Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN “POLINEUROPATI DIABETES”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun Oleh :
Sri Sarina
14420211079

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

(…………………….) (……………..…….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVESRITAS MUSLIM INDONESIA
2021
A. Konsep Medis
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan
metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015). Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik
dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)
Neuropati perifer adalah suatu gangguan saraf perifer,
sensoris, motorik atau campuran yang biasanya simetris dan lebih
banyak mengenai bagian distal dari pada proksimal ekstremitas,
yaitu yang terjauh dari nukleus saraf.1 Gejala neuropati perifer ini
juga dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus (DM) yang
disebut neuropati diabetik. DM dapat mengakibatkan komplikasi
neuropati perifer dalam beberapa bentuk, seperti polineuropati distal
simetris, neuropati otonom, dan neuropati akibat jepitan
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan/atau dari
disfungsi saraf perifer dari penderita diabetes tanpa ada penyebab
lain selain diabetes melitus. Polineuropati diabetika menggambarkan
keterlibatan banyak saraf tepi dan didistribusikan umumnya bilateral
simetris meliputi gangguan sensorik, motorik maupun otonom
2. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat
diklasifikasikan kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Faktor Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1
namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah
kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1.
2) Faktor Imunologi
2
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai
jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
3. Patofisiologi
a. DM tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini
akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien

3
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsi).
b. DM tipe 2
Patofisiologi DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan
penurunan fungsi sel ß, yang akhirnya akan menuju kerusakan total
sel ß. Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin, untuk mengatasi kekurangan resistensi
insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Pada tahap ini,
kemungkinan individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi
glukosa (tahap pradiabetes) tetapi belum memenuhi kriteria penderita
diabetes melitus. Selanjutnya sel beta tidak sanggup lagi
mengkompensasi resistensi insulin hingga kadar glukosa darah
meningkat dan fungsi sel beta pankreas semakin menurun saat itulah
diagnosa diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta berlangsung
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mengekresi insulin. Peningkatan produksi glukosa hati, penurunan
pemakaian glukosa dan lemak oleh otot berperan atas terjadinya
hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Perubahan proses
toleransi glukosa, mulai dari kondisi normal, toleransi glukosa
terganggu dan DM tipe 2 dapat dilihat sebagai keadaan yang
berkesinambungan (Puspa et al., 2017).

4
4. Pathway/Penyimpangan KDM

 Faktor genetik Ketidak seimbangan Gula dalam darah tidak


 Inveksi virus Kerusakan sel beta dapat dibawah masuk dalam
produksi insulin
 Kerusakan imunologik sel

Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme protein


Glukosuria

Diuresis osmotik Viskositas darah ↑ Syok hiperglikemik Kerusakan pada


antibodi

Poliuri→Retensi urin Aliran darah lambat Koma diabetik Kekebalan tubuh



Kehilangan elektrolit Iskemik jaringan Resiko Infeksi Neuropati sensori
perifer
Dehidrasi Keletihan
Ketidak efektifan Perfusi Jaringan Nekrosis luka

Resiko Syok Kehilangan kalori Sel kekurangan bahan BB↓ Ganggren Nyeri akut
untuk metabolime

Kerusakan Integritas Kulit


Defisit Nutrisi Merangsang hipotalamus

Kelemahan Intoleransi Aktifitas


Polidipsi, Polipagia Pusat lapar dan
5. Manifestasi Klinik
Menurut PERKENI gejala dan tanda-tanda DM dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu:
a. Gejala akut penyakit DM Gejala penyakit DM bervariasi pada
setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun
sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
1) Poliphagi.
2) Polidipsi
3) Poliuri
b. Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM
(PERKENI, 2015) adalah:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
3) Rasa tebal dikulit
4) Kram
5) Mudah mengantuk
6) Mata kabur
7) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
8) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
9) Kemampuan seksual menurun
Polineuropati diabetika adalah neuropati diabetika yang
paling sering terjadi. Gejala yang mudah dikenal adalah kelainan
yang sifatnya simetris anatara lain :
a. Gangguan sensori :
- Hilangnyanya akson dan serabut saraf. Gejala nyeri,
parastesia dan hilang rasa timbul saat malam hari. Khasnya
diawali dari jari kaki berjalan ke proksimal tungkai
- Kelainan otot-otot tungkai dan penurunan reflek lutut dan
tumit menjadi lambat.
- Adanya nyeri dan menurunanya rasa terhadap tempeatur
melibatkan serabut saraf kecil dan merupakan predisposisi
terjadinya ulkus kaki.
b. Disfungsi otonom :
- adanya anhidrosis
- atonia kandung kencing
- pupil reaksi lambat
6. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai
mikrovaskuler dan makrovaskuler.
a. Komplikasi mikrovaskuler
1) Kaki diabetik
Faktor terjadinya komplikasi kronik (kaki diabetik) pada
pasien DM yaitu, riwayat penyakit DM yang sudah lama.
Menurut Dimitriadou & Lavdaniti (Hartono, 2019), menyatakan
bahwa untuk mencegah terjadinya kaki diabetik ini yaitu dengan
cara melakukan perawatan kaki terutama bagi mereka yang
mengalami mati rasa, kesemutan di kaki, perubahan bentuk kaki,
serta luka pada kaki.
2) Retinopati
Retinopati adalah terganggunya retina mata sehingga
terjadi kebutaan secara parsial maupun permanen. Apabila retina
terganggu, maka otak tidak dapat memproses gambar yang dilihat
oleh mata. Keluhan yang timbul akibat kerusakan mata adalah
pada penglihatan mata terlihat bayang jaring laba-laba, bayangan
ke abu-abuan, pandangan kabur dan tidak dapat membaca karena
pandangan kabur, (Lathifah, 2017).
3) Nefropati
Nefropati diabetik merupakan komplikasi yang terjadi
pada penderita DM pada ginjal yang memiliki risiko akhir yaitu
sebagai gagal ginjal. Diabetes yang menyerang pembuluh darah
kecil ginjal berakibat pada efisiensi ginjal sehingga penyaringan
darah terganggu. Keadaan normal ginjal tidak dapat ditembus
oleh protein, namun jika sel ginjal mengalami kerusakan maka
7
pembuluh darah dapat dilewati oleh protein dan masuk ke saluran
urin. Keluhan yang timbul pada penderita komplikasi nefropati
adalah pembengkakan pada kaki, sendi kaki, dan tangan, sesak
nafas, hipertensi, bingung atau sukar berkonsentrasi, nafsu makan
menurun, kulit menjadi kering, dan gatal, capek
4) Neuropati
Menurut Kariadi dalam (Lathifah, 2017), neuropati adalah
komplikasi yang terdapat pada syaraf. Neuropati ini mengacu pada
sekolompok penyakit yang menyerang saraf perifer, otonom, dan
spinal. Kadar gula darah yang tinggi mengakibatkan serat saraf
hancur sehingga sinyal ke otak tidak terkirim dengan benar, akibat
dari tidak terkirimnya sinyal tersebut maka hilangnya indera
perasa, meningkatnya rasa nyeri di bagian yang terganggu.
(Anugerah et al, 2019) menyatakan bahwa ketika pasien
mengalami komplikasi neuropati maka syaraf-syaraf telah
mengalami kerusakan sehingga kaki pasien menjadi baal (tidak
merasakan sensasi) dan tidak merasakan adanya tekanan,
injuri/trauma, atau infeksi. Keluhan yang paling sering dirasakan
adalah kesemutan.
b. Komplikasi makrovaskuler
1) Penyakit jantung
Penyakit jantung salah satunya Penyakit Jantung Koroner atau PJK
terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan di dinding nadi
koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga
mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu.
Penderita diabetes mellitus memiliki kadar glukosa yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan viskositas darah. Meningkatnya
viskositas darah ini dapat menyebabkan kerja jantung lebih
berkerja keras. Selain itu tingginya glukosa akan diiringi pula
meningkatnya kadar lemak yang menempel di dinding pembuluh
darah (Utami & Azam, 2019)
8
2) Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg atau
tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg.
Hipertensi pada DM meningkatkan mortalitas serta berperan dalam
mekanisme terjadinya penyakit jantung koroner, gangguan
pembuluh darah perifer, gangguan pembuluh darah serebral dan
terjadinya gagal ginjal.
7. Pemeriksaan Menunjang
a. Kadar glukosa darah
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum pasti DM
Plasma vena >200 100-200
Darah Kapiler >200 80-100
Kadar Gula Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Gula Darah Puasa DM Belum Pasti DM
Plasma vena >150 110-120
Darah kapiler >110 90-110

b. Pemeriksaan Eletrodiagnostik
Eletrodiagnostik (EMG) adalah pemeriksaan Eletrodiagnostik
untuk memeriksa saraf perifer dan oto. Pemeriksaan ini dapat
menunjukan kelainan dini pada ND yang asimtomatik
c. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring.
Tesdiagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi
komplikasi
d. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
1) GDP, GDS
9
e. Tes Diagnostik
Tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa
Darah 2 jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO
f. Tes monitoring terapi
Tes monitoring terapi DM adalah :
- GDP : Plasma vena, darah kapiler
- GD2PP : plasma vena
g. Tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
- Mikroalbuminuria : urin
- Ureum, kreatinin dan asam urat
- Kolesterol total : Plasma vena (puasa)
- Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
- Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
- Trigliserida : plasma vena (puasa).
8. Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan non farmakologi
a. Olahraga yang teratur
Pengaruh olahraga atau aktivitas fisik secara langsung
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemulihan
glukosa otot (seberapa banyak otot mengambil glukosa dari
aliran darah). Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang
tersimpan dalam otot jika glukosa berkurang, otot mengisi
kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini akan
mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga
memperbesar pengendalian glukosa darah (Aditama, 2011).
b. Pola makan yang tepat
Penderita diabetes dianjurkan menerapkan terapi diabetes
dengan syarat:
1) Makanlah pada jadwal teratur
2) Jumlah asupan kalori disesuaikan dengan berat badan, jenis
kelamin, usia, aktifitas fisik, serta kelainan metabolik yang dialami
10
3) Makanlah menu yang beragam, misalnya dalam sehari harus ada
makanan sumber protein, karbohidrat, sayuran, dan buah
4) Batasi konsumsi gula pasir, makanan manis, dan gorengan
5) Hindari makan biskuit, cake, serta makanan lain dan minum
berkalori tinggi sebagai cemilan pada waktu makan
6) Minum air dalam jumlah banyak dan hindari minuman berkalori
seperti soft drink apabila haus
7) Konsumsi protein, vitamin, mineral yang cukup
8) Tambahkan porsi sayur dan buah dua kali lipat di banding
biasanya.

Selain penatalaksanaan diatas terapi nonfarmakologi pada penderita


diabetes mellitus juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman
herbal seperti :
a) Ubi jalar ungu
Karbohidrat yang terkandung pada ubi jalar ungu termasuk dalam
Low Glycamix Index sehingga bila dikonsumsi tidak akan menaikkan
glukosa darah secara drastis.. Zat antosianin yang terkandung dalam ubi
jalar ungu (Ipomoea batatas poiret) dapat dijadikan pilihan terapi diet
non-farmakologi karena kandungannya dapat mengontrol kadar glukosa
darah sehingga dapat mencegah terjadinya resisten insulin pada
pendertita DM.
c. Edukasi/penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
- Penatalaksanaan Faramakologi
a. Terapi dengan insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM
Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas
11
penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak
memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata
memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
b. Obat Antidiabetik Oral
Berdasakan cara kerjanya, obat antidiabetes di bagi menjadi 5
golongan :
1) Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea dan glinid
2) Peningkatan sensitivitas terhadap insulin : metformin dan
tiazolidindion
3) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4) Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukoksidase
alfa DPP-4 inhibitor
9. Prognosis
Menurut (Price & Wilson, 2008), yaitu :
a. Harapan hidup orang yang terkena diabetes pada usia 40 tahun,
5- 10 tahun kurang dari rata-rata populasi.
b. Serangan jantung adalah komplikasi paling bahaya yang sering
menjadi pembunuh pasien diabetes.
c. Dengan kontrol gula yang teratur dan menjaga gaya hidup serta
menjaga kadar lemak dalam darah secara ketat dapat
meningkatkan harapan hidup lebih tinggi.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
1) Kondisi hiperglikemi :

12
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak
kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala,
kram pada daerah ujung jari kaki dan tangan seperti
tertusuk.

2) Kondisi hipoglikemi :
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa
lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri kepala
hebat, kram pada ujung jari kaki dan tangan, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,
gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria
d. Riwayat Penyakit Dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas,
gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi
obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta
bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
f. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan istrahat
- Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram
otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.

13
- Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat
atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma
2) Sirkulasi
- Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark
miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
- Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi
menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
- Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi.
- Tanda : ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
- Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri
tekan abdomen, diare.
- Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus
lemah, hiperaktif pada diare.
5) Makan dan Cairan
- Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
- Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan,
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas
bau aseton
6) Neurosensori
- Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan.

14
- Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma,
gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang
7) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
8) Pernapasan
- Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau
tanpa sputum.
- Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi
meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisiologis
(inflamasi, iskemi, neoplasma) (D.0077)
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (D0056)
(D.0027) (PPNI, 2017)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan
Keperawata Intervensi Rasional
. Kriteria Hasil
n
a. 1.b. Nyeri Akut Tujuan : setelah Manajemen
berhubungan dilakukan tindakan nyeri:
dengan agen keperawatan Observasi :
pencedera diharapkan nyeri 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui

fisiologis menurun. Dengan skala nyeri kualitas nyeri yang

(inflamasi, kriteria hasil : dialami pasien.

iskemi, 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi 2. Membantu dalam

neoplasma) menurun lokasi, mendiagnosis dan

(D.0077) 2. Meringis karakteristik, menentukan

menurun durasi, tindakan yang

3. Gelisah menurun frekuensi, akan dilakukan

kualitas dan
15
intensitas nyeri

3. Identifikasi 3. Untuk mengetahui


respon nyeri mimik wajah yang
non verbal diperlihatkan
pasien saat nyeri
muncul sehingga
bisa menilai skala
nyeri yang
dirasakan pasien
4. Identifkasi
4. Untuk mengetahui
faktor yang
apa saja yang
memperberat
memperburuk dan
nyeri
memperingan
keadaan nyerinya

2. Intoleransi Tujuan : setelah Manajemen


aktivitas dilakukan tindakan Energi :
berhubungan keperawatan Observasi :
dengan diharapkan klien 1. Identifakasi 1. Membantu

kelemahan bisa beraktifitas gangguan fungsi menentukan

kembali dengan tubuh yang derajat kerusakan


normal dengan mengakibatkan dan kesulitan
tujuna dan kriteria kelelahan terhadap keadaan
hasil : yang dialami.
1. Kemudahan
dalam melakukan 2. Monitor 2. Mengidentifikasi
16
aktifitas sehari- kelelahan fisik kekuatan/kelema
hari meningkat dan emosional han dan dapat
2. Keluhan lelah memberikan
menurun informasi
3. Perasaan lemah mengenai
menurun pemulihan.
3. Monitor pola dan
4. Tekanan darah 3. Mengkaji
jam tidur
menurun
perlunya
mengidentifikasi
intervensi yang
4. Monitor lokasi tepat
dan 4. Mengidentifikasi
ketidaknyamana kekuatan/kelema
n selama han dan dapat
melakukan memberikan
aktivitas informasi
mengenai
pemulihan.

Terapeutik :
Terapeutik :
1. Sediakan
1. meningkatka
lingkungan
n
nyaman dan
kenyamanan
rendah stimulus
istirahat serta
(misalnya
cahaya, suara, dukungan

kunjungan) fisiologis/psi

Edukasi : kologis

1. Anjurkan tirah Edukasi :


baring 1. Meningkatkan
kenyamanan
17
istirahat serta
dukungan
fisiologis/psikologi
s.
2. Anjurkan
2. Meminimalkan
melakukan
atrofi otot,
aktifitas secara
meningkatkan
bertahap
sirkulasi,
mencegah
terjadinya
kontraktur.

3. Evaluasi
Pada evaluasi ini dilakukan dengan cara menggunakan metode
SOAP, dan yang paling utama yang dilakukan adalah mengevaluasi
implementasi yang sudah dilakukan sesuai dengan intervensi yang
dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

18
American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses Tgl 11 Juni
2017 Diabetes Bacic. Http://Www.Diabetes.Org/ Diabetes-
Bacics
Huda Amin Dan Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan
Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda,
NIC,NOC Dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta : Media
Action
Livana, Sari, I. P., & Hermanto. (2018). Gambaran Tingkat Persepsi
Pasien Diabetes Mellitus di Kabupaten Kendal. Jurnal
Kesehatan Poltekkes Ternate, 11(2), 48–57.
Muthia Varena. 2019 “ Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan
Diabetes Melitus Di Ruang Rawat Inap Ambun Suri Lantai
3 Rs Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Stikes Perintis
Padang
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NIOC. Yogyakarta: MediAction.
PERKERNI.(2015).Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta :PERKERNI
PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
Dewan Pengrus PPNI. Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Dewan Pengurus PPNI. Jakarta.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Dewan
Pengurus PPNI. Jakarta.
Smeltzer, S.C Dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Sriyati Octoviana Olang. 2019 “ Asuhan Keperawatan
Komprehensif Pada Tn A. H. Yang Menderita Anemia Di
Ruang Komodo Rsud Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Poltekes Kupang
Tarwoto, Dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Mediaq

19

Anda mungkin juga menyukai