Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Disusun oleh :

MUHAMAD FAISAL FIRDAUS

KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KHARISMA KARAWANG

Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316

Telp. (0267)412480, Fax (0267)410842

Tahun Ajaran 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang di tandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohirdat, lemak, dan protein yang di sebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau kedua nya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan
neropati.

Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang


terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing,
Brunner and Suddarth, 2002).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan


oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol (WHO).

Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan


heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam
keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia.

B. Klasikifakasi
1. Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)

Di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses


auto imun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit. Penderita
tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak
atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.

2. Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)

Di sebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.


Rensitensi insulin adalah kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. NIDDM terbagi dua yaitu:

1) Tipe II dengan obesitas


2) Tipe II tanpa obesitas

3. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan)

Intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedala


NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon
pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS).
Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke
fetus. Pengendalian diabetes yang buruk (hiperglikemia pada saat
pembuahan dapat di sertai timbulnya malformasi kongenital karena
alasan inilah, wanita yang menderita diabetes harus mengendalikan
penyakitnya dengan baik sebelum konsepsi terjadi dan sepanjang
kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita diabetes sudah
memulai program terapi yang intensif.

C. Etiologi
1. DM tipe I (IDDM)

Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.


Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan
(misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
beta.
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah
terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing
(Smeltzer Suzanne C, 2001).
c. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga,
virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga
bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
d. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari
sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.

2. DM tipe II (NIDDM)

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan


sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor resiko yang Berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II:
usia, obesitas, riwayat dan keluarga.

Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang


kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot
akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central
obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.

Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia,


terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin
banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II
pada anak dan remaja pun meningkat.

D. Tanda dan Gejala

Penderita diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala


dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)


2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes melitus
dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau
bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus
tipe 1.

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak
mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui
telah menderita kencing manis.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering


ditemukan adalah :

1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
- Faktor genetik Ketidakseimbangan Gula dalam darah tidak dapat Anabolisme protein menurun
- Infeksi virus Kerusakan sel beta produksi insulin dibawa masuk dalam sel
- Pengerusakan imunologik
Kerusakan pada antibodi
Dieresis osmotik Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia
Kekebalan tubuh menurun
Poliuri  Retensi Urine

Vikositas darah meningkat Koma Diabetik Syok Hiperglikemik


Kehilangan elektrolit
dalam sel
Aliran darah lambat
Resiko Infeksi Neuropati sensori perifer
Dehidrasi
Iskemik jaringan
Klien tidak merasa
Resiko sakit
Peningkatan asam
Ketidakseimbangan Ketidakefektifan perfusi
amino dalam sirkulasi
Elektrolit jaringan perifer
Nekrosis Luka

Penurunan massa otot


Kehilangan kalori Protein dan lemak dibakar Ansietas Gangren

Sel kekurangan bahan BB menurun Kelemahan


untuk metabolisme Kerusakan integritas
Gangguan Citra
Tubuh Jaringan
Merangsang hipotalamus Keletihan Intoleransi
aktivitas

Pusat lapar dan haus

Polidipsia dan polipagia Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh Sumber: Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC
E. Patofisiologi

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan
20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua
proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan
glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon


insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini
akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport


glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam
darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini
akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan
napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan


membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.

Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu,


pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan
hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata
terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk
mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan,
parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat
lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya
penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis
dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi
resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara


lain:

1. Pemeriksaan gula darah

Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan


kadar gula darah antara 70-110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi
asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan sebelum dan
sesudah makan serta pada waktu tidur.

2. Pemeriksaan dengan Hb

Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb


minor sebagai hasil dari glikolisis normal.

3. Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah


untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara
pemeriksaan darah. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek
peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam
darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.

G. Penatalaksanaan

Dalam jangka pendek pelaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk


menghilangkan keluhan gejala diabetes mellitus. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mencegah kadar glukosa lipid dan insulin. Untuk
mempermudahkan tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan
dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri, untuk pasien berumur 60 tahun keatas sasaran glukosa darah lebih
tinggi dari biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl).

Kerangka ukuran pelaksanaan diabetes mellitus adalah perencanaan


makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan.
II. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas

Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama


klien, umur, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku,
alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan
adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena
diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.

2. Keluhan Utama

Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan utama


yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit
dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan
berat badan turun.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan


informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga
aterosclerosis

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari


DM, penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut
kepada anaknya.
4. Pola Aktivitas
a. Pola Nutrisi

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin


maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

b. Pola Eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik


yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak
ada gangguan.

c. Pola Istirahat dan Tidur

Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan


mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita

d. Pola Aktivitas

Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan


penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e. Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan


penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
f. Pola sensori dan kognitif

Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami


neuropati/mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma.

g. Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ


reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.

h. Pola mekanisme stres dan koping

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,


perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.

5. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2. Head to Toe
a. Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integumen
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami
dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Hal ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler.
e. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih. Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk
urin.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran
masa otot, berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g. Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.

6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++),
merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif
3. Gangguan Intergitas Kulit/Jaringan
4. Resiko infeksi
5. Intoleransi aktivitas
C. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Intervensi

1 Defisit Nutrisi Manajemen nutrisi

Observasi

- Identifikasi status nutrisi


- Identifikasi alergi dan intolenransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu


- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, pereda nyeri, antiemetik),


jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

2 Perfusi Perifer Tidak Efektif Perawatan Sirkulasi [I.02079]


Tindakan
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial
index)
- Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik

- Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan perfusi


- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi

- Anjurkan berhenti merokok


- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
- Anjurkan mengecek obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. Melembabkan kulit kering
pada kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi vaskular
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
3 Gangguan integritas Perawatan luka
kulit/jaringan

Observasi

- Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)


- Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik

- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan


- Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
- Berikan terapi TENS (stimulan saraf transkutaneous), jika perlu
Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi

- Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik),


jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

4 Risiko Infeksi Manajemen imunisasi/vaksinasi

Observasi

- identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi


- identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. Reaksi anafilaksis
terhadap vaksin sebelumnya dana tau sakit parah dengan atau tanpa demam)
- identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik

- berikan suntikan pada bayi dibagian paha anterolateral


- dokumentasikan informasi vaksinasi (mis. Nama produsen, tanggal kadaluarsa)
- jadwalkan imunisasi pada intervai waktu yang tepat.
Edukasi

- jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek samping.
- informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis, hepatitis B, BCG,
difteri, tetanus, pertussis, H, influenza, polio, campak, measles, nubela).
- informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun sakit ini
tidak diwajibkan pemerintah (mis, influenza, pneumokokus).
- informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis. rabies, tetanus).
- informasikan penundaan pemberian imunisasi tdak berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali.
- informasikan penyedia layanan pecan imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis.

Pencegahan Infeksi

Observasi
- monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
- batasi jumlah pengunjung
- berikan perawatan kulit pada area edema
- cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- ajarkan etika batuk
- ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

5 Intoleransi Aktivitas Manajemen Energi


Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelemahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Terapi Aktivitas
Observasi
- Identifikasi defisit tingkat aktivitas
- Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
- Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
- Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
- Identifikasi makna aktivitas rutin (mis, bekerja) dan waktu luang
- Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
-
Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kongnitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
- Anjurekan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia :
Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai