Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN BEDAH PORTOFOLIO

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SEPSIS

Disusun Oleh:

Kamila Furqani Djibran

111 2018 1002

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan
inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),
sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.

Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan
produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.

Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF) mengenai hampir 750. 0000
penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Angka
kematian oleh karena sepsis berkisar 9,3 % dari seluruh penyebab kematian di Amerika Serikat,
setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh lebih tinggi dari
kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara.

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag,
sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi

2
disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan
gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dapat memahami Sepsis dan Syok Sepsis mulai
dari definisi, penyebab hingga penatalaksanaannya.

1.2. Batasan Masalah

Dalam referat ini membahas tentang Sepsis dan Syok Sepsis mencakup definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosis.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami tentang Sepsis dan Syok Sepsis
sekaligus sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUP DR M. DJAMIL Padang.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang
berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia,
takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
• Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)
• Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
• Tachycardia (pulse >100/menit)
• >10% cell immature
• Suspected infection
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).

Derajat Sepsis
1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut:
a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b) Takipnea (resp >20/menit)
c) Tachycardia (nadi >100/menit)
4
d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e) >10% cell imature
2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS
3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria.
4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau
penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).
5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi
sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan
(Guntur, 2008).

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis


Sindroma sepsis Syok Sepsis
Takipneu, respirasi >22x/m Sindroma sepsis ditambah dengan
Takikardi >90x/m gejala:
Hipertermi >38 C Hipotensi 90 mmHg
Hipoksemia Tensi menurun sampai 40 mmHg dari
Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam baseline dalam waktu 1 jam

2. 2 Epidemiologi
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS
yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara
300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena
adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui
namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor
predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme,
leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde,
infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang
sering di ruang ICU.

5
2. 3 Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan
produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal
(anonim, 2008).
Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena
pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan
imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter
intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta
meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik (Anonim,
2001).

2. 4 Patofisologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram
negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal
dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui
berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat
oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan
CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear
factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi
yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan
menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan
peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang
menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen
presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam
jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih (Calandra, 2003).

6
Peran Sitokin pada Sepsis
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi
mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih,
yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit,
makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti
komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain
mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi,
reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Widodo,
2004).
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah
TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi.
Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi
TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi
molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1,
PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan
mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2),
tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan
angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain
yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen (Nelwan, 2004).
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis
berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi (Hotckin, 2003).

Peran Komplemen pada Sepsis


Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons
imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada
sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan
fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada
reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi
pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan
ekspresi faktor jaringan (Widodo, 2004).

7
Peran NO pada Sepsis
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada
sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa
hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit.
Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif
dengan vasopresor (Widodo, 2004).

Peran Netrofil pada Sepsis


Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh
mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat,
walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. (Widodo, 2004). Netrofil seperti pedang
bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun
pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap
kerusakan organ. (Hotckin, 2003). Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat
fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan
jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif (Hotckin, 2003).
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps
kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.
Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihat
sebagai edema.
Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan
melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman
(anonim, 2008).
Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF
merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan
perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus.

8
Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi
(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri,
gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Khei Chen, 2006).

2. 5 Gejala Klinik
1. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.
2. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras
dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas
hangat.
3. Disertai tanda-tanda sepsis.
4. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan
status mental.

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,
takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis
(tersangka sepsis).
Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka
sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia,
trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat
dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok
(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan
penurunan tekanan darah).
Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan
darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume
intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. (anonim, 2008)

Perubahan hemodinamik

9
Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik
relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian
ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume
intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi
otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik)
terganggu.
Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan
volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada
sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya
aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik
(vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi
oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga
kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2
(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic
dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.
Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia,
mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan
(produksi energi dalam keterbatasan oksigen) (Guntur, 2008).

2. 6 Diagnosis
Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai
pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan
keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan
mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita – wanita dengan
resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah
menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan
keberhasilan hidup pasien.
Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi,
tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan
lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan

10
kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala
gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC
adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi
terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria
dan proteinuria.
Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui
pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat
virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A
streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

2. 7 Penatalaksanaan

Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam
mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab (berdasarkan
pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam memberikan terapi
antimikroba empirik.1,5,6

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,


mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan
inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi
bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.

1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi
cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6
jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan
saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70%
dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk
mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20
μg/kg/menit).6

11
Banyak pasien syok sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon
pertama harus ndiberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Untuk mencapai
cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan
darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian
vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit. Dopamin diberikan bila
sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110
mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan
MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/ KgBB/menit. Bila
masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit, tetapi di
kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor
masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan
vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin)

2. Eliminasi sumber infeksi


Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan
prostesis yang terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi
yang adekuat.6

3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah
kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas
melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber
sepsis.6 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan
antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki
keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat
pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.1
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa
terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.

Indikasi terapi kombinasi yaitu:

12
• Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui
• Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni
• Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas
aureginosa, enterokokus)

4. Terapi suportif
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
b. Terapi cairan
• Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,6
• Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
• Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar
Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan
renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
c. Vasopresor dan inotropic
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai
dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan
darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin
0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-
0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit,
dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase
inhibitor (amrinone dan milrinone).1
d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1
e. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila

13
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1
f. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan
penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin.1
g. Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas
sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai
kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana
insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah
pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih
perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.
h. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi).
Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan
supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi
mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin,
antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan,
tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal merupakan
harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat
meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF antibodi
hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik dengan
antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai profilak dan
mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun terapeutic window-
nya sempit. Pemberian HA-1A Human monoclonal antibody sebaiknya

14
dipertimbangkan pada pasien sepsis yang penyebabnya dicurigai bakteri Gram
negative, terutama pada sumber infeksi saluran cerna dan saluran kemih yang
sering disebabkan kuman Gram negatif (Mansjoer, 2001).

i. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis
50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok,
kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.6

Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapat


menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia
pemberian dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam
sampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan peningkatan angka mortalitas
(Root, 1991). Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan
hanya dapat memperbaiki keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angka
mortalitas (Sprung,1984; Bone, 1987; Hinshaw 1987; Cohen, 1991).

5. Modifikasi respons inflamasi


Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida);
antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF;
metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein,
selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ,
G-CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi).
Endogenous activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi,
koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk
rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan
mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.

2. 8 Komplikasi

Multiple Organ Failure

15
DIC FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0 dengan
rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin
- Perdarahan

Respirotary Distr.Syndrome Hipoksemia

Acute Renal Failure Kreatinin > 2,0 ug/dl


Na. Urin 40 mmol/L
Kelainan prerenal sudah disingkirkan
Hepatobilier disfunction Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)
Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali
harga
normal

Central Nervous System Disf.. GCS < 15

2. 9 Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata-rata
40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering
mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa
dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi
mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung
ireversibel dan fatal.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,
takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis
(tersangka sepsis).
Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka
sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia,
trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat
dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok
(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan
penurunan tekanan darah).
Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan klinik yang membutuhkan reaksi
cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Terapi yang diberikan berupa resusitasi, eliminasi
sumber infeksi, terapi antimikroba, dan terapi suportif.

3.2 Saran

Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan baik sangat penting dilakukan untuk
mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi sehingga dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada kasus sepsis dan syok sepsis ini.

17

Anda mungkin juga menyukai