Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan jiwa menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan
memprihatinkan. Menurut Rosdahi, kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang
yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian
diri, serta terbebas dari stres yang serius. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, di Indonesia diperkirakan
sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa.
Angka itu menunjukkan penderita gangguan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi,
yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas,
depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. 1,2
Skizofrenia adalah kelainan jiwa terutama menunjukkan gangguan dalam
fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Jadi gangguannya ialah mengenai
pembentukan arus serta isi pikiran. Di samping itu, juga ditemukan gangguan
persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan. Skizofrenia ditemukan 7 per 1000
orang dewasa dan terbanyak usia 15-35 tahun. Skizofrenia ini dibagi lagi menjadi
beberapa tipe. Pada makalah ini akan membahas tentang skizofrenia tipe paranoid
serta manifestasinya dan juga bagaimana melakukan terapi yang tepat untuk
skizofrenia.1,2

BAB II
1

PEMBAHASAN
Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambung
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku
pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala
fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan
gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya
adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya
adalah waham dan halusinasi. 1-5
Skizofrenia merupakan penyakit kronis. Sebagian kecil dari kehidupan berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase
residual yaitu fase yang memperlihatkn gambaran penyakit yang ringan. Selama
periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri dan aneh. Gejala
gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain. 1-5
Walaupun tidak ada gejala gejala yang patognomonik khusus, dalam praktek
terdapat gejala gejala untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersamaan,
misalnya: 1-5
a. thought

echo.

thought

insertion

atau

withdrawal,

dan

thought

broadcasting;
b. waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations)
khusus; persepsi delusional;
c. suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku psien;
d. waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar
serta sama sekali mustahil;
e. halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas;
f. arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g. perilaku katatonik;
h. gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar;

i. suatu perubahan yang konsisten sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada
sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang
termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling
sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas
selama kurun waktu satu bulan atau lebih.1-5
Patofisiologi
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh
orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan
tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan
pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti.
Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi.
Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek
mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan inteligensia yang
mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat
menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga
mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. 4
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek
mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang
merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. 1

Gangguan Pikiran1-4
-

Gangguan proses pikir


Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak
dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah:
1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga
membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di
pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami
gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin
mengandung arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat)
dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain.
Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi
kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja
diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk
kemampuan berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit

ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).


Gangguan isi pikir
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta
dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak aneh tetapi
sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan
bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui
waham disorganisasi atau waham tidak sistematis.
2. Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien
tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan,
meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.

Gangguan Persepsi1-4

Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa
juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran
dapatpula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien.
Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering
diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadangkadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras.

Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.
Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.

Gangguan Perilaku1-4
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik
yang dapat berupa stupor atauh

gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak

bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar.


Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik
yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada
stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala
katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan dibengkokkan terasa
suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak
lama.Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang
melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi.
Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi
mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau
kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik.
Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam
bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
Gangguan Afek
5

Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh


terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan
masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya
menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi
dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris
dan inadequat dalam bahasa belanda. 1-4
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas
untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah: Emosi berlebihan, sehingga
kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang bersandiwara. Yang
penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dual hal
yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci
satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini
dinamakan ambivalensi afektif. 1-4
Etiologi
Faktor Genetik
Risiko skizofrenia meningkat pada kerabat biologis pasien tetapi tidak
mengadopsi relative, risiko skizofrenia pada saudara-saudara tingkat penderita
skizofrenia adalah 10%. Jika kedua orang tua memiliki skizofrenia, risiko skizofrenia
pada anak mereka adalah 40%. Varian gen yang telah sejauh ini terlibat bertanggung
jawab atas hanya sebagian kecil dari skizofrenia, dan temuan ini tidak selalu
direplikasi dalam studi yang berbeda. Gen-gen yang telah ditemukan sebagian besar
mengubah ekspresi gen atau fungsi protein dalam cara yang kecil. Interaksi dengan
seluruh genom dan dengan lingkungan pasti akan terbukti menjadi penting. 1-4
Faktor Psikososial
Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan yang
terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan ego dan defek-defek
ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala skizofrenia. 1-4

Psikoneuroimunologi
Sejumlah abnormalitas berkaitan dengan skizofrenia, mencakup penurunan
produksi T-cell interleukin-2, pengurangan jumlah dan respons limfosit perifer,
reaktivitas humoral dan seluler abnormal terhadap neuron, adanya antibodi braindirected (antibrain). 1-4
Psikoneuroendokrinologi
Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin pada pasien
skizofrenia dan kelompok kontrol. Contohnya:

abnormalitas

dexamethason

suppression test, penurunan luteinizing hormone dan follicle-stimulating hormone. 1-4


Neurokimiawi otak
Terdiri dari hipotesis dopamin, hipotesis serotonin,hipotesis GABA, hipotesis
glutamate. 1-4
Hipotesis serotonin
Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai penyebab gejala
positif dan negatif pada skizofrenia. 1-4
Hipotesis gamma-aminobutiryc acid (GABA)
Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid (GABA)
dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan pada penemuan bahwa
beberapa pasien skizofrenia mempunyai kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di
hipokampus. GABA memiliki efek regulatory pada aktivitas dopamin, dan kehilangan
neuron inhibitory GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron
dopaminergic. 1-4
Hipotesis glutamat
Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu antagonis
glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa dengan skizofrenia. 1-4
Pemeriksaan Status Mental1-4
Penampilan

Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia


dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasi hingga
orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan lain-lain. 3

Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata


Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku
motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan,
perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas,
rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan,
kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau
berhati-hati.
Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai
persepsi orang tersebut terhadap dunia. Afek didefinisikan sebagai responsivitas
emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan
kisaran perilaku ekspresif.

Kakteristik gaya bicara


Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, pendiam, tidak
spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara
dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras,
berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap,
dimasukkan dalam bagian ini.3

Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau
lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat
8

(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi
tersebut harus dijelaskan.

Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ
tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada
otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum
tulang.3

Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata,
sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat
terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase
prodromal dan selama periode remisi.

Isi pikir dan kecenderungan mental


Proses pikir (bentuk pemikiran)
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat
terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight of
ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara berpikir yang lambat atau
tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial,
sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif. 3
Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai
diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang
mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak
detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu ke ide
semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah
pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang
dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak
pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad
(hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang
9

association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda),


dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau
pemadatan kata-kata lain).4

Isi pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana,
niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan
kecenderungan antisosial tertentu.3

Sensorium dan kognisi


Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien,
kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.2
o Kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik
pada otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif,
ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik,
semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam
dinding atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki
gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.
o Informasi dan inteligensi
Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan
kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti
yang dijumpai pada gangguan kepribadian.Perilaku kekerasan lazim dijumpai di
antara pasien skizofrenik yang tidak diobati. Waham yang bersifat kejar, episode
10

kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis merupakan faktor resiko perilaku


kekerasan atau impulsif. 1-4
Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai
15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang
paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini adalah
depresi yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping obat. Faktor
pemicu lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan absolut, kebutuhan
melarikan diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang memerintahkan
pasien mebunuh diri sendiri.Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan
pembunuhan, hal itu mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangkasangka yang didasarkan pada halusinasi atau waham. 1-4

Daya nilai dan tilikan


Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial.
Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi imajiner.
Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap dalam suasana
gedung bioskop yang penuh sesak?. 1-4
Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien dapat
menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan
sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal,
atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari dirinya sakit, namun
menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya. 1-4

Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan
untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai
penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang menurut pasien
dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat
memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik. 1-4
Tes kepribadian

11

Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas
dan validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu
banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari parameter atau indikator
yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu. Kepribadian adalah
keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam hubungan antar manusia,
pribadinya dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang
nyata, tetapi juga sikap internal, kecenderungan bertindak dan hambatan. Kepribadian
dapat dievaluasi dengan cara observasi, wawancara, atau melalui daftar pertanyaan,
tes melengkapi kalimat atau tes proyeksi. 1-4
Skizofrenia berdasarkan PPDGJ 5
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijmpai di negara manapun.
Gambaran klinis di dominasi oleh waham-waham yang secara relatif stabil, sering kali
bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi
pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongan
kehendak (volition) dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak menonjol.
Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum : 5
1.Waham-waham kejaran, rujukan (reference), exalted birth (merasa dirinya
tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan.
2.Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)
3.Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Gangguan pikiran mungkin jelas dalam keadaan-keadaan yang akut, tetapi
sekalipun demikian kelainan itu tidak menghambat diberikannya deskripsi secara jelas
mengenai waham atau halusinasi yang bersifat khas. Keadaan afektif biasanya kurang
menumpul di bandingkan jenis skizofrenia lain, tetapi suatu derajat yang ringan
mengenai ketidakserasian (incongruity) umum dijumpai seperti juga gangguan
suasana perasaan (mood) seperti iritabilitas, negatif seperti pendataran afektif, dan
hendaya dalam dorongan kehendak (volition) sering dijumpai tetapi tidak
mendominasi gambaran klinisnya .

12

Perjalanan penyakit skizofrenia paranoid dapat terjadi secara episodic, dengan


remisi sebagian atau sempurna, atau bersifat kronis. Pada kasus-kasus yang kronis,
gejala yang nyata menetap selama bertahun-tahun dan sukar untuk membedakan
episode-episode yang terpisah. Onset cenderung terjadi pada usia yang lebih tua dari
pada bentuk-bentuk hebefrenik dan katatonik.
F 20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas, dan
secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta
terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta umumnya mannerisme. Suasana perasaan (mood) pasien dangkall
dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau
perasaan puas-diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap yang angkuh/agung (lofty manner); tertawa

menyeringai

(grimaces),

mannerisme, mengibuli secara bersanda gurau (pranks), keluhan yang hipokondrik,


dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases). Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Ada
kecenderungan untuk tetap menyendiri (solitary), dan perilaku tampak hampa tujuan
dan hampa perasaan. Bentuk skizofrenia ini biasanya mulai antara umur 15 dan 25
tahun, cenderung mempunyai prognosis yang buruk akibat berkembangnya secara
cepat gejala negatif, terutama mendatarnya afek dan semakin berkurangnya
dorongan kehendak (loss of volition)
Sebagai tambahan, gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan
proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol. Dorongan gairah (drive) dan ketegasan (determination) hilang serta
tujuan ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi
yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya makin mempersukar pemahaman mengenai arus pikiran pasien.
F20.2 Skizofrenia Katatonik
Pedomen Diagnostik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia

13

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
(a)
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
(b)

dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);


gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motoric yang tak bertujuan, yang

(c)

tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)


menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

(d)

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);


negativism (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan

(e)

kearah yang berlawanan);


rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan

(f)

upaya menggerakkan dirinya);


fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak

(g)

dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-

kalimat.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostic untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolic, atau alcohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjad pada
gangguan afektif

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated)


Pedoman Diagnostik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.


Tidak memenuhi kinerja untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,

atau katatonik;
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pascaskizofrenia.

F20.4 Depresi Pascar-skizofrenia


Pedoman Diagnostik

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :


(a)
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kirteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
14

(b)

Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetap tidak algu

(c)

mendominasi gambaran klinisnya); dan


Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam

kurun waktu paling sedikit 2 minggu.


Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
Episode Depresif (F32.-). BIla gejala skizofrenia masih jelas dna menonkol,
diagnosi harus tetap salah satu dari subtype skizofrenia yang sesuai (F20.0F20.3)

F20.5 Skizofrenia Residual


Pedoman Diagnostik

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus


dipenuhi semua :
(a) gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatakn
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
(b)

yang buruk;
sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau

(c)

yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;


sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dan

(d)

skizofrenia;
tidak terdapat dementia atau penyakit./gangguan otak organic lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.

F20.6 Skizofrenia Simpleks


Pedoman Diagnostik

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena


tergantung pada pemantapan perkembangan berjalan perlahan dan progresif
dari:

15

gejala negative yang khas dari skizofrenia residual (lihat F20.5 diatas)
tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari

episode psikotik, dan


disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat

sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.


Gangguan ini kurang jelas gejala psikotinya dibandingkan sub tipe skizofrenia
lainnya.

F20.8 Skizofrenia Lainnya


F20.9 Skizofrenia YTT
Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai
daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di
seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya
onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya
gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada
perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah luar.1,5
Penatalaksanaan
Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif seringkali bermanfaat dalam membantu pasien
mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi
penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala.
Dukungan psikologis penting bagi penderita skizofrenia dan keluarganya. Terapi
keluarga dapat membantuk mereka mengurangi ekspresi emosi yang berlebihan, dan
terbukti mencegah kekambuhan. Bantuan mandiri dapat membantu penderita psikosis
untuk berbagi pengalaman dan cara untuk menghadapi gejalanya. 1,4-6
Selain psikoterapi hal lain yang perlu diperhatikan adalah pasien skizo
membutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial ini akan membantu penderitau untuk
kembali bekerja atau sekolah sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan
kualitas hidupnya. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, pusat rehabilitasi dapat

16

membantu merestrukturisasi kegiatan mereka. Tempat tinggal yang layak sangat


penting. Penderita dengan gejala sisa (contoh gejala negatif dan kognitif) mungkin
tidak dapat hidup mandiri. Rawat inap dan layanan rehabilitasi masyarakat bertujuan
untuk memaksimalkan kemandirian pasien. 1,4-6
Memberikan perawatan yang positif dan tanpa stigma diperlukan bagi pasien
yang akan kembali berhubungan dengan tim perawat agar mematuhi perawatan.
Dengan hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil dari pengobatan yang dijalani
oleh pasien tersebut. 1,4-6

Psikofarmaka
Penggunaan obat antipsikotik, juga dikenal sebagai obat neuroleptik atau obat
penenang utama, adalah andalan pengobatan untuk skizofrenia. Obat-obat ini telah
berulang kali telah ditunjukkan untuk mengurangi gejala positif skizofrenia dan
mencegah relaps. Sekitar 80% dari pasien kambuh dalam waktu 1 tahun jika obat
antipsikotik dihentikan, sementara hanya 20% kambuh jika diobat. Obat-obat
antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin di
otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik seperti halusinasi,
waham dan lain-lain. 1,4,5
Efek samping dapa dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia, distonia akut dan
parkinsonism (acute extrapyramidal syndrome). Dapat juga terjadi efek samping akut
berupa SNM (Sindrom Neuroleptik Maligna) yang merupakan kondisi emergensi
karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada kondisi kronis atau efek
samping pengobatan jangka panjang dapat dilihat kemungkinan terjadinya tardive
dyskinesia. 1,4-6
Bila terjadi efek samping sindroma ekstrapiramidal seperti Distonia Akut,
Akathisa atau Parkinsonism, biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis dan
bila

tidak

dapat

triheksifenidil

ditanggulangi

(Artane@).

diberikan

Benztropin

obat-obat

Congentin@),

antikholinergik
Sulfas

Atropin

seperti
,

atau

dipenhydramin (Benadryl @) injeksi IM atau IV dengan dosis 10-50 mg/ml. Tersering


digunakan Triheksifenidil dengan dosis 3 kali 2 mg per hari. Bila tetap tidak berhasil
mengatasi efek samping tersebut disarankan untuk mengganti jenis antipsikotik yang

17

digunakan ke golongan APG-II yang lebih sedikit kemungkinannya mengakibatkan


efek samping ekstrapiramidal. 1,4,5
Prognosis
Prognosis setiap orang akan berbeda-berbeda. Menurut online journal of
Natural Science dilakukan penelitian terhadap pasien-pasien skizofrenia di Instalasi
Rawat Inap Jiwa di Provinsi Sulawesi Tengah mengatakan bahwa pemilihan jenis,
golongan dan kombinasi antipsikotik pada pasien skizofrenia yang tepat obat sebesar
90,4% dan yang tidak tepat obat sebesar 9,6%. 1,6
Pemilihan obat antipsikotik dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan
dan kerentanan pasien terhadap efek samping ekstrapiramidal. Perbedaan antara obat
antipsikotik merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding respon pasien
terhadap obat. Maksudnya adalah jenis antipsikotik yang diberikan pada pasien
tergantung pada respon pasien terhadap obat tersebut. Jika pasien memiliki respon
yang baik dengan mengalami perbaikan gejala dengan pemberian jenis obat
antipsikotik tertentu maka obat itulah yang efektif untuk pasien tersebut. Namun bila
respon pasien terhadap jenis antispikotik tertentu tidak baik maka perlu diganti
dengan jenis antipsikotik lain hingga pasien merespon lebih baik. Selain medikasi
antipsikotik dari pengobatan skizofrenia, intervensi psikososial dapat memperkuat
perbaikan klinis seperti dukungan keluarga dan terapi spiritual. 1,6

18

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Oleh karena itu terkadang sulit untuk didiagnosis. Akan
tetapi dengan melakukan anamnesis atau wawancara psikiatrik dengan benar dan tepat
maka akan bisa menetapkan diagnosis yang baik dan benar. Bukan hanya diagnosis
yang baik dan benar, pemilihan jenis obat antipsikotik pun juga perlu diperhatikan
efek sedasi ataupun efek ekstrapiramidal terhadap daya kerentanan pasien dengan
efek-efek tersebut. Selain terapi dengan medikamentosa, pasien skizo perlu mendapat
dukungan sosial dari keluarga, teman dan lingkungannya. Kesabaran dan perhatian
yangtepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung
serta memotivasi penderita untuk sembuh.
19

Daftar Pustaka
1. Sadock

BJSadock

VA.Buku

ajar

psikiatri

klinis.Edisi

ke-2.Jakarta:

EGC;2013.h.147-68
2. Anindita B. Pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan
pada klien skizofrenia paranoid di RSJD Surakarta. 2012. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/20435/15/NASKAH_PUBLIKASI.pdf, 7 Januari 2016
3.
Frankenburg FD. Schizophrenia. 24 Januari 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 7 Januari 2016
4. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi kedua.
Jakarta:FKUI;2013.h.49-53
5. Departemen Kesehatan RI.1995.h.141-5. Pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III(PPDGJ).Jakarta: Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.h.15-16,140-50
6. Dewi S, Elvira SD, Budiman R. Gambaran kebutuhan hidup penyandang
skizofrenia.

Maret

2013.

Diunduh

dari

20

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1231/12
04, 7 Januari 2016

21

Anda mungkin juga menyukai