Anda di halaman 1dari 33

BAB III

ANALISA KEPUSTAKAAN

A. Konsep Pendidikan Kesehatan


1. Definisi
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat,
sehingga mereka melakukan apa yang di harapkan oleh pelaku pendidikan,
yang tersirat dalam pendidikan adalah: input adalah sasaran pendidikan
(individu, kelompok, dan masyarakat), pendidik adalah (pelaku
pendidikan), proses adalah (upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain), output adalah (melakukan apa yang diharapkan
atau perilaku) (Notoatmodjo, 2012). Kesehatan adalah keadaan sehat baik
secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi, dan menurut
WHO yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan
dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah
keadaan sempurna, baik fisik maupun mental dan tidak hanya bebas dari
penyakit dan cacat (Notoatmodjo, 2012).
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
World Health Organisation/WHO (1945) dalam Maulana (2009)
menyatakan bahwa secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah
mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Akan
tetapi, perilaku mencakup hal yang luas sehingga perilaku perlu
dikategorikan secara mendasar sehingga menurut Maulana (2009)
rumusan tujuan pendidikan kesehatan dapat dirinci sebagai berikut:
a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat
oleh sebab itu, pendidikan kesehatan bertanggung jawab
mengarahkan caracara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup
masyarakat sehari–hari.

26
27

b. Mendorong individu agar mampu secara mandiri atau


berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup
sehat. Universitas Sumatera Utara 12
c. Mendorong penggunaan dan pengembangan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada

3. Proses Pendidikan Kesehatan


Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok yaitu:
masukan (input), proses, dan keluaran (output). Masukandalam pendidikan
kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu individu, kelompok dan
masyarakat dengan berbagai latar belakangnya. Proses adalah mekanisme
dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan perilaku pada diri
subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal balik
berbagai faktor antara lain adalah pengajar, tehnik belajar dan materi atau
bahan pelajaran. Sedangkan keluaran merupakan kemampuan sebagai
hasil perubahan yaitu perilaku sehat dari sasaran didik melalui pendidikan
kesehatan (Notoatmodjo,2003)

4. Metode Pendidikan Kesehatan


a) Metode pendidikan kesehatan individual
Metode ini digunakan apabila antara promotor dan sasaran dapat
berkomunikasi tatap wajah (face to face) maupun melalui sarana
komunikasi lainnya, misalnya telepon, cara ini paling efektif, karena
antara petugas kesehatan dan klien dapat saling berdialog, saling merespon
dalam waktu yang bersamaan. Dalam menjelaskan masalah kesehatan bagi
klien petugas kesehatan dapat menggunakan alat bantu atau peraga yang
relevan dengan masalahnya. Metode dan teknik promosi kesehatan
individual ini yang sering digunakan adalah councelling.
b) Metode pendidikan kesehatan kelompok Teknik dan metode pendidikan
kesehatan atau promosi kesehatan kelompok ini digunakan untuk sasaran
kelompok. Sasaran kelompok dibedakan menjadi dua yakni kelompok
28

kecil dan kelompok besar. Disebut kelompok kecil jika kelompok sasaran
terdiri antara 6 – 15 orang, sedangkan kelompok besar bila sasaran diatas
15 sampai dengan 50 orang.
5. Tahap-Tahap Kegiatan Pendidikan Kesehatan
Menurut Hanlon dalam Nursalam (2005), Mengubah perilaku seseorang
tidak mudah, maka dalam kegiatan pendidikan kesehatan harus melalui
tahap-tahap yang hati-hati secara ilmiah, tahap-tahap kegiatan tersebut
adalah tahap sentisasi, tahap publisitas, tahap edukasi, tahap motivasi.
Kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara berurutan, tahap demi tahap. Oleh
karena itu pelaksanaan harus menguasai benar ilmu komunikasi untuk
tahap sensitisasi dan publisitas serta edukasi atau ilmu belajar-mengajar
yang sungguh-sungguh untuk melaksanakan pendidikan kesehatan pada
tahap edukasi dan motivasi.
6. Peran perawat dalam pendidikan kesehatan
Menurut Swanson dan Nies, 1997 dalam Nursalam (2008), peran perawat
dalam pendidikan kesehatan disebutkan antara lain: Advokat, pemberi
perawatan (caregiver), manager kasus, konsultan, culture broker, pendidik,
perantara informasi, inovator, mediator, negosiator, analisis kebijakan
(change agnet), promotor atau collaborative partnership, tokoh panutan
(role model), sensitizer, aktivis social. Peran perawat sebagai pendidik
digambarkan antara lain yaitu : mengenali dimensi dari pilihan-pilihan
kesehatan, mempromosikan perawatan kesehatan, mengetahui sumber
daya yang tersedia, dan memfasilitasi perilaku sehat.

B. Konsep Keperawatan Maternitas


Keperawatan maternitas merupakan salah satu ilmu yang menguraikan tentang
pemberian layanan kesehatan yang berkualitas dan profesional yang
mengidentifikasi, berfokus, dan beradaptasi dengan kebutuhan fisik dan
psikososial ibu hamil, bersalin, nifas, dan gangguan reproduksi, bayi baru
lahir, dan keluarganya. Salah satu kompetensi perawat adalah melaksanakan
asuhan keperawatan pada ibu hamil normal dan komplikasi. Kompetensi ini
sangat penting dikuasai oleh perawat. Keperawatan Maternitas merupakan sub
29

system dari pelayanan kesehatan dimana perawat berkolaborasi dengan


keluarga dan lainnya untuk membantu beradaptasi pada masa prenatal,
intranatal, postnatal, dan masa interpartal (Auvenshine & Enriquez, 1990).
Setiap individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keperawatan ibu
menyakini bahwa peristiwa kelahiran merupakan proses fisik dan psikis yang
normal serta membutuhkan adaptasi fisik dan psikososial dari idividu dan
keluarga. Keluarga perlu didukung untuk memandang kehamilannya sebagai
pengalaman yang positif dan menyenangkan. Upaya mempertahankan
kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan partisipasi aktif dari
keluarganya.
Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu
menghargai klien dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan
keluarganya berhak menentukan perawatan yang sesuai untuk dirinya.
Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advokasi dan mendidik WUS dan
melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah
kehamilanpersalinan dan nifas, membantu dan mendeteksi penyimpangan-
penyimpangan secara dini dari keadaan normal selama kehamilan sampai
persalinan dan masa diantara dua kehamilan, memberikan konsultasi tentang
perawatan kehamilan, pengaturan kehamilan, membantu dalam proses
persalinan dan menolong persalinan normal, merawat wanita masa nifas dan
bayi baru lahir sampai umur 40 hari menuju kemandirian, merujuk kepada tim
kesehatan lain untuk kondisikondisi yang membutuhkan penanganan lebih
lanjut.
Perawat mengadakan interaksi dengan klien untuk mengkaji masalah
kesehatan dan sumber-sumber yang ada pada klien, keluarga dan masyarakat;
merencanakan dan melaksanakan tindakan untuk mengatasi masalah-maslah
klien, keluarga dan masyarakat; serta memberikan dukungan pada potensi
yang dimiliki klien dengan tindakan keperawatan yang tepat. Keberhasilan
penerapan asuhan keperawatan memerlukan kerjasama tim yang terdiri dari
pasien, keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.
30

Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Reeder (1997)


yaitu sebagai Pelaksana, Pendidik, Konselor, Role model bagi para ibu, Role
model bagi teman sejawat, Perumus masalah, Ahli keperawatan. Sedangkan
peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Old(1988), Bobak &
Jensen (1993) adalah Memberi pelayanan, Advocate, Pendidik, Change Agent,
Political Activist, serta sebagi Peneliti.
Pendekatan pelayanan dalam keperawatan maternitas yaitu: holistik,
penghargaan terhadap pasien, peningkatan kemampuan pasien kemandirian,
Pemanfaatan & peningkatan sumber daya yang diperlukan, Proses
keperawatan, Berpusat pada keluarga yaitu FCMC (Family Centered
Maternity Care), Caring: Siap dengan klien; Menghargai system nilai;
Memenuhi kebutuhan dasar klien; Penyuluhan/konseling kesehatan.
C. Konsep Adaptasi Maternal Fisiologis Ibu Nifas
1. Adaptasi Maternal Fisiologis
a. Adaptasi Fisiologis
Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan pada tubuh ibu
dari kondisi hamil kembali ke kondisi sebelum hamil, yang terjadi
secara bertahap. Perubahan ini juga terjadi untuk dapat mendukung
perubahan lain yang terjadi dalam tubuh ibu karena kehamilan, salah
satunya adalah proses laktasi, agar bayinya dapat ternutrisi dengan
nutrisi yang paling tepat yaitu ASI.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, misalnya tingkat
energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, tenaga
kesehatan dan asuhan yang diberikan, maupun suami dan keluarga
disekitar ibu nifas. Adapun perubahan anatomi dan fisiologi yang
terjadi pada masa nifas antara lain perubahan yang terjadi pada organ
reproduksi, system pencernaan, system perkemihan, system
musculoskeletal, system endokrin dan lain sebagainya yang akan
dijelaskan berikut ini.
b. Perubahan Pada Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina,
serviks uteri, dan endometrium.
31

1) Perubahan pada Vagina dan Perineum


Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka
lebar, ada kecenderungan vagina mengalami bengkak dan
memar serta nampak ada celah antara introitus vagina. Tonus
otot vagina akan kembali pada keadaan semula dengan tidak ada
pembengkakan dan celah vagina tidak lebar pada minggu 1-2
hari pertama postpartum. Pada minggu ketiga posrpartum rugae
vagina mulai pulih menyebabkan ukuran vagina menjadi lebih
kecil. Dinding vagina menjadi lebih lunak serta lebih besar dari
biasanya sehingga ruang vagina akan sedikit lebih besar dari
keadaan sebelum melahirkan. Vagina yang bengkak atau memar
dapat juga diakibatkan oleh trauma karena proses keluarnya
kepala bayi atau trauma persalinan lainnya jika menggunakan
instrument seperti vakum atau forceps.
Perineum pada saat proses persalinan ditekan oleh kepala janin,
sehingga perineum menjadi kendur dan teregang. Tonus otot
perineum akan pulih pada hari kelima postpartum mesipun
masih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.
Meskipun perineum tetap intack/utuh tidak terjadi robekan saat
melahirkan bayi, ibu tetap merasa memar pada perineum dan
vagina pada beberapa hari pertama persalinan. Ibu mungkin
merasa malu untuk membuka perineumnya untuk diperiksa oleh
bidan, kecuali jika ada indikasi klinis. Bidan harus memberikan
asuhan dengan memperhatikan teknik asepsis dan antisepsis,
dan lakukan investigasi jika terdapat nyeri perineum yang
dialami. Perineum yang mengalami robekan atau di lakukan
episiotomy dan dijahit perlu di periksa keadaannya minimal satu
minggu setelah persalinan.

2) Perubahan pada Serviks Uteri

Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan


adalah menjadi sangat lunak, kendur dan terbuka seperti corong.
32

Korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks uteri tidak


berkontraksi sehingga seolah-olah terbentuk seperti cincin pada
perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri.
Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri
ekstermun (OUE) biasanya mengalami laserasi pada bagian
lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari
setelah persalinan ostium uteri hanya dapat dilalui oleh 2 jari.
Pada akhir minggu pertama, ostium uteri telah menyempit,
serviks menebal dan kanalis servikalis kembali terbentuk.
Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak dapat
kembali pada bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan
melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap
sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas servis
pada wanita yang pernah melahirkan/para.
3) Perubahan pada Uterus
Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses
involusio uteri yaitu kembalinya uterus pada keadaan sebelum
hamil baik ukuran, tonus dan posisinya.1Proses involusio juga
dijelaskan sebagai proses pengecilan ukuran uterus untuk
kembali ke rongga pelvis, sebagai tahapan berikutnya dari
proses recovery pada masa nifas. Namun demikian ukuran
tersebut tidak akan pernah kembali seperti keadaan nullipara.
Hal ini disebabkan karena proses pagositosis biasanya tidak
sempurna, sehingga masih tertinggal sedikit jaringan elastis.
Akibatnya ketika seorang perempuan pernah hamil, uterusnya
tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan nullipara.
Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang-kadang
bergeser ke atas atau ke kanan karena kandung kemih. Kandung
kemih harus dikosongkan sebelum mengkaji tinggi fundus uteri
(TFU) sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar dapat
memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat.
33

Uterus akan mengecil menjadi separuh dalam satu minggu, dan


kembali ke ukuran normal pada minggu kedelapan postpartum
dengan berat sekitar 30 gram. Jika segera setelah persalinan
TFU akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, maka hal
ini perlu dikaji labih jauh, karena merupakan tanda dari atonia
uteri disertai perdarahan atau retensi bekual darah dan darah,
serta distensi kandung kemih, tidak bisa berkemih. Ukuran
uterus dapat dievaluasi melalui pengukuran TFU yang dapat
dilihat pada table dan gambar berikut ini.

Sementara itu, tinggi fundus uteri dilaporkan menurun kira-kira 1 cm per


hari, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Proses Involusio Uteri Pasca Persalinan.


Proses involusi terjadi karena:
 Iskemia: terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus, yang membatasi
aliran darah ke uterus
 Phagositosis: proses penghancuran serat dan elastisitas jaringan
34

 Autolisis: digestasi jaringan otot oleh ensim proteolitik


 Semua buangan proses masuk ke peredaran darah dan dieliminasi
melalui ginjal
 Lapisan desidua uterus dikeluarkan melalui darah vagina (Lochia)
dan endometrium yang baru dibentuk selama 10 hari setelah
persalinan dan selesai pada minggu ke 6 postpartum.
Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan tindakan seksio
sesarea, demikian juga akan terlambat pada kondisi retensio plasenta atau
gumpalan darah (stoll cell) yang tertinggal biasanya berhubungan dengan
infeksi, sereta keadaan lain misalnya adanya mioma uteri.

Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua uterus. Lokia
berisi serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga berbagai debris
dari hasil produksi konsepsi. Secara Mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit,
serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganime ditemukan pada
lokia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga
ditemukan bahkan jika keluaran /dischargediambil pada pada rongga
uterus. Jumlah total pengeluaran seluruh periode lokia rata-rata 240-270ml.
Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga
minggu ke 4-8 pasca persalinan yaitu:

 Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga /keempat


mengandung cukup banyak darah.
 Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum,
berwarna merah kecoklatan dan berlendir.

 Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, lekosit dan


robekan/laserasi plasenta.

 Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna


putih karena banyak mengandung sel darah putih dan berkurangnya
kandungan cairan.

Sumber lain mengatakan bahwa terdapat bermacam-macam variasi dari


jumlah, warna dan durasi pengeluaran lokia. Oleh karena itu, teori tersebut
diatas belum tentu dialami oleh semua ibu nifas secara tepat.
35

4) Perubahan pada Endometrium

Pada hari kedua – ketiga pasca persalinan, lapisan desidua


berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Stratum superfisial menjadi
nekrotik bersama lokia, sedangkan stratum basal yang
bersebelahan dengan myometrium tetap utuh dan yang menjadi
sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium
terbentuk dari proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan
stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut.

Proses pembentukan kembali endometrium berlangsung secara


cepat selama masa nifas, kecuali pada tempat insersi plasenta.
Dalam satu minggu atau lebih permukaan bebas menjadi
tertutup kembali oleh epitel endometrium dan pulih kembali
dalam waktu 3 minggu.

c. Perubahan sistem pencernaan


Setelah mengalami proses persalinan, ibu akan mengalami rasa lapar
dan haus akibat banyak tenaga yang terkuras dan juga stress yang
tinggi karena melahirkan bayinya.5Tetapi tidak jarang juga ditemui ibu
yang tidak memiliki nafsu makan karena kelelahan melahirkan
bayinya. Jika ditemukan keadaan seperti itu, perlu menjadi perhatian
bidan agar dapat memotivasi ibu untuk makan dan minum pada
beberapa jam pertama postpartum, juga kajian lebih lanjut terhadap
keadaan psikologis ibu.
Jika keadaan ini menjadi persisten selama beberapa jam setelah
persalinan, waspada terhadap masalah perdarahan, dan komplikasi lain
termasuk gangguan psikologi pada masa nifas. Demikian juga
beberapa keyakinan maupun adat istiadat atau budaya setempat yang
masih diyakini oleh ibu untuk dijalani termasuk kebiasaan makan dan
minum setelah melahirkan bayinya.
Proses menyusui, serta pengaruh progesterone yang mengalami
penurunan pada masa nifas juga dapat menyebabkan ibu konstipasi.
Keinginan ini akan tertunda hingga 2-3 hari postpartum. Tonus otot
36

polos secara bertahap meningkat pada seluruh tubuh, dan gejala


heartburn / panas di perut / mulas yang dialami wanita bisa hilang.
Sembelit dapat tetap menjadi masalah umum pada ibu nifas selama
periode postnatal.
Kondisi perineum yang mengalami jahitan juga kadang menyebabkan
ibu takut untuk BAB. Oleh karena itu bidan perlu memberikan edukasi
agar keadaan ini tidak menyebabkan gangguan BAB pada ibu nifas
dengan banyak minum air dan diet tinggi serat serta informasi bahwa
jahitan episiotomy tidak akan terlepas jika ibu BAB.
d. Perubahan sistem perkemihan

Perubahan pada system perkemihan termasuk terjadinya diuresis


setelah persalinan terjadi pada hari 2-3 postpartum, tetapi seharusnya
tidak terjadi dysuria. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya
penurunan volume darah yang tiba-tiba selama periode posrpoartum.
Diuresis juga dapat tejadi karena estrogen yang meingkat pada masa
kehamilan yang menyebabkan sifat retensi pada masa postpartum
kemudian keluar kembali bersama urine. Dilatasi pada saluran
perkemihan terjadi karena peningkatan volume vascular menghilang,
dan organ ginjal secara bertahap kembali ke keadaan pregravida.

Segera setelah persalinan kandung kemih akan mengalami overdistensi


pengosongan yang tidak sempurna dan residu urine yang berlebihan
akibat adanya pembengkakan kongesti dan hipotonik pada kandung
kemih. Efek ini akan hilang pada 24 jam pertama postpartum. Jika
Keadaan ini masih menetap maka dapat dicurigai adanya gangguan
saluran kemih.Bladder dan uretra dapat terjadi kerusakan selama
proses persalinan, yang menyebabkan kurangnya sensasi untuk
mengeluarkan urine pada dua hari pertama. Hal ini dapat menyebabkan
retensi urin karena overflow, dan dapat meningkatkan nyeri perut
bagian bawah dan ketidaknyamanan, infeksi saluran kemih dan sub
involusi uterus, yang menjadi kasus primer dan sekunder dari
perdarahan postpartum.
37

e. Perubahan sistem muskuloskeletal/ diastasis recti abdominis

Sistem muskuloskelatal kembali secara bertahap pada keadaan


sebelum hamil dalam periode waktu selama 3 bulan setelah persalinan.
Kembalinya tonus otot dasar panggung dan abdomen pulih secara
bersamaan. Pemulihan ini dapat dipercepat dengan latihan atau senam
nifas. Otot rectus abdominismungkin tetap terpisah (>2,5 cm) di garis
tengah/umbilikus, kondisi yang dikenal sebagai Diastasis Recti
Abdominis (DRA), sebagai akibat linea alba dan peregangan mekanis
pada dinding abdomen yang berlebihan, juga karena pengaruh
hormone ibu.13

Gambar 2. Diaktasis Rekti Abdominal14

Kondisi ini paling mungkin terjadi pada ibu dengan grandemultipara atau
pada ibu dengan kehamilan ganda atau polihidramnion, bayi makrosomia,
kelemahan abdomen dan postur yang salah. Peregangan yang berlebihan dan
berlangsung lama ini menyebabkan serat-serat elastis kulit yang putus
sehingga pada masa nifas dinding abdomen cenderung lunak dan kendur.
Senam  nifas dapat membantu memulihkan ligament, dasar panggung, otot-
otot dinding perut dan jaringan penunjang lainnya.

Mahalaksimi et al (2016) melaporkan bahwa latihan yang diberikan untuk


mengoreksi diaktasis rekti pada penelitian yang dilakukan di India terbukti
38

secara signifikan bermanfaat mengurangi diaktasis rekti, demikian juga


nyeri pinggang atau low back pain. Low back painjuga merupakan masalah
postnatal umum pada ibu nifas.

Selain senam nifas atau berbagai latihan dan tindakan fisioterapi yang
diberikan untuk mengoreksi DRA. Michalsa et al (2018) menginformaskan
Teknik seperti a cruch exercise pada posis supine, tranversus abdominis
training dan Nobel techniquedilaporkan dapat memperbaiki kondisi DRA.
Sesuai dengan budaya di Indonesia, ibu dapat dianjurkan menggunakan
stagen, namun demikian exercise lebih signifikan pengaruhnya terhadap
pemulihan DRA.

Dampak dari diaktasis rekti ini dapat menyebabkan hernia epigastric dan
umbilikalis. Oleh karena itu pemeriksaan terhadap rektus abdominal perlu
dilakukan pada ibu nifas, sehingga dapat diberikan penanganan secara cepat
dan tepat.

f. Perubahan sistem endokrin

Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah perubahan
kadar hormon dalam tubuh. Adapaun kadar hormon yang mengalami
perubahan pada ibu nifas adalah hormone estrogen dan progesterone,
hormone oksitosin dan prolactin. Hormon estrogen dan progesterone
menurun secara drastis, sehingga terjadi peningkatan kadar hormone
prolactin dan oksitosin.

Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi uteri dan juga


memancarkan ASI, sedangkan hormone prolactin berfungsi untuk
memproduksi ASI. Keadaan ini membuat proses laktasi dapat berjalan
dengan baik. Jadi semua ibu nifas seharusnya dapat menjalani proses laktasi
dengan baik dan sanggup memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

Hormone lain yang mengalami perubahan adalah hormone plasenta.


Hormone plasenta menurun segera setelah plasenta lahir. Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% pada
3 jam pertama hingga hari ke tujuh postpartum.
39

g. Perubahan tanda-tanda vital

Terjadi perubahan tanda-tanda vital ibu nifas yakni:

 Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C


karena kelelahan dan pengeluaran cairan yang cukup banyak.
Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C harus merupakan tanda adanya
komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis puerperalis.

 Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi menandakan adanya


infeksi

 Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi


meningkat, maka akan meningkat pula frekuensi pernapasan ibu.
Jika respirasi meningkat hingga 30kali/menit merupakan tanda-
tanda shock.

 Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam pertama


postpartum (<140/90 mmHg). Jika terus meningkat, merupakan
tanda adanya preeklampsia. Monitor tekanan darah secara teratur
perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus tinggi.

h. Perubahan sistem kardiovaskuler

Terjadi kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses


persalinan normal, sedangkan pada persalinan seksio sesarea bisa
mencapai 700-1000 cc, dan histerektomi 1000-1500 cc (a/i atonia
uteri) . Kehilangan darah ini menyebabkan perubahan pada kerja
jantung. Peningkatan kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh
autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi pembuluh darah perifer
meningkat karena hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal
setelah 3 minggu.

Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum, akan terjadi
diuresis secara cepat karena pengaruh rendahnya estrogen (estrogen
bersifat resistensi cairan) yang menyebabkan volume plasma
mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali normal pada minggu
kedua postpartum.
40

Ibu nifas dapat juga mengalami udem pada kaki dan pergelangan
kaki/ankle, meskipun tidak mengalami udem pada masa hamil.
Pembengkakan ini harus terjadi secara bilateral dan tidak menimbulkan
rasa nyeri. Jika pembengkakan terjadi hanya pada salah satu kaki
disertai nyeri, dapat dicurigai adanya thrombosis. Ibu nifas harus
menghindari berdiri terlalu lama atau menggantungkan kaki pada
posisi duduk yang lama saat menyusui untuk menghindari udem pada
kaki.

Ibu nifas juga tidak jarang ditemukan berkeringat dingin, yang


merupakan mekanisme tubuh untuk mereduksi banyaknya cairan yang
bertahan selama kehamilan selain diuresis. Pengeluaran cairan yang
berlebihan dari tubuh dan sisa-sisa produk melalui kulit menimbulkan
banyak keringat. Keadaan ini disebut diaphoresisyang dialami pada
masa early postpartum pada malam hari, yang bukan merupakan
masalah pada masa nifas.

Ibu bersalin juga sering ditemukan menggigil setelah melahirkan, hal


ini dapat disebabkan karena respon persarafan atau perubahan
vasomotor. Jika tidak diikuti dengan demam, menggigil, maka hal
tersebut bukan masalah klinis, namun perlu diupayakan kenyamanan
ibu. Kondisi ketidaknyamanan ini dapat diatasi dengan cara
menyelimuti ibu dan memberikan teh manis hangat. Jika keadaan
tersebut terus berlanjut, dapat dicurigai adanya infeksi puerperalis.

i. Perubahan sistem hemotologi

Terjadinya hemodilusi pada masa hamil, peningkatan volume cairan


pada saat persalinan mempengaruhi kadar hemoglobin (Hb),
hematocrit (HT), dan kadar erisrosit pada awal postpartum. Penurunan
volume darah dan peningkatan sel darah pada masa hamil berhubungan
dengan peningkatan Hb dan HT pada hari ketiga – tujuh postpartum. 
Pada minggu keempat – lima postpartum akan kembali normal. Lekosit
meningkat hingga 15.000 selama beberapa hari postpartum (25.000-
30.000) tanpa menjadi abnormal meski persalinan lama. Namun
41

demikian perlu diobservai dan dilihat juga tanda dan gejala lainnya
yang mengarah ke infensi karena infeksi mudah terjadia pada masa
nifas.

2. Konsep Ibu Post Partum


1. Pengertian
Menurut Saleha (2009) periode masa postpartum (puerperium)
adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Menurut
Departemen Kesehatan RI dalam Padila (2014), Postpartum atau masa
postpartum adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat
selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil dan lamanya mas postpartum kurang lebih 6 minggu.
2. Tahapan Nifas atau Post Partum
Tahapan postpartum menurut Padila (2014) adalah immediate
postpartum (24 jam pertama), early postpartum (1 minggu pertama),
dan laten pospartum ( minggu ke-2 sampai minggu ke-6).
3. Adaptasi Maternal Ibu
Adapun adaptasi maternal ibu , yaitu sebagai berikut:
Adaptasi psikologis
1) Fase Dependen (taking In)
Selama 1-2 hari pertama setelah melahirkan, ketergantungan ibu
menonjol. Pada fase ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya
dapat dipenuhi orang lain, ibu memindahkan energi pasikologinya
pada anaknya. Selama beberapa jam atau beberapa hari setelah
melahirkan, wanita sehat dewasa tampak menesampingkan semua
tanggung jawab sehari-hari. Mereka bergantung kepada orang lain
sebagai respon terhadap kebutuhan mereka akan istirahat dan
makanan.
2) Fase Dependen –Mandiri ( fase taking-hold)
Fase dependen-mandiri ibu, fase ini berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan, secara bergantian muncul untuk mendapatkan
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk
melakukan segala sesuatu sacara mandiri.
42

3) Fase interdependen (fase letting-go)


Merupakan fase yang penuh stress bagi orang tua. Kesenangan dan
kebutuhan sering terbagi dalam fase ini. Pasangan harus bias
mengatur perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak,
mengatur rumah, dan membina karier.

1. Adaptasi Fisiologis
a) Sistem Reproduksi Dan Struktur Terkait
1. Uterus
Terjadi proses involusi
Ialah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Bobak, 2005)

Tabel.Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa


involusi
Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 cm dibawah pusat 7 50 gram
I minggu Pertengahan pusat 500 gram
simfisis
2 minggu Tidak teraba diatas 3 50 gram
simfisi
6 minggu Bertambah kecil 5 0 gram
8 minggu Sebesar normal 3 0 gram
Sumber : Mochtar (1998, dalam Rohmah, 2009)

Regrenerasi endometrium terjadi dalam 2-3 hari kelahiran,


desidua yang tertinggal di uterus berdifrensi menjadi dua
lapis. Lapisan superfisial menjadi nekrotik, dan terkelupas
bersama lokhea. Lapisan basal yang berisi fundi kelenjar
endometrium, tetap utuh dan merupakan sumber
pembentukan endometrium baru (Mc Donald, 1995; dalam
Rohmah, 2010).
43

Segera setelah plasenta di keluarkan, kontraksi vaskuler dan


trombosis menurunkan empat plasenta ke suatu area yang
lebih tinggi dan bernodul tidak teratur. Plasentel bed
mengecil karena kontrasi dan menonjol ke kavum uteri
dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm,
pada minggu keenam 2,4 cm, dan akhirnya pulish (Bobak,
2005; dalam rohmah, 2010).
2. Kontraksi
Intensitas kantraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterian yang sangat besar.
3. Afterpains
Rasa nyeri setelah melahirkan lebih nyata setelah ibu
melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada
bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan
biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsang kontraksi uterus.
4. Tempat plasenta
Segara setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi
vaskular dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu
area yang meninggi dan bermodul tidak teratur. Pertumbuhan
endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
tidak menjadi karakteristik penyembuhan luka.
5. Lokhea
Adalah rabas uterus setelah bayi lahir. Lokea mula-mula
berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau
merah coklat. Rabas ini mengandung bekuan darah kecil.
Macam – macam Lokhea:
(a) Lokhea rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa –
sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa,
lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
44

(b) Lokhea Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah


dan lendir, hari 3 – 7 post partum.
(c) Lokhea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah
lagi, pada hari ke 7 - 14 post partum
(d) Lokhea alba : cairan putih, setelah 2 minggu
(e) Lokhea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk
(f) Lokhea stasis : lochia tidak lancar keluarnya.
6. Ligamen, fasia dan diafragma
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis meregang pada waktu
persalinan setelah bayi lahir, berangsur-angsur menjadi ciut
dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke
belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum
menjadi kendor
2. Vagina dan perineum
Esterogen pasca partum yang menurun berpeeran dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vulva dan
vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara
bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon
estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat
kembali pada sekitar minggu ke 4 (Bobak, 2005; dalam
Rohmah, 2010).
1) Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)
turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan
kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab
penurunan fungsi ginjal selama masa pascpartum (Bobak, 2005).
Efek depresan dari anastesi dan analgesik dapat mengganggu sensasi
penuhnya kandung kemih. Apabila tonus kandung kemih menurun,
ibu akan mengalami kesulaitan untuk memulai berkemih. Namun,
45

ibu harus berkemih dalam waktu 8-12 jam setelah pembedahan.


Mobilisasi dini dapat meningkatkan tonus kandung kemih (Perry &
Potter, 2005).
2) Sistem Pencernaan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek
analgesia, anastesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat
lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah
yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering, sering
ditemukan Namun makanan yang dapat dikonsumsi oleh ibu post
partum diabatasi, menghindari makanan yang dapat menghasilkan
gas kerana dapat meningkatkan nyeri. Dan yang paling penting ibu
diperbolehkan makan jika peristaltik sudah kembali keadaan normal.
Jika tidak akan mnyebabkan mual dan muntah. Selain itu ambulasi
dini juga dapat mengurangi nyeri akaibat gas (Bobak, 2005).

Buang airbesar biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah melahirkan.


Hal ini bisa disebabkan enema persalina, obat analgesik selama
persalinan, kurang makan atau dehidrasi (Halminton, 1995; dalam
Rohmah, 2010). Ibu seringkali juga mengeluh nyeri saat defekasi
karena nyeri yang dirasakan di perrineum akibat episiotomi, laserasi
atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu dicapai
kembali setelah tonus usus kembali keadaan normal (Bobak, 2005;
dalam Rohmah, 2010).

Secara khas, penurunan tonus dan mortalitas otot traktus cerna


menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas ke keadaan normal (Bobak, 2005). Ambulasi atau
mobilisasi dini dapat dianjurkan. Ativitas fisik merangsang
kembalinya peristaltik. Ibu yang mengalami distensi abdomen dan
nyeri karena gas akan merasa lebih nyaman ketika berjalan.
46

Sehingga terjadinya konstipasi pada ibu juga dapat diminimalisir


(Perry & Potter, 2005.

3) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler ( edema fisiologis). Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum hamil (Bobak, 2005).
Sehingga penting untuk menganjurkan ibu untuk melakukan
mobilisasi dini. Tingkat aktivitas akan meningkat bersamaan dengan
meningkatnya kondisi klien. Namun penting juga untuk mengkaji
tanda-tanda vital sebelum ibu melakukan mobilisasi. Tanda-tanda
vital yang tidak normal menjadi kontraindikasi ibu melakukan
mobilisasi (Perry & Potter, 2005).

4) Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sandi
dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi
sendi lengkap pada mingggu keenam sampai ke-8 setelah wanita
melahirkan.

c. Perawatan Diri Ibu Selama Masa Nifas


Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan perdarahan postpartum, dan infeksi
(Winkjosastro, 1999; dalam Rohmah, 2010). Kebersihan dri ibu
membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan kesejahteraan
meraka ( Hamilton, 1995; dalam Rohmah, 2010). Ibu dapat melakukan
sendiri perawatan pasca melahirkan. Oleh karena itu ada beberapa hal
47

yang perlu di ketahui dengan baik oleh ibu dalam masa nifas yang
normal, yaitu :
1. Mobilisasi dini
Persalinan merupakan proses yang melelahkan. Itulah mengapa ibu
disarankan tak langsung turun ranjang setelah melahirkan karena
dapat menyebabkan jatuh pingsan akibat sirkulasi darah yang belum
berjalan baik. Namun setelah istirahat 6-8 jam, mobilisasi dini
sangatlah perlu agar tidak terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya
pembuluh darah ( kasdu, 2003; Mochtar, 1998; dalam Rohmah,
2010).
Mobilisasi hendaknya dilakukan secara bertahap. Jika tidak ada
kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu 2 jam setelah
persalinan normal. Menurut Kasdu (2003), mobilisasi dini pada ibu
postpartum sectio caesaria :
a) Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu paska operasi sectio
caesaria harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa
dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan
ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
b) Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan
ke kanan mencegah trombosis dan tromboemboli.
c) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk.
d) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan
Manfaat mobilisasi dini, (Rohma; 2010, Sulistyawati; 2009), yaitu
sebagai berikut:
(1)Penderita merasa lebih sehat dan kuat.
(2)Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
(3)Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali
normal.
(4)Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk
ibu merawat anaknya.
48

(5)Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli


(6)Pada persalinan pervaginam, berguna untuk memperlancar
sirkulasi darah dan mengeluarkann cairan vagina (lokhea).
2. Kebersihan Pribadi
Menjaga kebersihan pribadi selama masa nifas secara keseluruhan di
perlukan guna menghindari infeksi dan memberikan kenyamanan.
a) Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudahmenyerap
keringat, karena produksi keringat menjadi banyak (disamping
urin). Produksi keringat yang tinggi berguna untuk
menghilangkan volume saat hamil. Sebaliknya, pakaian agak
longgar didaerah dada sehingga payudara tidak tertekan dan
kering. Demikian jga dengan pakaian dalam,agar tidak terjadi
iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lokea (Huliana, 2003).
b) Kebersihan rambut dan kulit
Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan mengalami kerontokan
rambut akibat gangguan perubahan hormonal
sehinggakeadaannya menjadi lebih tpis dari keadaan normal. Cuci
rambut dengan kondisioner yang cukup, lalusisir menggunakan
sisir yang lembut.hindari penggunaan pengering rambut. Ibu akan
merasakan jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya.
Usahakan mandi lebih sering dan jaga agara kulit tetap kering
(Huliana, 2003).
c) Buang air kecil (miksi)
Pengeluaran air seni akan meningkat pada 24 – 48 jam pertama
sampai sekitar hari ke 5 sampai melahirkan.ini terjadi karena
volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak
dibutuhkan lagi setelah persalinan, oleh karena itu ibu perlu
belajar berkemih secara spontan setelah melahirkan. Sebaliknya,
ibu tidakmenahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada
jahitan. Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya
bendungan air seni. Akibatnya, timbul gangguan pada kontraksi
49

rahim sehingga pengeluaran darah pervaginam tidak lancar


(Huliana 2003)
d) Buang air besar (BAB)
Sulit BAB dapat terjadi karena ketakutan akan rasa sakit, takut
jahitan terbuka atau karena adanya hemoroid atau wasir
(Mochtar,1998) kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi
dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat, dan cukup minum
sehingga bisa BAB dengan lancar. Bila sampai hari ke 3 belum
bisa BAB, ibu bisa menggunakan pencahar berubah berbentuk
supposituria. Ini penting untuk menghindarkan gangguan pada
kontraksi uterus yang dapat menghambat pengeluaran cairan
vagina (Huliana 2003).
e) Kebersihan vagina dan perinium
Perawatan vagina dan perinium akan menambah kenyamanan dan
keamanan ibu sebagai pencegahan terhadap terjadinya infeksi
(Bobak,2005). Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan
pada daerah vagina dan perinium, menurut Hamilton (1995) dapat
dilakukan beberapa cara yaitu:
(1)Perawatan perineal
Tujuan: mencegah kontaminasi dari rectum, mengurangi rasa
ketidaknyamanan dan membersihkan keluaran yang menjadi
sumber infeksi dan bau.
Persiapan alat: Sabun,Pembalut wanita, Tisue kering, Celana
dalam, Kantong plastik
Prosedur:
(a) Mencuci tangan dengan sabun
(b)Lepaskan celana dalam dan pembalut kotor
(c)Observasi bau,warna,jumlah lokhea
(d)Masukkan pembalut yang berisi darah kedalam tas
kresek,tutup rapat dan buang ke tempat sampah
(e)Mencuci tangan dengan sabun
50

(f) Bersihkan daerah vagina dan perinium dari arah depan ke


belakang dengan air mengalir
(g)Setelah bersih keringkan dengan tisue kering
(h)Apabila ada luka jahitan episiotomi,jika dokter
menganjurkan olesi salep antibiotik disekitar luka. Jika
terlanjur infeksi dan terjadi pembengkakan, menurut Medan
Bisnis Online, mau tak mau jalan lahir harus dikompres
dengan rivanol agar jaringannya tetap segar. Tentu saja
butuh pemeriksakan dokter selain pemberian obat-
obatan,antibiotika, untuk mengatasi infeksi itu sendiri
(Medan Bisnis Online,2007).
(i) Pasang pembalut dari arah depan (vagina ) ke belakang
(j) Pakai celana dalam yang dapat menutupi selain vagina dan
anus
(k)Merapikan alat
(l) Cuci tangan dengan sabun
Jika persalinan normal sampai memerlukan tindakan episiotomi,
ada beberapa hal yang dilakukan agar proses pemulihan
berlangsung seperti yang diharapakan. Perawatan pribadi setelah
episiotomi diperlukan guna mencegah terjadinya infeksi pada
perinium pasca persalinan. Tujuannya untuk memperlebar jalan
lahir sehingga memudahkan prosess lahirnya bayi. Perawatn
setelah episiotomi antara lain:
(a) Untuk menghindari rasa sakit, kalu buang air besar,ibu
dianjurkan memperbanyak konsumsi serat seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran dengan begitu tinja yang
dikeluarkan supaya tidak keras.Dan ibu tidak perlu
mengejan kalau perlu, dokter akan memberikan obat untuk
melembekkan tinja.
(b) Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus
hindarkan banyak bergerak pada minggu pertama karena
bisa merusak otot-otot perinium. Banyak-banyaklah duduk
51

dan berbaring. Hindari berjalan karena akan membuat otot


perinium akan bergeser.
(c) Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan
segera melakukan mobilisasi setelah cukup istirahat.
(d) Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak
mengganti pembalut darah nifas, dalam nifas,bersihkan
vagina dalam anus dengan air seperti biasa. Jika ibu benar-
benar takut untuk menyentuh luka jahitan, disarankan untuk
duduk, berendam dalam larutan antiseptik selama10 m.
Dengan begitu,kotoran berupa sisa air seni dan feses juga
akan hilang.
(e) Bila memang dianjurkan dokter,luka dibagian perinium
dapat diolesi salep antibiotik.
(f) Mandi berendam
(g) Perawatan payudara
Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum
melahirkan,tetapi juga dilakukan setelah melahirkan
(Huliana,2003).
Tujuan:
(1)Melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya
saluran susu sehingga memperlancar keluarnya ASI
(2)Memelihara hygiene payudara
(3)Melenturkan dan menguatkan puting susu
(4)Mengatasi puting susu datar/terbenam supaya dapat
menyembul keluar sehingga siap disusukan pada bayi.
Langkah-Langkah Dalam Perawatan Payudara:
a) Siapkan alatdan bahan berikut ini:
(a)Minyak kelapa
(b)Gelas susu
(c)Air panas dan air dingin dalam wadah atau baskom
kecil
(d)Waslap atau sapu tangan dari handuk
52

(e)Handuk bersihKapas
b) Lakukan langkah-langkah pengurutan payudara
1. Pengurutan pertama
Terdiri dari 4 gerakan, yang dilakukan pada kedua
payudara selama 5 menit. Berikut tahap-tahap yang
dilakukan pada pengurutan pertama:
1) Licinkan kedua tangan dengan minyak
2) Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua
payudara
3) Lakukan pengurutan, dimulai kearah atas lalu
telapak tangan kiri kearah sisi kiri dan telapak
kanan kearah sisi kanan
4) Lakukan terus pengurutan kebawah atau
kesamping. Selanjutnya, pengurutan melintang.
Telapak tangan mengurut ke depan, lalu kedua
tangan dilepas dari payudara
5) Ulang gerakan 20-30 kali tiap satu payudara

i. Pengurutan ke 2
Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian
dua atau tiga jari tangan kanan membuat gerakan
memutar sambil menekan ulai dari pangkal payudara
dan berakhir pada pusing susu.lakukan tahap yang
sama pada payudara kanan. Lakukan dua kali gerakan
pada setiap payudara
ii. Pengurutan ke 3
Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan
tangan lain mengurut payudara dengan sisi kelingking
dari arah tepi ke arah puting susu. Lakukan gerakan
sekitar 30 kali
iii. Pengompresan
53

Lakukan pengompresan. Sebelumnya siapkan bahan


dan alat berupa 2 buah wadah dan baskom kecil yang
masing-masing diisi air hangat dan air dingin serta
dua buah waslap atau sapu tangan dari bahan handuk.
Selanjutnya kompres payudara dengan waslap selama
2 menit. Lalu ganti dengan kompres waslap dingin
selama 1 menit. Kompres berganti selama 3 kali
berturut-turut dan akhiri dengan kompres air hangat.
iv. Pengosongan ASI
Pengosongan ini dimaksudkan untuk mencegah
pembendungan ASI. Berikut ini tahap-tahap yang
harus dilakukan:
1) Sediakan gelas untuk menampung air susu (jika air
susu akan disimpan, gunakan yang steril).
2) Keluarkan air susu dengan meletakkan ibu jari dan
telunjuk kira-kira 2,5 sampai 3 cm dari puting susu
3) Letakkan jari-jari tersebut dengan sedemikian rupa
sehingga penampungan air susu ada di bawahnya.
4) Tekan payudara kearah dada dan perhatikan agar
jari-jari jangan diregangkan. Angkat payudara yang
agak besar dahulu lalu tekankan ke arah dada.
5) Gerakkan ibu jari dan telunjuk ke arah puting susu
untuk menkan dan mengosongkan tempat
penampungan susu pada payudara tanpa rasa
sakit.Ulangi gerakan itu untuk mengosongkan
daerah penampungan air susu.
f) Perawatan puting susu (huliana, 2003)
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat
puting susu:
(1)Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah
dibasahi minyak selama 5 menit agar kotoran disekitar
puting sudsh terangkat.
54

(2)Jika puting susu normal, lakukan perawatan berikut.


Oleskan inyak pada ibu jari dan telunjuk, letakkan
keduanya pada puting susu. Lakukan gerakan memutar
kearah dalam sebanyak 30 kali putaran
(3)Untuk kedua puting susu, gerakan ini untuk
meningkatkan elastisitas otot puting susu.
g) Nutrisi pada masa nifas
Ibu yang akan memerlukan diet dengan gizi yang baik dan
lengkap untuk membantu tubuhnya pulih kembali setelah
memenuhi kebutuhan pada kehamilan dan persalinan. Diet
yang baik juga mempertahankan tubuh terhadap infeksi,
mencegah konstipasi dan memulai proses pemberian ASI
eksklusif (Farrer,H,1999). Kebutuhan diet ibu nifas sama
dengan kebutuhan pada diet ibu menyusui yaitu menambah
konsumsi diet dibandingkan dengan ibu hamil (Mac
Donald,1998).

Selama laktasi, dibutuhkan semua variasi kelompok


makanan. Diet penurunan berat badan tidak dianjurkan
masa laktasi, karena hal itu dapat menghambat susu atau
mengganggu status gizi ibu (Bobak, 2005). Rekomendasi
nutrisi selama fase nifas atau laktasi adalah 2700 kalori,
yang mana dibutuhkan untuk energi dan produksi susu
(Bobak, 2005).
3.Physical Exercise ( Senam Nifas)
Ibu dapat memulai latihan pergangan otot dasar pelvik dan otot
abdomen setelah kekuatan telah kembali dan periode penyesuaian terhadap
kelahiran bayi. Semua latihan pengencangan otot abdomen mungkin
dilakukan tetapi sedang-sedang saja. Latihan kegelsuntuk mengencangkan
otot dasar pelvik dianjurkan untuk dilakukan (Hamilton, 1995).
55

Gerakan –gerakan yang perlu dilakukan pada senam post partum


adalah sebagai berikut:
(1) Berbaring dengan lutut di tekuk. Tempatkan tangan diatas perut di
bawah area iga-iga. Napas dalam dan lambat melalui hidung dan
kemudian keluarkan melalui mulut, kencangkan dinding abdomen
untuk membantu mengosongkan paru-paru.

Berbaring telentang, lengan dikeataskan diatas kepala, telapak


terbuka keatas. Kendurkan lengan kiri sedikit dan regangkan lengan
kanan. Pada waktu yang bersamaaan rilekskan kaki kiri dan
regangkan kaki kanan sehingga ada regangan penuh pada seluruh
bagian kanan tubuh.

(2) Kontraksi vagina. Berbaring telentang. Kedua kaki sedikit


diregangkan. Tarik dasar panggul, tahan selama tiga detik dan
kemudian rileks.

(3) Memiringkan panggul. Berbaring, lutut ditekuk.


Kontraksikan/kencangkan otot-otot perut sampai tulang punggung
mendatar dan kencangkan otot-otot bokong tahan 3 detik kemudian
rileks.

(4) Berbaring telentang, lutut ditekuk, lengan dijulurkan ke lutut. Angkat


kepala dan bahu kira-kira 45 derajat, tahan 3 detik dan rilekskan
dengan perlahan.
56

(5) Posisi yang sama seperti diatas. Tempatkan lengan lurus di bagian
luar lutut kiri.

(6) Tidur telentang, kedua lengan di bawah kepala dan kedua kaki
diluruskan. angkat kedua kaki sehingga pinggul dan lutut
mendekati badan semaksimal mungkin. Lalu luruskan dan angkat
kaki kiri dan kanan vertical dan perlahan-lahan turunkan kembali
ke lantai.

(7) Tidur telentang dengan kaki terangkat ke atas, dengan jalan


meletakkan kursi di ujung kasur, badan agak melengkung dengan
letak pada dan kaki bawah lebih atas. Lakukan gerakan pada jari-
jari kaki seperti mencakar dan meregangkan. Lakukan ini selama
setengah menit.

(8) Gerakan ujung kaki secara teratur seperti lingkaran dari luar ke
dalam dan dari dalam keluar. Lakukan gerakan ini selama setengah
menit.
57

(9) Lakukan gerakan telapak kaki kiri dan kanan ke atas dan ke
bawah seperti gerakan menggergaji. Lakukan selama setengah
menit.

(10) Tidur telentang kedua tangan bebas bergerak. Lakukan gerakan


dimana lutut mendekati badan, bergantian kaki kiri dan kaki
kanan, sedangkan tangan memegang ujung kaki, dan urutlah
mulai dari ujung kaki sampai batas betis, lutut dan paha.
Lakukan gerakan ini 8 sampai 10 setiap hari.

(11) Berbaring telentang, kaki terangkan ke atas, kedua tangan di


bawah kepala. Jepitlah bantal diantara kedua kakidan tekanlah
sekuat-kkuatnya. Pada waktu bersamaan angkatlah pantat dari
kasur dengan melengkungkan badan. Lakukan sebanyak 4
sampai 6 kali selama setengah menit.

(12) Tidur telentang, kaki terangkat ke atas, kedua lengan di


samping badan. kaki kanan disilangkan di atas kaki kiri dan
tekan yang kuat. Pada saat yang sama tegangkan kaki dan
kendorkan lagi perlahan-lahan dalam gerakan selama 4 detik.
Lakukanlah ini 4 sampai 6 kali selama setengah menit.
58

Anda mungkin juga menyukai