Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

1. Definisi
a. Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik
(inflammatory systemic reaction) yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri,
virus, jamur atau parasit. Selain itu, sepsis dapat juga disebabkan oleh adanya
kuman-kuman yang berproliferasi dalam darah dan osteomielitis yang menahun.
Efek yang sangat berbahaya dari sepsis adalah terjadinya kerusakan organ dan
dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ.
b. Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi,
parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis,
dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir
menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).
c. Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala klinis
yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi sepsis
masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-gai macam
definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat ini telah dibuat
standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai
usaha untuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis, mengobati, dan
membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam terminologi yang baru,
sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic Inflamatory Response Syndrome”
(SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP 2004).

2. Etiologi
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram
negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi
jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab- penyebab lain dari infeksi atau
agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-
bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam
(contohnya kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.).
Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya)
kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung ke dalam aliran darah,
sehingga menyebar ke hampir segala sistem organ lain. Sepsis bisa disebabkan oleh
mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram
positif, gram negatif, jamur, dan virus. Bakteri gram negatif yang sering
menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp,
dan Proteus Sp. Bakteri gram negatif mengandung liposakarida pada dinding selnya
yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah,
endotoksin dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimia yang merugikan dan
mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya syok
sepsis. Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus,
streptococcus dan pneumococcus. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin
yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan
endotoksin.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat
yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya
ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Sepsis dapat dipicu oleh
infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis
infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

3. Patofisiologi dan Pathway


Sepsis merupakan hasil interaksi yang kompleks antara organisme patogen
dan tubuh manusia sebagai pejamu. Tinjauan mengenai sepsis berhubungan dengan
patofisiologi yang kompleks untuk mengilustrasikan gambaran klinis akan suatu
hipotensi yang berat dan aliran darah yang terbendung akibat terbentuknya
mikrotrombus di dalam sistem kapiler. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi organ
yang kemudian dapat berkembang menjadi disfungsi dari beberapa organ dan
akhirnya kematian.
Proses molekuler dan seluler dari pejamu sebagai respon terhadap sepsis
adalah berbeda-beda tergantung dari jenis organisme yang menginvasi (organisme
Gram-positif, organisme Gram-negatif, jamur, atau virus). Respon pejamu terhadap
organisme Gram-negatif dimulai dengan dikeluarkannya lipopolisakarida, yakni
endotoksin dari dalam dinding sel bakteri Gram-negatif, yang dikeluarkan saat proses
lisis. Organisme Gram-positif, jamur dan virus memulai respon pejamu dengan
mengeluarkan eksotoksin dan komponen-komponen antigen seluler.
Kedua substansi tadi memicu terjadinya kaskade sepsis yakni dimulai dengan
pengeluaran mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi adalah
substansi yang dikeluarkan dari sel sebagai hasil dari aktivasi makrofag. Hasilnya
adalah aktifnya sistem koagulasi dan sistem komplemen. Kerusakan utama akibat
aktivasi ini terjadi pada endotel dan menyebabkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombus. Akibat aktivasi endotelium, terjadi peningkatan jumlah reseptor
trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada lesi tersebut. Lesi
pada endotel berhubungan dengan proses fibrinolisis yang terganggu. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya jumlah reseptor pada permukaan sel yang diperlukan
untuk sintesis dan pemunculan molekul antitrombotik.
PATHWAY SEPSIS
4. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi Kardiovaskular
1) Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi
Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin, kinin, histamine
dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan
meningkatnya permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume
intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian mengurangi
volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan
volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak
mencukupi untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang
tidak mencukupi sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan oleh
sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan
vascular tertentu, mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa
jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu
terjadi respon inflamasi massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler
karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan
organ dan endotel yang tidak dapat pulih.

2) Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi
ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan miokardial,
yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah satu penyebabnya.
Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal
yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan
responsivitas terhadap katekolamin.

Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic.
Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan TVS yang
rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai
dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan TVS disebut sebagai syok
hipodinamik.

Cardiovascular changes associated with septic shock and the effects of fluid
resuscitation.
A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,
C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular management of
septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)

b. Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang
melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine
merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini
selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya
edema interstisial.
Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin
secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan
lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet
teragregasi yang bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular,
menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya metabolism selular. Selain
itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya dengan
menipisnya faktor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi untuk menjadi
koagulasi intravaskular disemanata.

c. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolik yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein,
dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal
syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi
ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia
karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya
eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang
sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk
digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak
mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan
selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak
organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress
syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf
pusat. Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ
akan meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat
karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak
peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler
atau nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit neurologik fokal dapat
terjadi akibat meningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit sehingga menyumbat
aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan
intra serebral.

Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik

Variable Umum

Temperature >38.3 c atau < 36 c

HR > 90x/mnt

Takipnea

Penurunan status mental

Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam

Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non


diabetes

Variabel inflamasi

WBC >12000,<4000 mm

C reaktif protein meningkat

Procalcitonin plasma meningkat

Variabel heodinamik

Sistolik BP <90 mmHg/

MAP < 70 mmHg

d. Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak
langsung. Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan
hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan
menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim
pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya
cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan pertukaran
gas dan terjadi hipoksemia.

5. Klasifikasi
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konferensi dari Members of the American
College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consen-sus Confrence
Committee. American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine
Consensus Confrence untuk berbagai macam manifestasi infeksi.
a. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi karena
adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh organisme
ini.
b. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
c. Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua atau
lebih dari keadaan berikut ini:
1) Septik syok temperatur lebih dari 38C atau kurang dari 36C
2) Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
3) Takipneu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2 kurang dari 32
mmHg.
4) Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3atau ku-rang dari
4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil imatur.
d. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau
hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi tidak
terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut.
e. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan
disfungsi dari beberapa organ.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala umum dari sepsis adalah:
a. Demam atau hipotermia
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:
a. Perubahan sirkulasi
b. penurunan perfusi perifer
c. Takikardi
d. Takipneu
e. Hipotensi
7. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi penurunan status
mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang semakin berat. Vital sign pada fase
hiperdinamik terdapat peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada
rentang normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi
penurunan suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


1) Pulmonal : batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi sputum,
hemoptysis
2) Genitourinary : Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat penyakit
prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau testicular, aborsi.
3) CNS : Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat autitis
media / sinusitis.
4) GI/Intra abdomen : Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice,
5) Kulit : Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus dekubitus,
riwayat drakius,
6) Cardiovaskular : Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan
congenital.
7) Muskuloskeletal : Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah
persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama fraktur terbuka,
riwayat pembedahan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV, diabetes, gangguan autoimun, kanker).

8. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Neurosensori
Subyektif :
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Obyektif :
1) Perubahan mental
2) Kelemahan
3) Nyeri

b. Sistem Kardiovaskuler
1) Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil curah
jantung tetap meningkat).
2) Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah hilang,
takikardi ekstrem (syok).
3) Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan elektrolit.
4) Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik
(vasokontriksi).

c. Sistem Pencernaan
Diare, Anoreksia, Mual, Muntah, Penurunan berat badan juga kadang terjadi pada
penderita sepsis dengan pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat.

d. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen


Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah persendian, otot atau tulang.
Riwayat trauma terutama fraktur terbuka, riwayat pembedahan.

e. Sistem Pernafasan:
1) Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan
2) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
3) Peningkatan frekuensi pernafasan
4) Nafas sesak / kuat
5) Pucat, sianosis

f. Sistem Eliminasi
Penurunan haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah oliguri, anuria.
Umumnya disertai diare, namun tidak jarang pula konstipasi terjadi pada pasien
sepsis.

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme penyebab


sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling efektif. Ujung
jalur kateter intravaskuler mungkin diperlukan untuk memindahkan dan
memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan
leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang
mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia) dapat
terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati atau
sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-genesis
dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam
metabolisme.
g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam
tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi.
i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan
SDM.
j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara
bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen /
organ pelvis.
k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia
yang menyerupai infark miokard.

10. Penatalaksanaan Medik


Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian
terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan
kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup
pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan
vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65
mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan
vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %,
dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan hematokrit
optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila
MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit.

Algoritma early goal directed therapy


Sumber : Rivers 2001

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life Support
(ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi tahap sebagai berikut:

a. Stages ABC: Immediate Stabilization


Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan
keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen
Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara
agresif, baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid.
Jangan mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver
kompensasi.
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan
ventilasi mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan
ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman
oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah:
kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan
kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir selalu
diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen
oleh otot-otot pernafasan, bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi
mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.

b. Stage C: re-establishing the circulation


Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis
dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal
adalah upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi
pohon vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi
volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis.
Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat ringer.
Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke
interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous .
Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena
hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringer laktat tidak aman
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati parah.
c. Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh mana
sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan
antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme
yang terlibat.

d. Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C


Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien
diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi
kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen
yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.

e. Step F = Find and control the source of infection


Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda
harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan
detektif yang lebih luas. Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan
sebagai bagian dari penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut
perlu dilakukan, yang biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic
lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi
terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan
dikendalikan.

f. Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation


- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi
- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan
restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan
oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan
lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri
g. Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of
organ failure.
- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -
menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran
tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk
membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan
darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status
volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH, defisit
dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua perfusi tubuh
dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus bertahap
mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.

h. Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications


Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula darah
dan monitor adanya adrenal insufisiensi. Pasien sakit kritis di unit perawatan
intensif memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan
harus berupaya untuk melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi
pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain itu,
penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme untuk
menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids
dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang
diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan central
line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji
betul manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.

i. Step J = Justify your therapeutic plan


- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah
dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah
stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa
kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat memberikan
risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan
hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk melakukan penyapihan
penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik harus dilakukan. Jika pasien
tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus mempertanyakan
mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi.

j. Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are


there secondary sources of infection/inflammation.
- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai
sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang
harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda
infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi baru
cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh
dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak
lambung.

k. Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood


sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis
in renal failure
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa
bila ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit multisistem
dipengaruhi oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan
ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan hidup.
Stepwise approach to sepsis and septic shock
11. Analisa Data

No Etiologi
Analisa Data Diagnosa Keperawatan
.
1. DS: Invasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga pasien mengatakan pasien menderita
sakit kronis, demam Pelepasan endotoksin
atau eksotoksin

DO (f.risiko):
Respon sistemik tubuh
a. adanya penyakit kronis terhadap infeksi
b. penekanan sistem imun
c. pertahanan primer yang tidak adekuat (luka, trauma SEPSIS
jaringan kulit)
d. pertahanan sekunder inadekuat (Hb turun, leukopenia) Stimulasi sel imun tubuh
e. prosedur infasif
f. malnutrisi produksi sitokin
proinflamasi berlebih

Risiko infeksi
2. DO/DS: SEPSIS Risiko Syok
a. hipotensi
b.hipovolemia Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
c. hipoksemia kinin, histamin)
d.hipoksia
e. infeksi Vasodilatasi,
f. sepsis peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler
menurun

Volume sirkulasi efektif


menurun

TVS menurun

CO meningkat u/
kompensasi

Asedemia laktat

Penurunan responsivitas
terhadap katekolamin
fs. jantung terganggu
(fraksi ejeksi ventrikel
turun, gangguan
kontraktilitas)

risiko syok
3. DS: SEPSIS Ketidakefektifan Perfusi
Perubahan sensasi Jaringan Perifer
Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
DO:
kinin, histamin)
a. TD turun/hipotensi
b. RR meningkat respon inflamasi masif di
c. CRT >2 detik jaringan vaskuler
d. akral ekstremitas dingin
e. kulit pucat agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin
f. edema ekstremitas
g. nadi lemah
penyumbatan kapiler

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
4. DS: - SEPSIS Gangguan Pertukaran
Gas
neutrofil teraktivasi
DO:
a. Pernafasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman) infiltrasi di jar. pulmonal
b. Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) dan vaskuler
c. hiperkapnia
d. hipoksemia akumulasi cairan
ekstravaskuler di paru
e. hipoksia
f. takikardi
edema pulmonal

kompliance paru
menurun

gg. pertukaran gas

12. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
a. Risiko Infeksi
b. Risiko Syok
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
d. Gangguan Pertukaran Gas
13. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko Infeksi NOC : NIC : Infection Control


Risk Control: Infectious  Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan
DS: Process keluar dari ruangan pasien
Pasien atau keluarga pasien Setelah dilakukan tindakan  Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan pada pasien
mengatakan pasien keperawatan selama .......  Kolaborasi dengan tenaga medis pemberian terapi antibiotic
menderita sakit kronis, jam, diharapkan klien dapat  Monitor kerentanan terhadap infeksi
demam terhindar dari risiko infeksi

DO (f.risiko):
Kriteria Hasil:
a. adanya penyakit kronis
 Suhu DBN (36,5-37,50C)
b. penekanan sistem imun
c. pertahanan primer tidak  Jumlah leukosit DBN

adekuat (luka, trauma  Tidak terdapat tanda-

jaringan kulit) tanda infeksi yang

d. pertahanan sekunder semakin memburuk

tidak adekuat
e. prosedur invasif
f. malnutrisi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko Syok NOC : NIC : Shock Management


Risk Control:
 Monitor TTV, tekanan darah ortostatik, status mental dan urine
Shock Prevention
Setelah dilakukan tindakan output
keperawatan selama …...  Monitor nilai laboratorium sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan
DO/DS:
jam diharapkan klien dapat yang inadekuat (misalnya peningkatan kadar asam laktat, penurunan
a. hipotensi terhindar dari risiko syok, pH arteri)
dengan kriteria hasil :
b. hipovolemia  Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan kebutuhan (NaCl 0,9%;
 Tekanan darah DBN
c. hipoksemia RL; D5%W)
(110-130/70-90 mmHg)
d. hipoksia  Nadi DBN  Berikan medikasi vasoaktif
(70-90x/menit)  Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik
e. infeksi  RR DBN (16-20  Monitor trend hemodinamik
x/menit)  Monitor frekuensi jantung fetal (bradikardia bila HR <110
 Suhu DBN (36,5- kali/menit) atau (takikardia bila HR >160 kali per menit)
37,50C)
berlangsung lebih lama dari 10 menit
 Hb DBN (12 – 18
gr/dL)  Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD dan monitor
 CRT < 3 detik oksigenasi jaringan
 Dapatkan patensi akses vena
 Berikan cairan untuk mempertahankan tekanan daarah atau cardiac
output
 Monitor penentu pengiriman oksigen ke jaringan (SaPO2, level Hb,
cardiac output)
 Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan tekanan darah, atau
abnormalitas tekanan arteri sistemik yang rendah misalnya pucat,
cyanosis atau diaphoresis
 Monitor tanda dan gejala gagal nafas (rendahnya PaO2, peningkatan
PCO2, kelumpuhan otot pernafasan)
 Monitor kadar glukosa darah dan tangani bila ada abnormalitas
 Monitor koagulasi dan complete blood count dengan WBC
differential
 Monitor status cairan meliputi intake dan output
 Monitor fungsi ginjal (nilai BUN dan creatinin)
 Lakukan pemasangan kateter urinaria
 Lakukan pemasangan NGT dan monitor residu lambung
 Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan perfusi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC : Circulation Care


Jaringan Perifer Circulation Status  Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
 Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan
DS: Setelah dilakukan tindakan fisik
Perubahan sensasi keperawatan selama .......  Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
jam diharapkan perfusi  Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin
DO: jaringan perifer klien  Pantau parestesia, kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
a. TD turun/hipotensi meningkat, dengan Kriteria
 Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda
b. RR meningkat Hasil:
 Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
c. CRT >2 detik • TD DBN
saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi
d. akral ekstremitas • RR DBN
 Ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk
dingin • CRT < 3 detik
mengetahui perubahan integritas kulit
e. kulit pucat • akral ekstremitas hangat
f. edema ekstremitas • warna kulit tidak pucat
g. nadi lemah • ekstremitas tidak edema
• kekuatan nadi normal
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran NOC : NIC :


Gas Respiratory Status: Gas  Kaji pola pernapasan pasien Monitor TTV
Exchange  Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
 Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam, laporkan
DS: - Setelah dilakukan tindakan
perubahan tingkat kesadaran.
keperawatan selama .......  Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
DO: jam diharapkan kondisi kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
a. Pernafasan abnormal klinis klien terkait  Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji
perlunya CPAP atau PEEP.
(kecepatan, irama, pertukaran gas membaik,
 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
kedalaman) dengan kriteria hasil:  Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan
b. Warna kulit abnormal • Pernafasan normal peningkatan atau penyimpangan
(pucat, kehitaman) (kecepatan, irama,  Pantau irama jantung
 Berikan cairan parenteral sesuai hasil kolaborasi
c. hiperkapnia kedalaman)
 Berikan obat-obatan sesuai pesanan: bronkodilator, antibiotik,
d. hipoksemia • Warna kulit normal steroid.
e. hipoksia (tidak pucat/kehitaman)  Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan
f. takikardi • RR DBN oksigen.

• Hb DBN
• Nadi DBN
• BGA normal
DAFTAR PUSTAKA

Djer, M Mulyadi. 2015. Penanganan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Operasi (Kardiologi
Intervensi) Petunjuk Praktis Menangani Pasien dan Mengedukasi Keluarga. Jakarta :
Sagung Seto
Hudak galo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik edisi IV. Jakarta : EGC.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L. 2006. Critical care nursing diagnosis and
management. Mosby : USA.
Monahan, Sand, Neighbors. 2007. Phipps Medical surgical nursing. Mosby : St Louis.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA International. 2012. Nanda International: Nursing Diagnosis 2012-2014. USA :
Willey Blackwell Publication.
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
PDSPDI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai