Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

W (42 Tahun) DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SKIZOFRENIA YANG MENGALAMI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI: PENDENGARAN DI PANTI REHABILITASI BUMI KAHEMAN
SOREANG KABUPATEN BANDUNG

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Stase Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing :

Shella Febrita Puteri Utomo, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Riska Lestari (402020021)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn. W (42 Tahun) DENGAN DIAGNOSA
MEDIS SKIZOFRENIA YANG MENGALAMI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI: PENDENGARAN

A. Skizofrenia
1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian (splitting of personality) (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai
realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight)
buruk (Hawari, 2003).
Menurut Davidson (2012) Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai
dengan gangguan utama dalam pikiran emosi, dan perilaku-pikiran yang terganggu,
dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis; persepsi dan
perhatian yang keliru; afek datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas
bizarre. Pasien menarik diri dari banyak orang dan realitas, seringkali kedalam
kehidupan fantasi yang penuh waham dan halusinasi.
2. Etiologi Skizofrenia
Menurut teori model diathesis stress skizofrenia dapat timbul karena adanya
integrasi antara faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Seseorang yang
rentan jika dikenai stressor akan lebih mudah untuk menjadi skizofrenia. Berikut
merupakan beberapa faktor penyebab dari skizofrenia yaitu :
1) Faktor lingkungan
Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai risiko yang besar pada
perkembangan skizofrenia. Stressor sosial juga mempengaruhi perkembangan
suatu skizofrenia. Diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai angka
kejadian skizofrenia yang tinggi.
2) Faktor biologis
Penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor-faktor genetik, ketidakseimbangan
kimiawi di otak, abnormalitas struktur otak, atau abnormalitas dalam lingkungan
prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada
perkembangan skizofrenia pada meraka yang telah memiliki predisposisi pada
penyakit ini. Keturunan dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga
menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama pada anak-anak kembar satu
telur (Maramis, 2004).
3. Tanda dan Gejala Skizofrenia
Dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa (2014) Gambaran gangguan jiwa
skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan
perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada
umumnya penderita sudah mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian
penderita sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali
digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih
senang menarik diri dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Gangguan jiwa
Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum
usia 45 tahun). Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan
penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-
gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya
gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak
wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya. Secara general gejala
serangan skizofrenia dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Gejala Positif
Gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebgai
berikut :
1) Delusi atau waham, adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan.
Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang
berwarna merah kuning hijau dianggap sebagai suatu isyarat dari luar
angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid,
mereka selalu merasa selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau
hendak diserang.
2) Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang.
Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu
yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa
pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu
klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan
menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya
melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya
bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-madir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembiran berlebihan.
5) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya.
6) Menyimpan rasa permusuhan.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak
mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu
memahmi hubungan antara kenyataan dengan logika. Karena klien skizofrenia
tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara
serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan berpikir
mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan persaan. Hasilnya,
kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa
memedulikan sekitarnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa
dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia, dia juga tidak
bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada dan sebagainya.
b) Gejala Negatif
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah
sebagai berikut :
1) Alam perasaan (affect) yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia
menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka
maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun.
Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan
apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain,
tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
2) Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3) Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu
menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia.
4) Klien dengan skizofrenia tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang,
tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal
cinta.
5) Sulit dalam berpikir abstrak.
6) Pola pikir stereotip.
7) Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi
dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas.
Karena, klien skizofrenia hanya memiliki energy yang sedekit, mereka tidak
bisa melakukan apa-apa selain makan dan tidur. Gejala-gejala negatif
skizofrenia seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak
keluarga, karena dianggap tidak “mengganggu” sebagaimana halnya pada
penderita skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif.
4. Rentang Respon Skizofrenia
Rentang respon neurobiologis skizofrenia
Respon Adaptif Respon maladaptive

a. Pikiran logis a. Kadang proses a. Gangguan proses


b. Persepsi akurat pikir terganggu pikir (waham)
c. Emosi atau b. Halusinasi
konsisten menyimpang c. Ketidakmampuan
dengan b. Ilusi untuk memproses
pengalaman c. Reaksi emosi
d. Perilaku sesuai emosional d. Perilaku tidak
e. Hubungan berkurang atau terorganisir
sosial berlebihan e. Isolasi sosial
harmonis d. Berperilaku aneh
e. Menarik diri
5. Jenis-jenis Skizofrenia
Dalam buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (2004) jenis-jenis skizofrenia adalah :
1) Skizofrenia Simpleks
Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terjadi.
Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita
kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin
lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya
menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan
mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis,
2004).
2) Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis
(2004) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi
banyak sekali.

3) Skizofrenia Katatonik
Menurut Maramis (2004), skizofrenia katatonik atau disebut juga
katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.
a) Stupor Katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali
terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara
dan bergerak.
b) Gaduh Gelisah Katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak
disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh
rangsangan dari luar.
4) Skizofrenia Paranoid
Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit.
Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonia. Tidak
demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan,
(Maramis, 2004).
5) Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul
perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah. Semuanya seakan-
akan mempunyai arti yang khusus baginya. Prognosisnya baik dalam waktu
beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah baik.
Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-
gejala salah satu jenis skizofrenia yang lainnya, (Maramis, 2004).
6) Skizofrenia Residual
Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-
gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder.
Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia, (Maramis,
2004)
7) Skizofrenia Skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia
terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau gejala-
gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi
mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis, 2004).
6. Fase-fase Skizofrenia
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu :
1) Fase Premorbid
Ditandai dengan periode munculnya ketidaknormalan fungsi, walaupun hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari efek penyakit tertentu. Indikator premorbid dari
psikosis, diantaranya adalah riwayat psikiatri keluarga, riwayat prenatal, dan
komplikasi obstetrik dan defisit neurologis. Faktor premorbid lain adalah
pribadi yang terlalu pemalu dan menarik diri, hubungan sosial yang kurang baik
dan menunjukkan perilaku antisosial.
2) Fase Prodromal
Biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa dalam hitungan
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum gejala psikotik menjadi
jelas. Fase prodromal dimulai dengan adanya perubahan fungsi premorbid dan
meluas sampai munculnya gejala psikotik. Pada fase ini, tanda-tanda psikotik
mulai muncul dengan intensitas rendah. Pengenalan tanda dan gejala dan
penanganannya perlu diperhatikan agar tidak berkembang menuju fase aktif.
3) Fase Aktif
Gejala positif atau psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi, disertai gangguan afek. Hampir semua individu
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut
dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
4) Fase Residual
Gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif atau psikotiknya
sudah berkurang. Disamping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas,
penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
bicara spontan, mengurutkan peristiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial), dan kewaspadaan. Selama fase residual, gejala dari masa akut
dapat hilang atau tidak mencolok lagi tetapi gejala negatif mungkin masih ada
dan afek datar serta kerusakan fungsi peran dapat terjadi.
7. Terapi Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut
(kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu
relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil
mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-
obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi
psikorelegius (Hawari, 2003).
1) Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat
antara lain sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
b. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
c. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun
negatif skizofrenia.
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
e. Tidak menyebabkan kantuk.
f. Memperbaiki pola tidur.
g. Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
h. Tidak menyebabkan lemas otot.

Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan generasi
pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).
a) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol
(Haldol, Serenace).
b) Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine
(Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
2) Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat
diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di
mana kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih
dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa
penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita
sebelum sakit (Pramorbid), adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
a. Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit)
dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.
b. Psikoterapi Re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
c. Psikoterapi Re-konstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi utuh
seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif
(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-
nilai moral etika, mana yang baik dan buruk.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya
untuk mencari jalan keluarnya.
3) Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
a. Psikoterapi Perilaku, Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian,
frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Psikoterapi keluarga, Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia
seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik
penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa terlalu mengecilkan hati.
c. Terapi kelompok, bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita Skizofrenia dimaksudkan
gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian
keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar.

B. Konsep Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang
menimbulkannya (tidak ada objeknya) misalnya, merasa melihat ada orang yang
akan memukul padahal tidak ada seorangpun disekitarnya. Sekalipun tidak nyata,
tetapi bagi penderita gangguan jiwa, halusinasi dirasakan sebagai suatu yang
sungguh-sungguh.
2. Tahapan Halusinasi
a. Fase 1 (conforting)
Conforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan non psikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stres, cemas,
perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase 2 (condeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik
ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori
menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir
sendiri menjadi dominan, mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klein
tidak ingin orang lain tau dan klien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada
fase ini biasanya meningkatkan tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan dengan realita.
c. Fase 3 (controling)
Kontroling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi
makin menonjol, menguasai dan mengontrol. Tanda-tanda fisik berupa
berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
d. Fase 4 ( conquering)
Fase conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya
termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yag muncul pada klien meliputi
halusinasi, berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhunungan
secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.
3. Respon dan Perilaku Terkait Halusinasi
a. Halusinasi Dengar
Halusinasi ini paling seering dialami penderita gangguan mental misalnya
mendengar suara melengking, mendesir, bising, juga dalam bentuk kata-kata
atau kalimat. Sumber suara dapat berasal dari bagian tubuhnya sendiri, dari
sesuatu yang jauh atau dekat, kadang berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan, menyuruh berbuat baik, kadang berhubungan dengan sesuatu
yang mengancam, mencela, memaki dsb.
b. Halusinasi lihat
Biasanya terjadi bersamaan dengan adanya penurunan kesadaran, paling sering
dijumpai pada penderita dengan penyakit otak yang organis. Umumnya
halusinasi lihat yang muncul adalah sesuatu yang menakutkan atau mengerikan.
Misalnya merasa melihat ular yang besar.
c. Halusinasi cium
Seolah-olah mencium bau tertentu. Misalnya, penderita yang karena tertekan,
problem yang banyak, ia merasakan bau-bauan kemenyan, kotoran, seperti
mengikuti kemana ia bergerak.
d. Halusinasi pengecap
Seolah-olah merasa mengecap sesuatu. Mislanya, penderita yang sangat
ketakutan, ia merasakan lidahnya selalu pahit.
e. Halusinasi perabaan
Seolah olah merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari, atau ada sesuatu tang
bergerak dikulit atau bawah kulitnya ( ulat misalnya ).
f. Halusinasi kinestetik
Seolah olah merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota
badannya bergerak gerak tanpa ada hentinya.
g. Halusinasi visceral
Ada semacam perasaan tertentu dalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogi
Ada kalanya terjadi pada orang normal, dimana tempat sebelum ia tidur,
persepsi sensori bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompik
Halusinasi yang terjadi atau dialami tepat sebelum terbangun dan tidurnya.
j. Halusinasi histerik
Timbul pada neurosa histerik karena konflik emosional.
k. Depersonalisasi
Perasaan tentang dirinya atau perasaan bahwa pribadinya sudah tidak seperti
dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Misalnya, penderita merasa seperti di luar
badannya (out of body experience –OBE) atau suatu bagian tubuhnya sudah
bukan kepunyaannya lagi.
i. Derealisasi
Perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut kenyataan,
misalnya segala sesuatu dialaminya seperti dalam mimpi.

4. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Perilaku
dengan pengalaman atau kurang disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh dan Isolasi sosial
Pubungan sosial tidak biasa
Menarik diri
5. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah :
1) Faktor Biologis
Hal yang di kaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
gangguann jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan napza.
2) Faktor psikologis
Pada klien yang mengalami halusinasi dapat di temukan adanya kegagalan
yang berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau
over protektif.
3) Sosio budaya dan lingkungan
4) Klien dengan halusinasi di dapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan
rendah, dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri)
serta tidak bekerja.
b. Stressor Presipitasi
1) Stressor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2) Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta
halusigenik di duga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memangjang di sertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu di kaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial.
6. Tanda dan Gejala
a. Bicara sendiri, senyum sendiri, dan ketawa sendiri.
b. Menggerakan biubir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal yang lambat.
e. Menarik diri dari orang lain.
f. Berusaha untuk menghindari orang lain.
g. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
h. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
i. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
j. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
k. Ekspresi muka tegang.
l. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
n. Tampak tremor dan berkeringat.
o. Perilaku panik, curiga, ketakutan dan bermusuhan.
p. Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan.
q. Bisa terdapat disorientasi waktu.
7. Penilaian Terhadap Stressor Yang Berhubungan Dengan Halusinasi
a. Kognitif : tidak dapat berfikir logis, inkoheren, disorintasi, gangguan memori
jangka pendek maupun jangka panjang, konsentrasi rendah, kekacauan alur
pikir, ketidak mampuan mengambil keputusan, fligh of idea, gangguan
berbicara, dan perubahan isi fikir.
b. Afektif : tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum, kegembiraan yang
berlebihan, kesedihan yang berlarut, dan takut yang berlebihan, curiga yang
berlebihan, dan defensif sensitif.
c. Fisiologis : pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat, keringat
dingin, gangguan tidur, muka merah atau tegang, frekuensi nafas meningkat,
ketidakseimbangan neurotransmiter, dopamin dan serotonin.
d. Perilaku : berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara dan tertawa
sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat, mengontrol diri, penampilan tidak
sesuai, perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif, negatif, melakukan
pekerjaan dengan tidak tuntas, gerakan katatonia, kaku, gangguan
ekstrapiramidal, gerakan mata abnormal, greemacvin, gaya berjalan abnormal,
komat-kamit, menggerakan bibir tanpa adanya suara yang keluar.
e. Sosial : tidak mampu untuk berkomunikasi, acuh dengan lingkungan,
penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal hygiene jelek, sulit
berinteraksi dengan orang lain, tidak terarik dengan kegiatan yang sifatnya
menghibur, penyimpangan seksual dan menarik diri

C. Konsep Penyalahgunaan NAFZA


1. Definisi Nafza
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. Napza berupa zat yang bila masuk ke dalam tubuh dan akan mempengaruhi
tubuh, terutama susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan pada fisik,
psikis dan fungsi sosial. Penggunaan obat-obatan yang berlebihan dapat
menyebabkan masalah social dan perorangan dan dapat dianggap sebagai
pelanggaran hukum. Beberapa obat yang mempengaruhi pusat rasa senang di otak
dan mengakibatkan perubahan kesenangan, dalam status kesehatan jiwa maupun
emosional berpotensi menimbulkan penyalahgunaan dan digunakan sebagai
analgesik (pengurang rasa sakit) pada bidang kedokteran. Yang termasuk dalam
napza adalah opiat, ganja, kokain, sedatif hipnotik, amfetamin, halusinogen,
alkohol, inhalansia, nikotik, dan kafein.
2. Rentang Respon

Eksperimental Reaksional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

1) Eksperimental
Kondisi penggunaan tahap awal, yang disebabkan rasa ingin tahu. Biasanya
dilakukan oleh remaja, yang sesuai tumbuh kembangnya ingin mencari pengalaman
baru atau sering juga dikatakan sebagai taraf coba-coba.
2) Rekreasional
Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebayanya, misalnya
waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun, dan sebagainya. Penggunaan ini
bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebayanya.
3) Situasional
Merupakan penggunaan zat yang merupakan cara untuk melarikan diri atau
mengatasi masalah yang dihadapin. Biasanya individu menggunakan zat bila
sedang dalam konflik, stress, dan frustasi.
4) Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin,
paling tidak sudah berlangsung selama 1bulan, sudah terjadi penyimpangan
perilaku, serta mengganggu fungsi peran dilingkungan sosialnya, pendidikan, dan
pekerjaan. Walaupun pasien menderita cukup serius akibat menggunakan, pasien
tersebut tidak mampu untuk menghentikan.
5) Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, sehingga telah terjadi ketergantungan fisik
dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan kondisi toleransi dan
sindroma putus zat.
3. Etiologi
Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2000) adalah interaksi antara
faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus. Faktor Kontribusi yaitu
kondisi keluarga yang tidak utuh, kesibukan orang tua dan hubungan interpesonal
dalam keluarga yang tidak harmonis. Faktor Pencetus yaitu pengaruh teman
sebaya serta tersedia dan mudahnya memperoleh barang yang dimaksud (easy
availability). Sedangkan Faktor Predisposisi terbagi ke dalam tiga kelompok
yaitu:
a) Faktor biologic
Meliputi kecendrungan keluarga, terutama penyalahgunaan alkohol dan
perubahan metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang
tidak nyaman.
b) Faktor psikologik
Meliputi kepribadian ketergantungan oral, harga diri rendah, sering
berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-kanak, perilaku
maladaptif yang dipelajari secara berlebihan, mencari kesenangan dan
menghindari rasa sakit, sifat keluarga termasuk tidak stabil, tidak ada contoh
yang positif, rasa kurang percaya tidak mampu memperlakukan anak sebagai
individu serta orang tua yang adiksi.
c) Faktor sosiokultural
Meliputi ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap penggunaan obat,
ambivalen sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan zat seperti
tembakau, alkohol dan maryuana, sikap, nilai, norma dan sosial kultural
kebangsaan, etnis dan agama, kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan
keterbatasan kesempatan.
4. Penatalaksanaan Penyalahgunaan NAPZA
a. Pencegahan
1) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
2) Deteksi dini perubahan perilaku
3) Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak
pada narkoba.
b. Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak,
makan makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan
perhatiannya dari narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter.
Pengguna harus diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam
3-5 hari.
c. Pengobatan
1) Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat
tersebut berhenti sendiri.
2) Detoktifkasi dengan substitusi
Pataw atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon, substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara
bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melaui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
d. Terapi yang akan diberikan antara lain :
1) Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama.
2) Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
simulasi kognitif/presepsi, therapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
therapy aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok
sosialisasi. Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling
relavan adalah therapy aktivitas kelompok stimulasi presepsi. Therapy
aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah therapy yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan
untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan presepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
5. Tanda dan Gejala penyalahgunaan NAPZA
Pada kenyataannya yang mengkonsumsi NAPZA akan mengalami gangguan
mental dan perilaku sebagai akibat terganggunya neurotransmitter tersebut
mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam
perasaan/mood/emosi) dan psikomotor (perilaku).
Gejala intoksikasi NAPZA berbeda-beda tergantung dari jenis zat yang
dikonsumsi. Secara medis pemeriksaan terhadap penyalahgunaan NAPZA
dilakukan dengan serangkaian tes medik, baik tes darah, tes urine maupun tes
lainnya juga dilakukan. Gejala yang ditemukan sebagai berikut :
a) Tanda dan Gejala Pemakaian Ganja
Gejala psikologis yang tampak seperti gembira yang tidak wajar dan tanpa
sebab (euphoria), halusinasi dan delusi, apatis, merasakan waktu berjalan
dengan lambat. Sedangkan gejala fisik yang dirasakan yaitu mata merah,
palpitasi (jantung berdebar-debar), nafsu makan bertambah, mulut terasa
kering. Sedangkan perilaku maladaptif yang muncul antara lain kecurigaan,
serangan panik dan murung, terganggunya daya nilai dan dere alisasi (merasa
lingkungan berubah).
b) Tanda dan Gejala Pemakaian Opiat (morphin, heroin, putaw)
Mereka yang mengkonsumsi NAPZA jrnid opiat baik dengan cara menghirup
asap setelah bubuk opiat dibakar atau disuntikkan setelah bubuk opiat dilarutkan
kedalam air akan mengalami hal-hal sebagai berikut:
1) Pupil mata mengecil atau sebaliknya melebar. Pada mata seseorang reaksi
pupilnya terbalik, pada mata normal jika diberikan rangsang cahaya maka
pupil akan mengecil tetapi pada mata pecandu adalah kebalikannya.
2) Euphoria atau sebaliknya disphoria.
3) Apatis yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak peduli
terhadap sekitar, malas, kehilangan doroongan kehendak atau inisiatif.
4) Mengantuk dan tidur.
5) Pembicaraan cadel (slurred speech) disebabkan gerakan lidah terganggu.
6) Gangguan pemusatan perhatian dan konsentrasi, daya ingat menurun dan
tingkah laku maladaptif.
c) Tanda dan Gejala Pemakaian Kokain
Mereka yang mengkonsumsi NAPZA jenis kokain dengan cara menghirup
(bubuk kokain disedot/dihirup melalui hidung) mempunyai gejala agitasi
psikomotor, rasa gembira, rasa harga diri meningkat (grandiosity), banyak
bicara, kewaspadaan meningkat, tekanan darah naik, jantung berdebar-debar,
mual, muntah dan perilaku maladaptif. Sedangkan gejala putus kokain akan
timbul gejala yaitu depresi, rasa lelaah, lesu, kehilangan semangat, gangguan
tidur dan gangguan mimpi bertambah.
d) Tanda dan Gejala Pemakaian Stimulan shabu-shabu, dan ekstasi)
Secara fisik gejalanya yaitu denyut nadi meningkat dan tekanan darah tidak
teratur, kelainan jantung, banyak keluar keringat sehingga kekurangan cairan
hingga pingsan, badan panas, timbul kejang, nafsu makan berkurang dan mual.
Gejala psikologis yang tampak yaitu gelisah, mudah tersinggung, cemas, panik,
paranoid (perasaan curiga berlebihan), euphoria, kewaspadaan dan energi
bertambah.
D. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Penarikan diri secara sosial

Merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain

Merasa dirinya tidak berharga

Stress

Harga diri rendah

Ketidakefektifan koping individu Masalah berhubungan orang tua (ayah)

(ketidakefektifan koping keluarga)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W (42 Tahun) DENGAN DIAGNOSA MEDIS
SKIZOFRENIA YANG MENGALAMI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI: PENDENGARAN DI PANTI REHABILITASI BUMI KAHEMAN
SOREANG KABUPATEN BANDUNG

RUANG RAWAT : Asrama 2 TANGGAL DIRAWAT : April 2016


I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. W (L) Tanggal Pengkajian : 26 April 2021
Umur : 42 Tahun RM No. :
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status Marital : Belum menikah
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Tn. A
Umur : 62 tahun
Hubungan dengan klien : Orangtua

II. ALASAN MASUK


Keluhan Utama :
Klien mengatakan terkadang masih mendengar bisikan-bisikan
SMRS:
Klien mengatakan 14 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2007, mengalami stress berat
dikarenakan penyusunan skripsi. Pada saat klien hendak mencetak hasil penyusunan
skripsinya yang di simpan di sebuah hardisk tiba-tiba file tersebut terkena virus yang
akhirnya menyebabkan semua file skripsi tersebut hilang. Akibatnya, klien sering melamun
sendiri hingga timbul gejala datangnya bisikan-bisikan untuk tidak meneruskan
mengerjakan skripsinya. Klien akhirnya di bawa ke dukun di daerah Cililin oleh ayahnya,
tetapi bisikan-bisikan itu semakin parah. Hingga akhirnya klien di bawa ke RS Riau 11 dan
mendapatkan rawat jalan. Klien juga mengatakan pada tahun 2002 memiliki riwayat
mengkonsumsi ganja.
Klien mengatakan sebelumnya tidak mengetahui penyakitnya, 7 tahun yang lalu klien
menanyakan penyakitnya kepada salah satu dokter di RS Riau 11 dan dokter mengatakan ia
mengalami penyakit vertigo. Klien mengatakan merasa penasaran sehingga akhirnya
mencari tahu di internet mengenai kegunaan salah satu obat yang ia konsumsi. Ketika hasil
pencariannya muncul klien kaget karena ia mengalami gangguan jiwa dan mutuskan untuk
tidak mengkonsumsi obat untuk membuktinya. Akhirnya, klien mendapatkan bisikan untuk
datang ke Tangkuban Parahu karena ada suatu barang (ganja) yang harus ia bawa, dengan
syarat ia harus datang kesana dengan berjalan kaki.
Klien mengatakan 6 tahun lalu sempat bekerja menjadi order taker disalah satu
perusahaan investasi daerah kota Bandung. Dikarenakan lingkungan kerjana sering terpapar
dengan ganja dan minuman alkohol, akhirnya klien tergoda untuk mengkonsumi ganja dan
minum-minuman keras yang mengakibatkan penyakitkan kambuh. Sehingga, 5 tahun lalu
tepatnya tahun 2016 klien di bawa ke klinik jiwa Nurilahi dan mendapatkan perawatan
selama 5 hari hingga akhirnya klien di pindahkan ke Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman
Soreang.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 April 2021, klien mengatakan terkadang
masih mendengar bisikan-bisikan jika terlalu lama tidak melakukan kegiatan tetapi klien
selalu mengalihkannya dengan cara menyibukkan diri sendiri seperti berbincang dengan
petugas dan pasien lain, membereskan barang-barang dipanti yang berantakan, mencuci
piring, dan pakaian terkadang diperintahkan berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan
makanan. Klien kooperatif saat dikaji, sesekali mengusap belakang leher dan kontak mata
baik.

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : √ Ya Tidak (Tahun: 2007)

2. Pengobatan sebelumnya Berhasil √ Kurang berhasil Tidak berhasil

III. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Neurobiologis Psikologis Sosial Budaya
Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan 14 tahun
adik dari ibu klien yang lalu mengalami stress
mengalami riwayat berat di karenakan
gangguan jiwa sama seperti penyusunan skripsi. Pada
klien saat klien hendak mencetak
Klien juga memiliki riwayat hasil penyusunan skripsinya
mengkonsumsi ganja pada yang di simpan di sebuah
tahun 2002 hardisk tiba-tiba file
tersebut terkena virus yang
akhirnya menyebabkan
semua file skripsi tersebut
hilang. Akibatnya, klien
sering melamun sendiri
hingga timbul gejala
datangnya bisikan-bisikan
untuk tidak meneruskan
mengerjakan skripsinya.
2. Faktor Presipitasi
Neurobiologis Psikologis Sosial Budaya
Pasien mengatakan dirawat
di Panti ini karena pada
tahun 2016 klien tergoda
oleh minuman beralkohol
sehingga menyebabkan
halusinasinya kambuh.

Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran


IV. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : √ Ya Tidak
Hubungan dengan klien : Kakak dari ibu klien
Genogram (minimal tiga generasi) Klien, orang tua, nenek / kakek:

V. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


a. Kehilangan : Tidak ada
b. Kegagalan : Klien mengatakan mengalami kegagalan dalam penyusunan skripsi
pada tahun 2007 dikarenakan file tersebut hilang terkena virus
c. Trauma selama tumbuh kembang
1. Masa bayi
2. Masa Kanak — Kanak
3. Masa Remaja
4. Masa Dewasa Awal
5. Masa dewasa tua
6. Lansia
Penjelasan : Tidak terkaji
Masalah keperawatan : Tidak ada
VI. Riwayat Penyakit Fisik di masa lalu:
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung
maupun penyakit menular. Hanya saja sekarang terkadang tekanan darahnya sedikit tinggi

VII. FISIK
1. Tanda Vital : TD : 140/80 mmHg N : 86 x/mnt S : 36,7OC P : 19x/mnt
2. Ukuran : TB : 165 cm BB : 65 kg

3. Keluhan Fisik : Ya √ Tidak

Jelaskan : Tidak ada keluhan


4. Pemeriksaan Fisik
Tuliskan data fokus dan efek samping obat yang berhubungan dengan sistem tubuh
a. Sistem integumen : Tidak ada keluhan
b. Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
c. Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
e. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
f. Sistem reproduksi : Tidak ada keluhan
g. Sistem persarafan : Tidak ada keluhan
h. Sistem muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
i. Sistem endokrin : Tidak ada keluhan
j. Sistem penginderaan : Tidak ada keluhan
Jelaskan, segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem tubuh klien termasuk perilaku
Tidak ada keluhan dan kelainan apapun
2. Bagaimana Pola aktivititas kehidupan sehari-sehari sebelum di RS dan selam di rawat.
No ADL Sebelum di RS Selama dirawat
1. Nutrisi (makan& Makan : 3x/ hari habis Makan : 3x/ hari habis satu
minum) satu porsi porsi
Minum : ± 8 gelas/ hari Minum : ± 8 gelas/ hari
2. Eliminasi (BAB & BAK : ± 5-6 x/hari BAK : ± 5-6 x/hari
BAK)
BAB : 1 x/hari BAB : 1 x/hari
3. Istirahat tidur Malam : 8 jam Malam : 8 jam
Siang 30 menit - 1 jam Siang 30 menit - 1 jam
4. Aktivitas Mandiri Mandiri
5. Personal hygiene Mandi 2x/hari Mandi 2x/hari
Sikat gigi 2x/hari Sikat gigi 2x/hari
Keramas 2x/hari Keramas 2x/hari
Potong kuku tiap panjang Potong kuku tiap panjang
Masalah keperawatan : Tidak ada
VIII. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri:
a. Gambaran Diri :
Klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang ia tidak sukai, klien menerima
segala bentuk tubuhnya yang Allah beri kepada dirinya.
b. Identitas :
Sebelum dirawat di panti, klien merupakan seorang order taker disalah satu
perusahaan investasi swasta di kota Bandung dan belum menikah. Klien merupakan
anak ke 2 dari 4 bersaudara.
c. Peran :
Klien mengatakan bahwa dirinya sekarang sebagai OJT (on job training), karena
klien sudah mampu mengendalikan halusinasinya. Sehingga, klien dilatih sosialisasi
dengan lingkungan dengan cara mencoba berbelanja keperluan panti ke pasar,
berbelanja ke warung dan melakukan aktivitas lain seperti berkebun.
d. Ideal diri :
Harapan klien saat ini yaitu ingin menjalani hidup seperti orang normal lain, klien
mengatakan keluarganya masih takut dengan klien tetapi ia mengatakan sekarang
akan menjalani hidupnya seperti air mengalir. Harapan klien kedepannya ingin
mendapatkan pekerjaan yang cocok dan membangun rumah tangga.
e. Harga diri :
Klien mengatakan bersyukur terhadap kondisinya saat ini, karena klien sudah dapat
mengendalikan halusinansinya dan dapat melakukan aktivitas dengan baik.
Masalah Keperawatan : Tidak terdapat masalah
2. Hubungan social :
a. Orang yang berarti :
Klien mengatakan orang yang berarti di hidupnya yaitu ayahnya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat :
Klien mengatakan selama dirawat di panti ia tidak mengikuti kegiatan kelompok di
masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak ada
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
Klien mengatakan yakin terhadap keberadaan Allah dan selalu berdoa untuk
senantiasa disebuhkan dari penyakitnya.

b. Kegiatan ibadah :
Klien mengatakan saat ini kegiatan ibadah wajib seperti shalat 5 waktu dan puasa
dilakukan secara rutin, klien sering melaksanakan shalat terawih di mesjid dekat
panti.

Masalah Keperawatan : Tidak ada


IX. STATUS MENTAL
Berikan tanda Checklist √ pada kotak yang sesuai dengan jenis kondisi klien
1. Penampilan :
Tidak rapi Penggunaan pakaian tidak sesuai
Berpakaian tidak seperti biasanya √ Sesuai

Jelaskan:

Klien berpenampilan sesuai dengan orang normal pada umumnya.


Masalah Keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan
2. Cara bicara :
Cepat Gelisah Apatis
Keras Inkoheren tidak mampu memulai
pembicaraan
Lambat Membisu √ Sesuai

Jelaskan:
Selama pengkajian klien bercerita secara kooperatif dengan perawat
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah
3. Aktivitas Motorik :
Lesu Tegang Gelisah
Agitasi Apatis Grimasen
Tremor Kompulsif √ Sesuai

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
4. Suasana hati:

Sedih Ketakutan Putus asa


Khawatir Gembira berlebihan √ Sesuai

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Datar Tumpul Labil √ Sesuai
Tidak Sesuai

Jelaskan:-
Masalah Keperawatan : -
6. Interaksi selama wawancara :
Bermusuhan Tidak kooperatif mudah tersinggung
Kontak mata Defensive Curiga
kurang
Seduktif Berhati-hati √ Kooperatif

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
√ Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)
Visual Gustatori Ilusi
(penglihatan) (pengecapan)
Sesuai

Jelaskan:
Pada saat dikaji klien mengatakan terkadang masih mendengar bisikan-bisikan jika
terlalu lama tidak melakukan kegiatan tetapi klien selalu mengalihkannya dengan cara
menyibukkan diri sendiri seperti berbincang dengan petugas dan pasien lain,
membereskan barang-barang dipanti yang berantakan, mencuci piring, dan pakaian
terkadang diperintahkan berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan makanan.

Masalah Keperawatan : Halusinasi (pendengaran)


8. Proses pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan Inkoheresn
asosiasi
Flight of idea Blocking Perseverasi Neologisme
Irelevansi Verbigerasi Word salad √ Sesuai

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
9. Isi pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Defersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Waham: √ Sesuai
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
10. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stuppor √ Allert
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
waktu tempat orang

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : Tidak terdapat masalah
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat jangka
panjang pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi √ Sesuai

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi
tidak mampu berhitung sederhana √ mampu berkonsentrasi

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
13. Kemampuan penilaian
Gangguan penilaian ringan Gangguan penilaian bermakna
√ Tidak ada gangguan

Jelaskan: -
Masalah Keperawatan : -
14. Daya tilik diri (Insight)
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar
dirinya
√ Mengetahui sakit yang dideritanya

Jelaskan:
Klien menyadari mengalami gangguan jiwa halusasi pendengaran
Masalah Keperawatan : -
X. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Klien dapat mempersiapkan makannya sendiri
Masalah Keperawatan : -

2. BAB / BAK
√ Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
3. Mandi
√ Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
4. Berpakaian / berhias
√ Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
5. Istirahat dan tidur
√ Tidur siang , lama……………… ……s/d
………………………………………………
Tidur malam, lama ………………………………..s/d
………………………………….
Kegiatan sebelum/sesudah tidur
Jelaskan :
…………………………………………………………………………………………
…………
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………….....…………

6. Penggunaan obat
√ Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan Ya Tidak
Perawatan pendukung Ya Tidak
Jelaskan :
………………………………………………………………………………………
Masalah Keperawatan
:…………………………………………….............................................
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan √ Ya Tidak
Menjaga kerapihan rumah √ Ya Tidak
Mencuci pakaian √ Ya Tidak
Pengaturan keuangan √ Ya Tidak
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
9. Kegiatan di luar rumah
Belanja √ Ya Tidak
Tranportasi √ Ya Tidak
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

XI. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
√ Bicara dengan orang lain Minum alcohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/ berlebihan
Teknik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Mencederai diri
Lainnya : Lainnya :
Masalah Keperawatan : Tidak ada

XII. MASALAH PSIKOSOSIAL


Masalah dengan dukungan kelompok,
spesifik……………..……………………………………
Masalah berhubungan dengan lingkungan,
spesifik…………………………………...………
Masalah dengan pendidikan,
spesifik……………………………………......................………
Masalah dengan pekerjaan,
spesifik.....................................................................................................
Masalah dengan perumahan,
spesifik……………………………………………………
Masalah ekonomi,
spesifik……………..……………………………………………………….
Masalah dengan pelayanan kesehatan,
spesifik………………………………………………… ………..

XIII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa system pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik
Koping obat-obatan
Lainnya : …………………….

XIV. ASPEK MEDIK


Diagnosa Medik :
Skizofrenia
Terapi Medik :
Nama obat Route/Dosis Kegunaan
Risperidone 1 x ½ tab Obat untuk mengobati skizofrenia. Risperidone
merupakan antipsikotik jenis atipikal yang bekerja
dengan cara memblokir reseptor tipe 2, serototnin tipe
2, dan α adrenergik, sehingga bisa menyeimbangkan
senyawa kimia alami di otak yang dapat menjaga
kestabilan emosi dan kemampuan untuk berpikir
lebih jernih.
THD 1x1 tab Obat ini untuk mengatasi gejala parkinson dan gejala
ekstrapiramidal akibat penggunaan obat seperti
antipsikotik. Gejala ekstrapiramidal meliputi kaku
tubuh, gerakan yang tidak normal dan tidak terkendali
serta tremor. Trihexyphenidyl merupakan golongan
obat anti muskarinik yang bekerja dengan cara
menghambat zat alami asetilkolin dengan begitu obat
ini dapat membantu mengurangi kekakuan otot dan
mengatur fungsi otot serta membantu meningkatkan
kemampuan berjalan pada penderita parkinson.
CPZ 1x ½ tab Berfungsi untuk menangani gejala psikosis pada
skizofrenia. Chlorpromazine merupakan obat anti
psikotik jenis phenothiazine yang bekerja dengan
cara menghambat reseptor dopamin D2 yang ada
diotak sehingga dapat meredakan gejala psikosis.
Obat ini membantu penderita skizofrenia untuk bisa
berfikir lebih jernih, lehih tenang dan mengurangi
halusinasi sehingga penderita bisa melakukan
aktivitas sehari-hari.

XV. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 Do : Genetik Halusinasi
↓ pendengaran
- Klien kooperatif Aktivitas pada jaras mesolimbik
saat dikaji berlebih
- Sesekali mengusap ↓
belakang leher Menginduksi psikosis
- Kontak mata baik ↓
Memblok reseptor dopamin D2
Ds: ↓
- Klien mengatakan Produksi neurotransmitter ↓
terkadang masih ↓
Skizofrenia
mendengar bisikan-

bisikan jika terlalu
Gejala aktif
lama tidak ↓
melakukan Mengeluh mendengar bisikan-
kegiatan bisikan
- Klien selalu ↓
mengalihkannya Halusinasi (pendengaran)
dengan cara
menyibukkan diri Penggunaan zat adiktif
sendiri seperti ↓
Relaksasi otot (efek sedatif)
berbincang dengan
petugas dan pasien Stress berlebih
lain, membereskan ↓
barang-barang Disfungsi otak
dipanti yang ↓
berantakan, ↑ neurotransmitter

mencuci piring, dan
↑ reseptor dopamin
pakaian terkadang
diperintahkan
berbelanja ke pasar
untuk membeli
kebutuhan
makanan.

XIII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Halusinasi (pendengaran)
XVI. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan Klien dengan Halusinasi Pendengaran

Nama klien: Tn. W Dx Medis: Skizofrenia


No. Medrek: Ruang:
Tgl Dx. keperawatan Perencanaan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


26/04/ Gangguan Persepsi Pasien mampu: Setelah 1 x pertemuan pasien mampu : SP1
21 Sensori : Halusinasi 1. Mengenali halusinasi
Pendengaran yang di alaminya 1. Menyebutkan Isi, waktu, frekuensi, situasi 1. Bantu pasien mengenal halusinasi: isi,
2. Mengontrol pencetus, perasaan waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
halusinasinya
3. Mengikuti program 2. Memperagakan cara dalam mengontrol saat terjadi halusinasi
pengobatan secara halusinasi 2. Latih mengontrol halusinasi dengan cara
optimal
menghardik. Tahapan tindakan berupa:
- Jelaskan cara menghardik
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

27/04/ Setelah 1x pertemuan pasien mampu : SP2


21
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
dilakukan 2. Tanyakan program pengobatan
Tgl Dx. keperawatan Perencanaan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


2. Menyebutkan manfaat dari program 3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
pengobatan pasien dengan halusinasi
4. Jelaskan akibat bila tidak rutin melakukan
pengobatan sesuai program
5. Jelaskan akibat bila putus obat
6. Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat
7. Jelaskan pengobatan dengan prinsip 5B
8. Latih pasien minum obat
9. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

28/04/ Setelah 1x pertemuan pasien mampu : SP3


21
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
dilakukan 2. Latih berbicara/ bercakap dengan orang
2. Memperagakan cara bercakap-cakap lainsaat halusinasi muncul
dengan orang lain 3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

29/04/ Setelah 1x pertemuan pasien mampu : SP4


21
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2 & 3)
dilakukan 2. Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul,
2. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan dengan tahapan:
memperagakanya
Tgl Dx. keperawatan Perencanaan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


- Jelaskan pentingnya aktivitas teratur
untuk mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Susun jadwal sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih (mulai
bangun pagi–tidur malam)
3. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan reinforcement terhadap perilaku
pasien yang (+)

Keluarga mampu: Setelah 1x pertemuan, keluarga mampu SP1


Merawat pasien di rumah menjelaskan tentang halusinasi
dan menjadi system 1. Identifikasi masalah keluarga dalam
pendukung yang efektif merawat pasien
untuk pasie
2. Jelaskan tentang halusinasi, berupa:
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang di alami pasien
- Tanda & gejala halusinasi
Tgl Dx. keperawatan Perencanaan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


- Cara merawat pasien halusinasi (cara
berkomunikasi pemberian obat &
pemberian aktivitas kepada pasien)
3. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang
bisa dijangkau
4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
jeluarga untuk merawat pasien

Setelah 1x pertemuan pasien mampu : SP2

1. Menyelesaikan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)


dilakukan 2. Latih keluarga merawat pasien
2. Memperagakan cara merawat pasien 3. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk
merawat pasien

Setelah 1x pertemuan pasien mampu : SP3

1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP2)


dilakukan 2. Latih keluarga merawat pasien
2. Memperagakan cara merawat pasien serta 3. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk
mampu membuat RTL merawat pasien
Tgl Dx. keperawatan Perencanaan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah 1x pertemuan pasien mampu : SP4

1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kemampuan keluarga


dilakukan 2. Evaluasi kemampuan pasien
2. Melaksanakan Follow Up rujukan 3. RTL keluarga: Follow Up dan rujukan
Form. Catatan Perkembangan
Nama klien: Tn. W No.Medrec:…………
Nama & Nama&
No. Tanggal & Jam Evaluasi Paraf
Implementasi paraf
1 26/04/21 - Melakukan pengkajian status mental S:
13.00 Respon : didapatkan bahwa klien - Klien mengatakan terkadang masih
mendengar bisikan-bisikan jika terlalu
mengalami gangguan persepsi sensori lama tidak melakukan kegiatan, klien
halusinasi (pendengaran) selalu mengalihkannya dengan cara
15.30 menyibukkan diri sendiri
- Membantu pasien mengenal
O:
halusinasi: isi, waktu, frekuensi, situasi - Klien dapat melakukan cara
pencetus, perasaan saat terjadi menghardik halusinasi
A : Masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi Halusinasi (pendengaran) belum teratasi
Respon : Klien mengatakan terkadang P : Lanjutkan intervensi beri SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
masih mendengar bisikan-bisikan jika
- Tanyakan program pengobatan
terlalu lama tidak melakukan kegiatan,
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat
klien selalu mengalihkannya dengan
pada pasien dengan halusinasi
cara menyibukkan diri sendiri seperti
- Jelaskan akibat bila tidak rutin
berbincang dengan petugas dan pasien
melakukan pengobatan sesuai program
lain, membereskan barang-barang
- Jelaskan akibat bila putus obat
dipanti yang berantakan, mencuci
- Jelaskan cara mendapatkan obat/
piring, dan pakaian terkadang
berobat
diperintahkan berbelanja ke pasar - Jelaskan pengobatan dengan prinsip 5B
untuk membeli kebutuhan makanan. - Latih pasien minum obat
- Menjelaskan cara mengontrol - Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
halusinasi dengan cara menghardik.
Respon : Klien memperhatikan ketika
perawat menjelaskan cara menghardik
halusinasi
- Memperagakan cara menghardik
Respon : Klien memperhatikan dengan
sesama
- Meminta pasien memperagakan ulang
Respon : Klien dapat melakukan cara
menghardik dengan tepat
- Memantau penerapan cara meghardik,
beri penguatan perilaku pasien
Respon : Klien mengerti penerapan
cara menghardik dilakukan ketika
halusinasinya muncul
- Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Respon : klien akan melakukan cara
menghardik apabila halusinasinya
mulai muncul
2 27/04/21 - Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP1) S:
13.00 Respon : klien dapat melakukan cara - Klien mengatakan sudah mengetahui
pentingnya minum obat dan akibat jika
menghardik halusinasi putus obat
- Menanyakan program pengobatan O:
- Klien dapat melakukan cara
Respon : Klien mengetahui nama obat,
menghardik halusinasi (SP1)
dosis, waktu dari obat yang ia - Klien terlihat fokus ketika perawat
konsumsi menjelaskan pentingnya minum obat
dan akibat jika putus obat
- Menjelaskan pentingnya penggunaan A : Masalah gangguan persepsi sensori :
obat pada pasien dengan halusinasi Halusinasi (pendengaran) belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi beri SP 3
Respon : klien mengetahui jika ia tidak
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
meminum obat maka halusinasinya - Latih berbicara/ bercakap dengan orang
akan kambuh lain saat halusinasi muncul
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
- Menjelaskan akibat bila tidak rutin
melakukan pengobatan sesuai program
Respon : klien mendengarkan dengan
baik
- Menjelaskan akibat bila putus obat
Respon : klien mengatakan sebisa
mungkin tidak akan sampai putus obat
- Menjelaskan cara mendapatkan obat/
berobat
Respon : klien diberi obat oleh salah
satu petugas di panti
- Menjelaskan pengobatan dengan
prinsip 5B
Respon : klien mendengarkan dengan
baik
- Melatih pasien minum obat
Respon : klien dapat meminum obat
secara mandiri
- Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien
3 28/04/21 - Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP1 S:
15.30 dan 2) - Klien mengatakan sudah bisa bercakap
dan mengobrol dengan baik dengan
Respon : Klien dapat melakukan SP 1 orang lain
(Cara menghardik halusinasi) dan O:
- Klien dapat melakukan cara
mengetahui pentingnya minum obat
menghardik halusinasi (SP1) dan cara
(SP 2) bercakap dengan orang lain (SP 2)
- Melatih berbicara/ bercakap dengan A : Masalah gangguan persepsi sensori :
orang lain saat halusinasi muncul Halusinasi (pendengaran) belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi beri SP 4
Respon : klien dapat mengobrol - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2 &
dengan orang lain dengan baik 3)
- Latih kegiatan agar halusinasi tidak
- Memasukan dalam jadwal kegiatan
muncul, dengan tahapan:
pasien  Jelaskan pentingnya aktivitas
teratur untuk mengatasi halusinasi
 Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
 Latih pasien melakukan aktivitas
 Susun jadwal sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih
(mulai bangun pagi –tidur malam)
- Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan reinforcement terhadap
perilaku pasien yang (+)
DAFTAR PUSTAKA

Davidson, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. 2012. Psikologi Abnormal Ed. 9, Cet.3.
Jakarta: Rajawali Pers

Hawari. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peran Keluarga Dukung Kesehatan


Jiwa Masyarakat. Jakarta: Depkes

Maramis, Willy F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya: Airlangga


UniversityPress

Yosep, Iyus. Sutini, Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai