LAPORAN PENDAHULUAN
YULIYANTI
NIM. 433811490122099
2. Fisiologi Nyeri
a. Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus mendeteksi
kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri,
dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan sensai nyeri di sebut nosiseptor.
Reseptor nyeri atau nosiseptor ini dapat di eksitasi oleh stimulus mekanik,
suhu, atau kimia. Proses fisiologi yang berhubungan dengan persepsi nyeri
digambarkan sebagai nosisepsi. Empat proses yang terlibat dalam nosisepsi:
transduksi, transmisi,persepsi, dan mudulasi (Kozier, B., et. all, 2011).
1) Transduksi
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cedera jaringan) memicu
pelepasan mediator biokimia (mis, prostaglandin, bradikinin, serotonin,
histamin, zat p) yang mensensitisasi nosiseptor. Stimulus meyakitkan
atau berbahaya juga menyebabkan pergerakan ion-ion menembus
membran sel, yang membangkitkan nosiseptor (Kozier, B., et. all, 2011).
2) Transmisi
Proses nosisepsi kedua, transmisi nyeri meliputi tiga segmen. Selama
segmen pertama, impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medula
spinalis. Zat p bertindak sebagai sebuah neurotansmiter, yag
meningkatkan pergerakan impuls menyebrangi sinaps saraf dari neuron
2
aferen primer ke neouran ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis.
Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis
medula spinalis. Serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul yang
berkepanjangan dan serabut A-delta, yang menstransisikan nyeri tajam
dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula spinalis dan
asenden, melalui traktus spinotalamikus, ke batang otak dan talamus.
Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke korteks
sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, B., et. all,
2011).
3) Persepsi
Proses ketiga, persepsi, adalah saat klien menyadari rasa nyeri. Diyakini
bahwa persepsi nyeri terjadi dalam sktruktur kortikal, yang
memungkinkan strategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai untuk
mengurangi konponen sensorik dan afektif nyeri (Kozier, B., et. all,
2011).
4) Modulasi
Sering kali digambarkan sebagai “sistem desendens”, proses ke empat
terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu
dorsalis medula spinalis. Serabut desendens ini melepaskan zat seperti
opioid endogen, serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat
naiknya impuls berbahaya (menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun,
neuro transmiter ini diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi
kegunaan analgesiknya (Kozier, B., et. all, 2011).
b. Teori gerbang kendali
Menurut teori gerbang kendali Melzack, & Wall (1965), mengatakan
serabut saraf perifer yang membawa nyeri ke medula spinalis dapat
memodifikasi inputnya di tingkat medula spinalis sebelum input tersebut
ditransmisikan ke otak. Sinaps dikurno dorsalis bekerja sebagaisebuah
gerbang yang tertutup untuk menjaga impuls agar tidak mencapai otak atau
yag terbuka untuk memungkinkan impuls naik menuju otak (Kozier, B., et.
all, 2011).
3
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya adalah :
a. Arti Nyeri. Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan
hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini di pengaruhi oleh
berbgai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosila budaya,
lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi Nyeri. Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif
tempatnya pada korteks (pada fungsi elevasi kognitif). Persepsi ini
dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulus nociceptor.
c. Toleransi Nyeri. Toleransi ini erat hubungan dengan intensitas nyeri yang
dapat memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang
dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-
obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan
yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi
antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung
hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap Nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons
seseorang terhadap nyeri, seperti katakutan, gelisah, cemas, menangis, dan
menjerit. Semua ini merupakn bentuk respons nyeri, pengalaman masa lalu,
nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas,
usia, dan lain-lain.
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Budaya
d. Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya
e. Makna nyeri
f. Perhatian klien
4
g. Tingkat kecemasan
h. Tingkat stress
i. Tingkat energy
j. Pengalaman sebelumnya
k. Pola koping
l. Dukungan keluarga dan social
a. Alcohol
b. Obat-obatan
c. Hypnosis
d. Panas
e. Gesekan/garukan
f. Pengalihan perhatian
g. Kepercayaan yang kuat
a. Kelelahan
b. Marah
c. Kebosanan, depresi
d. Kecemasan
e. Nyeri kronis
f. Sakit/penderitaan
4. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis.
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-
lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom
5
nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat
dibagi dalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar
(Kozier, B., et. all, 2011).
Selain klasifikasi nyreri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya:
6
a. Nyeri kutaneus berasal dari kulit atau jaringan subkutan. Teriris kertas yang
menyebabkan nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar.
b. Nyeri somatik propunda berasal dari ligamen, tendon, tulang, pembuluh
darah, dan sarf. Nyeri somatik prupunda menyebar dan cenderung
berlangsung lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus. Contohnya seperti
keseleo pergelangan kaki.
c. Nyeri viseral berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga abdomen,
kranium, dan thoraks. Nyeri viseral cenderung menyebar seperti rasa
terbakar, nyeri tumpul atau merasa tertekan.
d. Nyeri neuropatik adalah nyeri akibat kerusakan sistem saraf tepi atau
sistem saraf pusat seperti kerusakan jaringan atau saraf. Nyeri neuropatik
berlangsung lama, tidak menyenangkan dan digambarkan sebagai rasa
terbakar dan nyeri tumpul (Kozier, B., et. all, 2011).
5. Pohon Masalah
7
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
Kaji masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit dahulu, satus kesehatan
keluarga, dan status perkembangan.
b. Pemeriksaan fisik: data fokus
1) Pendekatan klinis terhadap nyeri klien
A: Ask (tanyakan nyeri secara teratur)
A: Assess (kaji nyeri secara sistematis)
B: Behavior (percaya apa yang dilaporkan klien dan keluarga
serta apa yang mereka lakukan untuk menghilangkan nyeri)
C: Choose (pilih cara pengontrolan nyeri yang cocok untuk klien)
- Nonfarmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai
tindakan penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik
maupun perilaku kognitif.
8
Stimulasi kulit dapat member efek penurunan nyeri yang
efektif. Tindakan ini mengalihkan perhatian sehingga klien
berfokus pada stimulus taktil dan mengabaikan sensasi nyeri,
yang pada akhirnya dapat menurunkan persepsi
nyeri.stimulasi kulit juga dipercaya dapat:
Masase
Kompres panas dan dingin
Akupuntur
Stimulasi kontralateral
1) Masage
Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan
ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya
akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga
mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri.
Beberapa strategi stimulasi kulit lainya juga menggunakan
mekanisme ini.
9
yang mengandung mentol yamg membantu pengurangan
nyeri. Balsam ini akan menimbulkan sensasi hangat
segera setelah pemakaian hingga beberapa saat setelah
pemberian. Di Indonesia sering digunakan untuk
mengurangi nyeri ototdan sendi serta digunakan pada
perut yang terasa kembung.
Tipe Masase
10
Penggunaan panas (aplikasi kompres panas) sebaiknya
dilakukan pada:
11
Arthritis rheumatoid
Pruritis
Sakit kepala
Penyakit reinuad
Alergi dingin
Trauma yang lama (lebih dari 48 jam)
Untuk memberikan efek terapeutik yang diharapkan
(mengurangi nyeri), sebaiknya suhu tidak terlalu dingin
(yaitu, berkisar antara 18-25oC), karena suhu yang terlalu
dingin selain memberikan rasa tidak nyaman dapat
menyebabkan frostbite/membeku.
3) Akupuntur
Acupressure dikembangkan dari ilmu pengobatan kuno
Cina dengan menggunakan system akupunktur. Terapis
member tekanan jari-jari pada berbagai titik organ tubuh
seperti pada akupunktur. Tindakan ini merupakan tindakan
sederhana dan mudah dipelajari.
4) Stimulasi kontralateral
Stimulasi kntralateral adalah memberi stimulasi pada
daerah kulit di sisi yang berlawanan dari daerah terjadi
nyeri. Stimulasi kontralateral dapat berupa garukan pada
daerah yang berlawanan jika terjadi gatal, menggosok
(masase) jika kram (kejang) atau pemberian kompres
dingin atau panas serta pemberian balsam atau obat cair
gosok.
12
Metode ini mungkin berguna jika daerah yang mengalami
nyeri tidak dapat disntuh karena hipersensitif, tertutup
perban atau gips atau ketika terjadi nyeri bayangan atau
fhantom (phantom pain).
- Farmakologi
Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna
mengganggu atau memblok tranmisi stimulus agar terjadi
perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika.
13
mefenamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac, dan
lain-lain.
SC = subcutan
Im = intramuskular
Iv = intravena
Po = per oral
c. Karakteristik
P: Provokatif/paliatif (apa penyebab, apa yang memunculkannya,
apa yang menguraninya ? )
Q: Qualitas (bagaimana rasanya ? )
- Remuk/sensasi pukul
- Berdenyut
14
- Tajam/tumpul
- Terbakar
- Tidak dapat dijelaskan
R: Regio/radiasi (dibagian mana nyeri terjadi?, apakah menyebar?)
S: Severiti (bagaimana intensitas nyeri dengan menggunakan skala
nyeri?,bagaimana pengaruh nyeri terhadap aktivitas?)
Skala Penilaian Numerik 0-10
- 0-3 tidak nyeri/nyeri ringan
- 4-7 nyeri sedang
- 8-10 sangat nyeri/nyeri berat
15
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaaan LAB sebagai data penunjang pemeriksaan lainya
d. CT SCAN (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.
Objektif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
16
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Subjektif : -
Objektif :
17
2) Penyebab
- Kondisi muskuloskeletas kronis
- Kerusakan sistem saraf
- Penekanan saraf
- Infiltrasi saraf
- Gangguan imunitas
- Gangguan fungsi metabolik
- Kondisi pasca trauma
3) Batasan karakteristik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
- Mengeluh nyeri
- Merasa depresi
Objektif :
- Tampak meringis
- Gelisah
- Tidak mampu menutaskan aktivitas
Subjektif :
Objektif :
18
4) Faktor yang berhubungan
- Kondisi kronis (antrhitis reumatoid)
- Infeksi
- Cedera medula spinalis
- Kondisi pasca trauma dan tumor
4. Rencana tindakan
a. Diagnosa I : Nyeri Akut
Intervensi : Manajemen nyeri (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
1) Observasi
- Identifikasi lokasi, karakterisitk, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperringan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengeruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
- Berika teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(TENS, hipnosis, akupresusr, terapi musik, biofeedback,terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
19
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
b. Diagnosa II : Nyeri kronis
Intervensi : Intervensi : Manajemen nyeri
1) Observasi
- Identifikasi lokasi, karakterisitk, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperringan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengeruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
- Berika teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(TENS, hipnosis, akupresusr, terapi musik, biofeedback,terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
20
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
Daftar Pustaka
Hidayat,. A,. A,. A. (2008) pengantar kebutuhan dasar manusia- aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Kozier, B., et. all. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, &
praktik. Jakarta: EGC.
Taylor,. C,. M. (2010). Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia:
Definisi dan indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
21