PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
a. Menambah wawasan tentang masalah kegawatdaruratan maternal dan neonatal
terutama tentang sepsis
b. Makalah ini sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa ilmu kebidanan Fakultas
kedokteran Universitas Andalas
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Sepsis
2.1.1 Pengertian Sepsis
Sepsis adalah adanya mikroorganisme pathogen atautoksindi dalam darah atau
jaringan lain (Kamus Kedokteran Dorland), keadaan disfungsi organ yang mengancam
jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.Danberdasarkan
konsensus AmericanCollege of Chest Physian and Society of Critical Medicine
(ACPP/SCCMConsensus conference ) tahun 1992, sepsis didefinisikan sebagai respon
inflamasi karena infeksi(Mayr et, 2013).
2.1.2 Etiologi
Penyebab sepsis sampai syok septik adalah bakteri gram negatif, tetapi mungkin
jugadisebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus bahkan
parasit.Timbulnya syok septik dan Acute 10 Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
sangat penting pada bakteriemia gram negatif.Syok terjadi pada 20%-35% penderita
bakteriemia gram negative. Bakteri gram negatif yang paling sering ditemukan pada sepsis
adalah Eschericia coli pada pielonefritis dan infeksi perut, Klebsiela pneumonia yang
sering menyebabkan infeksi saluran kencing dan infeksi saluran pernafasan akut,
Enterobacter, Nisseriameningitidis yang dapat menyebabkan sepsis fulminan pada
individu normal atau pasien infeksi kronik berulang (Kemenkes, 2010).
2.1.3 Patofisiologi
Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme kompleks, antara
mikroorganisme penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia. Saat ini sepsis tidak hanya
dipandang sebagai respon inflamasi yang kacau tetapi juga meliputi ketidakseimbangan
proses koagulasi dan fibrinolisis . Hal ini merupakan mekanisme – mekanisme penting dari
patofisiologi sepsis (kaskade sepsis).
Mikroorganisme penyebab sepsis terutama bakteri gram negatif melepaskan
endotoksinnya ke dalam plasma kemudian berikatan dengan Lipopolysaccarida binding
protein( LBP ). Kompleks yang terbentuk dari ikatan tersebut akan menempel pada
reseptor CD 14 yang terdapat dipermukaan monosit, makrofag, dan neutrofil, sehingga sel
– sel tadi menjadi teraktivasi. Makrofag, monosit, makrofag, dan netrofil yang teraktivasi
inilah yang melepaskan mediator inflamasi atau sitokin proinflamatory seperti TNF α dan
IL - 11 1β , IL – 2 , IL – 6, interferon gamma , platelet activating factor ( PAF ), dimana
dalam klinis akan ditandai dengan timbulnya gejala – gejala SIRS (Rivers, 2001).
Sitokin proinflamasi ini akan mempengaruhi beberapa organ dan sel seperti di
hipotalamus yang kemudian menimbulkan demam, takikardi, dan takipneu . Terjadinya
hipotensi dikarenakan mediator inflamasi juga mempengaruhi dinding pembuluh darah
dengan menginduksi proses sintesis Nitrit oxide ( NO ) . Akibat NO yang berlebih ini
terjadi vasodilatasi dan kebocoran plasma kapiler, sel – sel yang terkait hipoksia yang bila
berlangsung lama terjadi disfungsi organ.Selain respon inflamasi yang sistemik, sepsis
juga menimbulkan kekacauan dari sistem koagulasi dan fibrinolisis .
Paparan sitokin proinflamasi ( TNF – α , IL - 1β , IL – 6 ) juga menyebabkan
kerusakan endotel, akibatnya neutrofil dapat migrasi, platelet mudah adhesi ke lokasi jejas.
Rusaknya endotel yang berlebihan ini akan mengekpresikan atau mengaktifasikan TF,
yang kita ketahui dapat menstimulasi cascade koagulasi dari jalur ekstrinsik memproduksi
trombin dan fibrin.
Pembentukan trombin selain menginduksi perubahan fibrinogen menjadi fibrin,
juga memili ki efek inflamasi pada sel endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi
pelepasan TF, TNF – α yang lebih banyak lagi .Selain itu trombin juga menstimulasi
degranulasi sel mast yang kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan
menyebabkan kebocoran kapiler.
Bila sistem koagulasi teraktivasi secara otomatis tubuh juga akan mengaktifasi
sistem fibrinolisis untuk mencegah terjadinya koagulasi yang berlebihan. Akan tetapi
dalam sepsis, TNF – α mempengaruhi system 12 antikoagulasi alamiah tubuh yang
mengganggu aktivitas dari antitrombin III , protein C , protein S , Tissue Factor Protein
Inhibitor (TFPI ) dan Plasminogen Activator Inhibitor – I ( PAI – I ) sehingga bekuan yang
terbentuk tidak dapat didegradasi . Akibatnya formasi fibrin akan terus tertimbun di
pembuluh darah , membentuk sumbatan yang mengurangi pasokan darah ke sel sehingga
terjadi kegagalan organ.
Keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan memicu
respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai
dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel
endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari
aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor
nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species,
nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.9 Sitokin
proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan
mengaktifkanrantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang
teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan
meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi
(Bernard GR, 2001).
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut.
Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai
hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal
ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang
peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global (Nguyen, 2006).
Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan utama dan menyebabkan kematian
terhadap jutaan orang setiap tahunnya.Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap
infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang menjadi sepsis berat dan syok
septik.Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai sepsis berat dan syok septik.
Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, disebabkan karena
inflamasi sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi dan syok septik didefinisikan
sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (TD sistolik < 65 mmHg, atau penurunan
> 40 mmHg dari ambang dasar TD sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg(Dellinger, 2012).
2.1.5 Penanganan Sepsis
Penanganan tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh
SCCM dan ESICM yaitu “Surviving Sepsis Guidelines”.Komponen dasar dari penanganan
sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan
hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan
pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan
infeksi (Backer, 2017).
2.2.2 Etiologi
a. Standar kebersihan yang buruk selama proses persalinan, misalnya persalinan atau
aborsi yang dibantu dukun beranak, bukan dokter kandungan atau bidan terpercaya.
b. Infeksi menular seksual yang tidak diobati selama kehamilan.
c. Luka bekas perlekatan plasenta, luka abdominal dan perineal yang terjadi setelah
pembedahan atau laserasi saluran genital seperti pada serviks, vagina, dan
perineum juga dapat menjadi tempat masuknya infeksi.
d. Kondisi ibu yang mengalami malnutrisi, primiparitas, anemia, obesitas, gangguan
metabolisme glukosa, diabetes melitus, HIV/AIDS, infeksi panggul, infeksi
streptococcus, dan malaria.
2.2.3 Gejala
Gejala yang didapati pada seseorang dengan sepsis puerperalis adalah demam,
nyeri pada perut bagian bawah, detak jantung menjadi cepat, pendarahan, sakit kepala,
gangguan kesadaran, tekanan darah rendah, berkurangnya produksi urine, berkurangnya
suplai oksigen ke dalam tubuh hingga terjadinya gangguan pernapasan.
2.2.4 Pencegahan
Penyakit ini dapat dicegah dengan mengutamakan perlengkapan dan tempat
bersalin yang terjaga kebersihannya serta pengetahuan yang lebih mendalam baik bagi ibu
maupun tenaga medis mengenai kesehatan ibu dan janin selama kehamilan dan
persalinan.Rajin mencuci tangan juga terbukti efektif mengurangi tingkat risiko terjadinya
maternal sepsis.
a. Pemeriksaan penunjang
b. Pemeriksaan laboratorium yang harusdilakukan jika sepsis maternal terdeteksi antara
lain :
a) Perhitungan /jumlah sel darah lengkap
b) Pemeriksaan laktat serum <6 Jam setelah deteksi
c) Pemeriksaan Serum reactive protein (kadar normal bervariasi
berdasarkan usia dan gender)
d) Pemeriksaan ureum darah, elektrolit, dan fungsi hati
e) Pemeriksaan gula darah;
f) Rontgentoraks untuk pemeriksaan edema paru dan pneumonia
g) USG panggul untuk identifikasi koleksi cairan atau tertahannya sisa produk
kehamilan
2.3.2 Etiologi
Perbedaan waktu dan wilayah merupakan faktor penyebab keberagaman
mikroorganisme pencetus sepsis neonatus, dari setiap negara mempunyai profil tersendiri
pencetus penyakitnya (Kardana, 2011), Pada Negara maju sepsis kategori awitan dini
dapat terjadi selama 72 jam setelah nifas, adapun bakteri penyebanya yaitu : Streptococcus
grup B, kuman Gram negatif terutama Eschericia coli, Listeria monocytogenes, dan
Haemophilus influenzae, pada sepsisawitan lambat terjadi pada kurun waktu lebih dari 72
jam kelahiran (kehidupan)adapun mikroorganisme penyebabnya yaitu: Coagulase
Negative Staphylococci,Staphilococcus aureus, Eschericia coli, Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter,Candida, Serratia, Acinetobacter dan kuman anaerob, pada penelitian
yangdilakukan di bagian Perinatologi Departemen IKA-RSCM (2002) untuk
penyebabtidak banyak berbeda pada sepsis awitan dini ataupun lambat, yaitu
Enterobactersp, Klebsiella sp dan Acinetobacter sp (Juniatiningsih, dkk., 2008).
2.3.3 Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan
dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik
yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian.Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara (Surasmi, 2013), yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umpilikus masuk
kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes, situmegalo,
koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat pesalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion.Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke tyraktus
digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes genitalis, candida albika, dan gonnorea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea,
infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat
terjadi melalui luka umbilicus.
3.1 Kesimpulan
Sepsis merupakan suatu sindrom klinis sebagai respon sistemik tubuh terhadap
adanya infeksi. Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok
septik.Sepsis maternal dapat terjadi mulai dari pecahnya ketuban atau saat persalinan
sampai dengan hari ke 42 paska bersalin dan dikenal dengan sepsis puerperalis dan sepsis
neonatorum adalah keadaan atau sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia
yang terjadipada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami serta menanggapi apa yang telah penulis susun untuk kemajuan
penulisan makalah selanjutnya dan asuhan kebidanan dalam kasus sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward better care of
patients with sepsis. JAMA. 2017; 317(8): 807-8.
Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng
J Med. 2001; 344 (10): 699-709.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, dkk. Surviving
Sepsis Campaign international guidelines for management of severe sepsis and septic
shock: 2012. Crit Care Med. 2013;41(2):580– 637.
Gerdes, J.S., 2004, Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate,
Pediatri Clin North America, Vol 5, hal 939-959.
Juniatiningsih, A., Aminullah, A., Firmansyah, A., 2008, Profil Mikroorganisme Penyebab
Sepsis Neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta, Sari Pediatri, Vol. 10, No. 1, hal61-63.
Kemenkes, 2010, Buku Panduan Tata Laksana Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit, Jakarta,
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
hal11-12, 72-73. (Backer , 2017).
Majalah Kedokteran Bandung, Volume 50 No. 1, Maret 2018 35shock: 2012. Crit Care
Med. 2013;41(2):580–637.
Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis.Virulence. 2013; 5(1): 4-11
Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS. 2017;
1(1): 3-5.
Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al. Severe
sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department management
guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.
Sankar, M.A., Deorari Ashok, K., Paul Vinod, K., 2008, Sepsis in the Newborn, Division
of Neonatology, Department of Pediatrics All India Institute of Medical Sciences
Ansari Nagar, New Delhi –110029, hal 4.
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
KEGAWATDARURATAN DALAM KEBIDANAN DAN NEONATAL
“SEPSIS”
Disusun Oleh :
Rina
Ryskina Fatimah Siregar
Eka Darmayanti Putri Siregar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya yang melimpah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang “Sepsis” sebagai bahan mata kuliah Kegawatdarurutan dalam Kebidanan
dan Neonatal.
Dalam kesempatan ini kami berterimakasih semua pihak yang terkait yang telah
memberikan bantuan wawasan dalam menyelesaikan makalah ini baik secara langsung
maupun tak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi
isi maupun bahasa. Oleh karena itukami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan- rekan. Semogamakalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca .
Kelompok 3