LAPORAN PENDAHULUAN
1
Jadi, dapat disimpulkan bahwa syok septik adalah infasi aliran
darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk
menyebabkan reaksi pejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan
ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
1.1.2 Etiologi
Syok septic diakibatkan oleh serangkaian peristiwa
hemodinamik dan metabolic yang dicetuskan oleh serangan mikroba,
serta yang penting lagi adalah oleh system pertahanan tubuh. Sepsis
dan syok septic dapat disebabkan oleh gejala serangan
mikroorganisme yang berkaitan dengan infeksi bakteri aerobic dan an
aerobic terutama yang disebabkan oleh :
1. Bakteri gram negative seperti Escheria coli, Klebsiella sp,
Pseudomonassp, Bacteroides sp, dan Proteus sp.Bakteri gram
negative mengandung lipopolisakarida pad dinding selnya
yang disebut endotoksin. Apabila dilepas dan masuk kedalam
aliran darah, endotoksin menghasilkan beragam perubhan-
perubahan biokimia yang meugikan dan mengaktivasi imun dan
mediator biologis lainnya yang menunjang syok septic.
2. Organisme gram positif seperti: Stafilokokus. Streptokokus, dan
Pneunmokokus juga terlibat dalam timbulnya sepsis.
3. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin yang
berkemampuan untuk mengerahkan mediator imun dengan cara
yang sama dengan endotoksin
4. Selain itu infeksi viral, fungal, dan riketsia dapat mengarah kepada
timbulnya syok sepsis dan syok septik (JM, Siner, 2011)
1.1.3 Manifetasi Klinis
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering
ditemukan pada kasus dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi
juga berhubungan dengan lokasi penyebab sepsis. Penilaian klinis
perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital, termasuk (Davey,
2011):
a. Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu,
tekanan darah vena dan arteri.
b. Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi
pada awalnya, namun saat terjadi syok septic refrakter yang
sangat berat, pasien menjadi dingin dan perfusinya buruk.
c. Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
2
d. Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi
saluran kemih harus dilakukan untuk mengukur outputurin tiap
jam untuk mendapatkan gambaran fungsi ginjal.
e. Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan
perbedaan O2 alveoli-arteri (dari analisis gas darah arteri).
Semuanya harus sering diperiksa, dan apabila terdapat
penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan bantuan
ventilasi mekanis.
f. Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia
gas darah arteri dan kadar laktat.
g. Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada
atau tidaknya memar-memar, perdarahan spontan (misal pada
tempat-tempat pungsi vena, menimbulkan dugaan adanya
kegagalan sistem hemostatik, yang membutuhkan tambahan
produk darah.
3
dilepaskan kedalam aliran darah. Tingkat serum Procalsitonintidak
terdeteksi (< 0,1 ng /ml.). Tingkat serum Prokalsitonindapat
meningkat lebih dari 100 ng / ml selama infeksi berak dengan
manifestasi sistemik. Pada kondisi ini, serum prokalsitonin mungkin
diproduksi oleh jaringan exstra Thyroid. Pada saat terjadi sepsis
Prokalsionin berfungsi menghambat Prostaglandin dan sintesis
tromboksan(Sudhir et al, 2011).
1.1.4 Patofisiologi
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram
negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil
Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya
hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan-peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang
terlihat sebagai udem.
Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan
oleh penurunanperfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel
untuk menggunakan oksigenkarena toksin kuman. Gejala syok septik
yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin< 0.5
cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan
nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau
hampir normal mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
4
1.1.5 PATHWAY
Infeksi Bakteri
Sepsis
Hiperventilasi Alkalosis
Syok Sepsis respiratorik
dispnea
Autoregulasi Metabolisme
ginjal terganggu Gangguan
anaerob
pertukaran gas
Asidosis
Penurunan Output urin Suplai O2 metabolik
fungsi ginjal menurun dalamdarah kurang
Otot pernapasan
hipervolemi Penurunan Curah lelah
Gagal ginjal jantung
ARDS
MOF
Kematian
5
1.1.6 Klasifikasi
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi
dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu
pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps paru, dan
menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi
respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada
banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan
biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas
paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang
septik yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik
selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/
ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi
diaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat
yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk
mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga
memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem 25 diaktifkan
secara konstan dan difus-bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit
dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien
berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan.
6
Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang
lebih buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik,
dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah
kerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi
arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang
berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau
infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan
demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering
menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati
bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik,
dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali
fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien
mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu
yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama
terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan
sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis.
Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan
perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi
ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan
6. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi
diperlukan untuk mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung
oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal,
gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia
yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh
respons peradangan yang menyeluruh terhadap serangan.
Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis
(Guntur HA, 2010).
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
7
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi
dan mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan-
pemeriksaan yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi
organisme penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat
yang paling efektif.
2. SDP: Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi
sebalumnya, diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000)
d4engan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi
dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan
fungsi ginjal.
4. Trombosit: penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi
trombosit
5. PT/PTT: mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum: Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati,
syok
7. Glukosa Serum: hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari
puasa/ perubahan seluler dalam metabolisme
8. BUN/Kreatinin: peningkatan kadar diasosiasikan dengan
dehidrasi, ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi
atau kegagalan hati.
9. GDA: Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya. Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik
dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme
kompensasi
10. EKG: dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan
distritmia menyerupai infark miokard (Murdoch RS, 2012)
1.1.9 Penatalaksanaan
Pasien dengan syok septic memerlukan pemantauan cepat dan agresif
serta penatalaksanaan dalam unit perawatan kritis penatalaksanaannya
melibatkan seluruh sistem organ yang memerlukan pendekatan tim
dari bebagai disiplin antara lain:
8
1. Terapi-terapi definiti:
a) Identifikasi dan singkirkan sumber infeksi
b) Multipel antibiotik spektrum luas
2. Terapi-terapi suportif
a) Pulihkan volume intra vaskuler
b) Pertahankan curah jantung yang adekuat
c) Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
d) Berikan lingkungan metabolik yang sesuai
3. Terapi-terapi
a) Antihistamine
b) Nalokson
c) Inhibitor neutrophil
d) Inhibitor prostagladin (obat-obat anti inflamatori
nonsteroidal)
e) Steroid (Murdoch RS, 2012)
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Sepsis adalah sindrom yang dikarateristikan oleh tanda-tanda klinis
dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septisemia dan syok septik. Jika sistem perlindungan tubuh tidak
efektif dalam mengontrol invasi mikroorganisme, mungkin dapat
terjadi syok septik, yang dikarateristikan dengan perubahan
hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan
system multiple.
1.2.1.1 Pengkajian menggunakan pendekatan ABCDE primary survey:
1. Airway: yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu
napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal), jika terjadi
penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU.
2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit
merupakan gejala yangsignifikan, kaji saturasi oksigen, periksa
gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
dan kemungkinan asidosis, berikan 100% oksigen melalui non
re-breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya
infeksi di dada, periksa foto thorak.
3. Circulation: kaji denyut jantung, >100 kali per menit
merupakan tanda signifikan, monitoring tekanan darah, tekanan
9
darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang infuse dengan
menggunakan canul yang besar, berikan cairan koloid –
gelofusin atau haemaccel, pasang kateter, lakukan pemeriksaan
darah lengkap, siapkan untuk pemeriksaan kultur, catat
temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36 oC, siapkan pemeriksaan urin dan sputum,
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada
pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan
baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya
cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi
lainnya
1.2.1.2 Pengkajian Sekunder
1. Alergi : adakah alergi pada pasien seperti obat-obatan,
makanan, kosmetik.
2. Medikasi : obat-obatan yang di minum seperti sedang dalam
menjali pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis
atau penyalahgunaan obat
3. Past illness : riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa dan dosis yang diberikan, serta
penggunaan obat-obatan herbal
4. Last Meal : obat atau makanan yang baru saja di konsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian.
5. Enviroment : hal-hal yang bersangkutan dengan sebab
cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
a. Aktivitas dan istirahat Subyektif : Menurunnya
tenaga/kelelahan dan insomnia.
b. Sirkulasi
1) Subyektif: Riwayat pembedahan jantung /bypass
cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara,
lemak).
2) Obyektif: Tekanan darah bisa normal atau
meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi
terjadi pada stadium lanjut (shock).
3) Heart rate: takikardi biasa terjadi.
10
4) Bunyi jantung: normal pada fase awal, S2
(komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat
terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal.
5) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat,
dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut).
c. Integritas EgO
1) Subyektif: Keprihatinan/ketakutan, perasaan
dekat dengan kematian.
2) Obyektif: Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel,
perubahan mental.
d. Makanan/Cairan
1) Subyektif: Kehilangan selera makan, nausea.
2) Obyektif: Formasi edema/perubahan berat
badan, hilang/melemahnya bowel sounds.
e. Neurosensori
1) Subyektif atau Obyektif: Gejala truma kepala,
kelambatan mental, disfungsi motorik.
f. Respirasi
1) Subyektif: Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi
gas, infeksi pulmolal diffuse, kesulitan bernafas
akut atau khronis, “air hunger”.
2) Obyektif: Respirasi: rapid, swallow, grunting.
g. Rasa Aman
1) Subyektif: Adanya riwayat trauma tulang
/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode
anaplastic.
2) Seksualitas
Subyektif atau obyektif: Riwayat kehamilan
dengan komplikasi eclampsia (Dowd MD,
2013).
1.2.1.3 Hasil Pemeriksaan Diagnostik
1. DPL : SDP biasanya naik dan cepat turun seiring
perburukan syok
2. CT Scan : untuk mengidentifikasi tempat potensi
terjadinya abses
3. Rangkaian anaisis multiple : hiperglikemia dapat terjadi,
diikuti dengan hipoglikema pada tahap akhir
11
4. Gas Darah Arteri (GDA) Menunjukkan asidosis
metabolik dan hipoksia. Metabolisme anaerobik terjadi
dengan hipoksia yang mengakibatkan akumulasi
asam laktat.
5. Elektrolit Serum, Menunjukkan kekurangan cairan dan
elektrolit
6. Tes radiologik, Radiografi dada dapat memperlihatkan
pneumoni dan proses infeksi pada dada maupun abdomen
7. Pengawasan di Tempat Tidur, Tekanan darah normal atau
menurun, awalnya terjadi peningkatan curah jantung
(CO) dan indeks jantung (CI), yang berlanjut menjadi
penurunan CO dan CI, penurunan LVSW, penurunan
SVR, PCWP normal atau menurunan CVP, penurunan
pengeluaran urin.
8. Pemeriksaan Laboratorium, Penurunan natrium dalam
urin, peningkatan osmolaritas urin, terdapat bateremia,
biasanya terdapat organisme gram negatif yang
ditunjukkan melalui kultur dara, kulur cairan peritoneal,
urin dan sputum dapat memperlihatkan patogen,
peningkatan BUN, kreatinin serum, glukosa serum.
9. Kadar Laktat : penurunan kadar laktat dalam serum
menujukkan metabolisme anaerob dapat memenuhi
kebutuhan energi selular, sedangkan peningkatan kadar
menunjukkan perfusi yang tidak adekuat dan
metabolisme anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
selular.
10. Defisit basa : peningkatan kadar menunjukkan perfusi
yang tidak adekuat dan metabolisme anaerob
11. EKG Takikardi. (Morton, Patricia Gonce. et al, 2011)
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan
membran alveolus-kapiler
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kardiak output yang tidak mencukupi
3. Penurunan curah jantung berhubungan perubahan afterload
4. Hipervolemi berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulag
5. Hipertermi berhubungan dengan sepsis
12
6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor
mekanik
1.2.3 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
13
Penurunan Curah Jantung D.0008
Definisi : Ketiadakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
Gejala dan Tanda Mayor Penyebab
Subjektif 1. Perubahan irama jantung
1. Perubahan irama jantung 2. Perubahan frekuensi jantung
(Palpitasi) 3. Perubahan kontraktilitas
2. Perubahan preload (Lelah) 4. Perubahan preload
3. Perubahan afterload 5. Perubuhan afterload
(Dispnea) Kondisi Klinis Terkait
4. Perubahan kontraktilitas 1. Gagal jantung kongestif
(Paroxysmal nocturnal 2. Sindrom koroner angkut
dyspnea, ortopnea, batuk) 3. Stenosis mitral
Obyektif 4. Regurgitasi mitral
1. Perubahan iramajantung 5. Stenosis aorta
(Bradikardia/takikardia, 6. Regurgitasi aorta
gambaran EKG aritmia atau 7. Stenosis trikuspidal
gangguan konduksi ) 8. Regurgitasi trikuspidal
2. Perubahan preload (edema, 9. Stenosis pulmonal
distensi vena jugularis, central 10. Regurgitasi pulmonal
venous pressure 11. Aritmia
meningkat/menurun, 12. Penyakit jantung bawaan
hepatomegali)
3. Perubahan afterload (tekanan
darah meningkat/menurun, nadi
perifer teraba lemah, capillary
refil time >3detik, oliguria,
warna kulit pucat dan/atau
sianosis)
4. Perubahan kontraktilitas
(terdengar suara jantung s3
dan/atau s4, ejection fraction
menurun)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Perubahan preload (tidak
14
tersedia)
2. Perubahan afterload (tidak
tersedia)
3. Perubahan kontraktilitas
( tidak tersedia)
4. Perilaku atau emosional
(cemas dan gelisah)
Objektif
1. Perubahan preload (murmur
jantung, berat badan
bertambah, Pulmonary artery
wedge pressure menurun.
2. Perubahan afterload
(Pulmonary vascular
resistence
meningkat/menurun, Systemic
vascular resistance
meningkat/menurun.
3. Perubahan kontraktilitas
(Cardiac index menurun, Left
ventricular stroke work index
menurun, Stroke volume index
menurun.
4. Perilaku/emosinal (tidak
tersedia)
15
Kedalaman 1 2 3 4 5
Napas
Ekskursi Dada 1 2 3 4 5
16
Suara jantung S3 1 2 3 4 5
Suara Jantung S4 1 2 3 4 5
Murmur jantung 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
Hepatomegali 1 2 3 4 5
Systemic vascular 1 2 3 4 5
resitance
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Tekanan Darah 1 2 3 4 5
Capillary Refil Time 1 2 3 4 5
(CRT)
Pulmoary Artery 1 2 3 4 5
wedge pressure
Central Venous 1 2 3 4 5
pressure
INTERVENSI
Observasi
1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head – tilt dan chin – lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan nutrisi cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
17
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
1.2.6 Evaluasi
Dalam evaluasi menggunakan format SOAP, yaitu :
1. S (Subyektif) : menggambarkan pendokumentasian hasil,
mengumpulkan data klien melalui anamnesa
2. O (Obyketif) : data dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik
3. A (Assessment) : analisis dan interprestasi berdasarkan data yang
terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera
18
4. P (Plan) : merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau
laboratorium, serta konsuling untuk tindak lanjut.
19
DAFTAR PUSTAKA
20