Anda di halaman 1dari 11

1.

Pedoman diagnostik skizofren


 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas ( dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. – “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isisnya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya )insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought braodcasting “ = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya
b. – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar, atau
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya”=secaa
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sengat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c. Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar sevara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan ang tidak
elevan, atau neologisme;
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitiment), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor;
h. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangan apatis, berbicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
2. F20.0 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifatseksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapu
jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dpengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity”(delusion of passivity), dan keyakinan
dikeja-kejar yang beraneka ragam, adalam yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidal menonjol.
3. F20.1 Skizofren Hebefrenik
Pedoman diagnostik
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia rrmaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis
 Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamtan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku mnunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangal (shallow) dan tidak wajar (inapropiate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self-abrorbed smiling), atau oleh sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated-
phrases);
- Proses pokir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat0buat
terhadap agam, filasafar dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memaham jalan pikiran pasien.
4. F20.2 Skizofrenia Katatonik
Pedoman diagnostik
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam grakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak betujuan yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli ekstrenal)
c. Menampilkan posisi tubh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau umpaa untuk menggerakkan, atau penrgerakan kearah yang
berlawanan);
e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
f. Fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibuat dari luar);dan
g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
 Pada pasien yang tidak komunikatif fengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda samapai diperoleh
bukti yang memadai tentang adanya gejala –gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga
terjadi pada gangguan afektif.
5. F20.3 Skizofren Tak Terinci (Undifferentiated)
Pedoman Diagnostik
 Memenuhi kritariaa umum untuk diagnosis skizofrenia
 Tidak ememnuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranois, hebefrenik,
atau katatonik;
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia
6. F20.4 Depresi Pasca-skizofrenia
Pedoman Diagnostik
 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia 9yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak ada lagi
mendominasi gambaran klinisnya);dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
Episode Depresif (F32._). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0-
F20.3).
7. F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman Diagnostik
 Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berkut ini harus
dipernuhi semua ;
a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlamtan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk;
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk doagnosis skizofrenia;
c. Sedikitnya sudah melapaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yangg nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusiaonalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.
8. F20.6 Skizofren Simpleks
Pedoman Diagnostik
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
- Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual (F20.5) tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifstasi lain dari episode
psikotik, dan
- Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hisup dan penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurag jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofren
lainnya
9. F20.8 Skizofrenia Lainnya
10. F20.9 Skizofrenia YTT

TATALAKSANA

Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

Antagonis Reseptor Dopamin

Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap


gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase
kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-
parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda
dan sindrom neuroleptik maligna.

Antagonis Serotonin-Dopamin

SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik
efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin,
sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis
reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.

Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada
banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6

Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4

Nama Obat
Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada anak
(Haldol) dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi
diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine (D2)
reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,
depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine
(Risperdal) selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-
HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian
pada efek ekstrpiramidal.
Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem
(Zyprexa) reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha
adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan dopamine
dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis
dan gangguan bipolar.
Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi nonadrenolitik,
(Clozaril) antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal menghambat efek
signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan
agranulositosis pada pasien nonresponsive atau agen neuroleptik klasik
tidak bertoleransi.
Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu
(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal
antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,
parkinsonism, dan tardive diskinesia.
Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik
lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial dopamine (D2) dan
serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).
Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran
Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari
Risperidone
Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari
(Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari
Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari
Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100 mg
50 – 400 mg/hari
200 mg
Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10 – 15 mg/hari

Profil Efek Samping

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja


psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan
miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung).
 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.

Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala
tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan)
dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi
dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau
untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan
sebaiknya dilakukan “lacage lambung” bila obat belum lama dimakan.

Interaksi Obat

 Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati


pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
 Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan
gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat.
 Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan
kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar. Yang paling
minimal menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis Haloperidol.
 Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan gangguan
absorpsi.

Terapi Psikososial

- Pelatihan keterampilan sosial


Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi keterampilan
perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna untuk pasien bersama
dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak pada pasien skizofrenia,
beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan hubungan orang tersebut dengan
orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim,
ekspresi wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi
yang tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan
perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si
pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan
khusus yang dipraktekkan.

- Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi
perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.
- Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan
daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang membaik pada sejumlah
pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang mungkin memperoleh manfaat dari
terapi ini umumnya aalah yang memiliki tilikan terhadap penyakitnya.

- Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun
hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional
antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh
pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien
skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade,
dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti
menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik
dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu
membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi
patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2
tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk
penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps.
Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial dan latihan
relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu
terhadap stress. 2,3

Anda mungkin juga menyukai