Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Anatomi Fisiologi Darah

1. Anatomi Darah

Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama
14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna
ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2.

Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah


merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam
peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida
dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95%
Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen
menjadi Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme.Disamping

Oksigen,

hemoglobin

juga

membawa

Karbondioksida dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan


Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan
ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis, pematangan
sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin. Proses
pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang dewasa terjadi di
sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum,
iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan intrauterine
terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan intrauterine terjadi pada hati dan
limpa. Dalam proses pembentukan sel darah merah membutuhkan bahan
zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan
faktor lain. Kekurangan salah satu unsur diatas akan mengakibatkan
penurunan produksi sel darah sehingga mengakibatkan Anemia yang
b.

ditandai dengan Kadar hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.


Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam
inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna
bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut,
dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh

darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan


penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah
leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.
c.

Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
3)

yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).


Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan

4)
5)

juga

menimbulkn

tekanan

osmotik

untuk

memelihara

keseimbangan cairan dalam tubuh.


Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)

2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2005) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti
racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
B. Definisi

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit,
dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan

terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi
bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini
digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American
College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992
yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik
(Chen et.al,2009).
Sepsis neonatorum adalah suatu gejala klinis dengan mikroorganisme positif
yang didapat dari spesimen steril seperti darah, cairan serebrospinal, dan urin yang
di ambil dengan cara steril pada satu bulan pertama kehidupan (Thaver D et al,
2009).
C. Epidemiologi

Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000 kematian
pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok septik meningkat
selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus >700.000 per tahun (3 per 1000
penduduk). Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien dengan penyakit terdahulu.
Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat pada penderita usia lanjut dan sudah
adanya komorbiditas sebelumnya. Meningkatnya insiden sepsis berat di Amerika
Serikat disebabkan oleh usia penduduk, meningkatnya pasien usia lanjut
menyebabkan meningkatnya pasien dengan penyakit kronis, dan juga akibat
berkembangnya sepsis pada pasien AIDS. Meluasnya penggunaan obat antimikroba,
obat imunosupresif, pemakaian kateter jangka panjang dan ventilasi mekanik juga
berperan. Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian yang paling sering di
seluruh dunia, terutama pada kalangan anak-anak (Munford, 2008).
D. Etiologi

Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil


kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram
negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan

sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur
darahnya

negatif,

penyebab

infeksi

tersebut

biasanya

diperiksa

dengan

menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008).


Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi saluran
pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis (Shapiro,
2010)
Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus merupakan
patogen penyebab sepsis neonatorum awitan dini tersering, dimana S. aureus,
Streptococcus pneumonia dan Streptococcus pyogenes menjadi patogen penyebab
sepsis neonatorum awitan lambat tersering (Khan, 2012).
E. Manifestasi Klinis

1) Sepsis non spesifik : demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
malaise gelisah atau kebingungan.
2) Hipotensi, oliguria atau anuria, takipneu atau hipepne, hipotermia tanpa
sebab jelas, perdarahan
3) Tempat infeksi paling sering: Paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit,
jaringan lunak dan saraf pusat.
4) Syok sepsis
5) Tanda tanda MODS dengan terjadinya komplikasi. ( SudoyoAru,dkk
2009).
F. Patofisiologi

Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek antara


mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis,
melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel
endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis
memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis neonatorum. Meskipun
manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan seluler untuk menimbulkan
respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme penyebabnya, sedangkan
tahapan-tahapan pada respon sepsis neonatorum sama dan tidak tergantung
penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan
pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan
pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non spesifik (innate

immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein
pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat reseptor CD4 makrofag dan
monosit yang bersirkulasi (Hapsari, 2009).
Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan
pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin proinflamasi
primer yang diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) , interleukin (IL)1, 6,
8, 12 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam
setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara
langsung atau tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan,
leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin, dan komplemen.
Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis
dan menghasilkan kerusakan endotel (Nasution, 2008).
Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi bakteri
intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu
yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama
kehamilan. Peningkatan kadar Ig M merupakan indikasi adanya infeksi neonatus.
Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan /
pranatal, saat persalinan/ intranatal, atau setelah lahir/ pascanatal. Paparan infeksi
pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita penyakit tertentu, antara
lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan secara hematogen melewati plasental ke
fetus (Nasution, 2008).
Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi
dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal
atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat
intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari
bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan
amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis. Neonatus terinfeksi
saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang mengandung
lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang berakibat pneumonia.
Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat

pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi
transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan
dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of neonatal sepsis)
dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama setelah lahir (Hapsari,
2009).
Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari
lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan,
saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini dikenal
dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain perbedaan
dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan late onset)
sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian
patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak
banyak berbeda (Hapsari, 2009).
G. Pathway

Terlampir
H. Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan


menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal
sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis)
(Anderson-Berry, 2014).
Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang
terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh
pada saat proses kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi secara vertikal karena
penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran bayi.
Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus per 1.000 kelahiran
hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI, 2008).
Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang
berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses infeksi

semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk
didalamnya infeksi karena kuman nasokomial (Aminullah, 2010).
I.

Gejala Klinis
Gejala klinik neonatus sehat adalah tampak bugar, menangis keras, refleks
hisap bagus, napas spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur
kehamilan 37-42 minggu, berat lahir 2500-4000 gram dan tidak terdapat kelainan
bawaan berat/mayor (Arkhaesi, 2008).
Neonatus yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan
asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi
tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia,
hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai
kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan
saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar
high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan
kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula
memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu
pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi)
(Depkes RI, 2008).

J. Komplikasi
K. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik

Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan


pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran
koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam
laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum,
urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. Temuan awal lain:
Leukositosis

dengan

shift

kiri,

trombositopenia,

hiperbilirubinemia,

dan

proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis


respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum

Pemeriksaan
Laboratorium
Hitung leukosit
Hitung trombosit

Kaskade koagulasi

Temuan

Uraian

Leukositosis atau
leukopenia
Trombositosis atau
trombositopenia

Endotoxemia
menyebabkan leukopenia
Peningkatan jumlahnya
diawal menunjukkan
respon fase akut;
penurunan jumlah
trombosit menunjukkan
DIC
Abnormalitas dapat
diamati sebelum
kegagalan organ dan tanpa
pendarahan
Indikasi gagal ginjal akut
Hipoksia jaringan

Serum fosfat

Defisiensi protein C;
defisiensi antitrombin;
peningkatan D-dimer;
pemanjangan PT dan PTT
Peningkatan kreatinin
As.laktat>4mmol/L(36mg
/dl)
Peningkatan alkaline
phosphatase, AST, ALT,
bilirubin
Hipofosfatemia

C-reaktif protein (CRP)

Meningkat

Procalcitonin

Meningkat

Kreatinin
Asam laktat
Enzim hati

Gagal hepatoselular akut


disebabkan hipoperfusi
Berhubungan dengan level
cytokin proinflammatory
Respon fase akut
Membedakan SIRS
dengan atau tanpa infeksi

meningkat. Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu


trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC.
Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila
otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi
setelah

alkalosis

respiratorik.

Hiperglikemia

diabetik

dapat

menimbulkan

ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. (Hermawan, 2007).


Pada tabel dibawah dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium
pada penderita sepsis.

L. Penatalaksanaan

Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :
1.

Nonfarmakologi

Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan


melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2.

Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila
rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan
oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin
dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis
rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24);

bila

dikombinasikan

dengan

terapi

konvensional,

dapat

menurunkan angka mortalitas.


3.

Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tatalaksana sepsis


neonatorum, sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan
waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam
melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat
peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Pemberian antibiotik pada kasus
tersangka sepsis neonatorum, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa
menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik
harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila
hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara
klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan (Sitompul, 2010).
1.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini


Pada bayi dengan sepsis neonatorum awitan dini, terapi empirik harus
meliputi Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes.
Kombinasi penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai
aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua
organisme penyebab sepsis neonatorum awitan dini. Kombinasi ini sangat
dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri (Sitompul, 2010).

2.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat


Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat
digunakan untuk terapi awal sepsis neonatorum awitan lambat. Pada kasus
infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus
yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi
awal. Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang ada
pada masing-masing unit perawatan neonatus (Sitompul, 2010).

3.

Terapi Suportif (adjuvant)


Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ
atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi
respirasi, gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem
imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian

oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif


ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang
dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin
(IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1,
transfusi tukar (TT) dan lain-lain (Sitompul, 2010).

II. Konsep Tumbuh Kembang dan Hospitalisasi


A. Konsep Pertumbuhan Usia
Pertumbuhan anak dapat

diartikan sebagai proses perubahan fisik.

Perubahan yang dimaksud dapat dilihat dari bertambahnya ukuran fisik (anggota
tubuh). Dengan kata lain, pertumbuhan lebih bersifat kuantitatif (angka) sehingga
pertumbuhan itu mudah diukur dan menunjukkan perubahan yang dapat diamati
secara fisik. Proses ini dapat diukur, misalnya melalui penimbangan berat badan,
pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala anak. Misalnya seorang anak
menjadi tinggi dan besar.
Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan fungsi anggota tubuh.
Perkembangan lebih ditekankan pada bertambah atau menjadi lebih baiknya
fungsi anggota tubuh. Perkembangan lebih bersifat kualitatif. Ada waktu dan usia
yang sesuai untuk setiap proses dan tepat dengan tahap perkembangan tertentu.
Waktu proses dan tahapan tersebut berbeda untuk setiap anak. Karena itu,
pendidik tidak bisa membandingkan perkembangan satu anak dengan anak lain
seperti sebuah perlombaan atau pertandingan. Selain itu, perkembangan sangat

erat kaitannya dengan pertumbuhan. Anak yang bisa berjalan sudah pasti
pertumbuhan kakinya sudah tuntas. Kaki anak sudah kuat menyokong tubuh.
Karena kaitan tersebut sering kali kata pertumbuhan jarang disebut-sebut
sehingga yang dikenal hanya kata perkembangan.
B. Konsep Perkembangan Usia
1) Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan (deus,2006), yaitu
a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
b. Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek
saling berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan
kesiapan aspek kognitif (berpikir).
c. Perkembangan dapat diprediksi.
d. Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan.
Dari sisi umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia
satu tahun diperkirakan sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu
kata. Misalnya, mam untuk menyatakan mau makan.
e. Rentang perkembangan anak bervariasi.
f. Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya
baru bisa berjalan setelah berusia 18 bulan.
g. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan
pengalaman (experience).
h. Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa
kematangan untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak
sendiri. Faktor gizi dan kesehatan turut menentukan terjadi proses
kematangan. Faktor kematangan untuk setiap aspek kemampuan
bervariasi. Tetapi, guru atau pendidik perlu mengetahui kapan kira-kira
kematangan untuk setiap kemampuan muncul. Hal itu penting karena
sangat erat dengan kesiapan belajar. Oleh Montessori dikenal dengan
masa siap. Anak yang belajar kemampuan di saat masa matang itu

muncul akan memudahkan anak melakukan dan membentuk


kemampuanya. Anak yang kondisi fisiknya (kaki) belum matang atau
belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri walau sering dilatih. Bahkan,
kalau dilatih terus bisa merusak kaki. Kaki anak bisa menjadi bengkok
(bentuk X atau O). Pada saat anak siap anak perlu dilatih sehingga
anak memperoleh pengalaman. Pengalaman ini akan menentukan
kemampuan itu terbentuk
i. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan
dari dalam ke luar (proximodistal).
j. Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan
merupakan tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan
kemudian berjalan. Itu merupakan satu rangkaian perkembangan. Hal
tersebut yang menjadikan perkembangan dapat diprediksi.
k. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.
l. Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara
tinggi, kuat dan keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara
yang seperti itu juga. Misal, orang Batak Toba memiliki kebiasaan
berbicara dengan suara tinggi dan cepat. Kebiasaan ini juga akan
muncul dalam perilaku anak berbicara. Bila berbicara dengan
temannya anak cenderung berbicara dengan suara tinggi, kuat dan
keras juga.
2) Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan.Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya.Sekalipun
perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini
dapat dipahami dalam hubungan keseluruhannya. Secara garis besar seorang
anak mengalami tiga tahap perkembangan penting, yaitu kemampuan
motorik, perkembangan fisik dan perkembangan mental.Kemampuan

motorik melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat tubuh di


atas kaki, dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan
oleh tangan dan jari. Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada
perkembangan

alat-atal

indra.

Perkembangan

mental

menyangkut

pembelajaran bahasa, ingatan, kesadaran umum, dan perkembagan


kecerdasan.( Menurut Toy Buzan,2006)
a

Anak usia 0-7 tahun


Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung
pada lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada
gerak-gerak,

menangis.

Usia

setahun

secara

berangsur

dapat

mengucapkan kalimat satu kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar
usia 4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat
egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh rasa sosialnya kemudian usia 7
tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk belajar. Dalam membentuk
diri anak pada usia ini belajar sambil bermain karena dinilai sejalan
dengan tingakt perkembangan usia ini.
b

Anak usia 7-14 tahun


Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan
intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga
rasullullah menyatakan bahwa bimbingan dititik beratkan pada
pembentukan disiplin dan moral.

Anak usia 14-21 tahun


Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang
masa dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak
berada pada masa transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal,
perkataan-perkataan kasar menjadi perkataan harian sehingga dengan
sikap emosional ini mendorong anak untuk bersikap keras dan mereka
dihadapkan pada masa krisis kedua yaitu masa pancaroba yaitu masa
peralihan dari kanak-kanak ke masa pubertas. Dalam kaitannya dengan

kehidupan beragama, gejolak batin seperti itu akan menimbulkan


konflik.
3) Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu;
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik
sehingga dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi, antaranya
keduanya terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih menunjukkan
kepada perubahan yang terjadi pada fisik secara keseluruhan atau tubuh
dan fisik sebagai bagian-bagian, misalnya anggota gerak (tangan, kaki)
yang semakin besar atau panjang. Perkembangan motorik merupakan
suatu penguasaan pola dan variasi gerak yang telah bisa dilakukan anak.
Perkembangan motorik sebagai gerakan yang terus bertambah atau
meningkat dari yang sederhana ke arah gerakan yang komplek.
Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak
dengan

menggunakan otot otot tubuh khususnya otot besar

seperti otot di kaki dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik


kasar, misalnya

merayap, merangkak, berjalan, berlari, dan

melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan
bergerak dengan menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari
untuk melakukan aktivitas, seperti mengambil benda kecil,
memegang sendok, membalikan halaman buku dan memegang
pensil atau krayon.
3) Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan


kemampuan

dan

keterampilan

menggunakan

alat

berpikir.

Perkembangan kognitif berkaitan dengan aktivitas berpikir,


membangun pemahaman dan pengetahuan, serta

memecahkan

masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan
dan sikap kepada orang lain. Perkembangan bahasa meliputi
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial Emosi
Perkembangan Sosial Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu proses
pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk bersosialisasi.
Sedang perkembangan emosi berkaitan dengan kemampuan
memahami hal-hal yang berkaitan dengan perasaan-perasaan yang
ada pada diri sendiri, seperti perasaan senang ataupun sedih, apa
yang dapat ia lakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana ia
bereaksi terhadap hal-hal tertentu, hal-hal yang mana yang perlu
dihindari, dan hal-hal yang mana yang didekati, kemandirian dan
mengendalikan diri. Perkembangan sosial-emosional merupakan
proses pem-bentukan kemampuan dan keterampilan mengendalikan
diri dan berhubungan dengan orang lain.
4) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
1) Faktor internal
a) Intelegensi
Intelegensi termasuk faktor penting, dimana intelegensi sangat
menentukan

tingkat

kecepatan

perkembangan

kepribadian.

Berdasarkan penelitian Terman LM (Genetic Studies of Genius) dan

Meat TD (The Age of Walking and Talking in Relation to General


Intelegence), telah dibuktikan adanya pengaruh intelegensi terhadap
tempo perkembangan anak terutama dalam perkembangan berjalan
dan berbicara. Kematangan seks ternyata juga dipengaruhi ole
tingkat kecerdasan anak. Mereka yang sangat cerdas mencapai
kematangan seks kira-kira satu atau dua tahun lebih dahulu
dibanding dengan anak yang kurang cerdas, dan bagi anak-anak
yang kurang kecerdasannya seperti idiot dan imbicil, kematangan
ini sangat lambat atau sama sekali tidak datang
b) Seks/jenis kelamin
Perbedaan perkembangan antara kedua jenis kelamin tidak
tampak jelas, yang nyata kelihatan adalah kecepatan dalam
pertumbuhan jasmaniahnya.Pada waktu lahir, anak laki-laki lebih
besar dari anak perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat
perkembangannya

dan

lebih

cepat

pula

dalam

mencapai

kedewasaannya dari pada anak laki-laki.Anak perempuan umumnya


lebih cepat mencapai kematangan seks kira-kira satu atau dua tahun
lebih awal dan fisiknya juga tampak lebih cepat besar dari pada
anak laki-laki.Dalam perkembangan mental juga tampak ada
perbedaan, anak perempuan lebih cepat mencapai kedewasaannya
dari pada anak laki-laki, terutama dalam kondisi kecerdasan.
c) Kebangsaan (ras).
Hal ini bisa dijelaskan dengan mengambil contoh: bahwa anakanak dari ras Mediteran (laut tengah) tumbuh lebih cepat daripada
anak-anak dari Eropa sebelah utara. Anak-anak Negro dan Indian
pertumbuhannya tidak begitu cepat dibandingkan dengan anak-anak
kulit putih dan kuning.
2) Faktor eksternal
a) Posisi dalam keluarga

Kedudukan anak dalam keluarga merupakan keadaan yang


dapat mempengaruhi perkembangan.Anak kedua, ketiga dan
seterusnya pada umumnya perkembangan itu lebih cepat dari pada
anak pertama.Anak bungsu biasanya perkembangannya lebih
lambat karena cenderung dimanja.
b) Makanan
Pada usia kanak-kanak makanan merupakan faktor yang sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bukan hanya
berhubungan dengan kuantitas makanan, tetapi juga berkenaan
dengan kualitas gizi yang terkandung di dalamnya.Keduanya sangat
mempengaruhi perkembangan fisiologis dan mental anak-anak
secara langsung atau tidak langsung.
c) Budaya
Faktor budaya sangat besar pengaruhnya, sehingga dapat
mempengaruhi sifat kepribadian dan kedewasaan seseorang.Hal
yang termasuk dalam faktor budaya disini selain budaya masyarakat
termasuk juga pendidikan, agama dan sebagainya.
C. Konsep Hospitalisasi Usia
Hospitalisasi Pada Anak : Suatu proses karena suatu alasan darurat atau
berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembalikerumah. Selama proses tersebut bukan
saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkunganya
yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan
rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak meningkat.
Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak tetapi juga
pada orang tuanya.
1. Faktor-Faktor Penyebab Stres Hospitalisasi Pada Anak
a. Lingkungan

b. Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang


baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
c. Berpisah dengan Keluarga
d. Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian,
jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
e. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan
oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan
kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
f. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak
merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.

1) Reaksi-Reaksi Saat Hospitalisasi Sesuai Dengan Perkembangan Anak


a. Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi

berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa

percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu.Pada bayi usia 6


bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila
dirawat,

Karena

bayi

belum

dapat

mengungkapkan

apa

yang

dirasakannya.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai
orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi Stranger
Anxiety (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan
menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan
dengan menangis, marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu
bayi juga telah merasa memiliki ibunya, sehingga jika berpisah dengan
ibunya akan menimbulkan Separation Anxiety (cemas akan berpisah).
Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan
menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

b. Toddler (1-3 tahun)


Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa
yang memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak
dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan
menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan
lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman
dan rasa cemas.
c. Pra Sekolah (3-5 tahun)

Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan


orang tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan
orang lain. Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan
dari keluarganya. Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti :
menolak makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan
orang tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
d. Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa
khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut
kehilangan

ketrampilan,

merasa

kesepian

dan

sendiri.

Anak

membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak
memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya.
e. Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah
sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan
kelompok. Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi
takut kehilangan status dan hubungan dengan teman sekelompok.
Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat
penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya privacy.
2) Peran Perawat Dalam Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi

1) Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada


anak usia kurang dari 5 tahun.
a. Rooming InYaitu orang tua dan anak tinggal bersama

b. Partisipasi Orang tua


c. Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah
2) Mencegah perasaan kehilangan kontrol
a. Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
b. Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
3) Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
4) Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
a. Membantu perkembangan hubungan orang tua anak
b. Memberi kesempatan untuk pendidikan
c. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
5) Memberi support pada anggota keluarga
a. Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah
memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan,
serta prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat,
serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan
dirawat.
b. Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress
pada anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit
(kelompok bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur,
dll.
3) Asuhan Keperawatan Hospitalisasi
a. Menejemen asuhan keperawatan untuk bayi balita
1. Berikan asuhan keperawatan yang konsisten
2. Menyayi dan berbicara dengan bayi

3. Sentuh, pegang, gendong bayi dan terus berinteraksi selama prosedur


4. Anjurkan interaksi dengan orang tua : rooming in, orang tua bicara
dengan anak dan ijin apabila mau pergi
5. Berikan mainan yang membuat rasa nyaman dan aman
6. Anjurkan orang tua berada disamping anak saat prosedur yang
menyakitkan
7. Dekatkan mainan favorit anak
8. Pertahankan kontak maksimal dengan beberapa perawat, kenalkan
perawat disamping orang tua, ijinkan anak bertemu perawat sebelum
prosedur dilakukan
9. Bantu kunjungan saudara kandung
b. Manajemen asuhan keperawatan untuk anak pra sekolah
1. Batasi aturan dan dorongan pada perilaku
2. Anjurkan orang tua merencanakankunjungan dengan anak
3. Ijinkan anak memilih dalam batasan yang yang dapat diterima
4. Berikan cara-cara anak dapat membantupengobatan atas kerjasama
anak
c. Menejemen pada anak usia sekolah
1. Monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan emosi terutama pada
anak yang menarik diri dan tidak berespon
2. Jelaskan prosedur rinci (jika anak meminta)
3. Anjurkan kunjungan teman sebaya
4. Diskusikan respon thd pertanyaan ttg penyakit dan perubahan tubuh
5. Berikan waktu diskusi
6. Biarkan anak memilih, partisipasi, privasi,
7. Ikuti kenginan anak ttg keberadaan ortu
d. Manajemen pada anak usia remaja
1. Menjelaskan kepada orang tua tentang kebutuhan mandiri.
2. Monitor perilaku anak apabila ingin bicara.

3. Berikan penyuluhan rinci tentang prosedur pengobatan, terapi yang


menyangkut area genital.
4. Berikan privasi setiap prosedur tindakan.

III.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Biodata / identitas
Nama : Diisi sesuai nama pasien
Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari 28 hari Infeksi
nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali
menderita sepsis neonatal.
Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak higienis

1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Keluhan utama pada sepsis neonatorum tidak khas seperti
pada kasus-kasus lain, tetapi biasanya didapatkan sebagian gejala dari
gejala yang biasa terjadi seperti malas minum, kuning, letalergi, dll.
b. Riwayat penyakit sekarang: perlu ditanyakan:
- Mulai kapan anak terlihat lemas lemas, kesadaran menurun, malas
minum, kuning?
- Apakah anak muntah? Berapa kali? Jumlah?
- Apakah anak panas? Mulai kapan?
- Apakah anak mencret?
- Apakah terdapat sesak nafas?

c. Riwayat penyakit dahulu : Apakah pernah mengalami infeksi sebelumnya?


d. Riwayat kehamilan: Penyakit yang pernah diderita ibu selama kehamilan,
terutama penyakit infeksi?
e. Riwayat keluarga: Apakah dalam keluarga ada anggota yang menderita
penyakit infeksi?
2. Activity daily living
a. Nutrisi : Bayi tidak mau menetek
b. Eliminasi : BAB 1x/hari
c. Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis
d. Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 20 jam/hari, saat sakit
berkurang
e. Personal hygiene

Biasanya

pada

bayi

yang

terkena

Infeksi

neonatorum, melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama


persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
f. Psikososial : Bayi rewel

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang;
b. Kesadaran: normal
c. Vital sign: TD
: normal
d. Nadi
: normal (110-120 x/menit)
e. Suhu
: Demam (Suhu >38 C) atau hipotermi (<36C)
f. Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)
g. Kepala dan leher:
Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut
Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya
caput, kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna
Mata

: Agak tertutup / tertutup,

Mulut

: Mecucu seperti mulut ikan

Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis


Telinga : Kebersihan ,

Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe, Terdapat kaku
kuduk pada leher
h. Dada
Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas
Perkusi
: Jantung : Dullness
Paru
: Sonor
Auskultasi : terdengar suara wheezing
i. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda tanda infeksi pada tali pusat (jika
infeksi melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah
(2 arteri dan 1 vena)
Palpasi
: Teraba keras, kaku seperti papan
Perkusi
: Pekak
Auskultasi : Terdengar bising usus
j. Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan
k. Genetalia
Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah

terdapat

hipospandia,

epispadia, testis BAK pertama kali.


l. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk,
Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat
diangkat bagai sepotong kayu.
B. Diagnosa
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk mengabsorpsi nutrien
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
c. Risiko infeksi b.d pemajanan terhadap patogen
C. Rencana keperawatan, implementasi, evaluasi
1. Rencana Keperawatan.
No Diagnosa
1
Ketidakseimbangan

Tujuan
Noc :

nutrisi kurang dari Nutrition Status :


kebuituhan
tubuh

Intervensi
Nutrition Management
1.
2.

Kaji adanya alergi makanan


Anjurkan
pasien
untuk

b.d ketidakmampuan Nutrition Status : Food


untuk mengabsorpsi
nutrien

and Fluid

3.

meningkatkan protein dan

Intake
Nutritional Status :
nutrient intake

meningkatkan intake FE
Anjurkan
pasien
untuk

4.
5.

vitamin c
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung

Weight control

6.

tinggi

serat

untuk mencegah konstipasi


Berikan
makanan
yang

Kriteria hasil :

terpilih

a. Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan

konsultasikan dengan ahli

b. Berat badan ideal


sesuai dengan tinggi
badan
c. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
e. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
f. Tidak terjadi
penurunan berat badan
yang berarti

7.

(sudah

di

gizi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan

8.

harian
Monitor jumlah nutrisi dan

9.

kandungan kalori
Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan

pasien

untuk mendapatkan nutrisi


yang di butuhkan

Nutrition Monitoring
1.
2.

BB pasien
dalam batas normal
Monitor
adanya

penurunan

berat

badan
3.

Monitor
tipe dan jumlah aktivitas

4.

yang biasa dilakukan


Monitor

interaksi anak atau orang tua


selama makan
5.
6.

Monitor
lingkungan selama makan
Jadwalkan
pengobatan

7.

dan

tindakan

tidak selama jam makan


Monitor
kulit kering dan perubahan
pigmentasi

8.

Monitor
turgor kulit

9.

Monitor
kekeringan, rambut kusam
dan mudah patah

10.

Monitor
mual dan muntah

11.

Monitor
kadar albumin, total protein,
Hb dan kadar Ht

12.

Monitor
pertumbuhan

dan

perkembangan
13.

Monitor
pucat,

kemerahan,

kekeringan

dan

jaringan

konjungtiva
14.

Monitor

kalori dan intake nutrisi


15.
Catat
adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan
cavitas oral
16.

Catat

jika

lidah

berwarna

magenta,

scarlet

2.

Ketidakefektifan
pola

nafas

Noc :

b.d Respiratory status :

Airway Management
1.

Buka jalan nafas ,


gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu

2.

Posisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi

3.

Indentifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan

Ventilation

hiperventilasi

Respiratory status :
Airway patency
Vital sign status

Kriteria hasil :
a.

b.

c.

Mendemonst
rasikan batuk efektif
dan suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (
mampu
mengeluarkansputum,
mampu bernafas
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Menunjukka
n jalan nafas yang
paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi nafas
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
Tanda
tanda vital dalam
rentang normal
( tekanan darah, nadi,
pernafasan, suhu)

4.

Pasang mayo bila


perlu

5.

Lakukan fisioterapi
dada jika perlu

6.

Keluarkan secret
dengan batuk atau suction

7.

Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara
tambahan

8.

Lakukan suction
pada mayo

9.

Berikan
bronkodilator bila perlu

10.

Berikan pelembab
udara kassa basah NACL
lembab

11.

Atur intake untuk

cairan mengoptimalkan
keseimbangan
12.

Monitor respirasi
dan status O2

Oxygen therapy
1.

Bersihkan
mulut, hidung dan secret
trakea

2.

Pertahankan
jalan nafas yang paten

3.

Atur peralatan
oksigenasi

4.

Monitor aliran
oksigen

5.

Pertahankan
posisi pasien

6.

Observasi
adanya tanda tanda
hipoventilasi

7.

Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital Sign Monitoring


1.

Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR

2.

Catat adanya
fluktasi tekanan darah

3.

Monitor VS
saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri

4.

Auskultasi
TD pada kedua lengan dan
bandingkan

5.

Monitor TD,
nadi dan RR sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas

6.

Monitor
kualitas dari nadi

7.

Monitor
irama dn frekuensi
pernapasan

8.

Monitor
suara paru

9.

Monitor pola
nafas abnormal

10.

Monitor
suhu, warna dan
kelembaban kulit

11.

Monitor
sianosis perifer

12.

Monitor
adanya chrushing triad
( tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

13.

Identifikasi
penyebab dari perubahan
vital sign

Risiko infeksi b.d


pemajanan terhadap
patogen

Noc :
Immune Status

Infection Control
1.

Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
lain

2.

Pertahankan teknik
isolasi

3.

Batasi pengunjung bila


perlu

4.

Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien

5.

Gunakan sabun
antimikroba untuk cuci
tangan

6.

Cuci tangan setiap


sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan

7.

Gunakan baju, sarung


tangan sebagai alat
pelindung

8.

Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat

9.

Ganti letak IV perifer


dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum

Knowledge :
infection control
Risk control

Kriteria hasil :
a. Klien terbebas
dari tanda dan
gejala infeksi
b. Mendeskripsikan
proses
penularan
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaan
nya
c. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit
dalam batas
normal
e. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat

10. Gunakan kateter


intermiten untuk

menurunkan infeksi
kandung kencing

11. Tingkatkan intake


nutrisi

12. Berikan terapi


antibiotic bila perlu

Infection Protection
1.

Monitor tanda dan


gejala infeksi sistemik
dan local

2.

Monitor hitung
granulosit, WBC

3.

Monitor kerentanan
terhadap infeksi

4.

Batasi pengunjung

5.

Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular

6.

Pertahankan teknik
isolasi k/p

7.

Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema

8.

Inspeksi kulit dan


membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase

9.

Inspeksi kondisi
luka/ insisi bedah

10.

Dorong masukkan

nutrisi yang cukup


11.

Dorong masukkan
cairan

12.

2. Implementasi
Pada implementasi,

perawat

melakukan

Dorong istirahat

13.

Instruksikan pasien
untuk minum antibiotic
sesuai resep

14.

Ajarkan pasien dan


keluarga tanda dan
gejala infeksi

15.

Ajarkan cara
menghindari infeksi

16.

Laporkan
kecurigaan infeksi

17.

Laporkan kultur
positif

tindakan

berdasarkan,

perencanaan mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.


3. Evaluasi
Evaluasi

adalah

tindakan

intelektual

untuk

melengkapi

proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana


tindakan dan pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif
yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan
bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi
kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien sepsis sebagai berikut :
2) Kebutuhan nutrisi tubuh seimbang
Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan


Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi atau berkurang
3) Pola Napas efektif
Frekuensi nafas normal (30-50 x/mt)
Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
4) Tidak terjadi infeksi
klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal

D. Daftar Pustaka

1. Aminullah A. 2008.Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Rudolph AM. 2006. Julien IEH, Colin DR. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 1
Edisi 2. Jakarta: EGC
3. Nurarif AH dan Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan Asuhan
keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action
4. Bulecheck, Gloria M, et al. 2008. Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier,
5. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :
EGC

6. Guntur H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu Penyakit Dalam FKUI

7. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka


8. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai