Anda di halaman 1dari 14

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan
kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas. (Smeltzer & Bare,2002)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru – paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi
aliran udara. (Price & Wilson,2005)
Penyakit paru obstruksi kronik merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru- paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. (Irman ,2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya . Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam
perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk,
dan sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari.(GOLD,2009)

B. Anatomi Fisiologi

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida . pada pernafasan

melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut

pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan

dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris.Hanya satu lapisan

membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen

menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke

jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan

paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95%

jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru,karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,

menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial

dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.Empat proses yang berhubungan

dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli

dengan udara luar.

2. Arus darah melalui paru-paru.

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat

dapat mencapai semua bagian tubuh.

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih
mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru

menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang

di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu

tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya

pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak

O2.

Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan

hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya

mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen

dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima,

sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida.Perubahan-perubahan

berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna

dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang

dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20

persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).

Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500

ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini,
kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup

masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas

vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas

paling kuat disebut kapasitas paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang

laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang

pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru), dan

kelemahan otot pernafasan.

C. Etiologi/Predisposisi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor
risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
5. Jenis kelamin
6. Riwayat infeksi saluran nafas
7. Ras
8. Bersifat genetik yaitu defisiensi alfa-1 antitripsin.Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru – paru dari kerusakan.Kekurangan enzim ini dapat
terkena empisema pada usia yang relatif muda.
9. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Dispnea : sesak napas akibat kekurangan udara yang menyebabkan sulit bernapas
2. Batuk kronis : batuk jangka panjang
3. Peningkatan produksi sputum : jumlah berlebihan dahak karena peradangan atau infeksi
saluran pernapasan
4. Whezzing/suara mengi : disebabkan oleh penyempitan saluran udara
5. Nyeri dada : disebabkan oleh infeksi paru- paru
6. Kelelahan : kelelahan pada PPOK cenderung karena batuk dan dyspneu
7. Clubbing finger : tanda jangka panjang kekurangan oksigen
8. Hemoptisis (batuk berdarah) : karena infeksi paru - paru
9. Sianosis: perubahan warna kebiruan pada kulit ,tanda akhir kekurangan oksigen kronis
dalam darah.

E. Patofisiologi
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan sel epitel
untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil.
Kemudian makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur
pada paru – paru .Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun
tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya
akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK.
Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial ,hipersekresi
mukosa ,peningkatan masa otot halus,dan fibrosis.Terdapat pula disfungsi silier pada
epitel ,menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan. Secara klinis
proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk
produktif.Pada parenkim paru penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease
menyebabkan emfisema.Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang kurang
teventilasi;perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hipoksemia(PaO2
rendah).Ventilasi dari alveoli yang tidak berfungsi meningkatkan ruang buntu menyebabkan
pembuangan CO2 yang tidak efisien.Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk
mengkompensasi keadaan ini yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuuntuk
mengatasi resistensi saluran nafas yang meningkat pada akhirnya proses ini gagal dan
terjadilah retensi CO2 pada beberapa pasien dengan PPOK berat.
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.Dalam usia yang lebih lanjut
kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.Berkurangnya
fungsi paru – paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi
ventilasi paru.
Faktor – faktor resiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil ,yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi.Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi ,pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara.Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak nafas .Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.Fungsi – fungsi paru:
ventilasi,distribusigas,difusi gas,maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
F. INA
G. Komplikasi
Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratorik
3. Infeksi saluran pernafasan
4. Gagal jantung
5. Disrimia jantung
6. Status asthmatikus

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas
kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap

I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok ,infeksi dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi yang disebabkan
oleh H. Influenza dan S.Pneumonia.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkania dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi
d. Bronkodilator
3. Terapi jangka panjang
a. Antibiotik
b. Bronkodilator
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan
yang sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas
dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi
akibat proses penyakit.
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak nafas yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu
oleh orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36º-37ºC), pireksia/demam(38º-40ºC),
hiperpireksa=40ºC< ataupun hipertermi <35,5ºC.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang menggangu kenyamanan pasien. Nyeri dada
meningkat karena batuk berulang (skala 5).
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya.
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakah pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau
temannya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ,perubahan membrane kapiler alveolar.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor lingkungan (perokok
pasif,merokok),obstruksi jalan napas, mukus berlebihan,eksudat pada alveoli,Sekresi
pada bronchi,fisiologi (PPOK,infeksi,asma,disfungsi neuromuskular).
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek,bronkokontriksi dan
iritan jalan napas,hiperventilasi dan kelainan bentuk dada.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
C. Intervensi Keperawatan,Implementasi,Evaluasi
NO Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan NIC Label : 1. Untuk
gas berhubungan tindakan keperawatan Airway management memaksimal
dengan selama 3x24 jam 1. Posisikan pasien kan ventilasi
ketidakseimbangan diharapkan semi fowler 2. Merilekska
perfusi gangguan pertukaran 2. Lakukan fisioterapi n dada untuk
ventilasi,perubahan gas pasien teratasi dada bila perlu memperlanca
membrane kapiler dengan 3. Auskultasi bunyi r pernapasan
alveolar Kriteria Hasil : nafas pasien.
NOC label >> 4. Kolaborasi 3. Mengetahui
Respiratory status : pemberian suara napas
Ventilation broncodilator tambahan
- Mendemontrasikan 5. Monitor respirasi 4. Broncodilat
peningkatan ventilasi dan or
dan oksigenasi yang Status O2 meningkatka
adekuat 6. Ajarkan batuk n ukuran
- Mendemontrasikan efektif lumen dan
batuk efektif dan 7. Pertahankan menurunkan
suara nafas yang Hidrasi yang tahanan
bersih,tidak ada adekuat untuk terhadap
sianosis dan mengencerkan aliran udara
dyspneu(mampu secret 5. Mendeteksi
mengeluarkan gangguan
sputum,mampu pernapasan
bernafas dengan 6. Mengeluark
mudah. an sekret
- Tanda – tanda vital yang
dalam batas normal menghambat
- AGD dalam batas pernapasan
normal 7. Menyeimba
ngkan cairan
dalam tubuh

2 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan NIC Label :


tidak efektif tindakan keperawatan Airway management
berhubungan dengan : selama 3x24 jam pasien 1. Posisikan pasien
Faktor lingkungan menunjukkan semi fowler
(perokok keefektifan jalan nafas 2. Lakukan fisioterapi
pasif,merokok),obstruk dibuktikan dengan dada bila perlu
si jalan napas, mukus Kriteria Hasil : 3. Auskultasi bunyi 1. Untuk
berlebihan,eksudat NOC label >> nafas memaksimal
pada alveoli,Sekresi Respiratory status : 4. Kolaborasi kan ventilasi
pada bronchi,fisiologi Airway patensy pemberian 2. Merilekska
(PPOK,infeksi,asma,di - Mendemonstrasikan broncodilator n dada untuk
sfungsi batuk efektif dan 5. Monitor respirasi memperlanca
neuromuskular). suara nafas yang dan r pernapasan
bersih, tidak ada Status O2 pasien.
sianosis dan dyspneu 6. Ajarkan batuk 3. Mengetahui
(mampu efektif suara napas
mengeluarkan 7. Pertahankan tambahan
sputum, mampu Hidrasi yang 4. Broncodilat
bernafas dengan adekuat untuk or
mudah, tidak ada mengencerkan meningkatka
pursed lips) secret n ukuran
- Menunjukkan jalan lumen dan
nafas yang paten menurunkan
(klien tidak merasa tahanan
tercekik, irama nafas, terhadap
frekuensi pernafasan aliran udara
dalam rentang 5. Mendeteksi
normal, tidak ada gangguan
suara nafas abnormal) pernapasan
- Mampu 6. Mengeluark
mengidentifikasikan an sekret
dan mencegah faktor yang
yang dapat menghambat
menghambat jalan pernapasan
nafas 7. Menyeimba
- Saturasi dalam batas ngkan cairan
normal dalam tubuh

3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan NIC Label: 1. Untuk


berhubungan dengan tindakan keperawatan Airway management memaksimal
napas pendek, selama 3x24 jam 1. posisikan pasien kan ventilasi
bronkokontriksi dan diharapkan pola napas untuk 2. Merilekska
iritan jalan napas, efektif dengan kriteria memaksimalkan n dada untuk
hiperventilasi dan Hasil : ventilasi memperlanca
kelainan bentuk dada NOC Label>> 2. Lakukan Fisioterapi r pernapasan
Respiratory status dada bila perlu pasien.
Airway Patency 3. Keluarkan secret 3. Mengeluark
- Frekuensi,irama,kedal dengan batuk atau an sekret
aman pernapasan suction yang
dalam batas normal 4. Monitor respirasi menghambat
- Tidak menggunakan dan status O2 jalan napas
otot – otot bantu 5. Auskultasi bunyi 4. Mengetahui
pernapasan nafas suara napas
NOC Label>> 6. Pertahankan jalan tambahan
Vital Sign nafas yang paten 5. Memonitor
- Tanda Tanda vital 7. Monitor aliran kepatenan
dalam rentang normal oksigen jalan napas
(tekanan darah 6. Maksimalk
(sistole 110- an ventilasi
130mmHg dan 7. Menjaga
diastole 70- aliran
90mmHg), nadi(60- oksigen
100x/menit), NIC Label mencukupi
pernafasan (18- Vital sign kebutuhan
24x/menit))suhu - Monitor tekanan pasien
(36,5- 37,5 oC) darah,nadi,temperat
ur dan status - Mendeteksi
respirasi sesuai adanya
kebutuhan. gangguan
- Monitor adanya respirasi
sianosis pada sentral dan
dan perifer kardiovasku
ler
- Mendeteksi
gangguan
sistem
tubuh
4. Hipertermi Setelah dilakukan NIC Label : Fever
berhubungan dengan tindakan keperawatan Fever Treatment treatment
proses peradangan selama 3x24 jam 1. Monitor suhu 1. Mendetek
diharapkan suhu tubuh 2. Monitor warna si dini
dalam batas normal dan suhu kulit perubahan
dengan kriteria Hasil : 3. Monitor tekanan suhu
NOC Label>> darah ,nadi,dan pasien
Thermoregulation RR 2. Mengetah
- Suhu tubuh dalam 4. Kompres pasien ui
batas normal (36,5- dibagian lipat perubahan
37,5 oC) paha dan axila suhu
- Nadi dan RR dalam 5. Kolaborasi 3. Mendetek
batas normal pemberian si adanya
tekanan darah sistole antipiretik gangguan
110-130 mmHg dan Temperatur regulation respirasi
diastole 70-90mmHg, 1. Monitor suhu dan
nadi 60-100x/menit, minimal 2 jam kardiovas
pernafasan 18- 2. Tingkatkan kuler
24x/menit,suhu 36,5- intake cairan 4. Membant
37,5 oC 3. Monitor u
- Tidak ada perubahan TD,Nadi,RR melancark
warna kulit dan tidak an aliran
ada pusing darah dan
suplai
oksigen
5. Menurunk
an suhu
tubuh
Temperat
ur
regulatio
n
1. Memonitor
perubahan
suhu
pasien
2. Mendeteksi
adanya
gangguan
respirasi
dan
kardiovask
uler

D. Evaluasi
Evaluasi sesuaikan dengan kondisi pasien dan kriteria hasil
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Bulechek, Gloria. M, et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Sixth Edition. United States of America: Elsevier..

Herdman, T. Heather. 2018. Nanda International Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.

Moorhead, Sue. et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth


Edition. United States of America: Elsevier.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi


Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai