Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK SEPTIK

A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan
hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006).
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok
septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit.
Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi
penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah
sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan
resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi).
Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa
jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka
tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel/jaringan. Syok septikmerupakan keadaan dimana terjadi
penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah
sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan
resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).

B. ETIOLOGI : 
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu
peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain
itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler
karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia,
sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan
karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien
sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi
yang melebar.Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi,
meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus
(Linda D.U, 2006). Selain itu syok juga dapat diakibatkan karena :
1. Perdarahan (syok hipovolemik)
2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Gagal jantung (syok kardiogenik)
4. Trauma atau cedera berat
5. Serangan jantung (syok kardiogenik)
6. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
7. Infeksi (syok septik)
8. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
9. Sindroma syok toksik.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu
turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,
trombositopenia atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan
penyebabnya.
D. PROGNOSA
Syok septik dapat menyebabkan kegagalan organ multipel termasuk
kegagalan pernapasan dan dapat menyebabkan kematian cepat
E. PATOGENESIS
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin.
Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis.
Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang
membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk
sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10,
yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan
antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama
membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita
kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan
kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila
mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS
pada dindingnya.
Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit
oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting
Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC).
Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+
(limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).
Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi
sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony
stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-
10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β
dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan
kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain
merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang
mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama
juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2
(PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1).
Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi
oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah
mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah,
yaitu:
1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-
selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang
mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada
endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang
melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk
radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,
sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel
tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ
multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ
multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil
sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.Untuk mencegah
terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin
antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-
10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10
meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat
dicegah (Hermawan, 2007).
F. PATOFISIOLOGI SYOK SEPTIK
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi
yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen,
NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses
homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila
proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi
yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif,
kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan
maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok.
Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi
penurunan curah jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang
dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF
merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan
perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang
diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi
(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin
bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan
(Chen dan Pohan, 2007).
G. INDIKASI
1. Apabila pasien dalam keadaan Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan
menggigil kemudian suhu turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2. Apabila pasien dalam keadaan nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
3. Apabila pasien dalam keadaan Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
H. TINDAKAN SYOK SEPTIK
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi
yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif
dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan
mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-
12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan
disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar hemoglobin
yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit
menurun.Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi
akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen
oleh jaringan yang mengalami iskemia.Oksigenasi bertujuan mengatasi
hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan
transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Secara klinis respon
terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah,
penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular,
ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen. Pada keadaan serum albumin
yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik
plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu
diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada
keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb
yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropic
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi.Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk
mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor
dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5
mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28
mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau
inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat
<9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).Pada hemodialisis
digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan
pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.
I. PENANGANAN SYOK
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal
yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan
syok adalah :
1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3. Periksa pernafasan korban (Breathing)
4. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan
selimut)
7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba.
J. PENGOBATAN :
1. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
2. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
3. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya
muntahan.
4. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
5. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
6. Obat-obatan diberikan secara intravena.
7. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan
karena cenderung menurunkan tekanan darah.
8. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
9. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok
jika perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok
disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak
berhubungan dengan volume darah.
10. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang
mengkerutkan pembuluh darah.
K. SOP (STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR)
1. Terapi cairan. Pemberian cairan garam berimbang harus segera diberikan pada
saat ditegakkan diagnostic, syok septik pemberian cairan ini sebanyak 1-2 L
selama 30-60 menit dapat memperbaiki sirkulasi tepid an produksi urin.
Pemberian cairan selanjutnya tergantung pengukuran tekanan vena sentral.
2. Obat inotropik. Dopamin sebaiknya diberikan bilamana keadaan syok tidak
dapat diatasi dengan pemberian cairan, tetapi tekanan vena sentral telah
kembali normal. Dopamin permulaan diberikan kurang dari 5 µg/kg berat
badan/menit. Dengan dosis ini diharapkan aliran darah ginjal dan mesenterik
meningkat, serta memperbanyak produksi urin. Dosis dopamin 5-10 µg/kg
berat badan/menit dan menimbulkan efek beta adrenergik. Sedangkan pada
dosis > 10 µg/kg berat badan/menit, dopamine tidak efektif, dan yang menonjol
adalah efek alfa adrenergic.
3. Antibiotika. Pemberian dosis antibiotika harus lebih tinggi dari dosis biasa dan
diberikan secar intravena, kombinasi pemberian 2 antibiotika spektrum …
sangat dianjurkan karena dapat terjadi efek aditif dan sinergistik. Misal :
kombinasi pemberian klindamisin (600 mg/  6 jam) dengan aminoglikosida
(gentamisin atau tobramisin 2 mg/kg berat badan/ 8 jam) sebagai terapi
permukaan sebelum mendapatkan uji kepekaan bakteri.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab
infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis,
dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.

Laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran
koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam
laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah,
sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.

Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,


hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya
hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat
mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.

Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu


trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan
DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase
meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis
metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat
menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi (Hermawan, 2007).

L. PENATALAKSANAAN
Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:
1. Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien
harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai
dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal.
Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat
vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.
2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme
Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan
secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas.
Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial
dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka
antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut
(Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat,
misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan
gentamisin.
a. Golongan penicillin
– Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
– Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari
b. Golongan penicillinase—resistant penicillin
– Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari
sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing
dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat
kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
– Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.
c. Gentamycin
Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati
terhadap efek nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan.
Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan
antibiotik yang dianjurkan:

Bakteri Antibiotik Dosis

Escherichia coli Ampisilin/sefalotin – Sefalotin: 1-2

Klebsiella, Enterobacter Gentamisin gram tiap 4-6 jam,


biasanya
Proteus mirabilis Ampisilin/sefalotin
dilarutkan dalam
Pr. rettgeri, Pr. morgagni, Pr. Gentamisin 50-100 ml cairan,
Vulgaris diberikan per drip
Mima-Herellea Gentamisin dalam 20-30
menit untuk
Pseudomonas Gentamisin
menghindari
Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin
flebitis.
– Kloramfenikol:
6 x 0,5 g/hari iv
– Klindamisin: 4
x 0,5 g/hari iv
Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi
anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang
gangren (Hermawan, 2007).

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway:
a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya
dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri
rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan
disfungsimiokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin
yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.
Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat
disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh
jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi
oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan
cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan
saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi
eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb
rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik.
Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan
dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit,
fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik
yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8
mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase
(amrinon dan milrinon).

4. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin
dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral
dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.

5. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal,
dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison
dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan
septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.

M. KOMPLIKASI
a. Sindrom distress pernapasan pada dewasa
b. Koagulasi intravaskular
c. Gagal ginjal akut
d. Perdarahan usus
e. Gagal hati
f. Disfungsi sistem saraf pusat
g. Gagal jantung
h. Kematian
N. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL

1. Hipertermi b.d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dehidrasi,


peningkatan metabolisme.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia.
3.  Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kebocoran cairan ke dalam
intersisial.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen
ke dalam jaringan.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap
minuman
6. Gangguan pola nafas b.d apnea
7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosostro,hanifa.2005.ilmu kebidanan.bida pustaka sarwono. Jakarta Categories Contoh


Makalah

Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9

Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3
NCP
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam . NIC : Airway Management
pasien akan :
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
NOC :
bila perlu
Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  Vital sign Status          Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

Kriteria Hasil : buatan

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,          Pasang mayo bila perlu
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan          Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed          Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
lips)          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa          Lakukan suction pada mayo
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang          Berikan bronkodilator bila perlu
normal, tidak ada suara nafas abnormal)          Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan)
         Monitor respirasi dan status O2
.
Terapi Oksigen
  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
  Pertahankan jalan nafas yang paten
  Atur peralatan oksigenasi
  Monitor aliran oksigen
  Pertahankan posisi pasien
  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam . Cardiac care :
pasien akan : o Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
NOC :
o Catat adanya disritmia jantung
         Cardiac Pump effectiveness
o Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
         Circulation Status
o Monitor status kardiovaskuler
         Vital Sign Status
o Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
Kriteria Hasil:
o Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
  Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi,
o Monitor balance cairan
respirasi)
o Monitor adanya perubahan tekanan darah
  Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
o Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
  Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites o Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
  Tidak ada penurunan kesadaran kelelahan
o Monitor toleransi aktivitas pasien
o Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
o Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam . NIC :
pasien akan : Fever treatment
NOC : Thermoregulation   Monitor suhu sesering mungkin
Kriteria Hasil :
  Monitor IWL
  Suhu tubuh dalam rentang normal
  Nadi dan RR dalam rentang normal   Monitor warna dan suhu kulit
  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,
  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
merasa nyaman
  Monitor penurunan tingkat kesadaran
  Monitor WBC, Hb, dan Hct
  Monitor intake dan output
  Berikan anti piretik
  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
  Selimuti pasien
  Lakukan tapid sponge
  Berikan cairan intravena
  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
  Tingkatkan sirkulasi udara
  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
  Monitor TD, nadi, dan RR
  Monitor warna dan suhu kulit
  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
  Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam . Management sensasi perifer:
pasien akan :  Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap 4 jam
 Tekanan sisitole dan diastole dalam rentang normal  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
 Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik lesi
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas atau dingin
 Kolaborasi obat antihipertensi.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam . Activity Therapy
pasien akan :  Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai  Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai
peningkatan tekanan darah nadi dan respirasi dengan tingkat keterbatasan klien
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri  Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu dan
 TTV dalam rentang normal meningkatkan kekuatan fisik klien.
 Status sirkulasi baik  Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
 Jelaskan pada keluarga dan klien tentang pentingnya
bedrest ditempat tidur.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam . pasien Anxiety Reduction
akan :  Kaji tingkat kecemasan
 Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala  Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.
cemas  Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya tentang
 TTV normal kondisi pasien.
 Menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas.  Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi pasien.
 Beri dorongan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai