Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN AKHIR TUGAS

KEPERAWATN MEDIKAL BEDAH


DENGAN KASUS SEPSIS

NUR HALIMAH, S.kep


1901031020

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. G DENGAN DIAGNOSA MEDIS
SEPSIS DI RUANG ICU
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

NUR HALIMAH, S.kep


1901031020

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020

LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Sepsis adalah respon
inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam organisme yang
infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan virus.
Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu
rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi
bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok(Norwitz,2010).
Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health
Organization) pada tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang
perawatan intensif pada negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan.
Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal seperti ini
juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia
bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi,
infeksi kuman akan meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik
adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis.
Pada tahun 2004, WHO menerbitkan laporan mengenai beban penyakit global,
dan didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab tersering dari
kematian pada negara berpendapatan rendah.
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of the
American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consen-
sus Confrence Committee.American College of Chest Physician/Society of
Critical Care Medicine Consensus Confrence untuk berbagai macam manifestasi
infeksi. Adapun derajat sepsis yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi
karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh
organisme ini.
2. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3. Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua
atau lebih dari keadaan berikut ini:
 Septik syok temperatur lebih dari 380C atau kurang dari 360C
 Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
 Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2 kurang
dari 32 mmHg.
 Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm 3atau ku-
rang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil imatur.
4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau
hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi tidak
terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut.
5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan
disfungsi dari beberapa organ.

2. ETIOLOGI
Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes,
penyakit infeksi utama yang ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia,
tuberkulosis, hepatitis, diare, malaria.
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis
yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram
positif adalah 5-15% dari kasus
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita
yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi
dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab
sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan
humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri
tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi
yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida,
yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan interleukin
1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat
sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh.Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

3. PATOFISIOLOGI
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal
dari respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh.10 Bersamaan dengan kondisi
ini, abnormalitas sirkular seperti penurunan volume intravaskular, vasodilatasi
pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen sistemik dengan
kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok.
Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia,
penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan
patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang
cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai
penanganan awal.
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal
ini akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan
antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil
yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi
mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi
endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor,
interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit
oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.9 Sitokin
proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6
akan mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan
Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi
dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses
trombosis dan inflamasi.
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses
tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan
terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan
kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan
hipoksia jaringan global.9 (Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di
bawah ini)
4. PATHWAY

Infeksi kuman

Bakteri gram (-): Bakteri gram (+): infeksi


saluran empede, kulit, saluran respirasi, luka
terbuka seperti luka bakar
saluran
gastrointestinum

Disfungsi dan kerusakan


endotel dan disfungsi organ
multipel

sepsis

Perubahan Terhambatnya Terganggunya


Perubahan fungsi
ambilan dan fungsi sistem penrcernaan
miokardium
penyerapan O2 mitokondria
terganggu
Kontraksi Nafsu makan
jantung menurun menurun
Suplai O2 Kerja sel
terganggu menurun

Penurunan respon Ketidakseimbanga


Curah jantung
sesak imun n nutrisi kurang
menurun
dari kebutuhan
tubuh

Gangguan Resiko
Suplai O2 pertukaran gas infeksi
menurun
Merangsang sintesa
Zat pirogen beredar dan pelepasan zat
dalam darah pirogen oleh leukosit
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer Aktivasi
Peningkatan prostaglandin
Hiperter suhu tubuh
mi
5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction
6. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Kardiovaskular
1) Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang
terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin,
kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut
juga dapat menyebabkan meningkatnya permeabelitas kapiler,
mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus membrane
yang bocor, Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
2) Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi
ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan
miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah
satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh
keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya
asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan
TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk
kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan TVS
disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic shock and the effects
of fluid resuscitation.
A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,
C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular
management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)
2. Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang
melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine
merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini
selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya
edema interstisial.

3. Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung.
Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi
pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan
menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim
pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya
cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan
pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

4. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein,
dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada
awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang
menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi
hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan lemak
perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.

tabel 3. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik


Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes
Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sistolik BP <90 mmHg/
MAP < 70 mmHg
SVO2 > 70 %
Variabel perfusi jaringan
Laktat serum >1mmol/L
CRT> 2 detik
Variable gangguan organ
Pa O2/FiO2 <300
Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam
Kreatinin > 0,5 mg/dl
INR> 1.5 atau aPTT>60 detik
Platelet <100000mm
Hiperbilirubin > 4 mg/dl

Sumber : Levy MN et all:2001,Crit Care Med 31:1250,2003.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateterintravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti
oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita
(berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
genesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan
selulaer dalam metabolisme.
g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein
dan SDM.
j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan
udara bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi
abdomen / organ pelvis.
k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.

8. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
I. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut
setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara nafas
crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan
tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai
dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2
cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang
semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan
suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat
>100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh < 37
C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia,
takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas
dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi
sputum, hemoptysis
2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat
penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau
testicular, aborsi.
3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat
autitis media / sinusitis.
4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice,
5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan
congenital.
7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada
daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama
fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
II. Database
a. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status
2. Vital sign
3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4. Heent. Sinusitis, otitis media
5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7. Suara jantung. Takikardi, murmur.
8. Abdomen. Abdominal tenderness
9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.

b. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
c. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

9. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pendekatan ABCDE
Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU
Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya
tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan
AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan
tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan


Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus
dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
 Penurunan fungsi ginjal
 Penurunan fungsi jantung
 Hyposia
 Asidosis
 Gangguan pembekuan
 Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

B. PengkajianUmum
1. Aktifitas: Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
 Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil curah
jantung tetap meningkat).
 Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah
hilang, takikardi ekstrem (syok).
 Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan
disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan
elektrolit.
 Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik
(vasokontriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi urine,
perkembangan ke arah oliguri,anuria.
5. Nyeri/Kenyamanan: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau ketidak
nyamanan, urtikaria,pruritus.
6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,pengguna-an
kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal
pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.
Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema.
Ruam eritema macular
7. Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal.
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
8. Pendidikan kesehatan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya
hati,ginjal,sakitjantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive,
luka traumatic.Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang ).
C. Rencana Intervensi Keperawatan
No. Dx. Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko Syok Tujuan: NIC: shock management
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor TTV, tekanan darah ortostatik, status
diharapkan klien dapat terhindar dari risiko syok mental dan urine output
NOC: Risk Control: Shock Prevention 2. Monitor nilai laboratorium sebagai bukti
Kriteria Hasil: terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat
 Tekanan darah DBN (110-130/70-90 mmHg) (misalnya peningkatan kadar asam laktat,
 Nadi DBN (70-90x/menit) penurunan pH arteri)
 RR DBN (16-20 x/menit) 3. Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan
 Suhu DBN (36,5-37,50C) kebutuhan (NaCl 0,9%; RL; D5%W)
 Hb DBN (12 – 18 gr/dL) 4. Berikan medikasi vasoaktif
 CRT < 3 detik 5. Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik
6. Monitor trend hemodinamik
7. Monitor frekuensi jantung fetal (bradikardia
bila HR <110 kali/menit) atau (takikardia
bila HR >160 kali per menit) berlangsung
lebih lama dari 10 menit
8. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD
dan monitor oksigenasi jaringan
9. Dapatkan patensi akses vena
10. Berikan cairan untuk mempertahankan
tekanan daarah atau cardiac output
11. Monitor penentu pengiriman oksigen ke
jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac output)
12. Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan
tekanan darah, atau abnormalitas tekanan
arteri sistemik yang rendah misalnya pucat,
cyanosis atau diaphoresis
13. Monitor tanda dan gejala gagal nafas
(rendahnya PaO2, peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot pernafasan)
14. Monitor kadar glukosa darah dan tangani bila
ada abnormalitas
15. Monitor koagulasi dan complete blood count
dengan WBC differential
16. Monitor status cairan meliputi intake dan
output
17. Monitor fungsi ginjal (nilai BUN dan
creatinin)
18. Lakukan pemasangan kateter urinaria
19. Lakukan pemasangan NGT dan monitor
residu lambung
20. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan
perfusi
21. Berikan dukungan emosional kepada keluarga
22. Berikan harapan yang realistic kepada
keluarga
2. Risiko Infeksi Tujuan: NIC: Infection Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam 1. Instruksikan pengunjung untuk mencuci
diharapkan klien dapat terhindar dari risiko infeksi tangan saat memasuki dan keluar dari
NOC: Risk Control: Infectious Process ruangan pasien
Kriteria Hasil: 2. Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan
 Suhu DBN (36,5-37,50C) pada pasien
 Jumlah leukosit DBN 3. Kolaborasi dengan tenaga medis pemberian
 tidak terdapat tanda-tanda infeksi yang semakin terapi antibiotic
memburuk 4. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Gangguan pertukaran Tujuan: NIC: Acid Base management, Respiratory
gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Monitoring
diharapkan kondisi klinis klien terkait pertukaran gas 1. Kaji pola pernapasan pasien Monitor TTV
membaik 2. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan
NOC: Respiratory Status: Gas Exchange hiperkapnia
Kriteria Hasil: 3. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran
 Pernafasan normal (kecepatan, irama, kedalaman) setiap jam, laporkan perubahan tingkat
 Warna kulit normal (tidak pucat/kehitaman) kesadaran.
 RR DBN 4. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji
 Hb DBN adanya kecenderungan kenaikan dalam
 Nadi DBN PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
 BGA normal 5. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik
sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
6. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi
nafas setiap jam
7. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada
harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
8. Pantau irama jantung
9. Berikan cairan parenteral sesuai hasil
kolaborasi
10. Berikan obat-obatan sesuai pesanan:
bronkodilator, antibiotik, steroid.
11. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan
penurunan kebutuhan oksigen.
4. Ketidakefektifan Tujuan: NIC: Circulation Care
perfusi jaringan perifer Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap
diharapkan perfusi jaringan perifer klien meningkat sirkulasi perifer
NOC: Circulation Status 2. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri
Kriteria Hasil: saat melakukan latihan fisik
 TD DBN 3. Pantau status cairan termasuk asupan dan
 RR DBN haluaran
 CRT < 3 detik 4. Pantau perbedaan ketajaman atau
 akral ekstremitas hangat ketumpulan, panas atau dingin
 warna kulit tidak pucat 5. Pantau parestesia, kebas, kesemutan,
 ekstremitas tidak edema hiperestesia dan hipoestesia
 kekuatan nadi normal
6. Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena
profunda
7. Anjurkan pasien atau keluarga untuk
memantau posisi bagian tubuh saat pasien
mandi, duduk, berbaring atau mengubah
posisi
8. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui
perubahan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
2013. Hal. 65
Bakta, I.M., & Suastika, I.K. (2012). Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. .
Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi, 2015, EGC, Jakarta Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan
dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi Bahasa Indonesia, 2015, EGC, Jakarta
Hudak galo, 2008 keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and management,
Mosby, USA.
Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda, NIC,
NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta
Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu penyakit dalam,
PDSPDI. Jakarta.
World Health Organization. Indonesia: WHO statistical profile. [Internet]. 2015. [cited 2020 Mei
11]. Available from: URL: http://www.who.int/gho/countries/idn.pdf?ua=1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
Jl. Karimata No. 49 Telp.(0331) 336728 Fax. 337957 Kotak Pos 104 Jember 68121

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Tgl / jam MRS : 14-05-2020 Ruang : ICU


Tgl. Pengkajian : 15-05-2020 No. Register : 0-81-0x-xxx
Diagnosa Medis : Sepsis

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. G Suami / Istri / Orang tua :
Umur : 55 th Nama : Ny. D
Pekerjaan : Karyawan
Jenis Kelamin : Laki-Laki swasta
Agama : Islam Alamat : Jember
Suku / Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa Penanggung jawab :
Pendidikan : SMA Nama : Ny. D
Pekerjaan : Buruh Alamat : Jember
Status : Menikah
Alamat : Jember

B. KELUHAN UTAMA
Pasien Mengeluh Sesak

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sebelum masuk rumah sakit tanggal 14-05-2020 jam 09:00 keluarga mengatakan klien
demam, sesak nafas, mual, dan perut kembung dan didiagnosa dengan obstruksi febris.
Beberapa lama kemudian sekitar jam 11:30 keadaan klien semakin memburuk lalu keluarga
dibawa ke UGD rumah sakit dr. Soetomo surabaya. Klien nampak kesulitan bernafas dan
sesekali memegangi perutnya, petugas langsung memberikan pertolongan pada klien . klien
butuh perawatan intensive dan harus di pindah ke ruang ICU tanggal 15-05-2020.

Upaya yang telah dilakukan : -


Terapi yang telah diberikan : -

D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


Keluraga Klien mengataka klien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit yang sama
seperti klien dan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan dan menular.
Genogram :

Keterangan:
Laki-laki
Perempuaan
Garis hubungan
Pasien
Meninggal

F. Perilaku dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Kesehatan


Klien mempunyai kebiasaan merokok dan ngopi

G. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Saat sakit keluarga klien mengatakan membeli obat di apotik dekat rumah jika sakit
tak kunjung sembuh pergi berobat ke pelayanan kesehatan terdekat

2. Pola nutrisi dan metabolisme


N
KEBIASAAN SBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
O
Jenis makanan Susu/ sonde
1
Nasi, lauk, sayur dan
Frekuensi buah 3x/hr
2
3 x sehari
Nafsu makan -
3
Makanan Baik -
4
kesukaan Bakso -
5
Makanan -
pantangan

3. Pola eliminasi
BAK
Karakteristik
No BAK Sebelum Sakit Selama Sakit
1 Frekuensi : sehari 4x 3x sehari -
2 Jumlah : 750 cc 750 cc 250cc
3 Karakteristik Kuning bau khas Kuning
4 Alat Bantu : - - Cateter

BAB
1 Frekuensi : belum BAB 1x Blm BAB
2 Konsistensi Lembek -
3 Karakteristik Kuning , bau khas -

4. Pola aktifitas
Dibantu
Aktivity Daily Living (Mandiri, dibantu sebagian, dibantu total)
Makan/minum : dibantu sebagian
Berpakain : dibantu
Toileting : dibantu
Mobilisasi di tempat tidur : dibantu
Berpindah : dibantu
Ambulasi : dibantu
Respon tubuh terhadap aktifitas : Tubuh merasa lelah

5. Pola istirahat – tidur


Durasi : 7-8 jam

6. Pola kognitif dan persepsi sensori


Kognitif : klien tidak dapat menceritakan sakitnya tetapi di bantu oleh keluarga
Persepsi : klien dapat menjawab pertanyaan dari perawat dengan dibantu oleh
keluarga

7. Pola konsep diri


Citra Tubuh : Klien merasa tidak nyaman dengan kondisinya sekarang
Identitas Diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh,
Harga diri : Aktivitas klien dibantu dan klien hanya istirahat di tempat tidur
Ideal Diri : Klien mengatakan ingin cepat pulang dan berkumpul dengan keluarga
Peran Diri : Klien sebagai kepala rumah tangga

8. Pola hubungan – peran


Hubungan klien dengan keluarga harmonis

9. Pola fungsi seksual – seksualitas


Klien memiliki seorang putra dan seorang putri

10. Pola mekanisme koping


Keluarga klien mengatakan saat ada masalah selalu bermusyawarah dengan
keluarga

12. Pola nilai dan kepercayaan


Klien beragama islam dan rajin beribadah
H. STATUS MENTAL ( PSIKOLOGIS)
Klien mengatakan ingin cepat sembuh

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan / penampilan
umum :
Kesadaran : Apatis GCS : 3-4-4
BB sebelum sakit : 58 kg TB : 170cm
BB saat ini : 55 kg BB ideal: 63kg
Status gizi : 17,3%
Tanda– tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg Suhu :39,9 0C
N : 120x/mnt RR : 40 x/mnt
2. Pengkajian Nyeri
Skala Nyeri : - Lokasi: - Frekuensi : -
Gambaran Nyeri : -
Tanda Objektif : -
Respon emosional : -
Cara mengatasi nyeri : -

Kepala & Leher


Rambut: sedikit kotor & tampak beruban, wajah tampak gelisah, mukosa bibir
kering, konjungtiva merah muda
Lehe: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
distensi vena jugularis

4. Thorax (dada)
Pemeriksaan Paru Pemeriksaan Jantung
I : bentuk dada simetris I : ictus cordis tidak Nampak
P : tidak ada nyeri tekan P : ictus cordis teraba di ICS 4-5
P : sonor P : Pekak
A : suara nafas vesikuler A : S1 S2 tunggal

5. Abdomen
I : Simetris, acites (-)
P : tiak ada Nyeri tekan
P : Timpani
A : BU >10x/menit

6. Tulang belakang
Tidak ada kelainan tulang belakang

7. Ekstrimitas
- Terpasang infus di tangan kanan
- Akral hangat
- CRT <3 detik
Kekuatan otot: 4
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

8. ntegumen
Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi, turgor kulit menurun, kulit tampak kusam

9. Genetalia dan anus


terpasang kateter

6. Pemeriksaan neurologis
- Respon buka mata : 4
- Berbicara : 4
- Motorik : 4
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


pH 7,3
pO2 132,2
pCO2 44,6
HCO3 26
sat 99 99
BE 0,7
Laktat 4,1

Elektr
Na 139
K 2,8
Cl 102
Ca 6,9
Mg 1,7

Hematologi
Hb 11,7
Ht 35
L 29.000
Tr 194.000
Ur 29
Cr 1,3
GDA 148
Alb 2,4
SGOT 14
SGPT 40
PCT 61.5

K. TERAPI
Efek
Nama Obat Rute Dosis Samping
1. inf Rl
2. Dumin 2x1
3. kalfoxim 2x1
4. lanoxin 1x0,5
2x1
5.Gastridin 1x30cc
6.Opilax 1x10
7.Lexoberan tetes
Rontgen :
Paru normal
Thorax foto : Pleuropneumonia kiri
CT Scan abdomen: meteorismus, tak tampak udara bebas, tak jelas tanda-tanda ileus
obstruksi

Lainya :
EKG

Jember, 15 Mei 2020


Mahasiswa,

Nur HAlimah
NIM : 19 0103 1020
A. Analisa Data

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Suplai oksigen Hambatan Pertukaran
Klien mengataka sesak
terganggu Gas
saat bernafas, demam dan
perut kembung
DO :
 Gelisah
 Sesak
 RR 40 x/menit
 N 123 x/menit
 K/U apatis
 GDA 148
 PH 7,37 mmHg
Pernafasa cuping
hidung

2. Aktifasi Hipertemi
DS :
Klien mengataka demam prostaglandin
DO :
 Suhu 39,9 ºC
 TD : 100/60 mmHg
 N : 123 x/menit
 Nafas cepat
 RR 40 x/menit
 Turgor kulit hangat

Risiko Infeksi
3. DS : Peningkatan kadar
Klien mengatakan perut
leukosit
berasa kembung,
demam, dan lemas
DO :
 Leukosit 29.000
 Trombosit 194.000
 KU lemah
 Apatis
 Turgor kulit dingin
 Suhu 39,9 ºC
N 123 x/menit
B. Diagnosa Keperawatan
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
1. Hambatan pertukaran gas b.d Suplai oksigen terganggu Nur
Halimah

2. Hipertermi b.d Aktivasi prostaglandin Nur


Halimah

3. Resiko infeksi b.d meningkatnya kadar leukosit Nur


Halimah
C. Rencana Tindakan Keperawatan
TGL & DIAGNOSA TUJUAN DAN
RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF
JAM KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
15-05-2020 Hambatan pertukaran Tujuan: 1. Monitoring 1. Monitoring Nur
gas b.d Suplai oksigen Setelah dilakukan a. RR a. Pernafasan baik
08.00 WIB Halimah
terganggu tindakan keperawatan, b. Retraksi dinding dada b. Untuk memonitor
diharapkan pola nafas c. Kebutuhan oksigen keadaan pernafasan
klien efektif d. Pola nafas c. Mengembalikan nafas
KH: e. Keadaa umum paten
- RR 40 x/menit – 2. Manajemen d. Meningkatka
60 x/menit a. Posisikan klien untuk kenyamanan klien
- Retraksi dinding meringankann 2. Manajemen
dada (-) ventilasi a. Memaksimalkan
- Kebutuha oksigen b. Bersihkan mulut dan ventilasi
- Pola nafas normal hidung b. Menjaga ada tidaknya
KU baik c. Atur pemberian sumbatan
tekanan O2 c. Udara yang masuk
d. Ciptakan lingkungan sesuai kebutuhan
yang aman d. Memaksimalkan O2
3. Edukasi kepada keluarga masuk
tentang pentingnya pola e. Keadaa umum baik
nafas 3. Keluarga memahami
4. Kolaborasi dengan tim tentang pentingnya pola
medis pemberian O2 nafas
yang optimal 4. lakukan kolaborasi
pemberian oksigen untuk
mengatasi pola nafas klien
TGL & DIAGNOSA TUJUAN DAN
RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF
JAM KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
15-05- Hipertermi berhubungan Tujuan: Fever treatment : 1. Guna mengethaui suhu Nur
2020 dengan Aktivasi setelah dilakukan 1. Monitoring suhu tubuh pasien Halimah
08.00 WIB prostaglandin intervensi 2x24 jam sesering mungkin 2. Perubahan warna kulit
suhu tubuh pasien 2. Monitoring warna dan merupakan indikator
kembali normal suhu kulit peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil: 3. Monitoring WBC,Hb
3. Untuk mengetahui
1. Ku: Baik keadaan umum pasien
dan Hct 4. Untuk mengetahui
2. Mukosa bibir
lembab 4. Monitoring intake kecukupan nutrisi
3. Suhu tubuh output pasien
36,5-37,5oC 5. Beri kompres pada 5. Kompres dapat
lipatan paha dan axila menurunkan suhu tubuh
6. Kolaborasi pemberian pasien
Antipireutik Cairan 6. Memaksimalkan asupan
intravena cairan pasien
7. Supaya suhu tubuh
7. Monitoring suhu berkala
pasien dapat terpantau
8. Tingkatkan intake cairan
dengan baik
dan nutrisi 8. Agar kebutuhan nutrisi
pasien tercukupi
TGL & DIAGNOSA TUJUAN DAN
RENCANA TINDAKAN RASIONAL PARAF
JAM KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
15-05- Risiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Monitoring 1. Monitoring Nur
berhubungan dengan tindakan keperawatan, a. TTV a. Mengetahui kondisi
2020 Hallimah
peningkatan leukosit diharapkan pasien b. Tanda – tanda infeksi da perkembangan
08.00 WIB mampu menekan 2. Managemen klien
resiko infeksi a. Pertahankan b. Mengetahui tanda-
KH : lingkungan bersih tanda infeksi
b. Mengganti pakaian 2. Manajemen
1. Suhu tubuh c. Menjaga hygine klien a. Untuk lingkungan
normal 36,5 ºC – agar tetap bersih yang aman dan
37,5 ºC d. Selalu cuci tangan nyaman
2. Nadi 120 x/menit sebelum dan sesudah b. Mencegah terjadinnya
– 160 x/menit kontak dengan klien infeksi dan iritasi
3. Tidak ada tanda- e. Membatasi jumlah c. Mencegah infeksi
tanda infeksi pengunjung d. Mencegah terjadinnya
4. Hygine klien 3. Berikan edukasi pada infeksi
bersih keluarga pentingnya e. Mencegah terjadinnya
personal hygine dan hand infeksi dari luar
hygine pada keluarga masuk
4. Lakukan kolaborasi 3. keluarga mengetahui
dengan dokter bila perlu tentang penurunan
tingkat infeksi
4. melakukan kolaborasi
untuk menangani kondisi
klien
D.

IMPLEMENTASI

TGL/JAM Dx. NO TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


15/05/2020
16.00 BHBS
1,2,3 1.
R/ klien dan keluarga kooperatif
Posisikan klien untuk meringankann ventilasi
1,2 2.
R/ posisikan semi fowler
Pemberian oksigenasi
1,2 3. R/ pemberia 5 lpm

16.15 Edukasi keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan


selalu cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3 4. klien
R/ keluarga nampak paham dan berusaha selalu menjaga
haigine
Menciptakan lingkungan yang nyaman dengan suhu
1,3 5. ruangan yang dingin
R/ klien nampak lebih tenang
Berikan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
2,3 6. R/ klien nampak berganti pakaian dibantu keluarga
menggunakan kaos

16.40 memberikan selimut yang tipis


2,1 7. R/ klien menggunakan selimut Nur Halimah
Monitor TTV
R/ TD : 100/60 mmHg
N :123 x/menit
2,3 8.
RR : 40 x/menit
Suhu : 39,9 ºC

Edukasi keluarga untuk membatasi pengunjung


2,3 9. R/ keluarga kooperatif dan hanya 1 orang saja yang
menjaga
Mengatur suhu ruangan
10.
R/ klien nampak kedinginan dan menggunakan
selimut
1,2
Mengkompres bagian dada pasien klien dengan
11.
menggunakan blower tekanan rendah
R/ klien tampak nyaman
Monitoring keadaan umum
1,2,3 12. R/ keadaan umum lemah apatis

16/05/2020
7.00 Edukasi keluarga untuk membatasi pengunjung
2,3 1. R/ keluarga kooperatif dan hanya 1 orang saja yang
menjaga
Mengatur suhu ruangan
1,2 2. R/ klien nampak kedinginan dan menggunakan
selimut
Monitor TTV Nur Halimah
R/ TD : 110/90 mmHg
2,3 3. N :124 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 39ºC
08.00 Monitoring keadaan umum
1,2,3 4. R/ keadaan umum lemah apatis
Pemberian oksigenasi
1,2 5. R/ klien nampak sesak dan diberikan oksigen asal kanul 5
lpm
08.30 Edukasi keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
selalu cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3 6. klien
R/ keluarga nampak berusaha selalu menjaga haigine
memberikan selimut
2,1 7. R/ klien menggunakan selimut

Menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman


1,3 8. R/ klien nampak lebih tenang

09.00 Posisikan klien untuk meringankann ventilasi


1,2 9. R/ klien dalam posisi semi fowler
Berikan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
2,3 10. R/ klien nampak menggunakan kaos tipis

17/05/2020
13.00 Monitoring keadaan umum
1,2,3 1. R/ keadaan umum memburuk kesadaran apatis
Monitor TTV
R/ TD : 100/70 mmHg
N :130 x/menit
2,3 2.
RR : 40 x/menit
Suhu : 40 ºC

Pemberian oksigenasi
1,2 3. R/ klien nampak sesak dan diberikan oksigen asal kanul 5
lpm
13.30 Posisikan klien untuk meringankann ventilasi
1,2 4. R/ posisikan semi fowler
Melanjutkan kompres dingin daerah daad dan aliran udara
1,2 5. dingin
Nur Halimah
R/ klien nampak lebih nyaman
Menciptakan lingkungan yang nyaman dengan suhu yang
1,3 6. dingin
R/ klien nampak nyaman dengan suhu ruangan
14.00 Berikan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
2,3 7. R/ klien nampak menggunakan kaos tipis daberkeringat

Edukasi keluarga untuk membatasi pengunjung


2,3 8. R/ keluarga kooperatif dan hanya 1 orang saja yang
menjaga
Edukasi keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
selalu cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3 9. klien
R/ keluarga selalu menjaga haigine
memberikan selimut
2,1 10. R/ klien menggunakan selimut
E.
EVALUASI

TGL/JAM DIAGNOSA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN
15/05/2020
S:
Klien mengatakan sesak berkurang
O:
 tenang
 Sesak berkurang
22.00 1  RR 24 x/menit
 N 100 x/menit
 K/U lemah
 Nafas spontan dengan oksigenasi 5 lpm
A : masalah belum teratasi
P : lajutkan intervensi
S:
Klien mengatakan badan masih demam
O:
 Suhu 38,5 ºC
 TD : 150/100 mmHg
22.00 2  N : 100 x/menit
 RR 24 x/menit Nur
 Turgor kulit dingin Halimah
 Berkeringat
A : masalah belum teratasi
P : lajutkan intervensi
S:
Klien mengatakan perut berasa kembung,
demam, dan lemas
DO :
 Leukosit 29.000
 Trombosit 194.000
22.00 3  KU lemah
 Apatis
 Turgor kulit dingin
 Suhu 38,5 ºC
 N 100 x/menit
A : masalah belum teratasi
P : lajutkan intervensi
16/05/2020
S:
Klien mengatakan beransur-angsur berkurang
O:
 Tenang
 Sesak berkurang
15.00 1  RR 20 x/menit
 N 110 x/menit
 K/U lemah
 Nafas spontan dengan oksigenasi 5 lpm
A : masalah belum teratasi
P : lajutkan intervensi
S:
Klien mengatakan badan masih demam dan
sedikit menggigil
O:
 Suhu 39ºC
15.00 2  TD 110/90 mmHg
 Akral hangat
 N 120 x/menit
 Berkeringat
A : masalah belum teratasi
P : lajutkan intervensi
S: Nur
Klien mengatakan perut berasa kembung, Halimah
demam, dan lemas
O:
 Trombosit 194.000
 Leukosit 29.000
15.00 3  KU lemah
 Apatis
 Turgor kulit dingin
 Suhu 39ºC
 N 120 x/menit
A : masalah belum teratasi
P : lajutkan intervensi
17/05/2020
22.00 1 S: Nur
Klien mengatakan sesak berkurang Halimah
O:
 Tenang
 Sesak nafas berkurang
 RR 20 x/menit
 N 80 x/menit
 K/U lemah
 Nafas spontan dengan oksigenasi 5 lpm
A : masalah teratasi sebagian
P : lajutkan intervensi
22.00 2 S:
Klien mengatakan badan berangsur-angsur baik
dan demam mulai berkurang
O:
 Suhu 37,8ºC
 TD 100/90 mmHg
 Akral hangat
 N 100 x/menit
 Berkeringat
A : masalah teratasi sebagian
P : lajutkan intervensi

22.00 3 S:
Klien mengatakan perut mulai membaik,
demam, dan lemas
O:
 KU lemah
 Compos mentis
 Turgor kulit hangat
 Suhu 37,8ºC
 N 80 x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lajutkan intervensi
ANALISIS JURNAL, DAN SOP TREATMENT

DISUSUN OLEH:
NUR HALIMAH, S.Kep
1901031020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN 2020
KOMPRES DINGIN DAN ALIRAN UDARA DINGIN MENURUNKAN
SUHU TUBUH PADA PASIEN SEPSIS DENGAN HIPERTERMI
DI ICU RSUP DR KARIADI SEMARANG

Taufik kurniawan1, Khoiriyah2, Dewi Setyowati3

1. Mahasiswa program studi S1 Keperawatan FIKKES UNIMUS, Taufik210582@gmail.com


2. Dosen Keperawatan KMB FIKKES UNIMUS, Khoiriyah@unimus.ac.id
3. Dosen Keperawatan Komunitas FIKKES UNIMUS, dewisetyawati@unimus.ac.id

Latar belakang : Intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian
terapi non farmakologi, salah satunya adalah metode kompres dan aliran udara dingin, yaitu
dengan kompres dingin di dada pasien dan mengalirkan udara dingin ketubuh pasien sehingga
suhu tubuh turun 1 sampai 2 C setelah dilakukan tindakan selama 5 sampai 7 jam.
Tujuan penelitian : untuk menganalisis efektifitas kombinasi kompres dingin dan aliran
udara dingin terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang
ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Metode penelitian : Desain penelitian yang digunakan quasi experiment (pretest-posttest
with control). Proses penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 10 Januari - 2 Februari
2018 di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang terhadap 30 pasien berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.
Hasil penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan selama 60 menit pada kelompok kontrol 0,1C,
sedangkan pada kelompok perlakuan 0,2 C dari 30 total responden
Simpulan : Terdapat pengaruh penurunan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan hipertermi di
Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah diberikan aliran udara dan
kompres dingin dengan -value = 0,007
Saran : diharapkan perawat dapat melakukan tindakan kompres dingin dan aliran udara
dingin sebagai tindakan alternatif non farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh pada
pasien sepsis dengan hipertermi

Kata Kunci : Kompres dingin, aliran udara dingin, suhu tubuh, sepsis
ABSTRACT
Background: The intervention to reduce fever could be done by giving non-pharmacological
therapy such cold compress and air flow. It is done applying cold compress on patient’s chest
and flowing cold on the patient’s body so that the temperature will be decreased for 1 - 2°C
after the 5 – 7 hours therapy.
Research Target: This research was aimed to analyze the effectiveness of cold compress and
air flow combination toward body temperature reduction of sepsis patients with hyperthermia
at ICU of RSUP Dr. Kariadi Semarang Research Method: It was quasi experimental research
with pretest-posttest control group design. The research was conducted during the period of
January 10 – February 10, 2018 at ICU of RSUP Dr. Kariadi Semarang which involved 30
patients based on determined inclusion and exclusion criteria.
Result of research : The research result showed that the body temperature average reduction
before and after the treatment in 60 minutes was 0.1°C in control group and 0.2°C in
intervention group.
Conclude: . It could be concluded that the cold compress and air flow combination was
effective for body temperature reduction of sepsis patients with hyperthermia at ICU of RSUP
Dr. Kariadi with p value = 0.007 (p<0.005).
Sugesstion: Based on the research, it is recommended for the nurses to apply cold compress
and air flow combination as an alternative for non-pharmacological treatment in reducing the
fever on sepsis patients with hyperthermia.

Keywords : Cold compress, cold air flow, body temperature, sepsis

206
PENDAHULUAN
Sepsis merupakan respon host terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan merusak
yang dapat mengarah pada sepsis berat (disfungsi organ akut pada curiga infeksi) dan syok
septik (keadaan sepsis yang disertai hipotensi). Sepsis berat dan syok septik adalah masalah
kesehatan utama, yang mempengaruhi kesehatan jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun,
menewaskan satu dari empat orang (dan sering lebih) (Dellinger, 2012).
Salah satu manifestasi klinis pada pasien sepsis adalah demam tinggi (hipertermi).
Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh adalah kecepatan metabolisme
basal, rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin,
proses peradangan, status gizi, aktivitas, gangguan organ, dan lingkungan (Latifin & Kusuma,
2014). Demam merupakan salah satu respon inflamasi sistemik akibat bakteri pathogen serta
kerusakan organ, sehingga mengakibatkan keadaan yang melatarbelakangi sindrom sepsis
(Bakta & Suastika, 2012).
Hipertermi atau demam merupakan kondisi tubuh dengan suhu di atas 38°C sementara
normalnya berkisar 36-37,5°C . Demam sering disertai gejala menggigil, lesu, gelisah, sulit
makan, susah tidur, takikardi dan hiperkapnea. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi
setiap saat (Ignatavicius, 2011; Sugani & Priandarini, 2010).
Beberapa intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian
terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemberian terapi Farmakologi dilakukan dengan
memberikan antipiretik, misalnya paracetamol, sedangkan non farmakologi yaitu dengan
mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak istirahat, dan kompres dingin.
Beberapa teknik pemberian kompres untuk menurunkan suhu tubuh antara lain kompres
hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin
kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Yohmi, 2008).
Salah satu terapi non farmakologi adalaha kompres. Kompres merupakan tindakan
mandiri perawat untuk pasien observasi hipertermi. Pemberian kompres dingin pada daerah
tubuh akan memberikan sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang yang
diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh, sehingga mencapai keadaan normal kembali
(Handy, 2016). Kain kompres dapat diletakkan tidak hanya di dahi/ kening, tapi juga perut
atau di bagian tubuh yang luas dan terbuka. Bisa juga diletakkan di wilayah yang terdapat
pembuluh-pembuluh darah besar, semisal leher, ketiak, selangkangan maupun lipatan paha
(Sugani & Priandarini, 2010).
Beberapa fenomena tentang penurunan hipertermi selain menggunakan kompres
dingin metode lain yang bisa digunakan salah satunya menggunakan metode aliran udara
dingin, yaitu dengan mengalirkan udara dingin ketubuh pasien. Studi pendahuluan pada 3
pasien menunjukkan penurunan suhu yang signifikan dan konsisten antara 1 sampai 2 0C
setelah dilakukan prosedur aliran udara dingin dan kompres dingin di daerah dada selama 5
sampai 7 jam. Blower di set pada suhu terendah yaitu 28 0C, dengan exahust diposisikan
disekitar paha pasien mengarah keatas. Kompres dingin pada daerah dada dengan
menggunakan handuk atau stik laken yang dibasahi dan diperas. Baju pasien digunakan
sebagai media untuk mengalirkan udara dingin ke tubuh bagian atas. Bed side monitor
digunakan untuk mengukur suhu tubuh dengan cara menempelkan sensor suhu di punggung
pasien. Pada saat dilakukan tindakan ini pasien dirawat pada suhu ruangan 22 sampai 23 C.
Metode kompres dingin dan aliran udara dingin sudah dilakukan di Ruang ICU RSUP Dr.
Kariadi Semarang, akan tetapi sejauh mana tingkat efektifitasnya belum pernah dilakukan
penelitian. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang efektifitas
kombinasi kompres dingin dan aliran udara dingin terhadap penurunan suhu tubuh pada
pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.

207
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain
penelitian quasi experiment (pretest-posttest with control), yaitu satu kelompok diberikan
intervensi tertentu dan satu kelompok sebagai kontrol tanpa diberikan intervensi yang sama
dengan kelompok perlakuan, serta menerapkan randomisasi secara penuh. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang sebanyak 30 responden. Alat pengumpulan data dengan menggunakan bedside
monitor untuk memantau suhu tubuh, alat tulis, lembar observasi. Preoses penelitian
berlangsung mulai tanggal 10 januari 2018 sampai dengan 10 Februari 2018. Data dianalisis
secara univariat, uji kenormalan data dilanjutkan analisa bivariat ( uji wilcoxon dan paired t-
test).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden penelitian rata-rata berumur 51,13 tahun, sebagian besar masuk kategori
dewasa menengah sebanyak 14 orang ( 46,7%), dengan mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 17 orang responden (56,7%), pendidikan S1 dan SMA masing-masing
sebanyak 13 orang responden (43,3%). Berdasarakan pekerjaan responden terbesar adalah
pensiunan PNS sebanyak 10 orang (33,3%), diagnosa medis terbesar adalah CHF dan gagal
nafas sejumlah 5 responden ( 16,7 ) responden.

Tabel .1
Distribusi Responden berdasarkan Usia di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang (n=30)

Variabel f % Mean Min Max SD


Usia 51,13 18 81 17,03
Dewasa muda (18-35 Th 5 16,7
Dewasa menengah (36- 14 46,7
55Th)
Dewasa tua (> 55 Th) 11 36,7
30 100%

Tabel .2
Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)

Jenis kelamin f (%)


Laki-laki 17 56,7
Perempuan 13 43,3
Total 30 100

208
Tabel .3
Distribusi Responden berdasarkan Diagnosa Medis di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi
Semarang (n=30)
Diagnosa medis f (%)
HIV 1 3,3
Multiple Fraktur 2 6,7
ICH, CKD 1 3,3
Post Laparatomy 3 10,0
SNH, Pneumonia 1 3,3
SGB 1 3,3
CHF, Gagal Nafas 5 16,7
Truma Tumpul Abdomen, 1 3,3
Post Laparatomy
ICH, Gagal Nafas 1 3,3
ICH, Post Craniotomy 1 3,3
Pneumonia 1 3,3
CKD 1 3,3
ICH, IVH 2 6,7
Pre Eklamsi 1 3,3
CHF 1 3,3
Difuse AxionalInjury 1 3,3
SNH 1 3,3
SNH, DM 1 3,3
LMNH, Syok Hipovolemik 1 3,3
Post Laparatomy 1 3,3
Myastenia Gravis 1 3,3
ICH 1 3,3
Total 30 100

Tabel .4
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis dengan Hipertermi
sebelum Diberikan Kompres dingin
dan aliran Udara dingin
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,58 38,00 39,90 0,48

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan kompres dingin dan aliran
udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,58 , dengan suhu paling rendah 38oC dan paling
tinggi 39,9oC , serta standar deviasi sebesar 0,48.

209
Tabel 5
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis dengan Hipertermi
sesudah Diberikan Kompres Dingin dan
aliran Udara Dingin
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,38 37,70 39,50 0,41

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan kompres dingin dan
aliran udara nilai rata-rata suhu tubuh 38,38 (hipertermi), dengan skala suhu paling
rendah 37,7oC (normal) dan paling tinggi 39,5oC (hipertermi), serta standar deviasi
sebesar 0,41

Tabel 6
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis
dengan Hipertermi (Pre-test)
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,52 38,10 39,20 0,35

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol (pre-test) nilai rata-
rata suhu tubuh 38,52 , dengan skala suhu paling rendah 38,1oC dan paling tinggi 39,2oC
, serta standar deviasi sebesar 0,35.

Tabel 7
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis dengan Hipertermi (Post-
test)
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,41 37,80 39,20 0,37

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol (post-test) nilai rata-
rata suhu tubuh 38,41 (hipertermi), dengan skala suhu paling rendah 37,8oC (normal)
dan paling tinggi 39,2oC (hipertermi), serta standar deviasi sebesar 0,35.

210
Tabel 8
Uji Beda Sebelum dan Sesudah Diberikan
Kompres Dingin dan Aliran Udara dingin pada Kelompok Perlakuan
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean z-score p-value
Suhu tubuh -2,685 0,007
Pre test 38,58
Post test 38,38
dif 0,2

Berdasarkan Tabel 8 sesudah dilakukan uji bivariat menggunakan analisis non-parametrik uji
Wilcoxon dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan
hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah diberikan
kompres dingin dan aliran udara dingin (Z-score = -2,685, P-value = 0,007). Uji Wilcoxon p-
value < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh aliran udara dingin
dan kompres dingin pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang.

Tabel 9
Uji Beda Pre-test dan Post-test pada Kelompok Kontrol
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel mean t-score p-value
Suhu tubuh 1,621 0,127
Pre- test 38,52
Post- test 38,41
dif 0,11

Berdasarkan Tabel 9 sesudah dilakukan uji bivariat menggunakan analisis parametrik


uji Paired t-test , dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan suhu tubuh pada
kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test (t-score = 1,621, P-value = 0,127). Uji
Paired t-test, p-value > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan suhu tubuh pada kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test pada
pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.

211
Tabel 10
Uji beda Perubahan Suhu Tubuh Antara Kelompok Perlakuan
Dan Kelompok Kontrol di Ruang ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang

Rata-rata Standar Z Value


(C) deviasi(C) (2-tailed)
Perubahan suhu -2,895 0,004
Perlakuan 0.2 0,08
Kontrol 0.11 0,08

Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata perubahan suhu kelompok perlakuan sebesar 0,2C
sedangkan rata-rata perubahan suhu pada kelompok kontrol sebesar 0,11C. Nilai Z= -2,895
dan value = 0.004 (> 0,05) yang berarti Hipotesis diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan perubahan suhu pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
pada saat pre-test menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda dengan nilai rata-rata suhu
tubuh pada kelompok perlakuan adalah 38,58 ,sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-
rata suhu tubuh 38,52 . Kondisi tersebut disebabkan karena responden dalam penelitian ini
adalah pasien hipertermi dengan sepsis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Schortgen (2012 ) 30 sampai 60 % pasien yang dirawat di ruang ICU akan mengalami
Hipertermi dan Sepsis.
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok perlakuan sesudah diberikan kompres dingin
dan aliran udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,38 , Pada kelompok kontrol (post-test)
nilai rata-rata suhu tubuh 38,41 , Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan rata-
rata suhu badan pada kelompok perlakuan . Hipertermi atau demam adalah kondisi saat suhu
tubuh diatas 38oC. Meskipun merupakan gejala penyakit tertentu, pada umumnya demam
menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi. saat melawan infeksi, ada zat dalam
tubuh yang meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas, sehingga
menyebabkan demam (Sugani & Priandarini, 2010).
Berdasarkan analisis bivariat pada kelompok perlakuan menggunakan analisis non-
parametrik uji Wilcoxon, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan suhu tubuh pada pasien
sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah
diberikan kompres dingin dan aliran udara dingin (Z-score = -2,685, P-value = 0,007). Uji
Wilcoxon p-value < α (0,05).
Pada kelompok kontrol sesudah dilakukan uji bivariat menggunakan analisis
parametrik uji Paired t-test, dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan suhu tubuh pada
kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test (T-score = 1,621, P-value = 0,127). Uji
Paired t-test, p-value > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
suhu tubuh pada kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test pada pasien sepsis dengan
hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang
Perubahan suhu tubuh adalah selisih rata-rata suhu responden sebelum dilakukan
intervensi dan setelah dilakukan intervensi. Hasil penelitian ini diuji dengan uji statistik
mann-Whitney U test ,dengan membandingkan rata-rata penurunan suhu tubuh sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi antara kelompok perlakuan maupun kelompok intervensi,
diperoleh hasil nilai -value 0,004. Hal ini berarti ada perbedaan rata-rata penurunan suhu
212
tubuh sebelum dan sesudah tindakan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol,
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kompres dingin dan aliran udara dingin
pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang
Berdasarkan Ivandri (2015) penggunan cooling blanket menurunkan suhu tubuh lebih
cepat. Sementara pemberian kompres dingin memberikan penurunan suhu tubuh yang
signifikan pada pasien hipertermia . Setiawati ( 2015 ).
Berdasarkan hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa kompres dingin dan aliran udara
dengan alat blower berpengaruh pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU dengan
penurunan suhu rata-rata 0,2oC.

KESIMPULAN
Suhu tubuh pada kelompok perlakuan sebelum diberikan kompres dingin dan aliran
udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,58oC dan sesudah diberikan kompres dingin dan
aliran udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,38oC. Suhu tubuh pada kelompok kontrol
(pre-test) nilai rata-rata suhu tubuh 38,52oC dan post-test nilai rata-rata suhu tubuh 38,41oC.
Terdapat perbedaan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP
Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin dan aliran udara dingin
(Z-score = -2,685, P-value = 0,007) dengan selisih rata – rata sebelum dan setelah dilakukan
tindakan 0,2  C

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi bagi perawat dalam
pengelolaan pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Bagi rumah sakit dapat dijadikan masukan dalam manajemen penatalaksanaan hipertermi
secara non-farmakologi, khususnya pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang.Bagi peneliti yang akan datang dapat digunakan sebagai data
tambahan untuk penelitian lebih lanjut, serta diharapkan menambah variabel penelitian
tentang efektivitas diberikan kompres dingin dan aliran udara dingin terhadap variabel lain,
misalnya nyeri.

213
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika.
Bakta, I.M., & Suastika, I.K. (2012). Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Behrman. (2010). Nelson Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Budiarto, E. 2009. Biostatistika: Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.
Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta.
Dahlan, M.S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba.
Davey, P. (2011). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving Sepsis
Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic
Shock. Intensive Care Med 2012; 39(2): 165-228 and Crit Care Med 2012; 41(2):
580-637.
Dinarello, CA, Gelfrand, JA. (2010). Alteration in Body Temperature: Fever and
Hyperthermia. New york: The Mc Graw Hill Companies.
Ganong, WF. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa : Adrianto, P.S. Jakarta:
EGC.
Global Sepsis Alliance. Sepsis facts [internet].[updated 2013; cited 2017 Oct 9]. Available
from: http://www.world-sepsis-day.org/?
MET=SHOWCONTAINER&vPRIMNAVISELECT=3&vSEKNAVISELECT=1&v
CONTAINERID=
Guyton, A.C. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa : Ermita I, Ibrahim.
Jakarta : EGC.
Hartanto. (2010). Mengatasi Demam pada Bayi. http://www.bayi-kita@yahoogroups.com.
Ignatavicius, D.D. 2011. Medical-Surgical Nursing: Clients–Centered Collaborative Care.
Sixth Edition, 1 & 2. Missouri: Saunders Elsevier.
Latifin, K., & Kusuma, S.Y. (2014). Panduan Dasar Klinik Keperawatan. Malang: Penerbit
Gunung Samudera.
Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nelwan, R. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba
Medika. Jakarta.
Paar, A. (2013). Hidrolika & Pneumatika. Alih bahasa: Gunawan Prasetyo .Jakarta: Erlangga.
Phua, J., Koh, Y.S., Du, B., Tang, Y.Q., Divatia, J.V., & Gomersall, C.D. Management of
Severe Sepsis in Patients Admitted to Asian Intensive Care Units: Prospective
Cohort Study. British Medical Journal. 2011 342:d3245.
Polit, D.F. dan Beck, C.T. 2014. Essentials of Nursing Research (Appraising Evidence for
Nursing Practice) edition 8th. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Pradipta, I.S. Evaluation of antibiotic use in sepsis patients at ward of internal medicine Dr.
Sardjito Hospital, Yogyakarta September-November 2013. M.Sc Thesis, Faculty of
Pharmacy, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Pratiwi, S.H., Ropi, H., & Sitorus, R. (2015). Perbedaan Efek Kompres Selimut Basah dan
Cold-pack terhadap Suhu Tubuh Pasien Cedera Kepala di Neurosurgical Critical
Care Unit. Jurnal Unpad Vol 03 No 03 (November 2017), 2015. p : 158-165.
Purnama, D.I. (2014). 100+ Hal yang Wajib Diketahui Bumil: Tanya jawab Seputar
Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Kawan Pustaka.
214
Reinhart, K., & Eyrich, K., (2015). Sepsis: An Interdisciplinary Challenge. Berlin: Springer-
Verlag.
Rubenstein, D. (2009). Kedokteran Klinis. Alih bahasa : Annisa Rahmalia. Jakarta: Erlangga.
Setiawati, T., Rustina, Y., & Kuntarti. Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu
Tubuh dan Kenyamanan pada Anak yang Mengalami Demam. Jurnal Keperawatan
‘Aisyiyah. (November 2017), 2015 Vol 02 No 02 p : 1-9.
Sherwood, L. (2013). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Alih bahasa : dr Brahm U Pendit.
Jakarta: EGC.
Sudhir, U., Venkatachalaiah, R.K., Kumar, R.A., Rao, M.Y., Kempegowda, P. (2011).
Significance of serum procalcitonin in sepsis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3097536/
Sugani, S., & Priandarini, L. (2010). Cara Cerdas: untuk Sehat. Jakarta: Transmedia
Swarjana, I.K. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
__________ . (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi).
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Uliyah, M., & Hidayat, A.A. (2008). Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta:
Erlangga.
Vincent, J.L., Sakr, Y., & Sprung, .CL. Sepsis in European Intensive Care Units: results of the
SOAP study. Crit. Care Med. 2012;34(2):344-53.
Wilmana, P.F., & Gan, S. (2009). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI.
Yohmi, E. 2008. Bedah ASI. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta.
http

215
ANALISIS PICOT JURNAL

KOMPRES DINGIN DAN ALIRAN UDARA


DINGIN MENURUNKAN SUHU TUBUH
PADA PASIEN SEPSIS DENGAN
HIPERTERMI DI RUANG ICU RSUP DR
KARIADI SEMARANG

A. Analisis Picot Jurnal


1. P: Population/Problem
Masalah dan sample dalam jurnal tersebut yang dikemukakan yaitu semua pasien
pasien sepsis dengan hipertermi di ruang ICU RSUP Dr Kariadi Semarang
sebanyak 30 responden.
2. I: Intervensi
Intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian terapi
non farmakologi, salah satunya adalah metode kompres dan aliran udara dingin,
yaitu dengan kompres dingin di dada pasien dan mengalirkan udara dingin ketubuh
pasien sehingga suhu tubuh turun 1 sampai 2 0C setelah dilakukan tindakan selama
5 sampai 7 jam.
3. C: Comparation
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan
desain penelitian quasi experiment (pretest-posttest with control), yaitu satu
kelompok diberikan intervensi tertentu dan satu kelompok sebagai kontrol tanpa
diberikan intervensi yang sama dengan kelompok perlakuan, serta menerapkan
randomisasi secara penuh
Beberapa intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian
terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemberian terapi Farmakologi dilakukan
dengan memberikan antipiretik, misalnya paracetamol, sedangkan non
farmakologi yaitu dengan mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak
istirahat, dan kompres dingin. Beberapa teknik pemberian kompres untuk
menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering
(buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan
selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Yohmi, 2008).
4. O: Outcome
Menentukan apakah ada pengaruh penurunan suhu tubuh pada pasien sepsis
dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan
sesudah diberikan aliran udara dan kompres dingin
5. T: Time
Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Januari 2018 samapi 10 Februari 2018

216
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
TERAPI KOMPRES DINGIN DAN ALIRAN UDARA DINGIN

1. PENGERTIAN Metode Kompres dingin dan aliran


udara dingin yaitu dengan
mengalirkan udara dingin ketubuh
pasien dan kompres dingin di daerah
dada. Blower di set pada suhu
terendah yaitu 28 0C, dengan exahust
diposisikan disekitar paha pasien
mengarah keatas. Kompres dingin
pada daerah dada dengan
menggunakan handuk atau stik laken
yang dibasahi dan diperas. Baju
pasien digunakan sebagai media
untuk mengalirkan udara dingin ke
tubuh bagian atas.
2. TUJUAN 1. Membantu menurunkan suhu
tubuh
2. Mengurangi rasa nyeri
3. Membantu memberikan rasa
relaksasi
4. Mencegah perdarahan
5. Mengerangi rasa sakit pada
daerah setempat
3. INDIKASI Klien dengan suhu tubuh yang tinggi

4. KONTRA INDIKASI Klien denga suhu tubuh yang normal


5. PERSIAPAN PASIEN 1. Berikan salam, perkenalkan
diri anda dan identifikasi
responden dengan
217 memeriksa identitas
responden secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur
tindakan yang akan
dilakukan, berikan
kesempatan pada responden
untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan.
3. Posisi pasien berbaring.
6 PERSIAPAN ALAT 1. Handuk /Stik laken
2. Mangkuk berisi air
3. Antiseptik
4. Perlak atau alas
5. Sampiran bila perlu
6. Blower
7. Bed side
monitor/termometer
7. CARA BEKERJA Tahap Kerja :
1. Mulailah dengan komunikasi
teraupetik
2. Pasang sampiran
3. Menentukan suhu tubuh klien
4. Membuka kancing baju klien
dan memasang Blower di set
pada suhu terendah yaitu 28
0C, dengan exahust
diposisikan disekitar paha
pasien mengarah keatas
5. Taruh handuk/ stik laken
yang sudah di basahi dan di
peras di atas dada klien
6. Baju pasien digunakan
218 sebagai media untuk
mengalirkan udara dingin ke
tubuh bagian atas
7. Bed side monitor digunakan
untuk mengukur suhu tubuh
dengan cara menempelkan
sensor suhu di punggung
klien
8. Pada saat dilakukan tindakan
ini pasien dirawat pada suhu
ruangan 22 sampai 23 0C
9. Metode aliran udara dingin
dan kompres dingin
dilakukan selama 5-7 jam
10. Jika sudah bereskan alat
8. HASIL 1. Evaluasi respon pasien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk
kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan
baik
9. DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah
dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon
subjektif dan objektif) di
dalam catatan
3. Dokumentasi tindakan

219
ANALISIS VIDEO

DISUSUN OLEH:
NUR HALIMAH, S.Kep
1901031020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN 2020

220
Analisis Video Treatmen

A. Pengertian
Kompres hangat adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
menurunkan suhu tubuh yang tinggi pada pasien yag mengalami demam,
nyeri dan lebam.

B. Tujuan
6. Membantu menurunkan suhu tubuh
7. Mengurangi rasa nyeri
8. Dan mengatasi lebam

C. Persiapan klien
1. Berikan salam, perkenalkan diri anda dan identifikasi responden
dengan memeriksa identitas responden secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, berikan
kesempatan pada responden untuk bertanya dan jawab seluruh
pertanyaan.
3. Beri privasi pada pasien
4. Posisi pasien berbaring.
D. Fase kerja
1. Siapkan alat
2. Cuci tangan
3. Pasanga handscon
4. Ukur suhu badan klien
5. Pasang perlak
6. Siapkan handuk yang sudah di basahi dan sudah di peras
7. Pasang pada daerah yang akan di pasang laken yang sudah basah
8. Tunggu sekitar 10-15 menit
221
9. Ukur ulang suhu tubuh, jika suhu tubuh masih tinggi lakuakn
kembali
10. Ukur suhu tubuh kembali
11. Bereskan alat
12. Dokumentasi

Judul: kompres dingin pada pasien demam


Link: https://www.youtube.com/watch?v=Cqv-8qOTTxA

222

Anda mungkin juga menyukai