PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan jiwa menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan
memprihatinkan. Menurut Rosdahi, kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang
yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian
diri, serta terbebas dari stres yang serius. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, di Indonesia diperkirakan
sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa.
Angka itu menunjukkan penderita gangguan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi,
yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas,
depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. 1,2
Skizofrenia adalah kelainan jiwa terutama menunjukkan gangguan dalam
fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Jadi gangguannya ialah mengenai
pembentukan arus serta isi pikiran. Di samping itu, juga ditemukan gangguan
persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan. Skizofrenia ditemukan 7 per 1000
orang dewasa dan terbanyak usia 15-35 tahun. Skizofrenia ini dibagi lagi menjadi
beberapa tipe. Pada makalah ini akan membahas tentang skizofrenia tipe paranoid
serta manifestasinya dan juga bagaimana melakukan terapi yang tepat untuk
skizofrenia.1,2
BAB II
1
PEMBAHASAN
Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambung
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku
pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala
fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan
gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya
adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya
adalah waham dan halusinasi. 1-5
Skizofrenia merupakan penyakit kronis. Sebagian kecil dari kehidupan berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase
residual yaitu fase yang memperlihatkn gambaran penyakit yang ringan. Selama
periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri dan aneh. Gejala
gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain. 1-5
Walaupun tidak ada gejala gejala yang patognomonik khusus, dalam praktek
terdapat gejala gejala untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersamaan,
misalnya: 1-5
a. thought
echo.
thought
insertion
atau
withdrawal,
dan
thought
broadcasting;
b. waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations)
khusus; persepsi delusional;
c. suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku psien;
d. waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar
serta sama sekali mustahil;
e. halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas;
f. arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g. perilaku katatonik;
h. gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar;
i. suatu perubahan yang konsisten sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada
sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang
termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling
sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas
selama kurun waktu satu bulan atau lebih.1-5
Patofisiologi
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh
orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan
tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan
pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti.
Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi.
Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek
mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan inteligensia yang
mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat
menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga
mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. 4
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek
mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang
merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. 1
Gangguan Pikiran1-4
-
Gangguan Persepsi1-4
Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa
juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran
dapatpula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien.
Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering
diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadangkadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras.
Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.
Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.
Gangguan Perilaku1-4
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik
yang dapat berupa stupor atauh
Psikoneuroimunologi
Sejumlah abnormalitas berkaitan dengan skizofrenia, mencakup penurunan
produksi T-cell interleukin-2, pengurangan jumlah dan respons limfosit perifer,
reaktivitas humoral dan seluler abnormal terhadap neuron, adanya antibodi braindirected (antibrain). 1-4
Psikoneuroendokrinologi
Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin pada pasien
skizofrenia dan kelompok kontrol. Contohnya:
abnormalitas
dexamethason
Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau
lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat
8
(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi
tersebut harus dijelaskan.
Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ
tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada
otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum
tulang.3
Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata,
sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat
terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase
prodromal dan selama periode remisi.
Isi pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana,
niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan
kecenderungan antisosial tertentu.3
Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan
untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai
penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang menurut pasien
dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat
memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik. 1-4
Tes kepribadian
11
Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas
dan validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu
banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari parameter atau indikator
yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu. Kepribadian adalah
keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam hubungan antar manusia,
pribadinya dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang
nyata, tetapi juga sikap internal, kecenderungan bertindak dan hambatan. Kepribadian
dapat dievaluasi dengan cara observasi, wawancara, atau melalui daftar pertanyaan,
tes melengkapi kalimat atau tes proyeksi. 1-4
Skizofrenia berdasarkan PPDGJ 5
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijmpai di negara manapun.
Gambaran klinis di dominasi oleh waham-waham yang secara relatif stabil, sering kali
bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi
pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongan
kehendak (volition) dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak menonjol.
Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum : 5
1.Waham-waham kejaran, rujukan (reference), exalted birth (merasa dirinya
tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan.
2.Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)
3.Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Gangguan pikiran mungkin jelas dalam keadaan-keadaan yang akut, tetapi
sekalipun demikian kelainan itu tidak menghambat diberikannya deskripsi secara jelas
mengenai waham atau halusinasi yang bersifat khas. Keadaan afektif biasanya kurang
menumpul di bandingkan jenis skizofrenia lain, tetapi suatu derajat yang ringan
mengenai ketidakserasian (incongruity) umum dijumpai seperti juga gangguan
suasana perasaan (mood) seperti iritabilitas, negatif seperti pendataran afektif, dan
hendaya dalam dorongan kehendak (volition) sering dijumpai tetapi tidak
mendominasi gambaran klinisnya .
12
menyeringai
(grimaces),
13
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
(a)
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostic untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolic, atau alcohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjad pada
gangguan afektif
atau katatonik;
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pascaskizofrenia.
(b)
(c)
yang buruk;
sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
(c)
(d)
skizofrenia;
tidak terdapat dementia atau penyakit./gangguan otak organic lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.
15
gejala negative yang khas dari skizofrenia residual (lihat F20.5 diatas)
tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
16
Psikofarmaka
Penggunaan obat antipsikotik, juga dikenal sebagai obat neuroleptik atau obat
penenang utama, adalah andalan pengobatan untuk skizofrenia. Obat-obat ini telah
berulang kali telah ditunjukkan untuk mengurangi gejala positif skizofrenia dan
mencegah relaps. Sekitar 80% dari pasien kambuh dalam waktu 1 tahun jika obat
antipsikotik dihentikan, sementara hanya 20% kambuh jika diobat. Obat-obat
antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin di
otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik seperti halusinasi,
waham dan lain-lain. 1,4,5
Efek samping dapa dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia, distonia akut dan
parkinsonism (acute extrapyramidal syndrome). Dapat juga terjadi efek samping akut
berupa SNM (Sindrom Neuroleptik Maligna) yang merupakan kondisi emergensi
karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada kondisi kronis atau efek
samping pengobatan jangka panjang dapat dilihat kemungkinan terjadinya tardive
dyskinesia. 1,4-6
Bila terjadi efek samping sindroma ekstrapiramidal seperti Distonia Akut,
Akathisa atau Parkinsonism, biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis dan
bila
tidak
dapat
triheksifenidil
ditanggulangi
(Artane@).
diberikan
Benztropin
obat-obat
Congentin@),
antikholinergik
Sulfas
Atropin
seperti
,
atau
17
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Oleh karena itu terkadang sulit untuk didiagnosis. Akan
tetapi dengan melakukan anamnesis atau wawancara psikiatrik dengan benar dan tepat
maka akan bisa menetapkan diagnosis yang baik dan benar. Bukan hanya diagnosis
yang baik dan benar, pemilihan jenis obat antipsikotik pun juga perlu diperhatikan
efek sedasi ataupun efek ekstrapiramidal terhadap daya kerentanan pasien dengan
efek-efek tersebut. Selain terapi dengan medikamentosa, pasien skizo perlu mendapat
dukungan sosial dari keluarga, teman dan lingkungannya. Kesabaran dan perhatian
yangtepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung
serta memotivasi penderita untuk sembuh.
19
Daftar Pustaka
1. Sadock
BJSadock
VA.Buku
ajar
psikiatri
klinis.Edisi
ke-2.Jakarta:
EGC;2013.h.147-68
2. Anindita B. Pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan
pada klien skizofrenia paranoid di RSJD Surakarta. 2012. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/20435/15/NASKAH_PUBLIKASI.pdf, 7 Januari 2016
3.
Frankenburg FD. Schizophrenia. 24 Januari 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 7 Januari 2016
4. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi kedua.
Jakarta:FKUI;2013.h.49-53
5. Departemen Kesehatan RI.1995.h.141-5. Pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III(PPDGJ).Jakarta: Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.h.15-16,140-50
6. Dewi S, Elvira SD, Budiman R. Gambaran kebutuhan hidup penyandang
skizofrenia.
Maret
2013.
Diunduh
dari
20
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1231/12
04, 7 Januari 2016
21