Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

DI RUANG ICU RSUD Dr. M. ASHARi PEMALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat


Dosen Pembimbing : Chandra Bagus R., M.Kep., Sp.KMB

Disusun Oleh :

Bunga Anggraini

22020111130027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

1.

Pengertian
Sepsis adalah SIRS (systemic inflamatory response syndrome) ditambah tempat

infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat
tersebut). Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistematik terhadap
infeksi. Respons inflamasi sistematik adalah keadaan yang melatarbelakangi sindrom sepsis.
Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya bakterikimia, tetapi juga oleh sebab-sebab
lain. Pendapat ini sangat kontras dengan pendapat sebelumnya yang menganggap bahwa
keadaan sindrom sepsis ini semata-mata ditentukan oleh adanya bakteri dalam darah.
Sekarang diketahui bahwa kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan infeksinya,
tetapi respon tubuh terhadap infeksi

dan beberapa kondisi lain yang mengakibatkan

kerusakan-kerusakan pada sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan normla, respon dapat
beradaptasi, tetapi pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya. Sebagai contoh : reaksi
dari mediator leukotriene dan PAF adalah untuk merangsang neutrofil yang mengadakan
agregasi disekitar sumber pelepas mediator ini. Akibatnya akan meningkatkan kemampuan
neutrofil untuk membunuh bakteri yang difagositosis. Normalnya hal ini sangat
menguntungkan. Tapi pada sepsis sebagian dari molekul realatif akan dilepaskan langsung
pada sel endotel permukaan.
Hal ini merupakan salah satu penyebab dari kerusakan endotel yang khas terjadi pada
sepsis,dan berakibat kerusakan organ. Banyak sekali mediator yang belakangan ini ditemukan
berperan dalam patogenesis sepsis dengan efek yang berbeda beda (Bakta, 1999).

2.

Etiologi
Penyebab dasar dari sepsis dan syok septik yang paling sering adalah infeksi bakteri.

Pada era sebelum pemkaiain antibiotik meluas, penyebab tersering adalah bakteri gram
positif terutama dari spesies streptokokus dan stafilokokus. Tetapi setelah antibiotik poten
(kuat) berspektrum luas mulai tersedia, maka sepsis sering timbul sebagai akibat infeksi
nosokomial oleh bakteri bakteri gram negatif. Sekarang keadaanya kurang lebih seimbang
antara gram positif dan negatif.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60 sampai
70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang dapat berperan penting
terhadap sepsis adalah lipoposikarida (LPS). LPS atau endutoksin glikoprotein kompleks
merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif LPS merangsang
peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita yang terinfeksi.

Faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif dan dinyatakan
sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler
dan humoral, yang dapat menyebabkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak
memiliki sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis.
Belakangan ini ditekankan fakta bahwa sepsis merupakan satu contoh dari respons
inflamasi sistemik yang dapat dicetuskan tidak hanya oleh infeksi, tetapi juga oleh kelainan
noninfeksi seperti misalnya trauma dan pankreatitis. Kemajuan dibidang biologi molekuler
memberi jalan untuk menjelaskan keadaan patologi yang terjadi pada sepsis. Banyak
mediator belakngan ini ditemukan berperan dalam patogenesis sepsis, termasuk TNF-a
(Tumor Necrosis Factor Alpha) (Bakta, 1999).

3.

Patofisiologi
Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor

penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru
difus dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru.
Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis. Hal ini jelas
tidak berhubungan dengan hipotensi saja, karena hal ini juga dapat timbul pada klien dengan
sepsis tanpa syok
Sepsis sering ditemukan pada klien yang diduga menderita insufisiensi paru
pascatrauma sehingga diperkirakan sebahai faktor penyebab kecuali pada luka bakar, lesi
intrakranial, atau kontusio paru.

4.

Tanda dan gejala (Manifestasi klinis)


Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:

Suhu badan > 380 C atau < 360 C

Denyut jantung > 90 denyut/menit

Respirasi >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk sel muda

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis
non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
kebingungan, dan gelisah. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai
pada banyak macam kondisi. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat saat memasuki usia

lanjut,

penderita

diabetes,

kanker,

gagal

organ

utama,

dan

pasien

granulosiopenia, yang sering diikuti gejala MODS sampai terjadinya syok sepsis.
Tanda MODS:
a. Sindrom distress pernafasan pada dewasa
b. Koagulasi intravaskuler
c. Gagal ginjal akut
d. Perdarahan usus
e. Gagal hati
f. Disfungsi system saraf pusat
g. Gagal jantung
h. Kematian
(Sudoyo, 2006)
Gejala klinis sepsis (De La Rosa et al, 2008)
a.

Variabel Umum

Suhu badan inti > 380 C atau <360 C

Heart Rate >90 denyut/menit

Takipnea

Penurunan status mental

Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam

Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.

b.

Variable Inflamasi

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Peningkatan plasma C-reactive protein

Peningkatan plasma procalcitonin

c.

Variabel Hemodinamik

Sistolik < 90 mmHg atau penurunan sistolik > 40 mmHg dari sebelumnya.

MAP < 70 mmHg

SpO2 > 70%

Cardiak Indeks > 3,5 L/m/m3

d.

Variable Perfusi Jaringan

Serum laktat > 1 mmol/L

Penurunan kapiler refil

e.

Variable Disfungsi Organ

PaO2 / Fi O2 < 300

dengan

Urine output < 0,5 ml/kg/jam

Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl

INR >1,5 atau APTT > 60 detik

Ileus

Trombosit < 100.000mm3

Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

5.

Pemeriksaan penunjang
Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam
menyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk itu pemeriksaan
penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan khusus sering
diperginakan dalam membantu menegakkan diagnosis. Upaya ini tampaknya masih
belum adapt diandalkan. Saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang memiliki
sensitifitas dan spesifitas tinggi sebagai indicator sepsis belum ditemukan. Berikut
beberapa pemeriksaan penunjang.
a.

Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai
perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopenia, neutropenia,
peningkatan rasio netrofil imatur total lebih dari 0,2.

b.

Peningkatan protein akut (C-reactive protein), peningkatan IgM.

c.

Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram pada sampel
darah, urin, dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman.

d.

Analisa gas darah: hipoksia, asidosis metabolic, asidosis laktat.

e.

Pada pemeriksaan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah leukosit terutama


PMN, jumlah leukosit > 20/ml.

6.

f.

Gangguan metabolic hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolic.

g.

Peningkatan kadar bilirubin.

Pengkajian primer

Airway

Cek ada tidaknya sumbatan jalan nafas


Total/jalan nafas tertutup= pada pasien sadar pasien memegang leher, gelisah,
sianosis, sedangkan pada pasien tidak sadar tidak terdengar suara nafas dan sianosis
Parsial/masih ada proses pertukaran gas= tampak kesulitan bernafas, takhipneu,
bradipneu, irregular. Juga terdengan suara nafas gargling, snoring, atau stridor.

Periksa ada tidaknya kemungkinan fraktur servikal

Breathing/ventilasi

Look : lihat pergerakan dada simetris atau tidak, irama teratur atau tidak,
kedalaman frekuensi cepat atau tidak, kaji ada luka, jejas atau hematom.

Listen : dengarkan dengan telinga atau stetoskop adanya suara tambahan

Feel : rasakan adanaya aliran udara

Circulation

Periksa ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah besar (nadi karotis, nadi
femoralis)

Mengenal ada tidaknya tanda-tanda syok, serta ada tidaknya perdarahan eksternal
yang aktif.

Disability

7.

Metode AVPU (alert-verbal-pain-unresponse)

Penilaian GCS/Glasgow Coma Scale

Lihat pupil isokor/anisokor

Pengkajian skunder
Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke pengkajian sekunder.

Pengkajian riwayat penyakit : anamnesa penyakit dahulu dan sekarang, riwayat


alergi, riwayat penggunaan obat-obatan, keluhan utama.

8.

Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontagen, EKG.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
b. Gangguan pertukaran gas
c. Resiko infeksi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kabutuhan tubuh

9.

Intervensi keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan erifer


1). Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
2). Monitor adanya paratese
3). Observasi kulit jika ada laserasi atau lesi
4). Monitor adanya tromboplebitis
5). Kolaborasi pemberian analgetik.

b. Gangguan pertukaran gas


airway managmenet
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi asien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5) Auskultasi suara nafas
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suctioin.
7) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Respiratory monitoring
1) Monitor rata-rata kedalaman , irama, dan usaha respirasi.
2) Catat pergerakan dada, amati, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
otot supraclavicular dan intercostal.
3) Monitor suara nafas.
4) Monitor pola nafas
5) Monitor kelelahan otot diafragma
6) Auskultasi suara nafas
c. Resiko Infeksi
Infectious control
1) Pertahankan teknik isolasi
2) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
3) Tingkatkan intake nutrisi
d. Ketidakesimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrition Management
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk jumlah kalori
3) Anjurkan pasien meningkatkan protein dan vitamin C
4) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1) BB pasien dalam batas normal
2) Monitor adanya penurunan berat badan
3) Monitor turgor kulit
4) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
5) Catat adanya edema

6) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.

10. Kepustakaan
Bakta, I. Made & Suastika I. Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Depatemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djojodibroto.2009. Respirologi. Jakarta: EGC
Maryunani, Aniek. 2002. Safe Motherhood, Modul Sepsis Puerperalis: Materi Pendidikan
untuk Kebidanan. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Media Action.
Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Depatemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai