENSI
American Psychiatric Association.(2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. 5thed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing, Inc.
Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. New York: The Parthenon
Publishing Group. 2002.

Davidson, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. (2007). Psikologi abnormal.Edisi 9.


Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Durant,V.M.,&David,H.B.

(2007).

Intisari

Psikologi

Abnormal

(edisikeempat). Yogyakarta: PustakaPelajar


Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 1997. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 777858
Kaplan H.I., Sadock B.J., Sadock V. A. 2000. Kaplan & Sadock's Comprehensive
Textbook of Psychiatry (2 Volume Set) 7th Edition. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers.
Katzung B.G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed: Antipsychotic Agents
and Lithium, Antidepressant Agents. San Fransisco: McGraw-Hill.
Lieberman,

J.A.,

Stroup,

T.S.,

Perkins,

D.O.

(2006).

Textbook

of

schizophrenia.Arlington, VA: American Psychiatric Publishing, Inc.


Lubis N.L. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. p. 61-85.
Rusdi M. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi 3. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. p. 23-35.
Soreff S, McInnes LA. Bipolar Affective Disorder. [Online]. 2010 Feb 9 [cited 2015
October

29th];

Available

from:

URL:

http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview
Sulistia G.G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.171-179

Anda mungkin juga menyukai