Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“LAPORAN PENDAHULUHAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


SYOK SEPSIS”

Oleh:

Nama Kelompok :

1. Sagung Istri Intan Lestari ( C1118007 )


2. Ni Putu Pristha Dewi Yudiutami ( C1118008 )
3. Putu Mika Wahyuni ( C1118011 )
4. Ni Putu Karisma Devi ( C1118012 )
5. Putu Yuliani ( C1118013 )
6. Ni Wayan Yuni Artiningsih ( C1118014 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
1. Konsep Dasar Penyakit
A. Anatomi Fisiologi Darah
1. Anatomi Darah

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair
yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce
Evelyn, 2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5
juta dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat
dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar
keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit
berwarna kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu
zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika
didalamnya banyak mengandung O2.
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan
dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa
karbon dioksida dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin

1
mengandung kira-kira 95% Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa
oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi Oksihemoglobin dan
diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.Disamping
Oksigen, hemoglobin juga membawa Karbondioksida dan dengan
Karbon monooksida membentuk ikatan Karbon Monoksihemoglobin
(HbCO), juga berperan dalam keseimbangan ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis,
pematangan sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin.
Proses pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang
dewasa terjadi di sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak,
vertebra, pelvis, sternum, iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada
usia 0-3 bulan intrauterine terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan
intrauterine terjadi pada hati dan limpa. Dalam proses pembentukan
sel darah merah membutuhkan bahan zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan faktor lain. Kekurangan
salah satu unsur diatas akan mengakibatkan penurunan produksi sel
darah sehingga mengakibatkan Anemia yang ditandai dengan Kadar
hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat
bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai
bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel.
Leukosit berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira
4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh
dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh
jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu
sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel
leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh

2
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada
dalam darah akan meningkat.

c. Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening
kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan
lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan
osmotik).
3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas
darah dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)

2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2005) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

3
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit,
antibodi/zat-zat anti racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

B. DEFINISI PENYAKIT
Sepsis adalah bentuk paling umum syok distributif dan disebabkan oleh
infeksi yang menyebar luas. Sepsis adalah sindroma respons inflamasi
sistemik (systemic inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba
yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang
o o
abnormal (>38 C atau <36 C) ; takikardi; asidosis metabolik; biasanya
disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat
disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia.
Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari
darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, tapi dapat
mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ.
Meski telah terjadi peningkaan kecanggihan dari terapi antibiotik insiden
syok sepsis terus meningkat selama 50 tahun terakhir dengan angka kematian
berkisar antara 40%-90% dan syok sepsis merupakan penyebab kematian
utama dalam unit perawatan intensif.

C. EPIDEMIOLOGI
Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di
Amerika Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis.
Sekitar 80% kasus sepsis berat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat
dan Eropa selama tahun 1990-an terjadi setelah pasien masuk untuk penyebab
yang tidak terkait. Kejadian sepsis meningkat hampir empat kali lipat dari
tahun 1979-2000, menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000
penduduk) sepsis atau syok septik per tahun di Amerika Serikat.

4
Dari tahun 1999 sampai 2005 ada 16.948.482 kematian di Amerika
Serikat. Dari jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari
semua kematian). Sebagian besar kematian terkait sepsis terjadi di rumah
sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6% dari ini adalah pasien
rawat inap tersebut.

D. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab yang paling umum dari syok sepsis adalah
bakteri gram-negatif. Namun demikian, agen infeksius lain seperti gram
positif dan virus juga dapat menyebabkan syok sepsis. Ketika mikroorganisme
menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.
Respon imun ini membangkitkan aktivitas berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan
permeabilitas kapiler, yang mengarah pada pembesaran cairan dari kapiler dan
vasodilatasi adalah dua efek tersebut.

E. PATOFISIOLOGI
Syok sepsis dibagi menjadi dua fase yang berbeda yaitu :
1. Fase Hangat (hiperdinamik)
Fase ini mereupakan fase pertama dari syok sepsis yang ditandai
dengan tingginya curah jantung dan vasodilatasi. Pasien menjadi sangat
panas atau hipertermik dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung
dan pernafasan meningkat. Haluaran urin apat meningkat atau tetap dalam
kadar normal Status gastrointestinal mungkin terganggu seperti yang
dibuktikan oleh mual, muntah, atau diare.

5
2. Fase Dingin (hipodinamik)
Fase ini merupakan fase lanjut dari syok sepsis/ pada fase ini di
tandai dengan curah jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang
mencerminkan upaya tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang
disebabkan oleh kehilangan volume intravaskular melalui kapiler. Pada
fase ini tekanan darah pasien menurun, dan kulit dingin serta pucat. Suhu
tubuh mungkin normal atau dibawah normal. Frekuensi jantung dan
pernafasan tetap cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi
kegagalan organ multiple.

6
F. PATH WAY

Injuri langsung Embolisme mikrovaskular Edema paru neurogenik trauma , hipoksia


paru Agregasi seluler mikrovaskular : , dan intoksikasi
platelet dan glanulosit

Embolisme mikrovaskular Henti simpatik hipotalamus

Pelepasan dari febrinopeptida dan


asam amino
Vasokontriksi sistematis Venokonstriksi paru

Kerusakan endothelial dan


epitelium
Perubahan volume darah
menuju paru

Peningkatan permeabilitas
kapiler paru
Peningkatan tekanan hidrostatik

Edema paru

Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, penggunaan obat


Ketidakseimbangan ventilasi - bantu pernafasan
perfusi

Peningkatan kerja pernapasan, Respon sistemik dan psokologis


hipoksemia secara reversible

Gangguan pertukaran gas Intake nutrisi tidak adekuat, Kecemasan keluarga,


kelemahan, dan keletihan ketidakefektifan koping
fisik keluarga, dan ketidaktahuan
akan prognisis

Perubahan pemenuhan Kecemasan koping keluarga


nutrisi kurang dari tidak efektif ketidaktahuan
kebutuhan Gangguan informasi
pemenuhan ADL

7
G. MANIFESTASI KLINIS
1) Sepsis non spesifik : demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti
lelah, malaise gelisah atau kebingungan.
2) Hipotensi, oliguria atau anuria, takipneu atau hipepne, hipotermia
tanpa sebab jelas, perdarahan
3) Tempat infeksi paling sering: Paru, traktus digestifus, traktus urinarius,
kulit, jaringan lunak dan saraf pusat.
4) Syok sepsis
5) Tanda – tanda MODS dengan terjadinya komplikasi.
( SudoyoAru,dkk 2009).

H. KLASIFIKASI

1. Sepsis onset dini


- Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik.
- Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama
kehidupan (20 jam pertama kehidupan)
- Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam
impratu maternal dan coricomnionitis.
2. Sepsis onset lambat
- Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran
- Ditemukan pada bayi cukup bulan
- Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat local

I. GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang bisa terjadi, antara lain:
1. Demam
2. Nyeri otot
3. Lemas
4. Batuk
5. Diare

8
J. KOMPLIKASI
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Aasidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan
yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi
organisme penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang
paling efektif.
2. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya,
diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) d4engan
peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit

9
5. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari
puasa/ perubahan seluler dalam metabolisme
8. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati
9. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi
10. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard

L. PENATALAKSANAAN
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi
menjadi :
1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan
melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65
mmHg, menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai
resusitasi cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin,
vasopressin) bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg
tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru

10
ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin
menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi
angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien
dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi
jaringan dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan
bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering
sebagai rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya
diberikan antibiotik spektrum luas dari bakteri gram positif dan
gram negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram
negative (atau jamur jika terindikasi secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk
rekayasa genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk
digunakan di pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan
disfungsi (atau APACHE II skor >24); bila dikombinasikan dengan
terapi konvensional, dapat menurunkan angka mortalitas.

3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi
dilanjutkan minimal selama 2 minggu. Eliminasi kuman penyebab
merupakan pilihan utama dalam tatalaksana sepsis neonatorum,
sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam
melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan
akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Pemberian
antibiotik pada kasus tersangka sepsis neonatorum, terapi antibiotik
empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah
diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi ulang dan
disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak

11
menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis
baik, pemberian antibiotik harus dihentikan (Sitompul, 2010).
1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini
Pada bayi dengan sepsis neonatorum awitan dini, terapi empirik
harus meliputi Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria
monocytogenes. Kombinasi penisilin dan ampisilin ditambah
aminoglikosida mempunyai aktivitas antimokroba lebih luas dan
umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab sepsis
neonatorum awitan dini. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan
meningkatkan aktivitas antibakteri (Sitompul, 2010).
2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat
Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga
dapat digunakan untuk terapi awal sepsis neonatorum awitan lambat.
Pada kasus infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular),
obat anti staphylococcus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida
dapat digunakan sebagai terapi awal. Pemberian antibiotik harusnya
disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit
perawatan neonatus (Sitompul, 2010).
3. Terapi Suportif (adjuvant)
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem
organ atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan
fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau
supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif
seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian
komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi
adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara
lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian
tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1,
transfusi tukar (TT) dan lain-lain (Sitompul, 2010).

12
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1) Fator Pencetus:
a. Faktor Pejamu :
1. Usia terlalu muda atau tua
2. Malnutrisi
3. Kelemahan umum
4. Kelemahan kronis
5. Penyakit kronis
6. Penyalahgunaan obat/ alkohol
7. Splenektomi
8. Gagal organ multiple
b. Faktor yang Terkait Terapi :
1. Pengunaan kateter invasif
2. Prosedur pembedahan
3. Akibat trauma atau panas
4. Prosedur diagostik invasif
5. Obat-obatan (antibiotik, agens sitotoksik,steroid)
6. Infeksi Terbuka
7. Diabetes melitus
8. Sirosis
9. Bersalin
(Morton, Patricia Gonce. et al, 2011)

2) Riwayat:
1. Hipertermia
2. Menggigil
3. Mual dan muntah
4. Diare
5. Gelisah

13
6. Kekacauan mental
7. Peingkatan dan penurunan tekanan darah
8. Hipotensi (Talbot, Laura A & Marquardt, Mary M., 1997 )

3) Hasil Pemeriksaan Diagnostik:


1.DPL : SDP biasanya naik dan cepat turun seiring perburukan syok
2.CT Scan : untuk mengidentifikasi tempat potensi terjadinya abses
3.Rangkaian anaisis multiple : hiperglikemia dapat terjadi, diikuti dengan
hipoglikema pada tahap akhir
4.Gas Darah Arteri (GDA)
Menunjukkan asidosis metabolik dan hipoksia. Metabolisme anaerobik
terjadi dengan hipoksia yang mengakibatkan akumulasi asam laktat.
5.Elektrolit Serum
Menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit
6.Tes radiologik
Radiografi dada dapat memperlihatkan pneumoni dan proses infeksi
pada dada maupun abdomen
7.Pengawasan di Tempat Tidur
Tekanan darah normal atau menurun, awalnya terjadi peningkatan curah
jantung (CO) dan indeks jantung (CI), yang berlanjut menjadi
penurunan CO dan CI, penurunan LVSW, penurunan SVR, PCWP
normal atau menurunan CVP, penurunan pengeluaran urin.
8.Pemeriksaan Laboratorium
Penurunan natrium dalam urin, peningkatan osmolaritas urin, terdapat
bateremia, biasanya terdapat organisme gram negatif yang ditunjukkan
melalui kultur dara, kulur cairan peritoneal, urin dan sputum dapat
memperlihatkan patogen, peningkatan BUN, kreatinin serum, glukosa
serum.
9. Kadar Laktat : penurunan kadar laktat dalam serum menujukkan
metabolisme anaerob dapat memenuhi kebutuhan energi selular,

14
sedangkan peningkatan kadar menunjukkan perfusi yang tidak adekuat
dan metabolisme anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi selular.
10. Defisit t basa : peningkatan kadar menunjukkan perfusi yang tidak
adekuat dan metabolisme anaerob
11. EKG
Takikardi. (Morton, Patricia Gonce. et al, 2011)
4) Pengkajian Fisik
1. Vital Sign
a. Temperatur atau suhu
Terjadi hipertermia ( >37,5 0C ) atau hipotermia ( <36 0C) sebagai
respon inflamasi yang berlebihan dsertai pelepasan mediator
vasoaktif.
b. Pulse (denyut nadi)
Terjadi peningkatan denyut nadi ( Takikardi ) lebih dari 90 kali/
menit
c. Respirasi (pernapasan)
Peningkatan frekuensi pernapasan (>20 kali/ menit atau PaCO 2 < 32
mmHg) sebagai kompensasi akibat asidosis metabolik.
d. Tekanan darah Hipotensi
2. Sistem Kulit /Integumen
a. Edema (kulit kemerahan)
b. Kulit hangat, kering (tahap awal)
c. Kulit dingi (syok tahap awal)
d. Kulit berkeringat
3. Psikososial
Perubahan status mental seperti konfusi atau agitasi. (Talbot, Laura A
& Marquardt, Mary M., 1997 )

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi

15
2. Perubahan perfusi jaringan b.d Curah jantung yang tidak mencukupi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Respons terhadap septis
sakit yang kritis
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d Penurunan perfusi jaringan dan
adanya edema.
5. Ansietas b.d Perubahan status kesehatan

C. INTERVENSI
No Masalah Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Kerusakan Oksigenasi/ ventilasi 1. Auskultasi bunyi napas tiap 2-4
pertukaran gas b.d  Kepatenan jalan napas jam dan PRN
Ketidakseimbangan dipelihara 2. Lakukan penghisapan jalan napas
ventilasi perfusi  Paru bersih pada saat endotrakea jika tepat
auskultasi 3. Hiperoksigenasi dan
 Gas darah arteri dalam hiperventilasi sebelum dan setelah
batas normal setiap kali melakukan

 Tekanan puncak, rerata, penghisapan

datar dalam batas normal 4. Pantau oksimetri nadi dan tidal

 Tidak ada tanda sindrom akhir CO2 (ETCO2)

distres pernapasan akut 5. Pantau gas darah arteri sesuai

(ARDS, acute respiratory yang diindikasikan oleh

distress syndrome) perubahan parameter non-invasif


6. Pantau tekanan jalan napas setiap
1-2 jam
7. Miring kiri miring kanan setiap 2
jam
8. Pertimbangkan terapi kinetik
9. Lakukan foto dada harian
2 Perubahan perfusi Sirkulasi/ perfusi 1. Kaji tanda vital setiap 1 jam

16
jaringan b.d Curah  Tekanan darah, frekuensi 2. Kaji tekanan hemodinamik setiap
jantung yang tidak jantung, tekanan vena 1 jam jika pasien terpasang
mencukupi sentral (CVP, central kateter arteri pulmonalis
venous pressure), dan 3. Berikan volume intravaskular
tekanan arteri pulmonalis sesuai program untuk
dalam batas normal. mempertahankan preload
 Tahanan vaskular dalam 4. Kaji SVR dan tahanan vena tepi
batas normal (PVR, peripheral venous
 Pasokan oksigen > 600 ml resistance) setiap 6-12 jam
O2/m2 dan konsumsi 5. Berikan volume intravaskular dan
oksigen > 150 ml O2/m2 vasoreseptor sesuai program

 Laktat serum dalam batas 6. Pantau curah jantung, Dao2, dan

normal Vo2 setiap 6-12 jam


7. Berikan sel darah merah, agens
inotropik positif, infusi koloid
sesuai program untuk
meningkatkan pengiriman
oksigen
8. Pertimbangkan pemantauan pH
mukosa lambung sebagai panduan
untuk mengetahui perfusi
sistemik
9. Pantau laktat serum setiap hari
sampai dalam batas normal
3 Perubahan nutrisi Nutrisi 1. Berikan nutrisi parenteral atau
kurang dari  Asupan kalori dan gizi enteral dalam 24 jam awitan
kebutuhan b.d memenuhi kebutuhan 2. Konsultasi dengan ahli gizi atau
Respons terhadap metabolik per perhitungan layanan bantuan gizi
septis sakit yang (mis, pengeluaran energi 3. Pantau asupan lemak
kritis basal) 4. Pantau albumin, prealbumin,

17
transferin, kolesterol, trigliserida,
glukosa
5 Risiko kerusakan Integritas kulit 1. Kaji kulit setiap 4 jam dan setiap
integritas kulit b.d  Kulit tetap utuh kali pasien direposisi
Penurunan perfusi 2. Lakukan miring kanan miring kiri
jaringan dan setiap 2 jam
adanya edema 3. Pertimbangkan matras
pengurang/pereda tekanan
4. Gunakan skala braden untuk
mengkaji risiko kerusakan kulit
6 Ansietas b.d Psikososial 1. Kaji tanda vital selama terapi,
Perubahan status  Pasien menunjukkan diskusi, dan sebagainya
kesehatan penurunan kecemasan 2. Berikan sedatif dengan hati-hati
3. Konsultasi dengan layanan sosial,
rohaniawan, dan sebagainya jika
mungkin
4. Berikan istirahat dan tidur yang
adekuat

D. IMPLEMENTASI
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan
mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan
terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif
yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah
dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.
DAFTAR PUSTAKA

18
Setyohadi ,Bambang dkk.(2006), Buku ajar penyakit dalam .Jakarta . Fakultas
Kedokteran UI.
Prof Dr. H.Rab.tabirin .(1998), Agenda Gawat Draurat, Bandung. PT Alumni.
http ://www.total kesehatannanda.com/sepsis.htlm.

19

Anda mungkin juga menyukai