Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CORONARY SYNDOME (ACS) & SYOK KARDIOGENIK

DISUSUN OLEH :

MUHAMAD FAISAL FIRDAUS

Program Studi Profesi Ners STIKes Kharisma Karawang

Jln. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41316

Tahun 2020/2021
KONSEP DASAR ACUT CORONARY SINDROME

A. Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup
spektrum kondisi klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara
akut, diakibatkan karena ketidakseimbangan antara ketersediaan oksigen
dengan kebutuhannya (Dipiro et al., 2009 dalam Rahmawati, 2016).

B. Klasifikasi
1. UAP (Unstable Angina Pectoris)
2. STEMI (ST Elevasi Miocard Infark)
3. NSTEMI (Non- ST Elevasi Miocard Infark)

KLASIFIKASI UAP STEMI NSTEMI


Nyeri Dada + +/- +/-
EKG N/ISKEMIK ST ELEVASI N/ISKEMIK
Enzim N N/INCREASED INCREASED

Tabel. 1.1
(Sumber : PPT EKG Pada Acute Coronary Syndrom by Ii Ismail)

C. Etiologi
1. Suplay oksigen ke miokardium berkurang
a. Faktor pembuluh darah : ateroklerosis, spasme, arteritis
b. Faktor sikulasi : hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi aorta
c. Faktor darah : anemia, hipoksemia, polisitermia
2. Curah jantung meningkat : hipertiroidisme, anemia, aktivitas dan
emosi
3. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat : kerusakan miokardium,
hipertropi miokardium dan hipertensi
(sumber : PPT Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner dan
Syndrom Koroner Akut (SKA) by Uun Nurjanah, M.Kep)

D. Manifestasi Klinis
Kriteria Angina Infark Miokard
Durasi Nyeri Dada <20 menit >20 menit
Pencetus Stres, aktivitas Tiba – tiba, biasanya
pagi hari
Respon terhadap Membaik Tidak membaik
nitrogliserin/istirahat
Gejala penyerta Tidak ada Disertai gejala :
 Mual/muntah
 Dispnea
 Disritmia
 Kelelahan
 Palpitasi
 Ansietas
 Pusing
 Merasa “napas
pendek”
(sumber : Jenskins P(2010), Ignatavitus & Workman (2010) dalam PPT
Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner dan Syndrom Koroner
Akut (SKA) by Uun Nurjanah, M.Kep)

E. Patofisiologi
Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi
sehingga terbentuk trombus yang kayak trombosit. Trombus ini akan
menyumbat lubang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh darah
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokontriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah
koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Suplai oksigen yang berhenti kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (Infark Miokard).

Infark Miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi pembuluh darah


koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis juga
dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung.
Selain nekrosis, iskemia juga menyebab kan gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia
hilang), serta distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien, ACS terjadi karena
sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria epikardial (angina
prizmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus,
dapat disebabkan oleh progresi pembentukan plak atau restenosis setelah
intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya ACS pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis. (PERKI, 2018)
F. Penatalaksanaan
Intervensi awal (10 menit pertama)
1. Kaji ABCD
2. Tirah baring dan beri Oksigen
Memaksimalkan suplai Oksigen, dimulai 2-4 L/menit selama 6 jam,
dilanjutkan jika saturasi Oksigen <94%.
Gunakan selang yang sesuai pada saat pemberian Oksigen, monitor
saturasi Oksigen secara teratur dan hindari pemberian berlebih pada
pasien dengan COPD/PPOK.
3. Kaji TTV, saturasi Oksigen, dan melakukan EKG
4. Pasang jalur IV
5. Kaji Nyeri (PQRST)
6. Aspirin 160-325 mg (Dikunyah)
Berikan Aspirin sesegera mungkin setelah dicurigai ACS
Pada saat diberikan Aspirin kaji adanya tanda dan gejala perdarahan.
7. Nitrogliserin 0,4 mg (Sublingual)
Pemberian Nitrogliserin/Nitrat dapat diulang sampai 3 kali setiap 5
menit.
Pada saat pemberian Nitrogliserin beritahu kepada pasien bahwa
penggunaan nya dibawah lidah, bukan ditelan. Serta akan ada rasa
berdenyut dibawah lidah.
Pantau TD, HR, RR. Kntraindikasi jika TD <90 mmHg, atau pasien
mengalami bradikardi <50x/menit, atapun takikardi >120x/menit.
8. Morfin 2-4 mg/IV, dapat ditingkatkan 2-8 mg dengan interval 5-10
menit.
Morfin diberikan apabila nyeri tidak reda dengan Nitrogliserin. Setelah
diberikan morfin kaji TTV (khawatir terjadi Hipotensi) dan skala
nyeri, apakah terjadi perbaikan atau tidak.
9. Clopidogrel (Intervensi awal tambahan)
Loading dose 300 mg, dilanjutkan 75 mg/hr. Setelah pemberian
Clopidogrel pantau adanya tanda gejala perdarahan.
10. Ambil darah (enzim, elektrolit, koagulasi)
11. Rontgen/x-ray dada (<30 menit)
12. Monitoring : ABC, TTV, Tingkat kesadaran, Efek obat (adanya
penurunan nyeri atau tidak)
13. Atasi kecemasan :
 Jelaskan prosedur tindakan
 Lakukan teknik relaksasi/distraksi
 Support pasien/keluarga sebagai dukungan emosional
14. Antisipasi kegawatan
 Intubasi jika terjadi distress pernapasan
 RJP + AED (jika henti jantung, henti napas)

(sumber : PPT Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner dan


Syndrom Koroner Akut (SKA) by Uun Nurjanah, M.Kep)

G. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Buku Pedoman Tatalaksanan Sindrom Koronaria Akut pada
tahun 2018, ada beberapa Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan
untuk mendiagnosis ACS, antara lain :

1. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan
diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga
(S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa
untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-
tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi
basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.
Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang
perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya
direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah
kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10
menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan
EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.

Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG


(sumber : Buku BTCLS by GTC dan Buku Pedoman Tatalaksanan
Sindrom Koronaria Akut by PERKI)

Sadapan dengan Deviasi Segmen Lokasi Iskemia atau


ST Infark
V1-V2 Septal
V1-V4 Anterior
V5-V6/aVL Lateral
Lead II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
Lead II, III, aVF, V3R, V4R Ventrikel Kanan

3. Pemeriksaan Marka/enzim Jantung.


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan
marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun
tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit
tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat
meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia,
trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal
napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner,
kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya
nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan
ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin
T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan
pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas
lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis
ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural. (lihat
gambar 2). Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di
laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat
intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes
kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang
sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA hanya
dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral
memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of care
testing menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di
laboratorium sentral.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
5. Pemeriksaan foto polos dada.
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang
gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus
dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primer
A : Airway

 Apakah terdapat sumbatan atau tidak ? (Total/parsial)


 Apakah terdapat suara tambahan atau tidak ?

B : Breathing

 Cek Pernapasan dengan Look, Lister, Feel

C : Circulation

 Hemodinamik (Tekanan Darah, Nadi, CRT <3’’/>3’’, akral


(hangat/dingin))

D : Dissability

 GCS, Pain Scale, Pupil

E : EKG

 ST Elvasi/ST depresi/Inverted, dst..

B. Pengkajian Sekunder
 KOMPAK

K : Keluhan

O : Obat yang dikonsumsi terakhir

M : Makanan yang terakhir dimakan

P : Penyakit penyerta

A : Alergi

K : Kejadian
 Lakukan pemeriksaan fisik dengan BTLS (Bentuk, Tumor, Luka,
Sakit)
KONSEP SYOK KARDIOGENIK

A. Pengertian syok kardiogenik


Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya
disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi
perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat
(Tjokronegoro, A., dkk, 2003).

Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya


hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular.
Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90
mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per
m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar
disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).

B. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
a. Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
b. Penyakit jantung arteriosklerotik.
c. Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati
hipertropik.
2. Mekanis :
a. Regurgitasi mitral/aorta
b. Ruptur septum interventrikel
c. Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
a. Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
b. Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium
kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.
C. Patofisiologi
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut
nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya
denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik
syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan.
Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan
apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan
kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).

Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan


menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai
dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada
transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen
debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi
bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt" dan
asidosis.

Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan


kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan
hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan
"Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup
yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah
vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler
Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997) Gambar akhir
hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan
LVEDV.
D. Gambaran Klinik
Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi
perifer, asidosis metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik
syok.

Arythmia akan muncul dalam bentuk yang bervariasi yang merupakan


perubahan ekstrem dari kenaikan denyut jantung, ataupun kerusakan miokard.
Dengan adanya kerusakan miokard, enzim-enzim kardiak pada pemeriksaan
laboratorium akan meningkat (Raharjo, S., (1997).

Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai


naiknya PCWP, LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure). Edema paru
akan mencetuskan dyspnoe yang berat ditunjukkan dengan meningkatnya
kerja nafas, sianosis, serta krepitasi. Sedang kardiogenik syok yang tidak
tertangani akan diikuti gagal multi organ, metabolik asidosis, kesadaran yang
menurun sampai koma, yang semakin mempersulit penanganannya.

Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:


Keluhan Utama Syok Kardiogenik
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam)
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut)
3. Nyeri substernal seperti IMA.

Tanda Penting Syok Kardiogenik


1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.

E. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik


Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah :

1. Membatasi kerusakan miocardium lebih lanjut


2. Memulihkan kesehatan miocardium
3. Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.

Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :


1. Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung
tidak adekuat.Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV.
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan  oksigenasi
jaringan.
9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

Obat alternatif
Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):
1. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan
oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena.
Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion
dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba;
hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien
dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk
mempertahankan atau menjaga kardiak output.
3. Inotropic support
a. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg)
dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan
dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10
menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat
permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.
b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-
80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.
Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit,
stimulasi alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan
vasokonstriksi perifer.
Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit,
dopamine meningkatkan ventricular irritability tanpa keuntungan
tambahan.
c. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik
yang efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek
samping dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan
menyediakan bantuan/dukungan inotropik.
d. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka
dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang
lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.
DAFTAR PUSTAKA
PERKI. (2018). Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PP
PERKI.

Rahmawati, K. (2016). IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)


PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS ACUTE CORONARY
SYNDROME (ACS) DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA KURNIA
RAHMAWATI. Universitas Gadjah Mada, 1–20.

PPT Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner dan Syndrom Koroner Akut
(SKA) by Uun Nurjanah, M.Kep)

PPT EKG Pada Acute Coronary Syndrom by Ii Ismail

Anda mungkin juga menyukai