SYOK SEPTIK
I. LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan
penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka
dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006).
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan
perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme
sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
(sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda
kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada
pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah
sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang disebut
plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn, 2008 : 133).Sel-sel
darah, ada tiga macam yaitu :
1. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya kira-kira
8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3.. Fungsi dari
eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-
paru. Eristrosit di buat dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan
beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna
kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung
O2.
C. ETIOLOGI :
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.
Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai
berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang
mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps
kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya
hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan
cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel
yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik
yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia,
vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan
menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau
hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal,
dan tekanan nadi yang melebar. Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat
bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus
(Linda D.U, 2006)
Selain itu syok juga dapat diakibatkan karena :
1. Perdarahan (syok hipovolemik)
2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Gagal jantung (syok kardiogenik)
4. Trauma atau cedera berat
5. Serangan jantung (syok kardiogenik)
6. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
7. Infeksi (syok septik)
8. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
9. Sindroma syok toksik.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Biakan: dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non operasi dan aliran invasif
(selang atau kateter) hasil positip tidak perlu untuk diagnosis.
2. Lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, CRP (+), LED meningkat
dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
3. Gas-gas darah arteri: alkalosis respiratorik terjadi pada sepsis (PH > 7,45, PCO 2 < 35)
dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama,
dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b)
circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena
sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin
>0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun
perfusi.Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar
hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh
eritrosit menurun.Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan
perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan
oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki
utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan
cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan
saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila
kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan
septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi.Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk
mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor
dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5
mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28
mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau
inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).Pada hemodialisis
digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan
pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.Hemofiltrasi dilakukan
kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan
hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian
secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan
tersebut.Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari
pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara
golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin.
A. Golongan penicillin
– Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
C. Gentamycin
Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek
nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan.
Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik
yang dianjurkan:
Mima-Herellea Gentamisin
Pseudomonas Gentamisin
Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin
Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
a. Yakinkan kepatenan jalan napas
b. Berikan alat bantu napas jika perlu
c. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
Breathing
a. Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
b. Kaji saturasi oksigen
c. Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
d. Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. Periksa foto thorak
Circulation
a. Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
b. Monitoring tekanan darah
c. Periksa waktu pengisian kapiler
d. Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. Pasang kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
360C
i. Siapkan pemeriksaan urin dan sputum.
j. Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya
tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan
tempat sumber infeksi lainnya.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
- Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
- Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)
c. Integritas Ego
- Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
- Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
d. Makanan/Cairan
- Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
- Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel
sounds.
e. Neurosensori
- Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik
f. Respirasi
- Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
- Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
g. Rasa Aman
- Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode
anaplastik
h. Seksualitas
- Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
dehidrasi
Rencanakan monitoring suhu secara
D. Evaluasi
Menurut Nursalam (2011) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai dengan
tujuan tercapai
2. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir, dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Pp: 187-9
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3
NANDA Internasional. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2018-2020. Edisi
11. Jakarta: EGC.
Gangguan kognitif
ADL terganggua
Defisit Perawatan
Diri
Ketidakefektifan
Penurunan curah Pola Nafas Proses infeksi
jantung
Peningkatan
suhu tubuh
Hipertermi