Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Stase Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn. W (42 Tahun) DENGAN DIAGNOSA
MEDIS SKIZOFRENIA YANG MENGALAMI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI: PENDENGARAN
A. Skizofrenia
1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian (splitting of personality) (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai
realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight)
buruk (Hawari, 2003).
Menurut Davidson (2012) Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai
dengan gangguan utama dalam pikiran emosi, dan perilaku-pikiran yang terganggu,
dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis; persepsi dan
perhatian yang keliru; afek datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas
bizarre. Pasien menarik diri dari banyak orang dan realitas, seringkali kedalam
kehidupan fantasi yang penuh waham dan halusinasi.
2. Etiologi Skizofrenia
Menurut teori model diathesis stress skizofrenia dapat timbul karena adanya
integrasi antara faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Seseorang yang
rentan jika dikenai stressor akan lebih mudah untuk menjadi skizofrenia. Berikut
merupakan beberapa faktor penyebab dari skizofrenia yaitu :
1) Faktor lingkungan
Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai risiko yang besar pada
perkembangan skizofrenia. Stressor sosial juga mempengaruhi perkembangan
suatu skizofrenia. Diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai angka
kejadian skizofrenia yang tinggi.
2) Faktor biologis
Penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor-faktor genetik, ketidakseimbangan
kimiawi di otak, abnormalitas struktur otak, atau abnormalitas dalam lingkungan
prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada
perkembangan skizofrenia pada meraka yang telah memiliki predisposisi pada
penyakit ini. Keturunan dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga
menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama pada anak-anak kembar satu
telur (Maramis, 2004).
3. Tanda dan Gejala Skizofrenia
Dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa (2014) Gambaran gangguan jiwa
skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan
perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada
umumnya penderita sudah mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian
penderita sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali
digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih
senang menarik diri dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Gangguan jiwa
Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum
usia 45 tahun). Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan
penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-
gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya
gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak
wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya. Secara general gejala
serangan skizofrenia dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Gejala Positif
Gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebgai
berikut :
1) Delusi atau waham, adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan.
Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang
berwarna merah kuning hijau dianggap sebagai suatu isyarat dari luar
angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid,
mereka selalu merasa selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau
hendak diserang.
2) Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang.
Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu
yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa
pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu
klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan
menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya
melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya
bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-madir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembiran berlebihan.
5) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya.
6) Menyimpan rasa permusuhan.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak
mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu
memahmi hubungan antara kenyataan dengan logika. Karena klien skizofrenia
tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara
serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan berpikir
mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan persaan. Hasilnya,
kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa
memedulikan sekitarnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa
dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia, dia juga tidak
bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada dan sebagainya.
b) Gejala Negatif
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah
sebagai berikut :
1) Alam perasaan (affect) yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia
menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka
maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun.
Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan
apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain,
tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
2) Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3) Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu
menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia.
4) Klien dengan skizofrenia tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang,
tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal
cinta.
5) Sulit dalam berpikir abstrak.
6) Pola pikir stereotip.
7) Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi
dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas.
Karena, klien skizofrenia hanya memiliki energy yang sedekit, mereka tidak
bisa melakukan apa-apa selain makan dan tidur. Gejala-gejala negatif
skizofrenia seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak
keluarga, karena dianggap tidak “mengganggu” sebagaimana halnya pada
penderita skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif.
4. Rentang Respon Skizofrenia
Rentang respon neurobiologis skizofrenia
Respon Adaptif Respon maladaptive
3) Skizofrenia Katatonik
Menurut Maramis (2004), skizofrenia katatonik atau disebut juga
katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.
a) Stupor Katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali
terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara
dan bergerak.
b) Gaduh Gelisah Katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak
disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh
rangsangan dari luar.
4) Skizofrenia Paranoid
Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit.
Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonia. Tidak
demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan,
(Maramis, 2004).
5) Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul
perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah. Semuanya seakan-
akan mempunyai arti yang khusus baginya. Prognosisnya baik dalam waktu
beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah baik.
Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-
gejala salah satu jenis skizofrenia yang lainnya, (Maramis, 2004).
6) Skizofrenia Residual
Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-
gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder.
Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia, (Maramis,
2004)
7) Skizofrenia Skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia
terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau gejala-
gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi
mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis, 2004).
6. Fase-fase Skizofrenia
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu :
1) Fase Premorbid
Ditandai dengan periode munculnya ketidaknormalan fungsi, walaupun hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari efek penyakit tertentu. Indikator premorbid dari
psikosis, diantaranya adalah riwayat psikiatri keluarga, riwayat prenatal, dan
komplikasi obstetrik dan defisit neurologis. Faktor premorbid lain adalah
pribadi yang terlalu pemalu dan menarik diri, hubungan sosial yang kurang baik
dan menunjukkan perilaku antisosial.
2) Fase Prodromal
Biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa dalam hitungan
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum gejala psikotik menjadi
jelas. Fase prodromal dimulai dengan adanya perubahan fungsi premorbid dan
meluas sampai munculnya gejala psikotik. Pada fase ini, tanda-tanda psikotik
mulai muncul dengan intensitas rendah. Pengenalan tanda dan gejala dan
penanganannya perlu diperhatikan agar tidak berkembang menuju fase aktif.
3) Fase Aktif
Gejala positif atau psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi, disertai gangguan afek. Hampir semua individu
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut
dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
4) Fase Residual
Gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif atau psikotiknya
sudah berkurang. Disamping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas,
penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
bicara spontan, mengurutkan peristiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial), dan kewaspadaan. Selama fase residual, gejala dari masa akut
dapat hilang atau tidak mencolok lagi tetapi gejala negatif mungkin masih ada
dan afek datar serta kerusakan fungsi peran dapat terjadi.
7. Terapi Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut
(kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu
relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil
mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-
obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi
psikorelegius (Hawari, 2003).
1) Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat
antara lain sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
b. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
c. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun
negatif skizofrenia.
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
e. Tidak menyebabkan kantuk.
f. Memperbaiki pola tidur.
g. Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
h. Tidak menyebabkan lemas otot.
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan generasi
pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).
a) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol
(Haldol, Serenace).
b) Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine
(Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
2) Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat
diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di
mana kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih
dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa
penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita
sebelum sakit (Pramorbid), adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
a. Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit)
dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.
b. Psikoterapi Re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
c. Psikoterapi Re-konstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi utuh
seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif
(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-
nilai moral etika, mana yang baik dan buruk.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya
untuk mencari jalan keluarnya.
3) Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
a. Psikoterapi Perilaku, Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian,
frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Psikoterapi keluarga, Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia
seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik
penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa terlalu mengecilkan hati.
c. Terapi kelompok, bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita Skizofrenia dimaksudkan
gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian
keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar.
B. Konsep Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang
menimbulkannya (tidak ada objeknya) misalnya, merasa melihat ada orang yang
akan memukul padahal tidak ada seorangpun disekitarnya. Sekalipun tidak nyata,
tetapi bagi penderita gangguan jiwa, halusinasi dirasakan sebagai suatu yang
sungguh-sungguh.
2. Tahapan Halusinasi
a. Fase 1 (conforting)
Conforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan non psikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stres, cemas,
perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase 2 (condeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik
ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori
menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir
sendiri menjadi dominan, mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klein
tidak ingin orang lain tau dan klien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada
fase ini biasanya meningkatkan tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan dengan realita.
c. Fase 3 (controling)
Kontroling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi
makin menonjol, menguasai dan mengontrol. Tanda-tanda fisik berupa
berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
d. Fase 4 ( conquering)
Fase conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya
termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yag muncul pada klien meliputi
halusinasi, berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhunungan
secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.
3. Respon dan Perilaku Terkait Halusinasi
a. Halusinasi Dengar
Halusinasi ini paling seering dialami penderita gangguan mental misalnya
mendengar suara melengking, mendesir, bising, juga dalam bentuk kata-kata
atau kalimat. Sumber suara dapat berasal dari bagian tubuhnya sendiri, dari
sesuatu yang jauh atau dekat, kadang berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan, menyuruh berbuat baik, kadang berhubungan dengan sesuatu
yang mengancam, mencela, memaki dsb.
b. Halusinasi lihat
Biasanya terjadi bersamaan dengan adanya penurunan kesadaran, paling sering
dijumpai pada penderita dengan penyakit otak yang organis. Umumnya
halusinasi lihat yang muncul adalah sesuatu yang menakutkan atau mengerikan.
Misalnya merasa melihat ular yang besar.
c. Halusinasi cium
Seolah-olah mencium bau tertentu. Misalnya, penderita yang karena tertekan,
problem yang banyak, ia merasakan bau-bauan kemenyan, kotoran, seperti
mengikuti kemana ia bergerak.
d. Halusinasi pengecap
Seolah-olah merasa mengecap sesuatu. Mislanya, penderita yang sangat
ketakutan, ia merasakan lidahnya selalu pahit.
e. Halusinasi perabaan
Seolah olah merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari, atau ada sesuatu tang
bergerak dikulit atau bawah kulitnya ( ulat misalnya ).
f. Halusinasi kinestetik
Seolah olah merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota
badannya bergerak gerak tanpa ada hentinya.
g. Halusinasi visceral
Ada semacam perasaan tertentu dalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogi
Ada kalanya terjadi pada orang normal, dimana tempat sebelum ia tidur,
persepsi sensori bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompik
Halusinasi yang terjadi atau dialami tepat sebelum terbangun dan tidurnya.
j. Halusinasi histerik
Timbul pada neurosa histerik karena konflik emosional.
k. Depersonalisasi
Perasaan tentang dirinya atau perasaan bahwa pribadinya sudah tidak seperti
dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Misalnya, penderita merasa seperti di luar
badannya (out of body experience –OBE) atau suatu bagian tubuhnya sudah
bukan kepunyaannya lagi.
i. Derealisasi
Perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut kenyataan,
misalnya segala sesuatu dialaminya seperti dalam mimpi.
1) Eksperimental
Kondisi penggunaan tahap awal, yang disebabkan rasa ingin tahu. Biasanya
dilakukan oleh remaja, yang sesuai tumbuh kembangnya ingin mencari pengalaman
baru atau sering juga dikatakan sebagai taraf coba-coba.
2) Rekreasional
Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebayanya, misalnya
waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun, dan sebagainya. Penggunaan ini
bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebayanya.
3) Situasional
Merupakan penggunaan zat yang merupakan cara untuk melarikan diri atau
mengatasi masalah yang dihadapin. Biasanya individu menggunakan zat bila
sedang dalam konflik, stress, dan frustasi.
4) Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin,
paling tidak sudah berlangsung selama 1bulan, sudah terjadi penyimpangan
perilaku, serta mengganggu fungsi peran dilingkungan sosialnya, pendidikan, dan
pekerjaan. Walaupun pasien menderita cukup serius akibat menggunakan, pasien
tersebut tidak mampu untuk menghentikan.
5) Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, sehingga telah terjadi ketergantungan fisik
dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan kondisi toleransi dan
sindroma putus zat.
3. Etiologi
Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2000) adalah interaksi antara
faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus. Faktor Kontribusi yaitu
kondisi keluarga yang tidak utuh, kesibukan orang tua dan hubungan interpesonal
dalam keluarga yang tidak harmonis. Faktor Pencetus yaitu pengaruh teman
sebaya serta tersedia dan mudahnya memperoleh barang yang dimaksud (easy
availability). Sedangkan Faktor Predisposisi terbagi ke dalam tiga kelompok
yaitu:
a) Faktor biologic
Meliputi kecendrungan keluarga, terutama penyalahgunaan alkohol dan
perubahan metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang
tidak nyaman.
b) Faktor psikologik
Meliputi kepribadian ketergantungan oral, harga diri rendah, sering
berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-kanak, perilaku
maladaptif yang dipelajari secara berlebihan, mencari kesenangan dan
menghindari rasa sakit, sifat keluarga termasuk tidak stabil, tidak ada contoh
yang positif, rasa kurang percaya tidak mampu memperlakukan anak sebagai
individu serta orang tua yang adiksi.
c) Faktor sosiokultural
Meliputi ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap penggunaan obat,
ambivalen sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan zat seperti
tembakau, alkohol dan maryuana, sikap, nilai, norma dan sosial kultural
kebangsaan, etnis dan agama, kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan
keterbatasan kesempatan.
4. Penatalaksanaan Penyalahgunaan NAPZA
a. Pencegahan
1) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
2) Deteksi dini perubahan perilaku
3) Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak
pada narkoba.
b. Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak,
makan makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan
perhatiannya dari narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter.
Pengguna harus diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam
3-5 hari.
c. Pengobatan
1) Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat
tersebut berhenti sendiri.
2) Detoktifkasi dengan substitusi
Pataw atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon, substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara
bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melaui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
d. Terapi yang akan diberikan antara lain :
1) Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama.
2) Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
simulasi kognitif/presepsi, therapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
therapy aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok
sosialisasi. Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling
relavan adalah therapy aktivitas kelompok stimulasi presepsi. Therapy
aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah therapy yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan
untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan presepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
5. Tanda dan Gejala penyalahgunaan NAPZA
Pada kenyataannya yang mengkonsumsi NAPZA akan mengalami gangguan
mental dan perilaku sebagai akibat terganggunya neurotransmitter tersebut
mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam
perasaan/mood/emosi) dan psikomotor (perilaku).
Gejala intoksikasi NAPZA berbeda-beda tergantung dari jenis zat yang
dikonsumsi. Secara medis pemeriksaan terhadap penyalahgunaan NAPZA
dilakukan dengan serangkaian tes medik, baik tes darah, tes urine maupun tes
lainnya juga dilakukan. Gejala yang ditemukan sebagai berikut :
a) Tanda dan Gejala Pemakaian Ganja
Gejala psikologis yang tampak seperti gembira yang tidak wajar dan tanpa
sebab (euphoria), halusinasi dan delusi, apatis, merasakan waktu berjalan
dengan lambat. Sedangkan gejala fisik yang dirasakan yaitu mata merah,
palpitasi (jantung berdebar-debar), nafsu makan bertambah, mulut terasa
kering. Sedangkan perilaku maladaptif yang muncul antara lain kecurigaan,
serangan panik dan murung, terganggunya daya nilai dan dere alisasi (merasa
lingkungan berubah).
b) Tanda dan Gejala Pemakaian Opiat (morphin, heroin, putaw)
Mereka yang mengkonsumsi NAPZA jrnid opiat baik dengan cara menghirup
asap setelah bubuk opiat dibakar atau disuntikkan setelah bubuk opiat dilarutkan
kedalam air akan mengalami hal-hal sebagai berikut:
1) Pupil mata mengecil atau sebaliknya melebar. Pada mata seseorang reaksi
pupilnya terbalik, pada mata normal jika diberikan rangsang cahaya maka
pupil akan mengecil tetapi pada mata pecandu adalah kebalikannya.
2) Euphoria atau sebaliknya disphoria.
3) Apatis yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak peduli
terhadap sekitar, malas, kehilangan doroongan kehendak atau inisiatif.
4) Mengantuk dan tidur.
5) Pembicaraan cadel (slurred speech) disebabkan gerakan lidah terganggu.
6) Gangguan pemusatan perhatian dan konsentrasi, daya ingat menurun dan
tingkah laku maladaptif.
c) Tanda dan Gejala Pemakaian Kokain
Mereka yang mengkonsumsi NAPZA jenis kokain dengan cara menghirup
(bubuk kokain disedot/dihirup melalui hidung) mempunyai gejala agitasi
psikomotor, rasa gembira, rasa harga diri meningkat (grandiosity), banyak
bicara, kewaspadaan meningkat, tekanan darah naik, jantung berdebar-debar,
mual, muntah dan perilaku maladaptif. Sedangkan gejala putus kokain akan
timbul gejala yaitu depresi, rasa lelaah, lesu, kehilangan semangat, gangguan
tidur dan gangguan mimpi bertambah.
d) Tanda dan Gejala Pemakaian Stimulan shabu-shabu, dan ekstasi)
Secara fisik gejalanya yaitu denyut nadi meningkat dan tekanan darah tidak
teratur, kelainan jantung, banyak keluar keringat sehingga kekurangan cairan
hingga pingsan, badan panas, timbul kejang, nafsu makan berkurang dan mual.
Gejala psikologis yang tampak yaitu gelisah, mudah tersinggung, cemas, panik,
paranoid (perasaan curiga berlebihan), euphoria, kewaspadaan dan energi
bertambah.
D. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
↑
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
↑
Isolasi sosial
↑
Penarikan diri secara sosial
↑
Merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain
↑
Merasa dirinya tidak berharga
↑
Stress
↑
Harga diri rendah
VII. FISIK
1. Tanda Vital : TD : 140/80 mmHg N : 86 x/mnt S : 36,7OC P : 19x/mnt
2. Ukuran : TB : 165 cm BB : 65 kg
b. Kegiatan ibadah :
Klien mengatakan saat ini kegiatan ibadah wajib seperti shalat 5 waktu dan puasa
dilakukan secara rutin, klien sering melaksanakan shalat terawih di mesjid dekat
panti.
Jelaskan:
Jelaskan:
Selama pengkajian klien bercerita secara kooperatif dengan perawat
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah
3. Aktivitas Motorik :
Lesu Tegang Gelisah
Agitasi Apatis Grimasen
Tremor Kompulsif √ Sesuai
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
4. Suasana hati:
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Datar Tumpul Labil √ Sesuai
Tidak Sesuai
Jelaskan:-
Masalah Keperawatan : -
6. Interaksi selama wawancara :
Bermusuhan Tidak kooperatif mudah tersinggung
Kontak mata Defensive Curiga
kurang
Seduktif Berhati-hati √ Kooperatif
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
√ Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)
Visual Gustatori Ilusi
(penglihatan) (pengecapan)
Sesuai
Jelaskan:
Pada saat dikaji klien mengatakan terkadang masih mendengar bisikan-bisikan jika
terlalu lama tidak melakukan kegiatan tetapi klien selalu mengalihkannya dengan cara
menyibukkan diri sendiri seperti berbincang dengan petugas dan pasien lain,
membereskan barang-barang dipanti yang berantakan, mencuci piring, dan pakaian
terkadang diperintahkan berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan makanan.
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
9. Isi pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Defersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Waham: √ Sesuai
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
10. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stuppor √ Allert
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : Tidak terdapat masalah
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat jangka
panjang pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi √ Sesuai
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi
tidak mampu berhitung sederhana √ mampu berkonsentrasi
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
13. Kemampuan penilaian
Gangguan penilaian ringan Gangguan penilaian bermakna
√ Tidak ada gangguan
Jelaskan: -
Masalah Keperawatan : -
14. Daya tilik diri (Insight)
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar
dirinya
√ Mengetahui sakit yang dideritanya
Jelaskan:
Klien menyadari mengalami gangguan jiwa halusasi pendengaran
Masalah Keperawatan : -
X. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Klien dapat mempersiapkan makannya sendiri
Masalah Keperawatan : -
2. BAB / BAK
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
3. Mandi
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
4. Berpakaian / berhias
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
5. Istirahat dan tidur
√ Tidur siang , lama……………… ……s/d
………………………………………………
Tidur malam, lama ………………………………..s/d
………………………………….
Kegiatan sebelum/sesudah tidur
Jelaskan :
…………………………………………………………………………………………
…………
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………….....…………
…
6. Penggunaan obat
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan Ya Tidak
Perawatan pendukung Ya Tidak
Jelaskan :
………………………………………………………………………………………
Masalah Keperawatan
:…………………………………………….............................................
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan √ Ya Tidak
Menjaga kerapihan rumah √ Ya Tidak
Mencuci pakaian √ Ya Tidak
Pengaturan keuangan √ Ya Tidak
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
9. Kegiatan di luar rumah
Belanja √ Ya Tidak
Tranportasi √ Ya Tidak
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
Davidson, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. 2012. Psikologi Abnormal Ed. 9, Cet.3.
Jakarta: Rajawali Pers
Hawari. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Yosep, Iyus. Sutini, Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.