DI SUSUN OLEH :
P07120217060
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Acute coronary syndrome (ACS) atau sindrom koroner akut (SKA) merupakan
suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri
dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, biasanya
disebabkan oleh adanya plak aterosklerotik. Acute coronary syndrome adalah istilah
untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-segmen
elevasi miokard infark, dan elevasi ST-segmen infark miokard (Nurulita, Bahrun, & Arif,
2011).
B. Klasifikasi
Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave.
Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada
beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan tipe
infark transmural. Sedangkan infark yang non Q-wave menggambarkan infark yang
terjadi hanya pada lapisan subendokardium. Pada saat ini istilah yang dipakai adalah
STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial
infarction), dan angina pectoris tidak stabil. Ketiganya merupakan suatu spectrum klinis
yang disebut sindrom koroner akut. Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama,
hanya berbeda derajat keparahannya. Adanya elevasi segmen ST pada EKG
menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada
seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada kondisi STEMI dan angina
pectoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner (Myrtha, 2012).
Gambaran EKG Biomarker Tingkat keparahan
STEMI Oklusi thrombus
ST elevasi
total
NSTEMI Terdapat sumbatan
ST depresi
thrombus dengan
T inverted
nekrosis minimal
UAP ST depresi Thrombus
Normal
T inverted parsial/intermitten
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri:
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus tidak mereda, biasanya diatas
region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak dapat
tertahankan lagi.
c. Nyeri ini sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus
ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual serta muntah.
g. Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menumpulkan pengalaman nyeri).
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO2) atau kelainan irama jantung.
E. Pemeriksaan penunjang lainnya
1. Echocardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya fungsi
vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasounds.
2. Foto thorax
Roentgen tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada bendungan
paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi ventrikel
3. Elektrolit: ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas,misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih : leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi: meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA ,
menunjukkan inflamasi
6. AGD : dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai
penyebab IMA.
8. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)
Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x-ray
yang mengetahui sumbatan pada arteri koroner
9. Tes Treadmill
10. Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas.
F. Penatalaksanaan intrahospital
1. Pasang infus intravena: dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
2. Pantau tanda vital: setiap ½ jam sampai stabil, kemudian tiap 4 jam atau sesuai
dengan kebutuhan, catat jika frekuensi jantung < 60 kali/mnt atau > 110 kali/mnt;
tekanan darah < 90 mmHg atau > 150 mmHg; frekuensi nafas < 8 kali/mnt atau > 22
kali/mnt.
3. Aktifitas istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan
mobilisasi sesuai toleransi setelah 12 jam.
4. Diet: puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung
(kompleks karbohidrat 50-55% dari kalori, monounsaturated dan unsaturated fats <
30% dari kalori), termasuk makanan tinggi kalium (sayur, buah), magnesium
(sayuran hijau, makanan laut) dan serat (buah segar, sayur, sereal).
5. Medika mentosa :
Oksigen nasal mulai 2 l/mnt: dalam 2-3 jam pertama; dilanjutkan jika saturasi
oksigen arteri rendah (< 90%)
Mengatasi rasa nyeri: Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap
lima menit sampai dosis total 20 mg, atau Petidin 25-50 mg intravena, atau
Tramadol 25-50 mg intravena. Nitrat sublingual/patch, intravena jika nyeri
berulang dan berkepanjangan.
6. Terapi reperfusi (trombolitik) streptokinase atau tPa:
Tujuan: door to needle time < 30 menit, door to dilatation < 60 mnt.
Rekomendasi:
Elevasi ST > 0,1 mV pada dua atau lebih sadapan ekstremitas
berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75
tahun; Blok cabang berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard
akut.
Dosis obat-obat trombolitik:
Streptokinase: 1,5 juta UI dalam 1 jam; Aktivator plasminogen jaringan
(tPA): bolus 15 mg, dilanjutkan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam
jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit.
7. Antitrombotik :
Aspirin (160-325 mg hisap atau telan)
Heparin direkomendasi pada:
Pasien yang menjalani terapi revaskularisasi perkutan atau bedah.
Diberikan intravena pada pasien yang menjalani terapi reperfusi dengan
alteplase: dosis yang direkomendasikan 70 UI/kgBB bolus pada saat mulai
infus alteplase, dilanjutkan lebih dari 48 jam terbatas hanya pada pasien
dengan risiko tinggi terjadi tromboemboli sistemik atau vena.
Diberikan intravena pada infark non-Q.
Diberikan subkutan (SK) 2 x 7500 UI (heparin intravena merupakan
trombolitik yang tidak ada kontraindikasi heparin). Pada pasien fibrilasi atrial,
riwayat emboli, atau diketahui ada trombus di ventrikel kiri.
Diberikan intravena pada pasien yang mendapat terapi obat-obat trombolitik
non-selektif (streptokinase, anisreplase, urokinase) yang merupakan risiko
tinggi terjadinya emboli sistemik seperti di atas. Keterangan: heparin
direkomendasikan ditunda sampai 4 jam dan pada saat itu diperiksa aPTT.
Heparin mulai diberikan jika aPTT < 2 kali kontrol (sekitar 70 detik),
kemudian infus dipertahankan dengan target aPTT 1,5-2 kali kontrol (infus
awal sekitar 1000 UI/jam). Setelah 48 jam dapat dipertimbangkan diganti
heparin subkutan, warfarin, atau aspirin saja.
8. Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau intravena.
9. Obat pelunak tinja: laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml.
10. Terapi tambahan: Penyekat beta; jika tidak ada kontraindikasi. Penghambat.
11. ACE terutama pada: IMA luas atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi,
12. riwayat infark miokard. Antagonis kalsium: diltiazem pada IMA non-Q.
G. Komplikasi
a. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-
perubahan listrik jantung sebagai akibat ischemia pada tempat infark atau pada daerah
perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif
atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
b. AV Blok
c. Gagal jantung (pump failure)
Pada IMA, pump failure maupun gagal jantung kongestif dapat timbul sebagai akibat
kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dengan atau tanpa aritmia.
Penuran cardiac output pada pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi
perifer berkurang. Peningkatan resistensi perifer sebagai kompensasi menyebabkan
beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal jantung ini
ialah syok kardiogenik.
d. Emboli/tromboemboli
Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung dengan kongesti vena, disertai tirah
baring yang berkepanjangan merupakan faktor predisposisi trombosis pada vena-vena
tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan
kemunduran hemodinamik (DVT). Embolisasi sitemik akibat trombus pada ventrikel
kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam aneurisma ventrikel
kiri.
e. Ruptura
Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan
kemunduran hemidinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan
normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke
dalam kavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang
cepat timbulnya.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Pasien yang mengalami infark miokard (biasanya disebut serangan jantung) memerlukan
intervensi medis dan perawatan segera dan mungkin tibdakan penyelamatan nyawa
misalnya : pengurangan nyeri dada atau pencegahan disritmia. Untuk pasien seperti ini,
beberapa pertanyaan terpilih mengenai nyeri dada dan gejala yang berhubungan (seperti
napas pendek atau palpitasi), alergi obat, dan riwayat merokok ditanyakan bersamaan
dengan pengkajian kecepatan, irama jantung, tekanan darah, dan pemasangan pipa infus.
2. Pengkajian fisik
a. Aktifitas
Gejala: kelemahan, kelelahan,tidak dapat tidur,pola hidup menetap, jadwal olahraga
tidak teratur
Tanda: takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas.
b. Sirkulasi
Gejala: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri coroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus
Tanda:
TD: dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
Nadi: dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
Bunyi jantung: bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau complain ventrikel.
Murmur: bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
Friksi: dicurigai perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema: distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
Warna: pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
c. Integritas ego
Gejala:
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
Perasaan ajal sudah dekat
Marah pada penyakit atau perawatan
Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
d. Eliminasi
Tanda: normal, bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan
Gejala:
Mual
Kehilangan nafsu makan
Bersendawa
Nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda:
Penurunan turgor kulit
Kulit kering/berkeringat.
Muntah.
Perubahan berat badan.
f. Higiene
Gejala atau tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala:
Pusing
Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda:
Perubahan mental
Kelemahan
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral).
Lokasi :tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
Kualitas : “crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
Intensitas :biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
Catatan: nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
g. Pernafasan
Gejala :
Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
Dispnea nocturnal
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
Peningkatan frekuensi pernafasan
Nafas sesak / kuat
Pucat, sianosis
Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
h. Interaksi sosial
Gejala : kesulitan koping dengan stressor yang ada.
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang.
3. Pengkajian Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium.
- CKMB
- cTn
- Mioglobin
- CK
- LDH
b. Pemeriksaan diagnostik: Echocardiogram dan Elektrokardiografi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu (NANDA International, 2015):
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokard
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja ventikuler.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan, hiperventilasi
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan sirkulasi pulmonal
5. Kelebihan volume cairan berhubungan denganpeningkatan natrium/ retensi air
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber pengetahuan
8. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
C. RENCANA KEPERAWATAN
Bulechek, G. M., Butcher , H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
intervention clasification. Oxford: Elsevier.
Doenges, M. E., & Morhouse , M. F. (2010). Rencana Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing out come clasification
edisi kelima (5th ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Trans.) Philadelphia: Elsevier.
NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan, definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
Nurulita, A., Bahrun, U., & Arif, M. (2011). Perbandingan kadar apolipoprotein B dan fraksi lipid sebagai
faktor risiko sindrom koroner akut. JST Kesehatan , 1 (1), 94-100.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Vol
2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 vol. 2.
Jakarta: EGC.