Anda di halaman 1dari 16

Gagal Jantung Akut pada Penderita Hipertensi

Evita Jodjana
102013201
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
FK UKRIDA 2013
Jalan Arjuna Utara No.16,Jakarta Barat 11510
evitajodjana19@gmail.com
Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ dalam manusia yang memiliki fungsi.vital dan
penting. Kerja utama dari jantung ialah memompa darah ke seluruh sel sel tubuh dan
mengolahnya kembali setelah dilakukan pembersihan oleh organ penting lainnya yaitu paru
paru.

Kerja utama fisiologis ini dapat menjadi suatu keadaan patologis dimana terjadi

kegagalan memompa darah sesuai dengan kebutuhan jaringan. Kegagalan memompa darah
ini seringkali disebut dengan gagal jantung. Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan
tanda dan gejala), ditandai dengan sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Pembahasan
Anamnesis
langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan
lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan
dokter pasien yang profesional dan optimal.1,2
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting identitas pasien,riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pribadi, dan
sosial-ekonomi.
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah.
Adapun beberapa hal yang penting untuk ditanyakan pada pasien dengan kecurigaan
akan gangguan pada jantung yaitu:1,2
- Keluhan utama pasien
- Adakah rasa nyeri di sekitar dada?
- Jika ada nyeri, kapan munculnya, saat seperti apa (saat beraktivitas, saat
santai, atau setiap saat)
Page | 1

Seberapa sering rasa sakit itu muncul


Apakah rasa sakit itu menjalar atau hanya di satu titik?
Sejak kapan rasa sakit itu mulai terjadi?
Apakah rasa sakit itu semakin berat atau konstan?
Adakah sesak napas?
Adakah bengkak di sekitar tubuh?
Keluhan lain seperti rasa malas, perasaan gampang lelah
Batuk (berdahak, kering, atau berdarah)
Pernah pingsan atau tidak
Riwayat penyakit pendahulu pasien (Diabetes Melitus, Hipertensi, dll)
Riwayat penyakit keluarga
Apakah pasien memiliki alergi?
Pengobatan atau terapi yang mungkin pernah dilakukan sebelumnya
Apakah ada memakai obat, merokok atau mengkonsumsi alkohol?

Dari anmnesis, didapatkan bahwa seorang laki-laki berusia 62 tahun datang dengan
keluhan sesak napas dirasakan pada malam hari yang memberat sejak 2 hari lalu. Sesak sudah
muncul sejak 3 hari yang lalu dan lebih nyaman tidur dengan 2 bantal kepala. Pasien pernah
mengalami nyeri dada 1 minggu yang lalu, nyeri terasa seperti tertekan benda berat dan
berlangsung 20 menit lalu membaik sendiri. Pasien memiliki riwayat merokok selama 30
tahun naum sudah berhenti sejak 5 tahun yang lalu, selain itu pasien juga memiliki riwayat
hipertensi 15 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis. Terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sikap sopan
santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang diperiksa harus
diperhatikan dengan baik oleh pemeriksa.1,2
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien.
Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan
distress akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relative
stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih
lengkap. Setelah menilai keadaan umum, perlu dialukan juga pemeriksaan tanda-tanda vital
pasien yaitu berupa pemeriksaan suhu, nadi, tekanan darah serta pernafasannya. Tanda-tanda
vital yang didapatkan adalah tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90 x/menit, pernafasan
28x/menit dan suhu 36,5oC.1,2
Pada pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan pemeriksaan Head to toe , didapatkan
conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik dan JVP 5+2 cmH 2O. Pemeriksaan abdomen
Page | 2

menunjukkan abdomen tampak datar, terdapat hepatomegali jari dibawah arcus costae, tidak
ada nyeri tekan. Perkusi timpani, tidak ada undulasi maupun Shifting Dullness dan auskultasi
bising usus normal. Dari pemeriksaan abdomen dilanjutkan pemeriksaan ekstremitas,
didapatkan akral hangat, tidak ada sianosis maupun edema. Selanjutnya bagian yang paling
penting dilakukan pemeriksaan adalah bagian thoraks, seperti biasa pemeriksaan yang
dilakukan berupa inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi secara umum hal-hal
yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, misalnya tampak lelah,
kelelahan karena akibat cardiac output rendah, frekuensi nafas meningkat, sesak yang
menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing
finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri, perubahan warna kulit
merah muda kehitaman pada pipi (stenosis mitral). Begitu juga dengan ada tidaknya edem,
Khusus inspeksi jantung adalah dengan melihat pulsasi area apeks, trikuspidal, pulmonal,
aorta.1,2
Palpasi dengan memepergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung
rasa sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trkuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang
diperiksa adalah :1,2
-

Ictus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya adalah
2cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavicula kiri.
Perkusi dilakukan dengan cara telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di

dinding dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari
yang lain agak di angkat. Tujuannya adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai
jari pengetuk adalah jari tengah tangan kanan. Pada waktu pengetukan hanya menggerakkan
sendi pergelangan tangan, dan tidak menggerakkan sendi siku.Dengan perkusi dapat di
tentukan batas-batas jantung dan contour jantung.1,2
Auskultasi dengan auskultasi akan didengar bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising
jantung apabila ada kelainan di jantung dengan menggunakan stetoskop.
Untuk mendapatkan hasil auskultasi yang baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: didalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang
lemah, sinkronisasi nadi untuk menentukan bunyi jantung I dan seterusnya menentukan fase
sistolik dan diastolic dan menentukan bunyi jantung dan bising secara teliti.
Lokasi pemeriksaan auskultasi adalah :1,2
a) Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup miral

Page | 3

b) Sela iga IV-V sterna kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung
yang berasal dari katup trikuspidal
c) Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada
kelainan yaitu ASD atau VSD
d) Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal
e) Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.
Hasil pemeriksaan fisik pada thoraks yang didapatkan adalah inspeksi, palpasi, dan
perkusi normal. Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler, ronkhi basah diseluruh
lapang paru, bunyi jantung 1-2 murni reguler, tidak ada murmur dan terdapat bunyi Gallop
S3.
Adapun beberapa pemeriksaan yang penting dilakukan yaitu pemeriksaan JVP,
pemeriksaan ini mencerminkan tekanan atrium kanan atau tekanan vena sentral, dan
sebaiknya JVP dinilai dari pulsasi pada vena jugularis interna kanan.2
Pemeriksaan Penunjang
Setelah kecurigaan atas adanya gangguan pada jantung semakin jelas, untuk menegakkan
diagnosis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang sebagai berikut :2

Pemeriksaan Laboratorium
o Complete Blood Count (CBC/Pemeriksaan Darah Lengkap)
o Elektrolit
o Tes Fungsi Lever

Elektrolardiograf (EKG) : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,


iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya: takhikardi, fibrilasi
atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventricular.

Echocardiography : Menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri,


pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral. Ekokardiografi mempunyai
peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.

Rontgen
o Pemeriksaan foto thorax
Foto thorax harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua
pasien yang diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru,
Page | 4

dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti
efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi
PA (posterior anterior).
Diagnosis Kerja (Working Diagnosis)
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh
sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau fungsi jantung. Dulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari
berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk
meningkatkannya dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban. Sekarang gagal
jantung dianggap sebagai remodelling progesif akibat beban/penyakit pada miokard
sehingga pencegahan progesivitas dengan penghambat neurohumoral.
Ada beberapa istilah dalam gagal jantung:3,4
-

Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik


Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan
dari pmeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
Doppler-Echocardiography.
Gagal jantung sistolik merupakan ketidakmampuan jantung memompa sehingga curah
jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatique, kemampuan aktivitas fisik
menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolic merupakan ketidakmampuan jantung untuk merelaksasi dan
adanya gangguan pengisian ventrikel. Didefinisikan sebagai gagal jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan DopplerEchocardiograpy aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat
dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis maupun pemeriksaan fisik saja. Terdapat
tiga gangguan fungsi diastolic yaitu gangguan relaksasi, pseudo-normal, serta tipe
restriktif.
Gagal jantung sistolik disebabkan oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying
HD/index of events) yang menyebabkan remodeling structural, lalu diperberat oleh
progresivitas beban.penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut
gagal jantung.

Page | 5

Remodeling structural tersebut dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme


kompensasi sehingga rfungsi jantung terpelihara relative normal (gagal jantung
asimtomatik, tidak memberikan gejala). Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan
tampak bila timbul faktor presipitasi (predisposisi) seperti yang tertera pada gagal
jantung yang lainnya.
-

Gagal Jantung Kanan dan Kiri


Gagal jantung kanan terjadi akibat banyak hal berupa kelainan yang ada melemahkan
ventrikel kanan seperti pada gagal jantung kiri, hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Gagal jantung kiri terjadi
akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru
menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea.Namun karena perubahan biokimia
gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal
jantung yang susdah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda.
Fungsi ventrikel kiri abnormal dengan terganggunya aliran pompa jantung tidak
hanya menyebabkan terisi berlebihannya dari tambahan tekanan pulmonal (disebut
juga sebagai backward heart failure), namun juga dapat berdampak pada ventrikel
kanan, dalam artian berimplikasi pada septum ventrikel. Maka, gagal jantung kanan
pada umumnya mengikuti aliran gagal jantung kiri. Namun, jumlah signifikan sodium
dan retensi air, dengan bentuk edema peripheral bisa terjadi karena gagal jantung kiri
tanpa hemodinamik dari gagal jantung kanan. Hal tersebut dapat terjadi karena
kurangnya perfusi pada ginjal akibat garam dan retensi air. Peningkatan tekanan
diastolic pada ventrikel lain dapat meningkatkan tekanan diastolic atau mengurangi
distenstibilitas dari ventrikel sebelahnya, terutama jika mengenai pericardium,
biokimia dan hemodimakik dari ventrikel sebelah dapat menjadi abnormal walaupun
hanya salah satu yang terjadi kegagalan jantung.

Gejala gagal jantung secara konvensional dibagi menjadi gagal ventrikel kiri, gagal
ventrikel kanan, atau kedua-duanya.Gagal jantung bukan merupakan diagnosis dan penyebab
yang mendasarinya harus selalu dicari. Gagal jantung adalah alasan yang sangat sering,
mencakup 5% dari pasien yang dirawat di bangsal rumah sakit.2

Gagal ventrikel kiri :


Page | 6

Sesak nafas
Dispnea nocturnal paroksismal ortopnea( Adakah masalah dengan
pernafasan di malam hari ? jumlah bantal yang dipakai ? )
Yang lebih jarang adalah mengi (wheezing), batuk, sputum merah muda

berbusa, toleransi olahraga berkurang


Gagal ventrikel kanan :
Edema perifer khususnya pada pergelangan kaki, tungkai, sacrum
Asites
Ikterus, nyeri hati, mual, dan nafsu makan berkurang (akibat edema usus),
namun jarang terjadi
Efusi pleura

Gagal jantung akut biasa timbul dengan gejala sesak napas mendadak dan hebat,
sianosis dan distress. Gagal jantung kronis biasa berhubungan dengan berkurangnya toleransi
olahraga, edema perifer, letargi, malaise dan penurunan berat badan.

Gambar1. Pembagian gagal jantung


Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan
kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung. Kondisi ini
mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan segera, dan biasanya berujung pada
Page | 7

hospitlisasi. Ada dua jenis persentasi gagal jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru
terjadi pertama kali (de novo) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung
kronis yang sebelumnya stabil. Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolum
atau hipertensi pada pasien dengan gagal jantung diastolik.
Gambaran klinis khas dari gagal jantung akut adalah kongesti paru, walau beberapa
pasien lebih banyak memberikan gambaran penurunan cardiac output dan hipoperfusi
jaringan lebih mendominasi penampilan klinis.5
Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan gagal jantung
akut. Contoh yang paling sering antara lain; peninggian afterload pada penderita hipertensi
sistemik atau pada penderita hipertensi pulmonal, peninggian preload karena volume
overload atau retensi air, dan gagal sirkulasi seperti pada keadaan high output states antara
lain pada infeksi, anemia atau thyrootoxicosis.
Kondisi lain yang dapat mencetuskan gagal jantung akut adalah ketidakpatuhan
minum obat-obat gagal jantung, atau nasehat-nasehat medik, pemakaian obat seperti
NSAIDs, cyclo-oxygene (COX) inhibitor, dan thiazolidinediones. Gagal jantung berat juga
bisa sebagai akibat dari gagal multi organ.
Gagal jantung juga dicetuskan oleh faktor-faktor non kardiovaskular seperti penyakit paru
obstruktif, atau adanya penyakit organ lanjut terutama disfungsi renal.6
Hipertensi
Perkembangan hipertensi umumnya diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri sehingga
menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan
kerja jantung dan menyebabkan gagal jantung kongestif. Menurut data Framingham,
prevalensi hipertensi terus mengalami peningkatan sehingga kejadian penyakit jantung
hipertensi yang akan menyebabkan gagal jantung kongestif juga semakin meningkat. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit jantung hipertensi
pada pasien gagal jantung kongestif.5
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi gagal jantung. Terapi
antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung ( kecuali penghambat
adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif disbanding antihipertensi lain dalam pencegahan
gagal jantung ). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan inotropic negative (verapamil dan
diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk mengobatai hipertensi pada pasien gagal
jantung sistolik (tetapi masih dapat digunakan pada gagal jantung diastolik).Bila tekanan
darah belum terkontrol dengan pemberian ACE/ ARB, penyekat , MRA dan diuretic, maka
Page | 8

hidralazin dan amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut,
direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.5
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg.Dilakukan dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau
lebih kunjungan.7
Hipertensi dibagi menjadi dua macam yakni hipertensi esensial atau hipertensi primer,
dan yang tidak diketahui peyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti genetik, lingkungan, sistem renin angiotensin,
sistem saraf otonom, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti merokok, alkohol,
obesitas, dan lain-lain.7
Hipertensi sekunder, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, misalnya
Penyakit ginjal : glomerulonefritis akut, nefritis kronis, penyakit poliarteritis, diabetes
nefropati,dan penyakit endokrin : hipotiroid, cushing syndrome.7

Gambar 2. Klasifikasi hipertensi


Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot jantung
kareni iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi, atau karena
takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya semua kondisi yang menyebabkan
perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri merupakan predisposisi untuk gagal jantung.
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab terbanyak (60-75%), diikuti penyakit katup
(10%) dan kardiomiopati (10%). Dewasa ini studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar
setengah pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) ventrikel kiri
Page | 9

yang baik (EF 40-50%), sehingga tidak lagi dipirkan bahwa gagl jantung secara primer terjadi
akibat penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri.8
Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot
skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.9
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma
dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen)
dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga
memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki
efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide
(ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan
tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron
dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan
prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.9

Page | 10

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung
kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan
menyebabkan hiponatremia Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1
plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Disfungsi diastolik
merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan
berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang
timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.9
Manifestasi Klinis
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai
akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan
curah jantung ataupun tidak.3
Dispnea atau perasaan sulit bernafas. Merupakan manifestasi gagal jantung yang
paling umum, yang disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular
paru yang mengurangi kelenturan paru. Ortopnea atau dispnea saat berbaring disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.4
Batuk non produktif. Disebabkan oleh kongesti, terutama pada posisi berbaring.
Gagal ke belakang pada gagal jantung kiri yng berlanjut dapat menyebabkan terakumulasinya
cairan paru yang oleh karena gaya gravitasi akan terkumpul di bagian bawah paru,
menyebabkan timbulnya bunyi ronkhi yang khas menggambarkan kondisi gagal jantung.4
Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) atau pembendungan vena-vena leher.
Disebabkan gagal ke belakang pada sisi kanan jantung yang dapat meningkatkan tekanan
vena sentral (CVP) apabila jantung kanan gagal menyesuaikan peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi. Peningkatan JVP selama inspirasi dikenal dengan istilah
Kussmaul sign.4
Edema perifer. Disebabkan penimbunan cairan dalam ruang intertisial. Edema mulamula tampak pada bagian tubuh yang menggantung dan terutama pada malam hari, akibat
redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu berbaring serta berkurangnya vasokontriksi
ginjal pada waktu istirahat. Pada kasus ini terjadi edema paru akut yang digambarkan dengan
kebiasaan tidur dengan menggunakan dua bantal untuk mengurangi sesaknya. Edema paru
akut adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi secara mendadak,
Page | 11

disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak), yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di
alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.4
Kelemahan dan keletihan otot. Takikardi yang menggambarkan respon terhadap saraf
simpatik, sedangkan menurunya denyut nadi menggambarkan penurunan volume sekuncup
dan vasokonstriksi perifer.4
Gallop ventrikel atau bunyi jantung ketiga (S3). Keberadaan S3 merupakan ciri khas
gagal ventrikel kiri yang disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak lentur
atau terdistensi.
Berikut merupakan klasifikasi fungsional pertama dari The New York Heart
Association (NYHA) umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan
derajat latihan fisik, yang mana klasifikasinya sebagai berikut :4

Kelas I : Tanpa keluhan, masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa
disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.

Kelas II : Ringan, aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas,


ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.

Kelas III : Sedang, aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas,
ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas dihentikan.

Kelas IV : Berat, tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat
istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas.

Hipertensi umumnya jarang memberi gejala. Tetapi biasanya penderita akan merasa sakit
kepala (terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi hari), pusing, vertigo,
tinitus (dengung atau desis di dalam telinga), gangguan penglihatan, dan pingsan.3
Diagnosis Banding
Edema Paru
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveolus paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru
kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan secara cepar sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di
alveoli secara progesif dan mengakibatkan hipoksia.10

Page | 12

Edema paru kardiogenik ini merupakan bagian dari gejala klinis dari gagal jantung akut.
Gagal jantung aku ini didefinisikan sebagai munculnya gejala dan tanda secara akut yang
merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal. Secara patofisiologi edema paru
kardiogenik ditandai dengan transudai cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru
akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini
terjadi tanpa perubahan pada pemeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dna
hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas.
Gejala paling umum dari edema paru adalah sesak nafas. Gejala-gejala umum lain adalah
mudah lelah, nafas yang cepat.Edema paru dibagi menjadi beberapa stadium:10
Stadium 1. Kemungkinnan adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup saat inspirasi.
Stadium 2. Sering terdapat takhipnea. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Stadium 3. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Pasien juga
mengalmi hipoksemia (gangguan kesadaran dan sianosis) dan hipokapnia.

Gagal Jantung Kronis


Gagal jantung kronis adalah kondisi jantung yang tidak mempunyai kemampuan
memompa darah yang telah diderita dan diketahui selama bertahun-tahun, dan telah mencapai
fase yang paling parah. Kondisi pasien gagal jantung tergantung dari sejauh mana tingkat
keparahannya. Namun secara umum pasien gagal jantung kronis sering mengalami sesak
nafas dan kelelahan. Biasanya pasien sering mengalami ketidakmampuan untuk bernafas jika
berbaring akibat adanya cairan yang tertahan di dalam jantung.
Akibat adanya cairan yang tertahan di jantung, biasanya akan terdengar suaara mirip
cairan mengalir jika dideteksi mengunakan stetoskop. Penderita gagal jantung kronis harus
melakukan pemeriksaan medis secara berkala untuk megurangi gejala dan untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut. Dengan demikian kemungkinan untuk sembuh bisa
bertambah dan harapan untuk hidup lebih meningkat.
Penatalaksanaannya
Medikamentosa

Page | 13

Morfin, menginduksi vasodilatasi dan dilatasi arterial sedang dan dapat membantu
mengurangi rasio jantung seperti kegelisahan dan sesak napas dapat dikurangi.
Vasodilator, dindikasikan sebagai terapi lini pertama apabila hipoperfusi diasosiasikan
dengan tekanan darah yang memadai dan tanda dari kongesti, untuk mengurangi afterload
dan preload.
Nitrat, melegakan kongesti paru tanpa menambah permintaan oksigen myocardial.
Pada dosis rendah, mereka menginduksi venodilatasi, namun karena dosis yang ditambah,
mereka juga menyebabkan dilatasi arterial, termasuk arteri koroner. Titrasi dosis untuk
mendapatkan dosis tertinggi yang dapat ditoleransi pada nitrat intravena, bersama dengan
furosemid dosis rendah, sudah lebih baik daripada furosemid dosis tinggi.11
Sodium nitroprusside (SNP) adalah sebuah alternatif, vasodilator yang bekerja sangat
pendek yang mana sangat berguna pada gagal jantung yang parah. Ini juga adalah vasodilator
campuran dan khususnya berguna pada pasien dengan afterload yang meningkat, sebagai
contohnya gagal jantung hipertensif. Asam hidrosianik dapat dihasilkan, yang mana dapat
menyebabkan keracunan sianida saat penggunaan SNP yang lebih dari 2-3 hari.11
Diuretik, biasanya diberikan secara intravena. Sebagaimana diuretik, furosemid
menghasilkan efek vasodilatasi saat diberikan secara intravena, walaupun dosis yang lebih
tinggi dapat menyebabkan vasokonstriksi11
Terapi gagal jantung akut pada penderita hipertensi:
Langkah 1
Satu atau lebih dari ACE/ ARB, penyekat , dan MRA direkomndasikan sebagai terapi lini
pertama, kedua dan ketiga, secara berurutan, karena memiliki keuntungan yang saling
berhubungan dengan gagal jantung
Langkah 2
Diuretik tiazid ( atau bila pasien dalam pengobatan diuretik tiazid, diganti dengan diuretik
loop) direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi kombinasi
ACE/ ARB, penyekat dan MRA
Langkah 3
-

Amlodipin, direkomendasikan bila hipertensi persisten waaupun sudah mendapat terapi

kombinasi ACE/ ARB, penyekat , MRA dan diuretik


Hidralazin, direkomandasikan bila hipertensi persisten waaupun sudah mendapat terapi
kombinasi ACE/ ARB, penyekat , MRA dan diuretik

Page | 14

Antagonis adrenoreseptor alfa TIDAK direkomendasikan, karena masalah keselamatan


(retensi cairan, aktifasi neurohormonal, perburukan gagal jantung).

Non-medikamentosa
Pengurangan kerja jantung yakni pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan
tindakan awal yang sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung.11
Diet dengan menghindari obesitas, rendah garam pada gagal jantung, hentikan rokok dan
alkohol.11
Aktivitas fisik seperti latihan jasmani kurang lebih jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit.11
Komplikasi
Gagal jantung akut maupun kronis sama-sama berbahaya dan dapat menyebabkan
aritmia, hipoksia, sinkop, yang berujung pada kematian.
Prognosis
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu
random jantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6% dan apabila
dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Sekitar 45%
pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12
bulan pertama. Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal
jantung berat dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%.
Pencegahan
Pencegahan gagal jantung , harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok
dengan risiko yang tinggi. Dengan mengobati penyebab potensial dari kerusakan
miokardium, factor risiko jantung koroner. Pengobatan infark segera di triase serta
pencegahan infark ulangan. Pengobatan hipertensi yang agresif. Koreksi kelainan congenital
serta penyakit katup jantung.4
Penutup
Pasien dengan 62 tahun dengan keluhan sesak napas yang memberat terutama saat
aktivitas dan tidur didiagnosis terkena penyakit gagal jantung akut. Gagal jantung akut
didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung
Page | 15

yang berakibat perlunya tindakan atau terapi secara urgent. Untuk memastikan diagnosis
pasien tersebut perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti toraks foto PA, EKG dan
Ekokardiografi. Pasien harus tetap menjaga pola hidupnya supaya tidak menambah parah
penyakit yang dideritanya.
Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 181-3
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Jakarta:
Erlangga.2007.h.22-5
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi
5 Jilid 1. Jakarta: Interna publishing.2009.
4. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons principles of
internal medicine. 16th Ed. USA : Mc-Graw-Hill Companies. 2012. h. 1367-8.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana gagal jantung.
Edisi

1.2015.

Diunduh

dari

http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pdf,

12

September 2015

6. Manurung D. Gagal jantung akut. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing; 2010. h. 1586-95
7. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing; 2010. h. 1583-4.
8. Imaligy
EU.
Gagal

jantung

geriatri.2014.

Diunduh

dari

http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_212Gagal%20Jantung%20pada%20Geriatri.pdf,
12 September 2015
9. Marchelia
N.

Gagal

jantung.

Diunduh

dari

http://www.academia.edu/6858242/GAGAL_JANTUNG, 12 September 2015


10. Huldani.
Edema
paru
akut.
Januari
2014.
Diunduh

dari

http://eprints.unlam.ac.id/207/1/HULDANI%20-%20EDEMA%20PARU%20AKUT.pdf,
12 September 2015
11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Vol. II. Ed.
VI. Jakarta: EGC; 2012. h.784.

Page | 16

Anda mungkin juga menyukai