BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri yang menetap akibat sinyal nyeri yang terus menerus dikirimkan ke saraf
selama beberapa minggu, bulan, bahkan tahun, dan sensasi normal yang
dicetuskan dirasakan menetap selama lebih dari berbulan - bulan dapat dikatakan
sebagai nyeri kronik. Nyeri kronik memberikan dampak yang serius terhadap
kondisi pasien itu sendiri, karena nyeri yang tidak tertangani dengan baik maka
dapat memperparah kondisi fisik maupun mental pasien. Setiap persepsi nyeri
yang timbul akan membuat tubuh merespons rangsangan nyeri tersebut, yang
kemudian akan mempengaruhi secara keseluruhan sistem organ penderita nyeri.
Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan
menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini
mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang baik dengan pasien.
BAB II
DEFINISI
A. Pengertian
1. International Society for the Study of Pain mendefinisikan nyeri
sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial atau digambarkan sebagai kerusakan itu sendiri (Gonce P,
Fontaine D, Hudak C, Gallo B, 2012)
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang
lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi
proses penyembuhan dan sering kali tidak diketahui penyebabnya yang
pasti.
B. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
a. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan
membran mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar,
jatam dan terlokalisasi.
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik
akibat rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
c. Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau organ yang
menutupinya (pleura parietalis, pericardium, peritoneum). Nyeri
tipe ini dibagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal
terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.
3
C. Assesment Nyeri
1. Pengkajian focus nyeri
a. Lokasi nyeri
Memastikan lokasi nyeri secara jelas meliputi dimana nyeri itu
dirasakan, bagian proximal, distal, medial atau lateral
b. Perilaku non Verbal
Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain
ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll
5
c. Kualitas nyeri
Kualitas nyeri dinyatakan sesuai dengan apa yang diutarakan
pasien misalnya nyeri seperti “dipukul – pukul”, nyeri seperti
“diiris – iris pisau”,
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
d. Faktor Presipitasi
Melaporkan faktor pencetus nyeri, misalnya nyeri terasa setelah
latihan /bekerja berat, nyeri timbul pada saat hujan/udara dingin,
dll.
Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain
lingkungan, suhu ekstrim dan kegiatan yang tiba-tiba
e. IntensitasNyeri
Dapat berupa ringan, sedang, berat atau sangat nyeri
f. Waktu dan durasi nyeri
Waktu dan durasi dinyatakan dengan sejak kapan nyeri dirasakan,
berapa lama terasa, apakah nyeri berulang, bila nyeri berulang maka
dalam selang waktu berapa lama, dan kapan nyeri berakhir
g. Karakteristik nyeri dengan (PQRST)
P: provocating (pemacu) dan paliative yaitu faktor yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri
- Berhubungan dengan aktivitas lingkungan ?
- Menurut klien apa penyebab nyeri ?
- Serangan tiba-tiba atau perlahan ?
Q: Quality dan Quantity
- Bagaimana klien menggambarkan rasa nyeri ?
- Supervisial: tajam, menusuk, membakar
- Dalam: tajam, tumpul, nyeri terus
- Visceral: tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R: region atau radiation ( area atau daerah ): penjalaran
- Localiced pain: nyeri terbakar pada area
- Projected pain: nyeri sepanjang saraf
- Rediating pain: nyeri menyebar sekitar
6
3. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar, merupakan
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung
5. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetic
0 : no pain/tidak nyeri.
1 – 3 : mild = nyeri ringan → tidak mengganggu
aktivitas.
4 – 6 : moderate = nyeri sedang → mengganggu
aktivitas.
7 – 9 : severe = nyeri berat → tidak bisa melakukan
aktivitas.
10 : nyeri sangat berat
5) COMFORT scale
1) Indikasi: pasien bayi, anak dan dewasa di ruang rawat
intensif/kamar operasi/ruang rawat inap yang tidak dapat
dinilai menggunakan Numeric Rating Scale Wong – Baker
FACES Pain Scale.
2) Intruksi: Terdapat 9 katagori dengan setiap kategori
memiliki skor 1 - 5, dengan skor total antara 9 - 45.
3) Pemberian sedasi betujuan untuk mengurangi agitasi,
menghilangkan kecemasan dan menyelaraskan napas
dengan ventilator mekanik.
4) Tujuan dari penggunaan skala ini adalah untuk pengenalan
dini dari pemberian sedasi yang terlalu dalam ataupun
tidak adekuat
5) Interpretasi:
Nilai 8 – 16 : mengindikasikan pemberian sedasi yang
terlalu dalam
Nilai 17 – 26 : mengindikasikan pemberian sedasi yang
sudah optimal
Nilai 27 – 45 : mengindikasikan pemberian sedasi yang
tidak adekuat
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh
2) Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
3) Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan
parut akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas
jarum suntik
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang
(malalignment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema
b. Status mental
1) Nilai orientasi pasien
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan
segera
3) Nilai kemampuan kognitif
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala – gejala
depresi, tidak ada harapan, atau cemas
c. Pemeriksaan nadi
1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimatrisan
19
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan
kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak
mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontrasi otot
e. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin
prick), getaran, dan suhu.
D. Assesmen psikologi
1. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi
2. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
3. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial
3. Parasetamol
a. Efek analgesic untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek analgesic
yang lebih besar
b. Dosis: 10mg/kg BB/kali dengan pemberian 3-4 sehari. Untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
4. Obat - obatan inflamasi non steroid (OAINS)
a. Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan
sedang anti piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan triad franklin (polip hidung,
angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid
c. Efek samping gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati
d. Ketorolak:
Merupakan satu - satunya OAINS yang tersedia untuk
parenteral. Efektif untuk nyeri sedang berat
Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau
dikombinasikan dengan epioid untuk mendapat efek sinergistik
dan meminimalisasi efek samping opioid (deperesi pernafasan,
sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi
analgesik
5. Efek analgesic pada antidresan
a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotan suitter tersebut dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif
b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca –
herpetic, cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai amitriptilin, imipramine,
despiramin: efek antinosisptif perifer dosis 50-300 mgmg, sekali
sehari
29
6. Anti – konvulsan
a. Carbanazepine: efektif untuk nyeri neuropatik, efek samping
samnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400-1800 mg/hari (2-
3 kali perhari) mulai dengan dosis kecil (2x100 mg), ditingkatkan
perminggu hingga dosis efektif
b. Gabapentin: merupakan
7. Antagonis kanal natrium
a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca operasi
b. Lidokain: dosis 2 mg/kg BB selama 20 menit, lalu dilanjutkan
dengan 1 - 3 mg/ kgBB/jam titrasi
c. Prokain:4 - 6,6mg/kgBB/hari
8. Antagonis kanal kalsium
a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling
efektif sebagai analgesik. Dosis 1-3 ug/hari. Efek samping : pusing,
mual, nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek
samping ini bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi
atau obat dihentikan
b. Nimodipin, verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala
kronik. Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang
menggunakan eskalasi dosis morfin
9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih paten daripada OAINS oral,
dengan efek samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik
dengan medikasi OAINS.
b. Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang
(nyeri kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawahan neuropati
DM, fibromyalgia, neuralgia pasca – herpetic, nyeri pasca operasi.
c. Efek samping pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
d. Jalur pemberian: intravena/epidural, rectal, dan oral
e. Dosis tramadol oral 3-4 kali 50 – 100 mg (perhari) dosis maksimal
400 mg dalam 24 jam
30
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung – dosis ) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson
b. Contoh opioid yang sering digunakan morfin, sufentanil, meperidin
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut
e. Efek samping
1) Depresi pernafasan, dapat terjadi pada :
Overdosis: pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infuse, opioid long acting
31
Frekuensi Tiap 4-6 jam Tiap 4-6 Tiap 12 jam Tiap 6-8 jam
jam
Jalur pemberian Oral, IV,IM IV,IM Oral, IV Oral, IM
7) Pemberian oral
Sama efektifnya dengan pemberian parantal pada dosis
yang sesuai
Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi
medikasi oral
8) Injeksi intramuscular
Merupakan nite parenteral standar yang sering digunakan
Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas
penyerahan tidak dapat diandalkan
Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin
9) Injeksi subkutan
10) Injeksi intravena
Pilihan perental utama setelah pembedahan major
Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus
menerus
33
BAB III
MANAJEMEN NYERI
4. Pengukuran nyeri
a. Behavioral Measure
Perngkajian perilaku sangat berguna untuk mengukur nyeri pada
bayi dan anak preverbal yaitu anak yang belum memiliki
kemampuan untuk mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan, atau
pada anak dengan gangguan mental yang memiliki kemampuan
yang terbatas dalam me nyampaikan kalimat yang memiliki arti
(Potts & Mandleco, 2012) :
1) FLACC Pain Assessment Tool
Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak
mulai usia 2 bulan – 7 tahun. Skala ini terdiri dari 5 penialain
dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri
hebat (Potts & Mandleco, 2012)
b. Pengukuran subjektif (subjective self report measures)
1) Faces Pain Rating Scale (Wong and Baker, 1998)
Skala ini digunakan pada usia 3 tahun dan usia yang lebih tua.
2) Numeric Rating Scale
Skala ini digunakn pada anak usia 5 tahun dan anak usia yang
lebih tua.
3) Visual Analog Scale (VAS)
Skala ini digunakan pada anak usia 4,5 tahun dan usia yang
lebih tua; pada umumnya pada anak usia 7 tahun
5. Penatalaksanaan Nyeri
Intervensi non farmakologis harus cocok untuk anak, dan agar efektif
teknik harus sesuai tahap perkembangan, keperibadian, dan keadaan
sekitar anak (James & Ashwill, 2007) teknik-teknik ini dapat
ditetapkan dalam 3 kategori besar (ekweume, 2009), antara lain:
41
b. Pemberian analgesik
1) By the ladder pemberian analgesik secara bertahap sesuai
dengan level nyeri anak (ringan, sedang, berat)
42
Parameter Fisiologis
Perawat perawatan kritis terampil dalam mengkaji status fisik
pasien yang meliputi perubahan tekanan darah, frekuensi
jantung atau pernapasan (Gonce P, Fontaine D, Hudak C,
Gallo B, 2012)
4. Intervensi Farmakologi
a) Analgetik Non opioid Menurut American Pain Society
Guidelines, tiap regimen analgesik harus mencakup obat-obatan
non opioid, bahkan apabila nyeri cukup berat sehingga juga
membutuhkan oipiod.
b) Asetaminofen adalah obat yang paling sering digunakan pada
perawatan kritis.
c) Opioid Opioid adalah landasan farmakologis penatalaksanaan
nyeri pascaoperatif.
d) Opioid (morfin sulfat, fentanil, dan hidromorfin) meredakan nyeri
karena berikatan dengan berbagai tempat reseptor dalam medula
spinalis, sistem saraf pusat, dan sistem saraf perifer sehingga
48
BAB IV
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd
Ed,Philadelphia, JB Lippincot Company
Arsyawina, et all. Skala critical-care pain observational tool dan wong bekker
faces pain rating scale dalam menilai derajat nyeri pada pasien dengan
ventilasi mekanik. Jurnal Keperawatan Poltekes Kemenkes Kalimantan
Timur; 2014. Available at:https://www.neliti.com>publicati on>critical-
care.
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., & Erb,G (2009). Buku Ajar Praktik
Keperwatan klinik koziet dan erb. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. Buku ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta : EGC;2009.
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing: Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
Hockenberry, M.J., & Wilson, D (2009) Wong’s essential of pediatric nursing.
(8th ed) St. Louis : Mosby Elsevier
Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Jakarta: Indeks.
Potter PA & Perry AG. Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep proses dan
praktik. Vol. 2. Edisi 4. Jakarta : EGC; 2005.
Potts, N.L., & Mandleco, B.L. (2012). Pediatric nursing caring for children and
their families. (3rd ed). New York: Delmar Cengange Learning
Prasetyo SN. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu;
2010.
Sutari MM, et all. Pain Among Mechanically Ventilated Patients in Critical Care
Units. 2014: Available at: https: // www. ncbi. nlm. nih. gov/ pmc /articles
/PMC4235092/