Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. DENGAN DIAGNOSA LPB (Low


Back Pain) DI RUANG POLIKLINIK SARAF DI WILAYAH RSAD DR R.
ISMOYO KENDARI

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Dasar Profesi

Disusun oleh :
Dwy Sukma
N202101031

CI LAHAN CI INSTITUSI

Armayani, S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA KENDARI
KENDARI
2021
LBP (Low Back Pain)
A. PENGERTIAN
Low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada
punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal
(punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya yang ada disekitar
tersebut. LBP dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari
luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada testis atau
ovarium (Suma’mur dalam Sitepu, 2015).
Low back pain atau Low Back Pain (LBP) adalah rasa nyeri yang
dirasakan di daerah punggung bawah, dapat menyebabkan dan merupakan
nyeri lokal maupun nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipatan bokong bawah, yaitu di daerah
lumbal atau lumbosacral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah
tungkai dan kaki. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik. (Ayuningtyas,
2012).
B. KLASIFIKASI LBP
Low Back Pain menurut (Agus Hadian Rahim, 2012) diklasifikasikan
menjadi:
1. Nyeri Punggung Spondilogenik. Nyeri tipe ini berasal dari kolumna
vertebrata dan struktur-struktur yang berkaitan dengannya, serta
merupakan penyebab nyeri punggung paling utama. Nyeri biasanya
diperberat dengan pergerakan, dan menjadi lebih ringan dengan istirahat.
Etiologi nyeri dapat berupa suatu lesi yang melibatkan komponen
vertebrata, perubahan sendi sakroiliaka, atau yang paling sering ialah
perubahan pada jaringan lunak (diskus, ligament, otot).
2. Nyeri Punggung Neurogenic. Tegangan, iritasi, atau kompresi terhadap
serabut saraf lumbal menyebabkan pengalihan nyeri ke tungkai, baik
salah satu maupun keduanya. Gangguan serabut saraf merupakan
penyebab utama nyeri neurogenic. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan
penyebab-penyebab lainnya, seperti lesi pada system saraf pusat,
misalnya tumor thalamus. Selain itu, terdapat lesi patologis lain yang
sering menyebabkan kesulitan dalam menegakan diagnosis yaitu
neurofibrilima, neurilemoma, ependimoma, dan beberapa kista yang
mengenai serabut saraf. Lesi-lesi ini biasanya berada pada segmen lumbal
bagian atas, di luar jangkauan pandang pemeriksaan, dan sering
terlewatkan.
3. Nyeri Punggung Viserogenik. Nyeri yang berasal dari kelainan organ-
organ dalam, seperti ginjal atau tumor retroperitoneal. Nyeri punggung
viserogenik tidak diperberat dengan aktivitas dan tidak dengan istirahat.
4. Nyeri Punggung Vaskulogenik. Aneurisma aorta abdominalis atau
penyakit vascular perifer dapat menyebabkan nyeri punggung atau gejala
yang menyerupai sciatica. Nyeri punggung jenis ini diperberat saat
berjalan dan berkurang dengan berdiri diam. Nyeri dapat menjalar ke
tungkai melalui jalur saraf ischiadikus.
5. Nyeri Punggung Psikogenik. Keluhan nyeri punggung psikogenik
terkadang ditemui pada praktek sehari-hari. Gejala sering disertai dengan
emosi yang berlebihan.
C. ETIOLOGI
Berikut ini beberapa hal lain yang dapat menyebabkan nyeri punggung
(Utami, 2017) antara lain:
1. Posisi tubuh yang salah saat mengangkat, membawa, menekan, atau
menarik sesuatu.
2. Perenggangan tubuh yang berlebihan.
3. Posisi duduk yang tidak benar.
4. Membalikkan badan secara tiba-tiba.
5. Berkendara dalam waktu lama atau dalam posisi membungkuk tanpa jeda.
6. Gerakan buruk yang dilakukan berulang-ulang dapat memicu otot bekerja
secara berlebihan.

Faktor risiko LBP dibagi menjadi beberapa faktor berikut:


1. Faktor Individu, meliputi usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, indeks massa tubuh/ IMT, genetik, tinggi badan,
obesitas.
2. Faktor Pekerjaan, meliputi postur kerja, beban kerja, durasi kerja, masa
kerja, repetisi, pekerjaan statis.
3. Faktor Lingkungan, meliputi getaran/ vibrasi, temperatur ekstrim.
D. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya, mekanisme terjadinya Low Back Pain (LBP) disebabkan
karena adanya stimulus nyeri yang ditambahkan dengan sensasi nyeri
sehingga menyebabkan terjadinya Low Back Pain (LBP). Awalnya, stimulus
nyeri tersebut akan menyentuh nosiseptor pada kulit dan organ internal tubuh.
Nosiseptor merupakan ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya
pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimulus
tersebut sifatnya dapat berupa kimia dan mekanik. Stimulus mekanik dapat
berupa obat-obatan yang dapat memberikan rasa nyeri atau zat kimia seperti
nikotin. Nikotin akan mengakibatkan aliran darah pada bantalan antara tulang
pinggang berkurang. Aliran darah yang terhambat meningkatkan resiko
terjadinyanyeri tulang, sedangkan stimulus mekanik dapat berupa
pengangkutan beban berat. Nosiseptor terdiri dari beberapa cabang, saat
stimulus nyeri telah menyentuh nosiseptor maka salah satu cabang dari
reseptor tersebut akan dikirimkan ke pembuluh darah lokal. Setelah masuk ke
pembuluh darah lokal maka akan masuk ke dalam mast cell. Mast cell
merupakan sel yang terdiri dari beberapa jenis jaringan dan berisi banyak
butiran kaya histamin dan heparin. Stimulus tersebut akan merangsang mast
cell untuk melepaskan histamin. Histamin merupakan salah satu substansi
yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri sehingga dapat
meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri.
Dengan adanya histamin tersebut maka sensasi nyeri dapat dirasakan
oleh seseorang. Sensasi nyeri tersebut kemudian akan menyentuh lengkungan
tulang belakang. Akibat kondisi tersebut maka kondisi tubuh menjadi tidak
stabil. Selanjutnya, batang tubuh akan berusaha membantu menstabilkan
tulang belakang kembali. Untuk menstabilkan kondisi tersebut maka otot-otot
abdominal dan toraks akan berkontraksi. Akibat kontraksi otot tersebut maka
menyebabkan terjadinya Low Back Pain.

Pathway
Masalah musculoskeletal, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor

Konraksi punggung

Tulang belakang menyarap goncangan vertikal

Terjadi perubahan sruktur dengan dicsus susun atas fibri fertilgo dan matrik
gelatinus

Otot abdominal dan Fibri kartilago padat


toraks melemah dan tidak teratur

Mobilitas fisik Jarang Penonjilasn diskus/


terganggu bergerak kerusakan sendi pusat

Kerusakan Struktur Menekan akar saraf


mobilitas fisik melemah
Gangguan rasa nyaman
Penumpukan lemak karena
tubuh kurang gerak

Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Badriah dalam Chenny (2012), nyeri punggung bawah dapat
diketahui dengan memperhatikan gejala yang muncul atau dirasakan oleh
penderita yaitu sebagai berikut:
1. Gejala ringan, seperti nyeri mendadak pada tulang belakang, pegal dan
terasa panas.
2. Terasa sakit bila digerakkan baik pada saat membungkuk ke depan dan
belakang, maupun pada saat berputar ke kiri dan ke kanan.
3. Gejala-gejala tadi akan semakin bertambah berat terutama pada saat akan
mengangkat beban berat, mengejan, bersin atau batuk. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya perubahan struktur. Rasa sakit akan menjalar
ke bawah (bagian otot-otot belakang), otot-otot paha bagian belakang dan
kadang-kadang dapat menimbulkan sensasi mati rasa atau kesemutan
yang berat.
4. Pada tingkatan berat dapat mengakibatkan keluhan seperti lumpuh pada
bagian pinggang sampai kaki. Hal ini terjadi karena terjepitnya saraf-saraf
ditulang belakang, yang fungsinya sebagai pusat refleks gerak sederhana,
sehingga terjadi kelumpuhan total.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Utami (2012), beberapa hal yang harus dilakukan adalah antara lain:
1. Inspeksi. Pada inspeksi yang peru diperhatikan:
a. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulasi,
pelvis yang miring atau asimetris, muskular paravertebral atau pantat
yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
b. Observasi punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak apakah ada
hambatan selama melakukan gerakan.
c. Pada saat penderita menanggalkan atau mengenakan pakaian, apakah
ada gerakan yang tidak wajar atau terbatas.
d. Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring
dan bangun dari berbaring.
e. Perlu dicari kemungkinan adanya atrofi otot, fasikulasi,
pembengkakan, perubahan warna kulit.
2. Palpasi dan Perkusi
a. Pada palpasi, terlebih dahulu diraba daerah yang sekitarnya paling
ringan rasa nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah yang terasa
paling nyeri.
b. Ketika meraba kolumna vertebralis, dicari kemungkinan adanya
deviasi ke lateral atau anterior posterior
3. Pemeriksaan Neurologik. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
memastikan apakah kasus nyeri pinggang bawah adalah benar karena
adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain.
a. Pemeriksaan sensorik. Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh
gangguan pada salah satu saraf tertentu maka biasanya dapat
ditentukan adanya gangguan sensorik dengan menentukan batas-
batasnya, dengan demikian segmen yang terganggu dapat
diketahui.Pemeriksaan sensorik ini meliputi pemeriksaan rasa rabaan,
rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi). Bila ada
kelainan maka tentukanlah batasnya sehingga dapat dipastikan
dermatom mana yang terganggu.
b. Pemeriksaan motorik. Dengan mengetahui segmen otot mana yang
lemah maka segmen mana yang terganggu akan diketahui, misalnya
lesi yang mengenai segmen L4 maka m.tibialis anterior akan menurun
kekuatannya. Pemeriksaan yang dilakukan :
- Kekuatan Fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari, dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi, sementara pemeriksaan menahan
gerakan tadi
- Perhatikan atrofi otot
- Perlu perhatikan adanya fasikulasi (kontraksi involunter yang
bersifat halus) pada otot-otot tertentu
c. Pemeriksaan reflek. Reflek tendon akan menurun pada atau
menghilang pada lesi motor neuron bawah dan meningkat pada lesi
motor atas. Pada nyeri punggung bawah yang disebabkan HNP maka
reflek tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau
menghilang.
- Refleks lutut/ patela: lutut dalam posisi fleksi (penderita dapat
berbaring atau duduk dengan tungkai menjuntai), tendo patela
dipukul dengan palu refleks. Apabila ada reaksi ekstensi tungkai
bawah, maka refleks patela postitif. Pada HNP lateral di L4-L5,
refleksi ini negatif.
- Refleks tumit/achiles : penderita dalam posisi berbaring, lutut
dalam posisi fleksi, tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya,
dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian
tendo achiles dipukul. Apabila terjadi gerakan plantar fleksi maka
refleks achiles positif. Pada HNP lateral L5-S1, refleksi ini
negatif.

Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu


menegakkan diagnosa LBP antara lain:
1. Tes Laseque (straight leg raising). Tungkai difleksikan pada sendi
coxae sedangkan sendi lutut tetap lurus. Saraf ischiadicus akan
tertarik. Bila nyeri punggung dikarenakan iritasi pada saraf ini
maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini,
mulai dari pantat sampai ujung kaki.
2. Tes Bragard. Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque.
Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi
kaki. Bila nyeri punggung dikarenakan iritasi pada saraf ini maka
nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini, mulai
dari pantat sampai ujung kaki.
3. Tes Sicard. Sama seperti tes laseque namun ditambah dorsofleksi
dari ibu jari kaki. Bila nyeri punggung dikarenakan iritasi pada
saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan
saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.
4. Tes Patrick. Pada tes ini Pasien berbaring, tumit dari salah satu
kaki diletakkan pada sendi lutut tungkai yang lain. Setelah ini
dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi
keluar.Bila timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada suatu sebab
yang non neurologik misalnya coxitis. Tes ini dilakukan pada
kedua kaki.
5. Tes Kontra Patrick. Dilakukan saat pasien tidur terlentang, sama
halnya dengan melakukan tes patrick akan tetapi kaki di rotasi ke
dalam (internal). Tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki
dan bagian lateral dari lutut.Setelah itu lakukan penekanan pada
sendi lutut ke rotasi dalam. Apabila nyeri timbul (+) menunjukkan
sumber nyeri di sacroiliaka.
6. Tes Valsalva. Pasien disuruh menutup mulut dan hidung
kemudian meniup sekuat-kuatnya. Hasil positif pada hernia
nukleus pulposus (HNP).
G. PENATALAKSANAAN
Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering
terjadi karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penanganan
terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan penyebabnya
(kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk menghilangkan
rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis).
1. Secara kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya.
Misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan
vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang menderita
LBP akan disarankan untuk mengurangi konsumsinya.
2. Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untuk
menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada
kasus LBP karena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang
berfungsi untuk mengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk
pengobatan simptomatis lainnya kadang-kadang memerlukan campuran
antara obat-obat analgesik, anti inflamasi, NSAID, obat penenang, dan
lain-lain.
H. KOMPLIKASI
1. Depresi, pada pasien low back pain memiliki kecendrungan mengalami
depresi sehingga akan berdampak pada gangguan pola tidur, pola makan,
dan aktivitas sehari-hari klien. Apabila depresi yang dialami pasien
berlangsung lama akan dapat menghambat waktu pemulihan low back
pain.
2. Berat badan, pasien low back pain biasanya akan mengalami nyeri yang
berat dibagian punggung bawah yang menyebabkan aktivitas dan gerakan
pasien terhambat. Akibat terhambatnya aktivitas dan gerakan pasien dapat
menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas. Selain itu, low back
pain dapat mengakibatkan lemahnya otot. Lemahnya otot akibat hanya
berdiam dalam 1 porsi akan mengakibatkan akumulasi lemak dalam tubuh
menjadi banyak.
3. Low back pain dapat menyebabkan kerusakan saraf terutama masalah
pada vesika urinaria sehingga pasien dengan low back pain akan
menderita inkontinensia.

KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identistas Klien. Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa,
alamat.
2. Keluhan Utama. Biasanya pasien mengatakan nyeri punggung akut
maupun kronis lebih dari 2 bulan, nyeri sat berjalan dengan menggunakan
tumit, nyeri menyebar ke bagian bawah belakang kaki.
3. Riwayat Penyakit Sekarang. Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan
dirasakan, kapan timbulnya keluhan & apakah menetap atau hilang
timbul, hal apa yang mengakibatkan terjadinya keluhan, apa saja yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan, tanyakan pada klien
apakah klien sering mengkomsumsi obat tertentu atau tidak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu. Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah
menderita penyakit yang sama sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami kecelakaan atau trauma, apakah klien pernah menderita
penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya.
5. Riwayat Pekerjaan. Faktor resiko ditempat kerja yang banyak
menyebabkan gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat,
penanganan dan cara pengangkatan barang, posisi atau sikap tubuh
selama bekerja, dan kerja statis.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum. Meliputi : baik, jelek, sedang.
2. Tanda-tanda Vital. Meliputi tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu.
3. Antropometri. Meliputi: berat badan, tinggi badan.
4. Sistem Pengindraan. Mata (lapang pandang), Hidung (kemampuan
penciuman), Telinga (keadaan telinga dan kemampuan pendengaran).
5. Sistem Pernapasan. Pernapasan, bersihan jalan nafas, kualitas, suara,dan
bunyi tambahan ronchi, wheezing.
6. Sistem Kardiovaskuer. Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan
frekuensi, bunyi jantung.
7. Sistem Gastrointestinal. Nilai kemampuan menelan, nafsu makan dan
minum, peristaltik usus dan eliminasi.
8. Sistem Integumen. Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, dan warna
permukaan kuku.
9. Sistem Muskuloskletal. Bentuk kepala, ekstermitas atas dan bawah.
10. Sistem Endokrin. Keadaan kelenjer tyroid, suhu tubuh, frekuensi urine.
11. Sistem Reproduksi. Nilai keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem
reproduksi.
12. Sistem Neurologis.
a. Fungsi cerebral.
b. Status mental : orientasi, daya ingat, dan bahasa.
c. Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan
Gaslow Coma Scale (GCS).
d. Kemampuan bicara.
e. Fungsi kranial
- Nervus I (Olfaktorius) : Suruh klien menutup mata dan menutup
salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang
berbeda (misalnya jeruk nipis dan kapas alkohol).
- Nervus II (Optikus) : Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa
diskus optikus, penglihatan perifer.
- Nervus III (Okulomotorius) : Kelopak mata terhadap posisi jika
terbuka, suruh klien mengikuti cahaya.
- Nervus IV (Troklearis) : Suruh klien menggerakan mata ke arah
bawah dan ke arah dalam.
- Nervus V (Trigeminus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang
ketika klien merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap
kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakan klien dapat
merasakan sentuhan diatas pipi (bayi muda menoleh bila area
dekat pipi disentuh) dekati dari samping, sentuh bagiang mata
yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk
menguji refleks berkedip dan refleks kornea.
- Nervus VI (Abdusen) : Kaji kemampuan klien untuk menggerakan
mata secara lateral.
- Nervus VII (Fasialis) : Uji kemampuan klien untuk
mengidentifikasi larutan manis (gula), asam (lemon). Kaji fungsi
motorik dengan cara tersenyum dan menglihatkan giginya.
- Nervus VIII (Vestibulocochlearis) : Uji pendengaran.
- Nervus IX (Glosofaringeus) : Uji kemampuan klien untuk
mengidentifikasi rasa pada lidah.
- Nervus X (Vagus) : Kaji klien refleks menelan, sentuhkan
tongspatel pada lidah ke posterior faring untuk menentukan refleks
muntah, jangan menstimulasi jika ada kecurigaan epiglotitis.
- Nervus XI (Asesorius) : Suruh klien memutar kepala ke samping
dengan melawan tahanan, minta klien untuk mengangkat bahunya
kemudian kita tahan apakah klien mampu untuk melawannya.
- Nervus XII (Hipoglasus) : Minta klien untuk mengeluarkan
lidahnya, periksa deviasi garis tengah, dengarkan kemampuan
anak untuk mengucapkan ‘R’.
f. Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot.
g. Fungsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.
h. Fungsi cerebrum : Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Neurologik.
a. Eletromiografi (EMG), dilakukan bila dicurigai adanya disfugsi
radiks.
b. Somatosensory Evoked Potensial (SEP) berguna untuk stenonosis
kanal dan mielopati spinal.
2. Radiologik.
a. Foto polos, untuk mengesampingkan adanya kelainan tulang.
b. Mielografi, Mielo-CT, CT-scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),
untuk mencari penyebab nyeri antara lain tumor, HNP perlengketan.
3. Laboratorium.
a. Laju Endap Darah, darah perifer lengkap, C-reactive protein, faaktor
rheumatoid, alkalin fosfatase, kalsium (atas indikasi).
b. Urinalisis, untuk penyakit non spesifik seperti infeksi, Liquor Serebro
spinalis (atas indikasi).
D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhungan dengan agen injuri.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, fisiologis.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kekakuan otot.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit.
5. Kurang pengetahuan berhungan dengan tidak mengetahui sumber
informasi.
E. INTERVENSI

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensiif
agen injuri fisik keperawatan 3x24 jam pasien
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
tidak mengalami nyeri.
Kriteria hasil : 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
2. Melaporkan bahwa nyeri
4. Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang dengan
5. Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui
menggunakan manajemen
pengalaman nyeri
nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menetukan intervensi
3. Mampu mengenali nyeri
7. Ajarkan teknik non farmokologi nafas dalam, relaksasi,
4. Menyatakan rasa aman setelah
distraksi, kompres hangat/ dingin.
nyeri berkurang
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Tanda vital dalam rentang
9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
normal
berapa lama nyeri akan berkurang, dan antisipasi
6. Tidak mengalami gangguan
ketidaknyamanan dari prosedur
tidur
10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan tubuh keperawatan 3x24 jam 2. Kaji intake dan output klien
berhubungan dengan faktor ketidakseimbangan nutrisi
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
biologis teratasi.
Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
1. Albumim serum
4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
2. Pre albumim serum
untuk mengandung konstipasi
3. Hematokrit
5. Kaji tanda-tanda vital klien
4. Hemoglobin
6. Berikan makanan sering tapi sedikit pada klien
5. Total iron binding capacity
7. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6. Jumlah limfosit
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor mual dan muntah
10. Anjurkan banyak minum.
Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan
berhubungan dengan nyeri keperawatan 3x24 jam gangguan
lihat respon pasien saat latihan
mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
1. Klien meningkat dalam
ambulansi sesuai
aktifitas fisik
2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien dalam perubahan gerak
peningkatan mobilitas
4. Observasi/ kaji terus kemampuan gerak motorik, dan
3. Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatakan keseimbangan
kekuatan dan kemampuan
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
berpindah
4. Memperagakan penggunaan 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara
alat bantu
mandiri
7. Berikan alat bantu jika diperlukan
Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan
berhubungan dengan gejala terkait keperawatan 3x24 jam pasien
2. Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
penyakit menunjukan rasa nyaman.
Kriteria Hasil : 3. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
1. Mampu mengontrol
mengurangi takut
kecemasan
2. Status lingkungan yang 4. Lakukan back/ neck back
nyaman
5. Dengarkan dengan penuh perhatian
3. Mengontrol nyeri
4. Kualitas tidur dan istirahat 6. Identifikasi tingkat kecemasan
adekuat
7. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
5. Status kenyamanan meningkat
6. Dapat mengontrol ketakutan kecemasan
7. Support social
8. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
9. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
10. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Kurang pengetahuan berhungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
dengan tidak mengetahui sumber keperawatan 3x24 jam pasien
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
informasi. menunjukan pengetahuan tentang
proses penyakit. berhubungan dengan anatomi fisisologi, dengan cara yang
Kriteria Hasil :
tepat
1. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
menyatakan pemahaman
penyakit, dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program 4. Gambarkan poses penyakit dengan cara yang tepat
pengobatan
5. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
2. Pasien dan keluaraga mampu
menjelaskan kembali apa yang 6. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
dijelaskan perawat/ tim
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
kesehatan
F. Implementasi
Implementasi adalah suatu serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kedalam suatu kamus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2012).
G. Evaluasi
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap keberhasilan rencana
keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien. Tahap ini
merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai