Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.S (50 th)

Untuk memenuhi tugas Kebutuhan Dasar Perawatan

Dosen Pembimbing:

Dewi Mustikaningsih, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Di susun oleh:

Rizqi Ahmad Fauzi (402020051)

PENDIDIKAN PROFESI NERS UNIVERSITAS ‘AISYIYAH

BANDUNG TAHUN AJARAN 2020-2021


LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR NYERI

A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut [ CITATION Moc17 \l 1033 ]. Adapun menurut
[CITATION Ida04 \l 1033 ] nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif
dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom.
Nyeri suatu kondisi yang lebih daripada sensasi tunggal yang disebabkan oleh
stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Stimulus nyeri dapat
bersifat fisik dan atau mental dan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual
atau pada fungsi ego seseorang. Nyeri tidak dapak diukur secara objektif, namun
tipe nyeri tertentu menimbulkan gejala yang dapat di prediksi, seringkali di kaji
dengan kata-kata, perilaku ataupun respon yang diberikan oleh klien [ CITATION
Ghi19 \l 1033 ].

B. Klasifikasi Nyeri
Adapun beberapa klasifikasi nyeri menurut (Potter Perry, 2014)
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar), nyeri berlangsung sebentar
dan terlokalisasi ex: terkena ujung pisau atau gunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri akibat stimulasi organ-organ
internal, nyeri dapat mnyebar ke beberapa arah. Nyeri dapat terasa lebih
tajam, tumpul. Sensai pukul (angina pectoris), sensasi terbakar ( ulkus
lambung).  Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang
jauh dari jaringan penyebab nyeri.
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan Penyebab
a. Fisik Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang
marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
3. Berdasarkan lama atau durasinya
a. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. awitan gejalanya
mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui.
Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan
yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik berlangsung lebih dari 6 bulan. sumber nyeri bisa diketahui
atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat
disembuhkan. Penginderaan nyeri lebih dalam sehingga penderita sulit
menunjukkan lokasinya. Dampak nyeri penderita mudah tersingguung
dan insomnia. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu
tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (sakit kepala
migrant).
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik:
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau
penyakit dari dalam pengobatan
Serangan Mendadak Bisa mendadak,
berkembang dan
terselubung
Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan
sampai bertahun-tahun
Pernyataan Nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti dibedakan
intensitasnya, sehingga
sulit di evaluasi
(perubahan perasaan)
Gejala-gejala klinis Pola respons yang khas Pola respons yang
dengan gejala yang bervariasi dengan
lebih jelas sedikit gejala (adaptasi)
Pola Terbatas Berlangsung terus,
dapat bervariasi
Perjalanan Biasanya berkurang Penderitaan meningkat
setelah beberapa saat setelah beberapa saat

4. Berdasarkan lokasi atau letak


a. Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac
pain)
b. Intractable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
c. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yang hilang (ex: bagian tubuh
yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla
spinalis

C. Fisiologi Nyeri
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan
C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini
adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi
eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal
elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis
dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis,
dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti
mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif
juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus,
dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini
adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu
dorsalis. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.
4. Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah
organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari
syaraf aferen [ CITATION Tam07 \l 1033 ].

D. Cara Mengukur Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh
dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Adapun menurut (Smeltzer & Bare, 2002)
adalah sebagai berikut:
1. Skala nyeri deskriptif

2. Skala nyeri numeric


Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul, nyeri sudah tidak bisa dikontrol

Face pain scale – Wong

Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui skala


angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal dan
lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

E. Faktor yang mempengaruhi


Menurut (Potter & Perry, 2014) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nyeri seseorang yaitu:
1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana
anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri

2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespon terhadap
nyeri, tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa
memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri, individu mempelajarai apa yang diharapkan dan apa yang diterima
oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana reaksi terhadap
nyeri. Cara individu mengekspresikan nyeri merupakan sifat kebudayaan.
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri sesuatu yang
alamiah. Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang.
Dengan demikian, hal ini mempengaruhi pengeluaran fisiologis
opiateendogen dan seingga terjadilah persepsi nyeri.
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan
mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami
nyeri akibat cedera karena pukulan. Derajat dan kualitas nyeri yang
dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.
5. Ansietas
Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian didalam suatu lingkungan berteknologi tinggi, misalnya unit
perawatan intensif maka rasa cemas tersebut dapat menimbulkan suatu
masalah penatalaksanaan nyeri yang serius, nyeri yang tidak kunjung
hilang seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
6. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri menjadi intensif da menurunkan kemampuan koping.
Apabila keletihan disertasi kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan
terasa lebih berat. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah indivdu
mengalami suatu periode tdur yang lelap dibanding pada akhir hari yang
melelahkan.
7. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut
akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.
Apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang berulang-ulang,
tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan, akan lebih mudah
individu menginterpretasikan sensasi nyeri.
8. Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, bagian maupun keseluruhan.
Klien seringkali menemukan berbagai cara mengembangkan koping
terhadap efek fisik dan psikologis nyeri, penting untuk memahami sumber
koping klien selama ia mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti
berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan atau
bernyanyi dapat digunakan dalam rencana askep dalam upaya mendukung
klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu.
9. Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau
perlingdungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan kehadiran orang yang
dicintasi klien akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan.

F. Pengkajian Fokus Nyeri


Riwayat nyeri:
1. Lokasi. Meminta klien untuk menunjukkan area nyeri
2. Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri, yang sering dilakuakan
adala rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menunjukkan tidak nyeri, sedangkan
10 merupakan nyeri terhebat.
3. Kualitas nyeri.
4. Pola. Meliputi awitan, durasi, kekambuhan atau interval nyeri (kapan
nyeri dimulai, berapa lama berlangsung, apakah nyeri berulang, kapn
nyeri terkahir muncul).
5. Faktor presipitasi. Aktifitas fisik berat dapat menimbulkan munculnya
nyeri, stressor fisik dan emosional juga memunclkan nyeri.
6. Gejala yang menyertai. Mual, muntah, pusing, diare
7. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Sejauh mana nyeri dapat
mempengaruhi aktivitas klien, kaji tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pkerjaan, hubungan interpersonal, aktivitas di rumah, status emosional
8. Sumber koping. Tiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri
9. Respon afektif. Kaji perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan
gagal ada diri klien
10. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan.
Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien
dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak
mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
ketika pengkajian.
11. Klasifikasi pengalaman nyeri Perawat mengkaji apakah nyeri yang
dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan
pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat
kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten,
persisten atau terbatas.
12. Karakteristik nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya
riwayat nyeri, keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
P: provoking/pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q: quality dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
R: region, yaitu daerah perjalanan nyeri
S: severity adalah keparahan atau intensitas nyeri
T: time adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

G. Patofisiologi Nyeri
H. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Nyeri kronis b.d cedera fisiologis (osteoatritis)
2. Gangguan pola tidur b.d nyeri
3. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri
I. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi
cedera fisiologis tindakan keperawatan 1. Observasi lokasi, Nyeri merupakan
(osteoatritis) selama 2x24 jam karakteristik, pengalaman
diharapan tingkat nyeri durasi, frekuensi, subjektif dan harus
menurun dengan kualitas, dan dijelaskan oleh
kriteria hasil: intensitas nyeri pasien. Identifikasi
1. Keluhan nyeri 2. Observasi skala karakteristik nyeri
menurun (5) nyeri dan faktor yang
2. Meringis menurun 3. Observasi nyeri berhubungan
(5) non verbal merupakan suatu hal
3. Gelisah menurun 4. Observasi faktor yang amat penting
(5) yang untuk memilih
4. Kesulitan tidur memperberat dan intervensi yang
menurun (5) memperingan cocok dan
nyeri mengevaluasi
5. Observasi keefektifan dari
pengetahuan dan terapi yang telah
keyakinan tentang diberikan
nyeri

Terapeutik Terapeutik
1. Berikan teknik Agen agen ini secara
nonfarmakologis sistematik
untuk mengurangi menghasilkan
nyeri (kompres relaksasi dan
hangat dengan menurunkan
jahe dan ROM) inflamasi
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan Pasien dapat
penyebab, mengetahui terhadap
periode dan nyeri dan dapat
pemicu nyeri melakukan strategi
2. Jelaskan strategi untuk mengontrol
meredakan nyeri nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Anjurkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
(ompres hangat
dengan jahe dan
ROM)

Kolaborasi Kolaborasi
Kolaborasi menurunkan nyeri
pemberian analgetik melalui mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri baik
sentral maupun
perifer
2 Gangguan pola setelah dilakukan Observasi Observasi
tidur b.d nyeri tindakan keperawatan 1. Observasi faktor Mengetahui kualitas
selama 2x24 jam pengganggu tidur tidur pasien
diharapkan pola tidur (nyeri).
pasien membaik Terapetik Terapeutik
dengan kriteria hasil: 1. Lakukan prosedur Dapat meningkatkan
1. Keluhan sulit tidur untuk kenyamanan
menurun (1) meingkakan
2. Keluhan sering kenyamanan
terjaga menurun (1) (pijat/massage).
3. Keluhan tidak puas 2. Modifikasi Dengan lingkungan
tidur (menurun (1) lingkungan yang tenang pasien
(pencahayaan, dapat beristirahat
kebisingan dan dengan tenang dan
tempat tidur) nyaman
Edukasi Edukasi
1. Ajarkan faktor- Dapat
fakor yang meminimalisir
berkontribusi gangguan nyeri
terhadap ganguan sehingga dapat tidur
pola tidur (nyeri, dengan nyaman dan
ajarkan relaksasi kebutuhan istirahat
otot autogenik). terpenuhi
3 Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
mobilitas fisik tindakan keperaatan 1. Identifikasi Mengetahui
b.d nyeri selama 2 x 24 jam adanya nyeri. penyebab dari
mobilitas fisik 2. Identifikasi gangguan mobilitas
meningkat dengan toleransi fisik fisik sehingga dapat
kriteria hasil: melakukan memberikan
1. Pergerakan pergerakan intervensi dengan
ektremitas Terapetik tepat
meningkat (5) 1. Fasilitasi aktivitas Terapeutik
2. Kekuatan otot mobilisasi dengan Mempermudah
meningkat (5) alat bantu (kursi pasien dalam
3. Rentang gerak roda) melakukan aktifitas
ROM meningkat 2. Fasilitasi seperti ke kamar
(5) melakukan mandi
4. Nyeri menurun (5) pergerakan ROM
5. Kaku sendi 3. Libatkan keluarga Membuat sendi tidak
menurun (5) untuk membantu kaku dan tidak nyeri
pasien daam
meningkatkan
pergerakan.
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan Pasien dapat
dan prosedur mengetahui tujuan
mobilisasi. mobilisasi sehingga
2. Anjurkan dapat terdorong
melakukan keinginan untuk
mobilissi dini. melakukan
3. Ajarkan moilisasi mobilisasi dini yang
sederhana yang akan menghindarkan
harus dilakukan dari kekakuan otot
(pindah dari
tempat tidur ke
kursi roda).
DAFTAR PUSTAKA

Baharudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri. Kedokteran Universitas Muhammadiyah


Malang Volume 13 No 1, 7-13.

Meliala, I. (20010). Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang dan
Yang Akan Datang. Yogyakarta: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar.

Patricia A Potte, A. G. (2014). Fundamental Of Nursing Buku Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Suzane C Smeltzer, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


and Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Wali, G. Z. (2019). Efektifitas Pemberian Kompres Jahe Merah dan Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Asam Urat di Desa Madigondo
Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan. SKRIPSI , 7.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 3. Jakarta Selatan:DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan 2. Jakarta Selatan:DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan 2. Jakarta Selatan:DPP PPNI
GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR: LATIHAN (MOBILISASI)

A. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana
individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik.
Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara
lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran
lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat
perubahan isiolohi (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien
pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi) dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter&Perry,2005).
Klasifikasi mobilitas
1. Jenis Mobilitas
a. Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari- hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu


untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf
yang refersibel. Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke,
paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomelitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris.
2. Jenis Imobilitas
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan
imobilitas antara lain :

a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan


fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya
pada kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
B. Fisiologi Mobilisasi
Rentang gerak menurut [ CITATION Lyn10 \l 1033 ] meliputi tiga macam yaitu
1. Rentang gerak pasif, berguna untuk menjaga kelenturan otot dengan
menggerakkan otot-otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakan kaki pasien
2. Rentang gerak aktif, untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif, misalnya pasien
berbaring menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot sendi dengan
aktifitas yang diperlukan.

C. Faktor yang mempengaruhi


1. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi
dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya
berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.
D. Jenis gangguan
E. Pengkajian fokus pada mobilisasi

a. Mengkaji skelet tubuh


Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas: Rentang gerak (range of motion-
ROM)
Tipe gerakan Derajat
rentang normal

Leher, spinal, servikal

Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45

Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin 10

Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah setiap 40-45


bahu

Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan sirkuler 180

Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan 180


ke posisi di atas kepala

Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala 180


dengan telapak tangan jauh dari kepala

Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubu 320


sejau mungkin

Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90


menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan
ke belakang.

Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai 90


ibu jari ke atas dan samping kepala

Lengan bawa

Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga 70-90


telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90
menghadap ke bawah

Pergelangan tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90


bawah

Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan 80-90


lengan bawa berada pada arah yg sama

Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30


(medial) ke ibu jari

Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50


(medial) ke ibu jari

Jari-jari tangan

Fleksi : membuat pergelangan 90

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejau 30-60


mungkin

Ibu jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak 90


tangan

Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan 90

Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120

Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain 90-12 0

Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130


Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata kaki

Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk ke 20-30


atas

Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50


menekuk ke bawah

Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)

1: Pasien mampu berdiri


2: Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
3 : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan
pengawasan
4 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan
alat
5: Tergantung secara total pada pemberian asuhan

Kekuatan Otot/ Tonus Otot


0 : Otot sama sekali tidak bekerja
1 : (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu
jatuh

2 : (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh

3 : (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat


4: (75%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tekanan secara stimulan

F.Diagnosa yang mungkin muncul


1. Gangguan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai
dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan
keterbatasan rentang gerak sendi
2. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan ketidakmampuan untuk meakukan pembersihan tubuh
G. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
mobilitas tindakan keperaatan 1. Identifikasi Mengetahui penyebab
fisik b.d selama 2 x 24 jam adanya nyeri. dari gangguan mobilitas
intoleransi mobilitas fisik 2. Identifikasi fisik sehingga dapat
aktivitas meningkat dengan toleransi fisik memberikan intervensi
fisik kriteria hasil: melakukan dengan tepat
1. Pergerakan pergerakan Terapeutik
ektremitas Terapetik Mempermudah pasien
meningkat (5) 1. Fasilitasi aktivitas dalam melakukan aktifitas
2. Kekuatan otot mobilisasi dengan seperti ke kamar mandi
meningkat (5) alat bantu (kursi
3. Rentang gerak roda) Membuat sendi tidak
ROM meningkat 2. Fasilitasi kaku dan tidak nyeri
(5) melakukan
4. Nyeri menurun (5) pergerakan ROM
5. Kaku sendi 3. Libatkan keluarga
menurun (5) untuk membantu Edukasi
pasien daam Pasien dapat mengetahui
meningkatkan tujuan mobilisasi
pergerakan. sehingga dapat terdorong
Edukasi keinginan untuk
1. Jelaskan tujuan melakukan mobilisasi dini
dan prosedur yang akan menghindarkan
mobilisasi. dari kekakuan otot
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
2. Anjurkan
melakukan
mobilissi dini.
3. Ajarkan moilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(pindah dari
tempat tidur ke
kursi roda).
2 Defisit Setelah dilakukan Observasi 1. Perubahan fisik
perawatan tindakan keperawatan 1. Identifikasi karena faktor usia
diri selama 3x24 jam kebiasaan membuat
diharapkan perawatan aktivitas seseorang tidak
diri menjadi meningkat perawatan diri peduli akan
dengan kriteria hasil: sesuai usia kondisi kebersihan
a. Adanya 2. Monitor tubuhnya,
peningkatan tingkat sehingga menjadi
kemampuan kemandirian data dasar dalam
untuk mandi klien melakukan
b. Adanya 3. Identifikasi intervensi
peningkatan kebutuhan alat 2. Menilai
kemampuan bantu kemampuan klien
untuk kebersihan dalam
mengenakan diri, menjalankan
pakaian berpakaian, personal hygiene
c. Peningkatan berhias dan nya
kemampuan makan 3. Menjadi data dasar
makan Terapeutik dalam melakukan
d. Peningkatan 4. Sediakan tindakan
kemampuan lingkungan keperawatan
ketoilet yang 4. Menambah rasa
(BAB/BAK) terapeutik nyaman klien
e. Peningkatan 5. Siapkan 5. Mempermudah
verbalisasi keperluan dalam melakukan
keinginan pribadi intervensi
melakukan 6. Dampingi perawatan diri
perawatan diri dalam klien
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
f. Adanya melakukan 6. Mendapat
peningkatan perawatan diri dukungan dalam
minat sampai menjalankan
melakukan mandiri perawatan dirinya
perawatan diri 7. Fasilitasi 7. Meningkatkan
kemandirian, kemandiri klien
bantu jika dalam melakukan
tidak mampu perawatan dirinya
melakukan 8. Membiasakan
perawatan diri klien dalam
8. Jadwalkan melakukan
rutinitas erawatan diri
perawatan diri 9. Meningkatkan
Edukasi kemampuan dan
9. Anjurkan kemandirian klien
melakukan dalam melakukan
perawatan diri perawatan diri
secara
konsisten
sesuai
kemampuan
Daftar Pustaka

Alimul H., A. Aziz.(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Alimul Aziz. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika.

Mubarak, Wahit & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.

NANDA. (2006). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006.


Jakarta : Prima Medika

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan

Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.


T. Heather Herdman.(2011). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 3. Jakarta Selatan:DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan 2. Jakarta Selatan:DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan 2. Jakarta Selatan:DPP PPNI
GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR : PERSONAL HYGIENE

A. Pengertian
Menurut Kasiati & Rosmalawat (2016) personal hygiene berasal dari bahasa
Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.
Personal hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan
kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wartonah,
2010).
Jadi personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Cara perawatan diri
manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut higiene perorangan.
B. Fisiologi/Pengaturan Personal Hygiene
Menurut Kasiati & Rosmalawati (2016) diantaranya:
1. Kulit
Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai, sekresi, ekskresi, pengatur
temperatur, sensasi. Kulit juga berfungsi sebagai pertukaran oksigen, nutrisi dan
cairan dengan pembuluh di bawahnya, sintesa sel baru dan eliminasi sel mati.
a. Epidermis (lapisan luar) merupakan pelindung jaringan terhadap kehilangan
cairan, cedera mekanis maupun kimia serta masuknya mikroorganisme
penyakit.
b. Dermis lapisan kulit yang lebih tebal terdiri dari jaringan ikat kolagen dan
serabut saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel
rambut. Kelenjar sebasea mengeluarkan sebum, minyak, cairan odor ke dalam
folikel rambut. Ada dua tipe kelenjar keringat yaitu ekrin dan kelenjar apokrin
pada area aksila dan genital. Dekomposisi bakteri dari keringat dari kelenjar
ini bertanggung jawab pada bau tubuh.
c. Lapisan hipodermis atau subkutan terdiri dari pembuluh darah, saraf, limfa
dan jaringan pengikat yang berisi sel lemak. Jaringan lemak adalah insulator
panas bagi tubuh, subkutan jugamenjadi pendukung lapisan kulit atas yang
menahan stresor dan tekanan tanpa injury.
Kulit seringkali merefleksikan perubahan pada kondisi fisik dengan perubahan
pada warna, ketebalan, tekstur, turgor, temperatur, dan hidrasi. Perawatan
genetalia untuk mencegah dan mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit
dan meningkatkan kenyamanan, serta mepertahankan kebersihan diri.
2. Kaki dan Kuku
Kaki dan kuku sering kali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi,
bau dan cedera pada jaringan. Kuku merupakan pelengkap kulit, tetapi bila tidak
mendapatkan perawatan yang baik maka kuku bisa sebagai sarang penyakit.
Ketidaknyamanan dan nyeri pada kaki dapat mengarah pada stres fisik dan
emosional.
3. Rambut
Rambut merupakan struktur kulit, rambut sehat terlihat mengkilat, tidak
berminyak dan tidak kering atau tidak mudah patah, kondisi panas dan malnutrisi
akan mengganggu pertumbuhan rambut. Bila rambut kotor dan tidak dibersihkan
bisa menyebabkan ketombe dan sarang kutu. Pertumbuhan, distribusi, dan pola
rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum. Perubahan hormonal,
stres emosional atau fisik, penuaan, infeksi, penyakit, dan obat-obatan dapat
mempengaruhi perubahan rambut.
4. Gigi dan Mulut
Mulut terdiri dari bibir, gigi, lidah dan langit-langit. Mukosa mulut normal
berwarna merah muda terang dan basah. Gigi normal terdiri dari tiga bagian,
kepala, leher dan akar, sedangkan sehat tampak putih, halus, bercahaya, dan
berjajar rapi. Higiene mulut dapat membantu mempertahankan status kesehatan
mulut, gigi, gusi dan bibir yang sehat dapat menstimulasi nafsu makan.
5. Hidung
Hidung memberikan indera penciuman, pemantau temperatur, kelembaban udara
serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam sistem pernafasan. Akumulasi
sekresi yang mengeras di dalam nares dapat merusak sensasi olfaktori dan
pernafasan. Iritasi mukosa nasal menyebabkan pembengkakan, mengarah pada
obstruksi nares.
6. Telinga
Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Telinga
harus dibersihkan bila ada kotoran yang menyumbat telinga, dengan
mengeluarkan secara pelan.
C. Nilai-Nilai Normal
Tingkat kemampuan klien melakukan self care:
0 = mandiri
1 = membutuhkan bantuan alat
2 = membutuhkan bantuan orang lain
3 = membutuhkan bantuan alat dan orang lain
4= tergantung total
D. Faktor yang Mempengaruhi
1. Status kesehatan
Seseorang dalam kondisi sakit atau cedera, sehingga memerlukan bedrest,
apalagi dalam waktu lama, hal ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang
memenuhi kebutuhan personal hygiene dan tingkat kesehatan klien.
2. Budaya
Sejumlah mitos berkembang di masyarakat menjelaskan bahwa seseorang yang
dalam keadaan sakit tidak dimandikan, hal ini dikarenakan nanti penyakitnya
tambah parah.
3. Status sosial-ekonomi
Seseorang dalam kegiatan pemenuhan personal hygiene yang baik memerlukan
sarana dan prasarana, seperti kamar mandi, air cukup dan bersih, peralatan
( misalnya sabun, shampo, dan lain lain). Hal ini membutuhkan biaya dan akan
berpengaruh terhadap seseorang dalam memenuhi dan mempertahankan personal
hygiene dengan baik.
4. Tingkat pengetahuan dan perkembangan
Kedewasaan seseorang berpengaruh pada kualitas hidup, salah satunya
pengetahuan yang lebih baik. Pengetahuan itu penting untuk meningkatkan status
kesehatan seseorang.
5. Cacat jasmani atau mental
Seseorang dalam kondisi cacat jasmani atau mental akan menghambat
kemampuan individu untuk melakukan perawatan pemenuhan kebutuhan diri
sendiri.
6. Praktek sosial
Selama masa kanak-kanak mendapatkan praktek hygiene dari orang tua,
sedangkan masa remaja lebih perhatian pada hygiene karena pengaruh teman
atau pacar. Praktik hygiene lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan.
E. Jenis Gangguan
Menurut Hidayat (2012), jenis gangguan yang terkait dengan personal hygiene yang
buruk yaitu:
1. Penyakit kulit
2. Penyakit infeksi
3. Penyakit menular
4. Penyakit saluran cerna
5. Menghilangnya fungsi bagian tubuh tertentu
F.Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian harus menggerakan semua indra dan tenaga untuk
melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik untuk menggali data yang akurat meliputi:
1. Riwayat Keperawatan
Tanyakan tentang pola kebersihan individu sehari-hari, sarana dan prasarana
yang dimiliki, serta faktor-faktor yang mempengaruhi hygiene personal individu
baik factor pendukung maupun faktor pencetus.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kaji hygiene personal individu, mulai dari ekstremitas
atas sampai bawah.
a. Rambut. Amati kondisi rambut (warna, tekstur, kuantitas), apakah tampak
kusam? Apakah ditemukan kerontokan?
b. Kepala. Amati dengan seksama kebersihan kulit kepala. Perhatikan adanya
ketombe, kebotakan, atau tanda-tanda kemerahan.
c. Mata. Amati adanya tanda-tanda ikterus, konjungtiva pucat, secret pada
kelopak mata, kemerahan atau gatal-gatal pada mata.
d. Hidung. Amati kondisi kebersihan hidung, kaji adanya sinusitis, pendarahan
hidung, tanda-tanda pilek yang tidak kunjung sembuh, tanda-tanda alergi atau
perubahan pada daya penciuman.
e. Mulut. Amati kondisi mukosa mulut dan kaji kelembabannya. Perhatikan
adanya lesi, tanda-tanda radang gusi/sariawan, kekeringan, atau pecah-pecah.
f. Gigi. Amati kondisi dan kebersihan gigi. Perhatikan adanya tanda-tanda
karang gigi, karies, gigi pecah-pecah, tidak lengkap, atau gigi palsu.
g. Telinga. Amati kondisi dan kebersihan telinga. Perhatikan adanya serumen
atau kotoran pada telinga, lesi, infeksi, atau perubahan daya pendengaran.
h. Kulit. Amati kondisi kulit (tekstur, turgor, kelembaban) dan kebersihannya.
Perhatikan adanya perubahan warna kulit, stria, kulit keriput, lesi, atau
pruritus.
i. Kuku tangan dan kaki. Amati bentuk dan kebersihan kuku. Perhatikan adanya
kelainan atau luka.
j. Genetalia. Amati kondisi dan kebersihan genetalia berikut area perineum.
Perhatikan pola pertumbuhan rambut pubis. Pada laki-laki, perhatikan
kondisi skrotum dan testisnya.
k. Higiene personal secara umum. Amati kondisi dan kebersihan kulit secara
umum. Perhatikan adanya kelainan pada kulit dan bentuk tubuh.

G. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Gangguan integritas kulit/jaringan
H. Rencana keperawatan

Diagnosa
Keperawata Tujuan Rencana Tindakan Rasional
n
Defisit Setelah dilakukan Observasi 1. Perubahan fisik
perawatan diri tindakan keperawatan 1. Identifikasi kebiasaan karena faktor usia
selama 3x24 jam aktivitas perawatan diri membuat seseorang
diharapkan perawatan sesuai usia. tidak peduli akan
diri menjadi 2. Monitor tingkat kondisi kebersihan
meningkat dengan kemandirian klien tubuhnya, sehingga
kriteria hasil: 3. Identifikasi kebutuhan menjadi data dasar
1. Adanya alat bantu kebersihan diri, dalam melakukan
peningkatan berpakaian, berhias dan intervensi
kemampuan untuk makan 2. Menilai kemampuan
mandi Terapeutik klien dalam
2. Adanya 1. Sediakan lingkungan menjalankan personal
peningkatan yang terapeutik hygiene nya
kemampuan untuk 2. Siapkan keperluan 3. Menjadi data dasar
mengenakan pribadi dalam melakukan
Diagnosa
Keperawata Tujuan Rencana Tindakan Rasional
n
pakaian 3. Dampingi dalam tindakan keperawatan
3. Peningkatan melakukan perawatan 4. Menambah rasa
kemampuan diri sampai mandiri nyaman klien
makan 4. Fasilitasi kemandirian, 5. Mempermudah dalam
4. Peningkatan bantu jika tidak mampu melakukan intervensi
kemampuan melakukan perawatan perawatan diri klien
ketoilet diri 6. Mendapat dukungan
(BAB/BAK) 5. Jadwalkan rutinitas dalam menjalankan
5. Peningkatan perawatan diri perawatan dirinya
verbalisasi Edukasi 7. Meningkatkan
keinginan 1. Anjurkan melakukan kemandiri klien dalam
melakukan perawatan diri secara melakukan perawatan
perawatan diri konsisten sesuai dirinya
6. Adanya kemampuan 8. Membiasakan klien
peningkatan minat dalam melakukan
melakukan erawatan diri
perawatan diri 9. Meningkatkan
kemampuan dan
kemandirian klien
dalam melakukan
perawatan diri
Gangguan Setelah dilakukan Observasi 1. Menjadi data
integritas tindakan keperawatan 1. Identifikasi dasar dalam
kulit/jaringan selama 3x24 jam penyebab gangguan melakukan
diharapkan integritas integritas kulit intervensi
kulit/jaringan dapat (perubahan 2. Mencegah
Diagnosa
Keperawata Tujuan Rencana Tindakan Rasional
n
meningkat dengan sirkuliasi, perubahan terjadinya
kriteria hasil: status nutrisi, dekubitus
a. Tidak ada penurunan 3. Mencegah
kerusakan kelembabab, suhu terjadinya
jaringan lingkungan ekstrem, infeksi/gangguan
b. Tidak ada penurunan mobilitas lain
kerusakan Terapeutik 4. Memberi
lapisan kulit 2. Ubah posisi tiap 2 kelembaban
c. Tidak ada jam jika tirah baring terhadap kulit
nyeri 3. Bersihkan perineal 5. Menghindari
d. Tidak ada dengan air hangat, reaksi alergi yang
perdarahan terutama selama berlebih
periode diare 6. Tingkat
4. Gunakan produk konsentrasi
berbahan petrolium alkohol yang
atau minyak pada tinggi dapat
kulit kering menjadikan kulit
5. Gunakan produk menjadi kering
berbahan 7. Menambah
ringan/alami dan kelembaban kulit
hipoalergik pada 8. Meningkatkan
kulit sensitif kelembaban kulit
6. Hindari produk dan membuat
berbahan dasar turgor kulit
alkohol pada kulit menjadi elastis
kering
Diagnosa
Keperawata Tujuan Rencana Tindakan Rasional
n
Edukasi
7. Anjurkan
menggunakan
pelembab
8. Anjurkan minum air
yang cukup

Daftar Pustaka
Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Kasiati & Rosmalawati. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Wartonah, Tarwoto. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Ed. 1 Cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Ed. 1 Cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Ed. 1 Cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR: ISTIRAHAT

A. Pengertian Istirahat Tidur


Tidur merupakan suatu proses fisiologis yang bersiklus bergantian dengan
periode yang lebih lama dari keterjagaan (Potter & Perry, 2005). Tidur adalah
keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun dikarakteristikan dengan
minimnya aktivitas. Sedangkan, istirahat adalah relaksasi seluruh tubuh atau
mungkin hanya melibatkan istirahat untuk bagian tubuh tertentu.

B. Fisiologi
Tidur terjadi dalam siklus yang diselangi periode terjaga. Siklus tidur/terjaga
umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus siang/malam.
Ada lima tahapan tidur, dimana tahap 1 – 4 mengacu pada tidur dengan
gerakan mata tidak cepat (NREM-Non Rapid Eye Movement) dan berkisar
dari keadaan tidur sangat ringan ditahap 1 hingga keadaan tidur nyenyak di
tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang biasanya mengalami penurunan
suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan dan ketegangan otot. Penurunan
fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif, baik secara fisiologis
maupun psikologis. Tahap 5 disebut dengan gerak mata cepat (REM-Rapid
Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakteristikan dengan meningkatnya
level aktivitas dibandingkan dengan tahap NREM. Manfaat tidur REM
berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan emosi.
1. Non Rapid Eye Movement (NREM)
Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur, terbagi menjadi 4
tahap yaitu :
a) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur,
berlangsung beberapa menit saja dan gelombang otak menjadi lambat.
Tahap ini ditandai dengan :
1) Mata menjadi kabur dan rileks
2) Seluruh otot menjadi lemas
3) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan
4) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun
5) EEG (penurunan voltasi gelombang-gelombang Alpha)
6) Dapat terbangun dengan mudah
7) Bila terbangun terasa sedang bermimpi
b) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dengan proses tubuh terus menuru.
Berlangsung 10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga dan
gelombang otak menjadi lebih lambat, ditandai dengan :
1) Kedua bola mata berhenti bergerak
2) Suhu tubuh menurun
3) Tonus otot perlhan-lahan berkurang
4) Tanda-tanda vital turun dengan jelas
5) EEG (timbul gelombang beta frekuensi 15-18 siklus/detik yang
disebut gelombang tidur)
c) Tahap III
Merupakan awal tahap tidur nyenyak, berlangsung selama 15-30 menit
yang ditandai dengan :
1) Relaksasi otot menyeluruh
2) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
3) EEG (perubahan gelombang beta menjadi 1-2 siklus/detik)
4) Sulit dibangunkan dan digerakkan
d) Tahap IV
Tahap tidur nyenyak yang berlangsung sekitar 15-30 menit, ditandai
dengan :
1) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan
2) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam
bangun pagi
3) Tonus otot menurun (relaksasi total)
4) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30%
5) EEG (hanya terlihat gelombang Delta yang lambat dengan
frekuensi 1-2 siklus/detik
6) Gerakan bola mata mulai meningkat
7) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)
2. Rapid Eye Movement (REM)
Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-
25% dari tidurnya.
a) Tahap REM
1) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya
2) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul
3) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai
4) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi
5) Ditandai oleh respon otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan
yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang
berfluktuasi.
6) Metabolisme meningkat
7) Lebih sulit dibangunkan
8) Sekresi lambung meningkat
9) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20
menit.
b) Karakteristik tidur REM
1) Mata : cepat tertutup dan terbuka
2) Otot-otot : kejang otot kecil, otot besar immobilisasi
3) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea
4) Nadi : cepat dan irreguler
5) Tekanan darah : meningkat atau fluktuasi
6) Sekresi gaster : meningkat
7) Metabolisme : meningkat, temperatur tubuh naik
8) Gelombang otak : EEG aktif
9) Siklus tidur : sulit dibangunkan.
C. Faktor yang mempengaruhi
1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak
dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang
tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan
pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler dan penyakit
prsarafan.
2. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
3. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan
untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
4. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM
5. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
6. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum
alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
7. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain
Diuretik (menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM), kaffein
(meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (menimbulkan insomnia), dan
narkotika (mensupresi REM).
D. Jenis gangguan
Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umumnya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah
insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketika
terbangun dimalam hari, serta mengantuk berlebih disiang hari (Maslow,
2005).
1. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami
kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa
karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah
dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia diantaranya :
a. Initial insomnia (kesulitan untuk memulai tidur)
b. Intermitter insomnia (kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya
terjaga
c. Terminal insomnia (bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali)
2. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul
saat seseorang tidur, dan biasanya terjadi pada anak-anak daripada orang
dewasa. Misalnya tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk,
nokturnal, enuresis (mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi
bergemeretak).
3. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan
terutama pada siang hari.
4. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba
pada saat siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering mengalami
mimpi seperti nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur. Mimpi-mimpi
ini sulit dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak
mampu bergerak atau bicara sesaat sebelum bangun atau tidur.
5. Apnea saat tidur dan mendengkur
Merupakan gangguan tidur yang ditandai oleh kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat
tidur. Seseorang masih mencoba untuk bernapas karena dada dan perut
terus bergerak sehingga menghasilkan dengkuran keras dan suara
mendengus atau mendengkur. Ketika pernapasan menjadi sebagian atau
seluruhnya berkurang, setiap gerakan diafragma berturut-turut menjadi
kuat sampai penyumbatan terbuka. Mendengkur dianggap gangguan tidur
apabila disertai dengan apnea.
E. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Non Farmakologis
Merupakan pilihan utama sebelum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada
pun cara yang dapat dilakukan antara lain:
a. Terapi Relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau stres yang
dapat mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan tidak membawa
pekerjaan kantor ke rumah, teknik pengaturan pernapasan,
aromaterapi, peningkatan spiritual dan pengendalian emosi.
b. Terapi tidur yang bersih
Terapi yang ditujukan untuk menciptakan suasana tidur bersih dan
nyaman. Dimulai dari kebersihan penderita diikuti kebersihan tempat
tidur dan suasana kamar yang dibuat nyaman untuk tidur.
c. Terapi pengaturan tidur
Terapi pengaturan waktu ini ditujukan untuk megatur waktu tidur
penderita, mengikuti irama sirkardian tidur normal penderita. Jadi
penderita harus disiplin menjalankan waktu- waktu tidurnya.
d. Terapi psikologi / psikiatri
Terapi yang ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stres berat
yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi ini dilakukan oleh
tenaga ahli atau dokter psikiatri.
e. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita
dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk
meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga penderita merasa berdaya
atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
f. Sleep Retriction Therapy
Sleep Retriction Therapydigunakan untuk memperbaiki episiensi tidur
si penderita gangguan tidur
g. Stimulus Control Therapy
Stimulus Control Therapy berguna untuk mempertahankan waktu
bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu
tidur malam dan melarang si penderita tidur siang hari meskipun
hanya sesaat.
h. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikao dan
kepercayaan si penderita yang salah menganai tidur
i. Imagery training
Imagery training berguna untuk mengganti fikiran-fikiran si penderita
yang tidak menyenangkan menjadi fikiran-fikiran yang menyenangkan
j. Mengubah gaya hidup
Bisa dilakukan dengan berolah raga secara teratur, menghindari rokok
dan alkohol, mengontrol berat badan dan menghabiskan waktu untuk
berekreasi ke tempat-tempat terbuka seperti pantai dan gunung.
2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan
tidur antara lain:
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormon melatonin dan agonis melatonin.
d. Golongan obat antihistamin.
F. Pengkajian Fokus
1. Kuantitas (lama tidur) serta kualitas waktu tidur siang dan tidur malam
2. Aktivitas dan rekreasi yang dilakukan sebelumnya
3. Kebiasaan saat tidur
4. Lingkungan tidur
5. Dengan siapa pasien tidur
6. Obat yang dikonsumsi sebelum tidur
7. Perasaan pasien mengenai tidurnya
8. Apakah ada kesulitan tidur?
9. Apakah ada perubahan tidur?
G. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Gangguan pola tidur b.d nyeri, sesak, cemas

H. Intervensi (rasional)

Diagnosa
Keperawata Tujuan Rencana Tindakan Rasional
n
Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
pola tidur b.d tindakan keperawatan 2. Observasi faktor Mengetahui kualitas
nyeri, sesak, selama 3x24 jam pengganggu tidur (nyeri). tidur pasien
cemas diharapkan pola tidur Terapetik
membaik dengan 3. Lakukan prosedur untuk Terapeutik
kriteria hasil: meingkakan kenyamanan Dapat meningkatkan
1. Keluhan sulit tidur (pijat/massage). kenyamanan.
menurun menurun 4. Modifikasi lingkungan Dengan lingkungan
(1) (pencahayaan, kebisingan yang tenang pasien
2. Keluhan sering dan tempat tidur) dapat beristirahat
terjaga menurun (1) Edukasi dengan tenang dan
3. Keluhan pola tidur 2. Ajarkan faktor-fakor yang nyaman
berubah menurun berkontribusi terhadap Edukasi
(1) ganguan pola tidur (nyeri, Dapat meminimalisir
4. Keluhan istirahat ajarkan relaksasi otot gangguan nyeri
tidak cukup autogenik). sehingga dapat tidur
menurun (1) dengan nyaman dan
Diagnosa
Keperawata Tujuan Rencana Tindakan Rasional
n
kebutuhan istirahat
terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito M Lynda. (2012). Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 13. Jakarta: EGC

Huda Amin Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: MediAction

Potter, Patricia A, Perry Anne G. (2009). Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku


III. Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Ed.
1 Cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Ed. 1
Cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Ed. 1
Cetakan 2. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Regulasi tekanan darah
Penuaan dan terjatuh menopouse

Dipengaruhi oleh baroreseptor


Perlunakan dan perusakan Penurunan kadar estrogen
rawan sendi (berperan dalamsintetis
Melepaskan renin
kartilago

Angiotensinogen angiotensin II Resiko cedera Diikuti pemadatan tulang subkondral,


tumbuhnya osteosit serta kekakuan sendi Zat asam arakhidonat akan
meningkat
ACE mengubah angiotensin I Hilangnya kekuatan
angiotensin II otot Perubahan rawan sendi
peradangan

Peningkatan resistensi perifer Tendon dan ligament Rawan sendi mengalami


melemah perusakan

Peningkatan tekanan darah


Struktur sendi tidak beraturan dan timbul
osteofit
HIPERTENSI
Merangsang korteks
serebral untuk Mengiritasi membrane synovial (terdapat
Aterosklirosis meningkatkan banyak reseptor nyeri)
pengeluaran serotonin

Oklusi arteri dan statis aliran darah Adanya penjepitan ujung-ujung saraf
di pembuluh subkhondral polimodal disekitar sendi
Ketidakseimbangan
antara SAR dan ASR
Adanya hambatan
dalam melepas
Iskemia subkondral dan
pengeluaran serotonin Pembengkakan dan penebalan jaringan Sulit bergerak ketidakmampuan
lunak melakukan
aktivitas
Pertukaran nutrisi dan gas terganggu
ke dalam tulang rawan artkular Saat tidur mengalami
Nyeri kronis Gangguan mobilitas
gangguan antara lain:
bangun 3x atau lebih di
fisik
Aktivitas terganggu
malam hari, insomnia,
Perubahan degenerative pada tulang ketidakpuasan tidur
rawan
Gg kebersihan diri

Gangguan pola tidur


Deficit perawatan diri
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA NY.S (50 th)

Hari/Tanggal : Selasa, 1 Desember 2020


Jam : 09.00 WIB
Pengkaji : Widia Badriah
Ruang :-

1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny.S
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 50 th
d. Agama :-
e. Status perkawinan : menikah
f. Pekerjaan : ibu rumah tangga
g. Pendidikan terakhir : SMA
h. Alamat : kabupaten Bandung
i. No.CM :-
j. Diagnostic medis :-

PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Tn.H
b. Umur : 52
c. Pendidikan :-
d. Pekerjaan : buruh pabrik
e. Alamat : Kabupaten Bandung
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan Utama
keluhan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit kalau ditekuk tidak
bisa, kaku, terasa sakit sekali dan sakit bila berjalan
2) Kronologi penyakit saat ini
Pada tanggal 23 November 2020 pukul 13.45 WIB datang ke UGD rumah
sakit swasta bervisi Islam dengan pasien mengatakan lutut kanan nyeri,
kemeng-kemeng, sakit,kalau ditekuk tidak bisa sudah 1 mingguan, satu
hari sebelum ke UGD pasien terpeleset jatuh dan saat itu lutut kanan
merasakan sakit yang luar biasa. Satu hari setelahnya dibawa ke
Puskesmas terdekat dan diperiksa Dokter dan selanjutnya diberi rujukan
ke RS pemerintah supaya dirawat dengan asuransi kesehatan BPJS.
Suami pasien memilih RS swasta yang menerima pasien BPJS karena
lebih percaya dalam pelayanannya.
pasien mengharapkan sembuh dan dapat beraktifitas seperti dahulu.
Riwayat Penyakit Masa Lalu
Suami pasien mengatakan istrinya pernah operasi amandel 5 tahun yang lalu,
riwayat hipertensi ada, setiap bulan kontrol di Puskesmas.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga

keterangan:
: laki-laki yang meninggal
: perempuan yangmeninggal
: laki-laki
: perempuan
: yang tinggal serumah
: Pasien
Riwayat penyakit keluarga pasien tidak terkaji
c. Pengkajian Biologis
Rasa aman dan nyaman
Saat dibawa ke UGD RS pasien mengeluh lutut kanan nyeri, kemeng-
kemeng, sakit kalau ditekuk tidak bisa, kaku, terasa sakit sekali dan sakit bila
berjalan. Pasien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit,kalau
ditekuk tidak bisa sudah 1 mingguan, skala nyeri 6 dari rentang nyeri 10.
Selama sakit aktivitas berjalan / gerak dibantu keluarga dalam memakai kursi
roda. Klien pernah melakukan operasi amandel 5 tahun yang lalu.
Aktivitas istirahat dan tidur
Aktivitas : Selama sakit aktivitas berjalan / gerak dibantu keluarga dalam
memakai kursi roda. Selain itu, pasien mengatakan selama sakit tidak bisa
aktifitas dan tidak bisa bekerja aktifitas rumah.
Istirahat : Tidak terkaji
Tidur : Sebelum sakit kebutuhan istirahat – tidur 6-8 jam setiap hari,tidur
siang 1-2 jam, tidak ada keluhan. Saat sakit tidur 6-8 jam setiap hari,tidur
siang 1-2 jam, sering terbangun karena merasakan sakit di kaki sebelah kanan
yang tiba – tiba dan terasa pada malam hari seperti kram/kaku.
Cairan
Sebelum sakit klien minum sehari 1-2 liter, sedangkan setelah sakit tidak
terjadi
Nutrisi
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan makan normal 3x1 sehari. Setelah ada
keluhan dan dirawat pasien mengeluh tidak ada gangguan dengan nafsu
makan. Pada saat pasien sakit hari pertama makan pasien masih perlu
ditolong.
Eliminasi Urine dan Feses
Eliminasi Urine: sebelum sakit tidak terkaji. Adapun setelah sakit BAK
klien lancar tapi harus memakai kursi roda untuk ke kamar kecil.
Eliminasi Feses: sebelum sakit BAB sehari sekali tiap pagi setelah bangun
tidur aktifitas bisa mandiri sebalum ada keluhan nyeri lutut. Namun setelah
sakit BAB terganggu dikarenakan sakit di lutut kanan
Kebutuhan Oksigenasi dan Karbondioksida
Pernafasan
Tidak ada keluhan pernafasan
Kardiovaskular
Tidak ada keluhan kardiovaskular
Personal hygiene
Sebelum sakit, mandi dan sikat gigi klien tidak terkaji, adapun setelah sakit
klien mandi satu hari sekali dan gosok gigi sehari sekali dengan mandiri.
Terkait cuci rambut tidak terkaji. Mengenakan pakaian sebagian dibantu (1)
selama 3 hari.
SEX
Klien mengatakan kebutuhan seksual normal, pasien mengatakan sudah
kurang lebih 4 tahun tidak menstruasi. Klien memiliki satu anak perempuan
yang sudah menikah.
Pengkajian psikososial dan spiritual
a. Psikologi
Pasien mengatakan sehat itu mahal harganya, pasien selalu berpikir
positif biar tidak stres, pasien menyatakan tidak merasa malu dengan
penyakitnya karena bagian tubuh pasien tidak terdapat kecacatan.
b. Hubungan sosial
pasien menyatakan hubungan dengan masyarakat/ tetangga harmonis
tidak ada masalah dan hubungan pasien dengan keluarga,masyarakat baik.
pasien mengatakan bahwa dirinya perempuan harus dapat mandiri
aktifitas rumah tangganya. Klien merupakan seorang ibu rumah tangga
yang sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak bisa beraktivitas dan
melakukan pekerjaan rumah.
c. Spiritual
Tidak terkaji
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran: Compos mentis GCS: E(4) V(5) M(6)
2) Kondisi klien secara umum: tidak terkaji
3) TD: mmHg, N: 88x/menit, RR: 22x/menit, S:36,5 derajat celcius
4) Pertumbuhan fisik: TB = 150 cm, BB = 45 Kg
5) Keadaan kulit: kulit kotor, turgor kulit kering
b. Pemeriksaan Cepalo Kaudal

1) Kepala
kepala simetris, warna rambut hitam kecoklatan, bau, lengket dan
berketombe, tidak terdapat nyeri tekan
Mata: tidak terkaji
Telinga: tidak terkaji
Hidung: tidak terkaji
Mulut: tidak terkaji

2) Leher
tidak ada pembesaran kelenjar limpa dan tidak ada tiroid, leher tdak ada
lesi,tidak ada benjolan/massa

3) Dada
dada tampak simetris, dada terdengar trakheal, bronchial, terdengar samar
saat diketuk, tidak ada nyeri tekan, expansi dada simetris, payudara
tampak simetris, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat nyeri tekan,
punggung tidak terdapat lesi.

4) Abdomen
abdomen terdengar peristaltik usus dengan jelas, terdengar timpani, tidak
ada nyeri tekan

5) Genetalia, anus dan rectum


bentuk panggul normal, anus dan rectum kotor, genetalia kotor, tidak ada
kelainan /penyakit pada vagina

6) Ekstremitas
Tidak ada kelainan bentuk pada tulang dan tangan, tidak ada kelainan
bentuk pada tulang dan jari, kaki, terjadi kelemahan/rasa sakit pada lutut
kaki kanan.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
pemeriksaan laboratorium Ny.S hari kesatu

Hari/Tangg Jenis Hasil


Normal Interpretasi
al pemeriksaan (satuan)
Hari ke satu Hb 11,5 12-14 Rendah
Hematocrit 34,8 37-43 Rendah
Leukosit 9.400 4000-10.000 Normal
Trombosit 284.000 150.000-450.000 Normal
Eritrosit 3,66 40-46 Rendah
MCV 95,1 80-90 Tinggi
MCH 31,4 26,5-30,5 Tinggi
Niferensial 63,1 40-80 Normal
Segmen 27,7 20-40 Normal
Limfosit 9,2
Jenis Hasil Normal Interpretasi
pemeriksaan (satuan)
Hari kedua GDS 90 75-140 Normal
GDP 136 75-115 Tinggi
Fungsi ginjal 3,8 2,6-6,1 Normal
Kolesterol total 191 <220 Normal
HDL 123,7 <150 Normal
LDL 56 <200 Normal

5. TERAPI YANG DIBERIKAN

Hari/tangga Dosis dan


Obat Rute Indikasi
l satuan
Hari kesatu Santagesic 3x1 ampul IV Digunakan untuk
membantu mengatasi
nyeri akut dan kronik
Ranitidine 2x1 IV Digunakan untuk
sehari/12jam mencegah dan
mengobati gejala sakit
perut dan
berhubungan dengan
gangguan pencernaan
dan asam lambung
Methyl 3x1 ampul IV Obat untuk mengatasi
prednisolon tiap/8jam penyakit yang
menyebabkan
peradangan
Hari kedua Santagesic 62,5mg IV Digunakan untuk
membantu mengatasi
nyeri akut dan kronik
MTP 3x tiap 8 jam IV Obat untuk mengatasi
2x tiap 12 penyakit yang
jam menyebabkan
peradangan
Hari ketiga Santagesic IV Digunakan untuk
membantu mengatasi
nyeri akut dan kronik
Ranitidine 62,5 mg Digunakan untuk
mencegah dan
mengobati gejala sakit
perut dan
berhubungan dengan
gangguan pencernaan
dan asam lambung
MTP 2x/12 jam Oral Obat untuk mengatasi
penyakit yang
menyebabkan
peradangan
Gabapentin 2x100mg IV Digunakan untuk
meredakan nyeri saraf

FORMAT PROSES KEPERAWATAN

1. ANALISA DATA

DATA
MASALAH
ETIOLOGI
KEPERAWATAN
Data mayor Proses penuaan dan terjatuh nyeri kronis
1. keluhan lutut kanan ↓
nyeri, kemeng- Perlunakan dan perusakan
kemeng, sakit kalau rawan sendi
ditekuk tidak bisa, ↓
kaku, terasa sakit Diikuti pemadatan tulang
sekali dan sakit bila subkondral, tumbuhnya
berjalan. osteosit serta kekakuan sendi
2. Skala nyeri 6 (0-10) ↓
3. Selama sakit perubahan rawan sendi
aktivitas berjalan / ↓
gerak dibantu Rawan sendi mengalami
keluarga dalam perusakan
memakai kursi roda. ↓
4. Selain itu, pasien Struktur sendi tidak
mengatakan selama beraturan dan timbul osteofit
sakit tidak bisa ↓
aktifitas dan tidak Mengiritasi membrane
bisa bekerja synovial (terdapat banyak
aktifitas rumah. reseptor nyeri)
Gejala minor ↓
Setelah sakit ketika tidur Adanya penjepitan ujung-
sering terbangun karena ujung saraf polimodal
merasakan sakit di kaki disekitar sendi
sebelah kanan yang tiba ↓
– tiba dan terasa pada Pembengkakan dan
malam hari seperti penebalan jaringan lunak
kram/kaku. ↓
Nyeri kronis
Tanda gejala mayor Proses penuaan dan terjatuh gangguan mobilitas
1. kaki, terjadi ↓ fisik
kelemahan/rasa Perlunakan dan perusakan
sakit pada lutut kaki rawan sendi
kanan. ↓
2. Selama sakit Diikuti pemadatan tulang
aktivitas berjalan / subkondral, tumbuhnya
gerak dibantu osteosit serta kekakuan sendi
keluarga dalam ↓
memakai kursi roda. perubahan rawan sendi
Selain itu, pasien ↓
mengatakan selama Rawan sendi mengalami
sakit tidak bisa perusakan
aktifitas dan tidak ↓
bisa bekerja Struktur sendi tidak
aktifitas rumah. beraturan dan timbul osteofit
3. Nilai barthel index ↓
Hari pertama skor 7 Mengiritasi membrane
(berat synovial (terdapat banyak
Hari kedua skor 11 reseptor nyeri)
(ketergantungan) ↓
Hari ketiga skor 13 Adanya penjepitan ujung-
(ketergantungan ujung saraf polimodal
4. Resiko jatuh skor disekitar sendi
hari kesatu sampai ↓
ketiga yaitu 95 Pembengkakan dan
(resiko tinggi jatuh) penebalan jaringan lunak
5. Skor decubitus ↓
minimal Sulit bergerak
Tanda gejala minor ↓
1. pasien mengeluh Gangguan mobilitas fisik
lutut kanan nyeri,
kemeng-kemeng,
sakit kalau ditekuk
tidak bisa, kaku,
terasa sakit sekali
dan sakit bila
berjalan.
2. Setelah sakit ketika
tidur sering
terbangun karena
merasakan sakit di
kaki sebelah kanan
yang tiba – tiba dan
terasa pada malam
hari seperti
kram/kaku.
Data mayor menopouse Deficit Perawatan Diri
1. kulit kotor, turgor ↓
kulit kering Penurunan kadar esterogen
2. warna rambut hitam (berperan dalam sintesis
kecoklatan, bau, kartilago
lengket dan ↓
berketombe Zat asam arakhidonat akan
3. anus dan rectum meningkat
kotor, genetalia ↓
kotor peradangan
4. Pada saat pasien ↓
sakit hari pertama Mengiritasi membrane
makan pasien masih synovial (terdapat banyak
perlu ditolong. reseptor nyeri)
5. BAB terganggu ↓
dengan sakit di lutut Adanya penjepitan ujung-
kanan, ujung saraf polimodal
disekitar sendi

Pembengkakan dan
penebalan jaringan lunak

Sulit bergerak

Sulit bergerak

Adanya hambatan dan
ketidakmampuan melakukan
aktivitas

Aktivitas terganggu

Gg kebersihan diri

Deficit Perawatan Diri
Data mayor menopouse Gangguan pola tidur
Saat sakit tidur 6-8 jam ↓
setiap hari,tidur siang 1- Penurunan kadar esterogen
2 jam, sering terbangun (berperan dalam sintesis
karena merasakan sakit kartilago
di kaki sebelah kanan ↓
yang tiba – tiba dan Zat asam arakhidonat akan
terasa pada malam hari meningkat
seperti kram/kaku. ↓
peradangan

Mengiritasi membrane
synovial (terdapat banyak
reseptor nyeri)

Merangsang korteks serebral
untuk meningkatkan
pengeluaran serotonin

Ketidakseimbangan antara
SAR dan ASR dalam
melepas pengeluaran
serotonin

Saat tidur mengalami
gangguan antara lain:
bangun 3x atau lebih di
malam hari, insomnia,
ketidakpuasan tidur

Gangguan pola tidur

2. PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri kronis b.d kondisi muskuloskeletal kronis
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri
3. Deficit perawatan diri b.d tidak dapat melakukan aktivitas ditandai dengan
kulit kotor
4. Gangguan pola tidur b.d nyeri lutut

3. NURSING CARE PLAN


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi
kondisi tindakan keperawatan 1. Observasi lokasi, 1. Dapat
muskuloskeletal selama 2x24 jam karakteristik, mengidentifikasi
kronis diharapan tingkat durasi, frekuensi, nyeri sehingga
nyeri menurun dengan kualitas, dan dapat mengetahui
kriteria hasil: intensitas nyeri. suatu sensori
1. Keluhan nyeri subyektif dan
menurun (5) pengalaman
2. Meringis menurun emosional yang
(5) tidak
3. Gelisah menurun menyenangkan
(5) dengan mengetahui
4. Kesulitan tidur kerusakan jaringan
menurun (5) yang aktual
ataupun potensial
atau yang
dirasakan dimana
terjadi kerusakan.
2. Observasi skala 2. Mengetahui skala
nyeri. nyeri dapat
membantu untuk
menentukan
diagnosis penyakit,
menentukan
metode
pengobatan,
hingga
menganalisis
efektifitas dari
pengobatan.
3. Observasi faktor 3. Faktor yang dapat
yang memperberat dan
memperberat dan memperingan nyeri
memperingan diantaranya
nyeri. peningkatan
aktivitas,
perubahan suhu,
stress. Sehingga
memudahkan
untuk menetapkan
data dasar dan
merencanakan
terapi pengobatan
dan memudahkan
mengevaluasi.

Terapeutik Terapeutik
1. Berikan teknik 1. Kompres hangat
nonfarmakologis meningkatkan
untuk mengurangi aliran darah untuk
nyeri (kompres mendapatkan efek
hangat dengan analgesik dan
jahe). relaksasi otot
sehingga proses
inflamasi
berkurang. Selain
itu dapat
mengurangi nyeri,
menambah
kelenturan sendi,
mengurangi
penekanan dan
nyeri pada sendi,
melemaskan otot
dan melenturkan
jaringan ikat.
2. Kontrol 2. Lingkungan yang
lingkungan yang tenang dan riang
memperberat rasa dapat membantu
nyeri. untuk
menenangkan otak
sehingga dapat
memberikan efek
relaksasi yang
dapat
meminimalisir
terjadinya nyeri.
3. Fasilitasi istirahat 3. Istirahat dan tidur
dan tidur. dapat bertindak
seperti analgesik
yang dapat
mengurangi
sensitivitas nyeri.
4. Pertimbangkan 4. Penentuan sumber
jenis dan sumber nyeri dapat
nyeri dalam mempermudah
pemilihan strategi dalam pemilihan
meredakan nyeri. manajemen nyeri
sehingga nyeri
dapat teratasi

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan 1. Nyeri dapat
penyebab, periode disebabkan oleh
dan pemicu nyeri. efek kimiawi atau
fisik maupun
benda yang dapat
meningkatkan rasa
nyeri.
2. Jelaskan strategi 2. Strategi meredakan
meredakan nyeri nyeri dilakukan
untuk memastikan
pasien terhidar dari
rasa sakit yang
tidak dapat
ditoleransi akibat
penyakit. Dengan
adanya strategi
nyeri yang tepat,
proses
penyembuhan akan
jadi lebih cepat dan
pasien bisa
kembali
menjalankan
aktivitasnya.
3. Anjurkan 3. Digunakan untuk
menggunakan membantu
obat sesuai mengatasi nyeri
anjuran (obat akut dan kronik.
santagesic 3x1 Cara kerjanya
ampul). yaitu dengan
menghambat
peradangan
sehingga rasa nyeri
berkurang.
4. Anjurkan teknik 4. Kompres hangat
nonfarmakologis meningkatkan
untuk mengurangi aliran darah untuk
rasa nyeri mendapatkan efek
(ompres hangat analgesik dan
dengan jahe) relaksasi otot
sehingga proses
inflamasi
berkurang. Selain
itu dapat
mengurangi nyeri,
menambah
kelenturan sendi,
mengurangi
penekanan dan
nyeri pada sendi,
melemaskan otot
dan melenturkan
jaringan ikat.
Kolaborasi Kolaborasi
Kolaborasi pemberian menurunkan nyeri
analgetik dan anti melalui mekanisme
peradangan penghambatan
(santagesic dan metil rangsang nyeri baik
prednisolon) sentral maupun perifer
dan mencegah
peradangan pada sendi
2 Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
mobilitas fisik tindakan keperaatan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
b.d nyeri selama 2 x 24 jam adanya nyeri lutut penyebab dari
mobilitas fisik gangguan
meningkat dengan mobilitas fisik
kriteria hasil: sehingga dapat
1. Pergerakan memberikan
ektremitas intervensi dengan
meningkat (5) tepat
2. Kekuatan otot 2. Identifikasi 2. Pada bagian sendi
meningkat (5) toleransi fisik yang mengalami
3. Nyeri menurun (5) melakukan peradangan
4. Kaku sendi pergerakan hindarkan untuk
menurun (5) dilakukan gerakan
yang berlebihan
ataupun
melakukan rentang
gerak, karena hal
tersebut akan
menyebabkan
terjadinya
peradangan akan
semakin parah
Terapetik Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas 1. Mempermudah
mobilisasi dengan pasien dalam
alat bantu (kursi melakukan
roda) aktifitas seperti ke
kamar mandi
2. Fasilitasi 2. Mempermudah
melakukan pasien dalam
mobilisasi memenuhi
kebutuhan dasar
(personal hygiene)
3. Libatkan keluarga 3. Ambulasi dapat
untuk membantu menghidarkan dari
pasien daam dampak
meningkatkan imobilisasi
ambulasi misalnya agar
(berpindah dari tidak terjadi
tempat tidur ke penurunan masa
kursih roda). otot, membuat
sendi tidak kaku
dan tidak nyeri
Edukasi Edukasi
1. Anjurkan 1. Mobilisasi dapat
melakukan memperlancar
mobilissi dini peredaran darah
(berpindah dari pada sendi,
tempat tidur ke mempertahankan
kursih roda, tonus otot,
melakukan mengembalikan
pembatasan aktivitas untuk
gerak). kembali normal.
Prosedur
mobilisasi dapat
dilakukan dengan
pasien berpindah
dari tempat tidur
ke kursi roda atau
blankar
2. Ajarkan 2. gerakan sederhana
pergerakan dapat dilakukan
sederhana pada dengan rentang
keluarga (hal gerak aktif pada
yang boleh bagian anggota
dilakukan gerak tubuh yang
dirumah yaitu tidak terganggu
dengan sehingga tidak
melakukan ROM terjadi kekakuan
aktif pada otit-otot.
anggota gerak Sedangkan pada
yang tidak anggota gerak
terganggu) yang mengalami
inflamasi tidak
dianjurkan untuk
melakukan rentang
gerak, hal tersebut
dapat
menyebabkan
memperparah
inflamasi itu
sendiri.
Intervensi tambahan: Intervensi tambahan
Observasi Observasi
1. Monitor kondisi 1. pasien dengan tirah
kulit baring akan terjadi
adanya penekanan
pada daerah kulit
sehingga pasokan
darah yang kaya
oksigen dan
nutrien berkurang
dan akan
menyebabkan luka.
2. Monitor 2. Tirah baring akan
komplikasi tirah meniadakan
baring kontraksi otot
(kehilangan sehingga dapat
massa otot). berpengaruh pada
menurunnya
kekuatan otot dan
menyebabkan
massa otot menjadi
berkurang.
Terapeutik Terapeutik
1. Posisikan pasien 1. Posisi yang
senyaman nyaman dan benar
mungkin berguna untuk
memperlancar
sirkulasi tubuh dan
distribusi nutrisi
yang baik.
2. Ubah posisi 2. Merubah posisi
pasien setiap 2 setiap 2 jam sekali
jam dapat
menghindarkan
pasien dari resiko
luka tekan dan
keruskan kulit
3 Defisit Setelah dilakukan Observasi Observasi
perawatan diri tindakan keperawatan 1. Monitor tingkat 1. Perubahan fisik
b.d tidak dapat selama 3x24 jam kemandirian karena faktor usia
melakukan diharapkan perawatan klien (mandiri membuat
aktivitas diri menjadi ataukah seseorang tidak
ditandai dengan meningkat dengan membutuhkan peduli akan
kulit kotor, kriteria hasil: bantuan) kondisi kebersihan
1. Adanya tubuhnya,
peningkatan sehingga menjadi
kemampuan untuk data dasar dalam
mandi melakukan
2. Adanya intervensi
peningkatan 2. Identifikasi 2. Menilai
kemampuan untuk kebutuhan alat kemampuan klien
mengenakan bantu kebersihan dalam
pakaian diri, berpakaian, menjalankan
3. Peningkatan berhias dan personal hygiene
kemampuan makan nya
makan Terapeutik Terapeutik
4. Peningkatan 1. Dampingi dalam 1. Mendampingi
kemampuan melakukan pasien saat
ketoilet perawatan diri melakukan
(BAB/BAK) sampai mandiri perawatan diri
5. Peningkatan secara mandiri
verbalisasi berguna untuk
keinginan melihat setiap
melakukan perkembangan
perawatan diri perawatan diri
6. Adanya yang dilakukan
peningkatan minat 2. Fasilitasi 2. Mempermudah
melakukan kemandirian, dalam melakukan
perawatan diri bantu jika tidak intervensi
mampu perawatan diri
melakukan klien
perawatan diri
3. Jadwalkan 3. Meningkatkan
rutinitas kemandiri klien
perawatan diri dalam melakukan
(mandi, sikat perawatan dirinya
gigi)
Edukasi Edukasi
Anjurkan melakukan 4. Membiasakan
perawatan diri secara klien dalam
konsisten sesuai melakukan
kemampuan personal hygiene
sehingga pasien
dapat terhindar
dari resiko infeksi
lainnya
4 Gangguan pola Setelah diberikan Observasi Observasi
tidur b.d nyeri tindakan keperawatan 1. Identifikasi 1. Melakukan
lutut selama 3x24 jam aktifitas sebelum rutinitas atau
diharapkan pola tidur tidur (wudhu kebiasaan sebelum
membaik dengan sebelum tidur, tidur dapat
kriteria hasil: mandi sebelum meningkatkan
Keluhan sering tidur) kualitas tidur
terjaga menurun (1) 2. Identifikasi faktor 2. Seseorang dengan
pengganggu tidur kondisi tubuh yang
(mengeluh nyeri). kurang sehat atau
memiliki keluhan
seperti nyeri dapat
menyebabkan
kebutuhan istirahat
dan tidurnya tidak
dapat terpenuhi.
Terapeutik Terapeutik
1. Modifikasi 1. Lingkungan yang
lingkungan tenang
(pencahayaan, memungkinkan
kebisingan) seseorang dapat
tidur dengan
nyenyak.
Sebaliknya,
lingkungan yang
rebut, bising dan
gaduh akan
menghambat
seseorang untuk
tidur.
2. Lakukan 2. Posisi tidur yang
pengaturan posisi benar dapat
tidur mempengaruhi
kesehatan tubuh
seseorang
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan 1. Saat tidur system
penjelasan tidur kekebalan tubuh
cukup selama akan mengeluarkan
sakit senyawa yang
disebut sitokin
yang memiliki efek
perlindungan pada
system kekebalan
tubuh dan
membantu
melawan
peradangan dan
infeksi
2. Berikan relaksasi 2. Relaksasi dapat
dengan cara memberikan
mendengarkan kualitas tidur yang
murrotal baik seperti tidur
dengan nyenyak.

3. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN

NO
CATATAN TANDA
DX TGL & JAM IMPLEMENTASI
PERKEMBANGAN TANGAN
KEP.
1 02-12-2020 1. Melakukan S: pasien mengatakan
08.00 pemeriksaan TTV nyeri lutut sebelah
2. Mengobservasi tingkat kanan, terasa seperti
nyeri PQRST pegal linu, skala nyeri 6
3. Mengobservasi faktor (0-10). Nyeri lutut
memperberat dan dirasakan jika
memperingan nyeri beraktivitas, dan
12.00 4. Memberikan obat mereda jika
santagesic 1 ampul, diistirahatkan
ranitidin, O: TD: 130/80mmHg,
metilprednisolon N: 88x/menit, S: 36,5,
62,5mg melalui IV RR: 22x/menit. Pasien
5. Menjelaskan penyebab, terlihat menahan nyeri
periode dan pemicu A: nyeri kronis belum
nyeri teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Observasi tingkat
nyeri dengan
PQRST
2. Terapi obat
santagesic 3x1,
ranitidin 2x1,
metilprednisolon
3x1 (62,5mg)
3. Terapi
nonfarmakologis
yaitu kompres air
hangat
2 02-12-2020 1. Mengidentifikasi S: pasien mengatakan
09.00 toleransi fisik sulit untuk beraktivitas
melakukan pergerakan dikarenakan nyeri lutut
2. Memfasilitasi kursi kanan, sakit bila
roda untuk ambulasi digerakkan dan
3. Melibatkan keluarga berjalan.
dalam membantu O: pasien tampak
pasien untuk sedikit kesulitan untuk
melakukan aktivitas berpindah dari tempat
seperti ke kamar mandi tidur ke kursi roda
A: gangguan mobilitas
fisik belum teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
1. Libatkan keluarga
dalam membantu
pasien melakukan
aktivitas seperti ke
kamar mandi
2. Lakukan mobilisasi
dini dengan
menggerakan
anggota gerak tubuh
yang tidak
terganggu agar tidak
kaku
3. Edukasi keluarga
terkait hal yang
boleh dan tidak
boleh dilakukan
pada pasien dengan
peradangan pada
lutut
3 08.00 1. Memonitor tingkat S: pasien mengatakan
kemandirian klien selama sakit untuk
apakah melakukan melakukan aktivitas
aktivitas sehari-hari sehari-hari dibantu oleh
dilakukan secara keluarga, BAB
mandiri atau dibantu terganggu dikarenakan
2. Memfasilitasi nyeri lutut, BAK lancar
kebutuhan pasien tetapi harus dibantu
dalam perawatan diri dengan kursi roda.
seperti makan, mandi, Mandi sehari sekali
sikat gigi, keramas O: kulit sedikit bersih,
3. Menganjurkan pasien turgor kulit kering,
melakukan personal rambut bau, lengket dan
hygiene secara berketombe
konsisten A: defisit perawatan
diri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Fasilitasi kebutuhan
perawatan diri
pasien (mandi,
makan, keramas,
sikat gigi)
2. Anjurkan pasien
untuk melakukan
personal hygiene
secara konsisten
4 12.00 1. Mengidentifikasi S: pasien mengatakan
kebiasaan pasien kebiasaan sebelum tidur
sebelum tidur yaitu suka
2. Mengidentifikasi mendengarkan
penganggu tidur pada murrotal, lampu harus
pasien dimatikan, adapun yang
mengganggu tidur yaitu
kebisingan. Pasien
mengatakan terkadang
suka terbangun
ditengah malam karena
merasakan sakit lutut
sebelah kanan
O: -
A: gangguan pola tidur
belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Jelaskan pentingnya
tidur ketika sakit
2. Berikan posisi dan
lingkungan yang
nyaman
1 03-12-2020 1. Melakukan S: pasien mengatakan
14.00 pemeriksaan TTV nyeri lututnya sudah
2. Mengobservasi tingkat berkurang, terasa kaku
nyeri dengan PQRST sedikit, skala nyeri 3 (0-
3. Mamberikan terapi 10), pegel linu sedikit
16.00 nonfarmakologis yaitu mendingan dan
kompres hangat membaik.
4. Memberikan obat O: TD: 120/80mmHg,
18.00 santagesic 1 ampul dan N: 78x/menit, S:36,8,
metilprednisolon RR: 20x/menit. Pasien
62,5mg melalui IV tampak rileks saat
5. Memfasilitasi pasien diberikan kompres
20.00 untuk istirahat dan tidur hangat.
A: nyeri kronis teratasi
sebagian
P: intervensi
dilanjutkan
1. Observasi tingkat
nyeri dengan
PQRST
2. Berikan obat
santagesic,
metilprednisolon,
ranitidin, gabapentin
3. Berikan terapi
nonfarmakologis
dengan kompres
hangat
4. Fasilitasi pasien
untuk istirahat dan
tidur
2. 03-12-2020 1. Melakukan mobilisasi S: pasien mengatakan
15.00 ditempat tidur sudah bisa melakukan
2. Menganjurkan untuk mobilisasi ditempat
merubah posisi setiap 2 tidur secara mandiri,
jam sekali selalu merubah posisi
3. Melibatkan keluarga setiap 2 jam sekali.
dalam membantu Keluarga mengatakan
pasien melakukan mengerti terkait hal
aktivitas sehari-hari yang boleh dan tidak
4. Melakukan ambulasi boleh dilakukan pada
dengan berpindah dari pasien dengan
tempat tidur ke kursi peradangan pada lutut.
roda O: masih sedikit susah
5. Mengedukasi keluarga untuk berpindah dari
terkait hal yang boleh tempat tidur ke kursi
dan tidak boleh roda, keluarga tampak
dilakukan pada pasien bisa membantu pasien
dengan peradangan dalam melakukan
pada lutut ambulasi.
A: gangguan mobilisasi
teratasi sebagian
P: intervensi
dilanjutkan
1. Ganti posisi setiap 2
jam sekali
2. Lakukan mobilisasi
dan ambulasi dini
3 03-12-2020 1. Memfasilitasi S: pasien mengatakan
kebutuhan perawatan merasa badan segar
diri pasien (mandi, setelah mandi dan
makan, keramas, sikat berkeramas. BAB
gigi) sudah tidak terganggu
2. Menganjurkan pasien meskipun masih sedikit
untuk melakukan sulit karena nyeri lutut
personal hygiene secara dengan skala 3. Makan
konsisten sudah bisa sendiri
O: kulit tampak bersih,
turgor kulit lembab,
rambut wangi dan tidak
lengket
A: defisit perawatan
diri teratasi sebagian
P: intervensi
dilanjutkan
1. Fasilitasi kebutuhan
perawatan diri
pasien (mandi, sikat
gigi, makan,
toileting)
2. Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
4 03-12-2020 1. Mengidentifikasi S: pasien mengatakan
20.00 kesulitan tidur sudah tidak terlalu
2. Menjelaskan sering terbangun karena
pentingnya tidur ketika sakitnya sudah mulai
sakit berkurang
3. Memberikan posisi dan O: pasien
lingkungan yang memperhatikan dengan
nyaman baik saat dijelaskan
pentingnya tidur ketika
sakit
A: gangguan pola tidur
teratasi sebagian
P: intervensi
dilanjutkan
1. Identifikasi
kesulitan tidur
2. Berikan posisi dan
lingkungan yang
nyaman

1 04-12-2020 1. Melakukan S: pasien mengatakan


14.00 pemeriksaan TTV nyeri lutunya sudah
2. Mengobservasi berkurang dengan skala
tingkat nyeri 0 (0-10), lutut tidak
dengan PQRST terasa kaku dan dapat
3. Mamberikan terapi digerakan dengan
nonfarmakologis rentang gerak penuh
yaitu kompres O: TD: 120/80mmHg,
hangat N: 76x/menit, S: 36,5
19.00 4. Memberikan obat RR: 20x/menit. Pasien
santagesic 1 ampul, tampak rileks.
metilprednisolon A: nyeri kronis b.d
62,5mg, ranitidin, cidera biologis teratasi
melalui IV dan P: intervensi dihentikan
gabapentin melalui
oral
20.00 5. Memfasilitasi pasien
untuk istirahat dan tidur
2 04-12-2020 1. Mengidentifikasi S: pasien mengatakan
14.00 toleransi aktivitas fisik sudah bisa berjalan dan
2. Ganti posisi setiap 2 melakukan aktivitas
jam sekali tanpa menggunakan
3. Lakukan mobilisasi dan kursi roda
ambulasi dini O: -
A: gangguan mobilisasi
fisik b.d nyeri teratasi
P: hentikan intervensi

3 16.00 1. memfasilitasi pasien S: pasien mengatakan


dalam memenuhi sudah bisa ke kamar
kebutuhan perawatan mandi sendiri, makan
diri (makan, mandi, mandiri, BAB sudah
sikat gigi, toileting) tidak terganggu karena
2. menganjurkan pasien lutut kanannya sudah
untuk melakukan tidak sakit.
perawatan diri secara O: kulit tampak bersih,
konsisten turgor kulit lembab,
kulit rambut bersih,
wangi dan tidak lengket
A: defisit perawatan
diri teratasi
P: intervensi dihentikan
4 20.05 1. mengidentifikasi S: pasien mengatakan
kesulitan tidur tidurnya nyenyak dan
2. memberikan posisi dan tidak terbangun
lingkungan yang dimalam hari karena
nyaman sudah tidak merasakan
nyeri pada lututnya.
O: -
A: gangguan pola tidur
teratasi
P: intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai