Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER, ISU END OF LIFE DAN


MEKANISME TRAUMA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

DISUSUN OLEH :
Chatrine Caroline
Nurfadilah (130317469)

Dosen Pengampu : Ns. Mila Sartika, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI NERS AKADEMIK


INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN
Jalan Raya Pasir Gombong, Jababeka Cikarang – Bekasi
Telp. (021) 8904160 (Hunting) Fax. (021) 8904159
E-mail: info@imds.ac.id Website: www.imd.ac.id
Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat
bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pengampu Ibu
Ns. Mila Sartika, S.Kep, M.Kep sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan dan
doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Sepsis Keperawatan
Kritis. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.

Bekasi, 10 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health
Organization) pada tahun2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di
ruang perawatan intensif pada negara maju, dan insidensinya mengalami
kenaikan. Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat.Hal
seperti ini juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi
dunia bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah,
malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis
dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien
dengan kondisi kritis.
Sepsis adalah suatu keadaan sistemik, dimana terdapat respon pejamu
terhadap infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya sepsis berat yaitu
disfungsi organ akut sekunder oleh pajanan infeksi dan syok septik adalah
sepsis berat ditambah hipotensi yang tidak teratasi dengan pemberian
resusitasi cairan). Surviving Sepsis Campaign merupakan pedoman
internasional yang digunakan dalam manajemen sepsis berat dan syok septik.
Sepsis dimasukkan kedalam kategori penyakit darurat yang sama seperti
serangan jantung atau stroke karena ada gangguan dalam pemasukkan oksigen
dan nutrisi ke jaringan sehingga dibutuhkan penanganan kegawatdaruratan
segera. Hal tersebut yang menjadikan sepsis sebagai penyebab tersering
perawatan pasien di unit perawatan intensif (ICU). Diagnosis dini, pemberian
antibiotik awal, dan resusitasi cairan yang cukup merupakan kunci dalam
menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis.
Epidemiologi sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia
setiap tahunnya dengan insiden diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara
100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Penelitian
epidemiologisepsis di Amerika Serikat menyatakan insiden sepsis sebesar
3/1.000 populasi yang meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan umur
(0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok umur > 85
tahun).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk membahas secara ringkas
mengenai definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana,
dan komplikasi sepsis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Sepsis didefinisikan sebagai suatu keadaan infeksi bersama dengan
manifestasi sistemik dari infeksi. Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis
ditambah dengan disfungsi organ akibat sepsis atau hipoperfusi jaringan. Syok
septik didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis yang menetap
meskipun resusitasi cairan yang diberikan sudah adekuat. Hipoperfusi
jaringanyang diinduksi infeksi didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi
infeksi, peningkatan laktat, atauoliguria. Hipotensiyang diinduksi oleh Sepsis
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik(SBP) <90 mmHg atautekanan arteri
rata-rata (MAP) <70mmHg atau penurunan SBP>40mmHg atau kurang dari dua
standar deviasi di bawah normal untuk usia tanpa adanya penyebab lain dari
hipotensi.
Sepsis bisa disebabkan oleh banyak kelas mikroorganisme.Mikroba yang
masuk ke peredaran darah tidak esensial, sampai terjadi inflamasi lokal dan juga
adanya kerusakan organ yang jauh serta hipotensi. Pada kenyataannya kultur
darah terdapat bakteri atau jamur hanya sekitar 20-40% dari kasus severe sepsis
dan 40-70% pada kasus syok.
Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai
hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya
tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume
vascular. (Hudak&Gallo, 1996)
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan
hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)

2.2 Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan
presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat
menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Sepsis
dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1. Infeksi paru-paru (pneumonia)
2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7. Infeksi pasca operasi
8. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
2.3 PATOFISIOLOGI
Alkoholik, ↓ imunitas, Cholelitiasis, Cholesistitis, Pankreatitis

Mikroorganisme

Masuk tubuh manusia

Aktivasi berbagai mediator kimiawi ↓

Sepsis

Pelepasan endotoksin

B1 B2 B3 B5 B6
Gangguan termoregulasi
Gangguan Pasokan O2 ke jaringan
Menginfeksi jaringan paru Perubahan fungsi Gangguan syaraf
moetabolisme otot skelet tidak
miokardium hypertermi simpatis dan
Oedema membran alveoli dan oksidatif cerebral mencukupi
parasimpatis
kapiler
Kontraktilitas jantung ↓ B4 Demand glukosa ↑ Hipoxia & iskemi
pada otak Peristaltik usus ↓ Demand glukosa ↑
Abnormalitas ventilasi-
sesak
perfusi O2 Pemecahan glikogen
↓ curah jantung CO ↓ diare
menjadi glukosa Sel otak terganggu Distended abdomen Anaerob glukosa
Gangguan pertukaran gas gangguan absorsi
GFR ↓ As. Lactat ↑
- Hiperglikemia Gangguan
Ventilator Saturasi O2 ↓ Penurunan
- Hipoglikemia keseimbangan
Oliguria, anuria Kesadaran Gangguan
cairan elektrolit Tonus otot ↓
Hipoksia nutrisi < dari
Terganggunya fungsi silia
jaringan kebutuhan
Gangguan pola eliminasi
↑ pembentukan sekret tubuh Gangguan
urin
mobilitas fisik

Bersihan jalan nafas tdk efektif


Intoleransi
aktivitas
2.4 TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda
tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan.
Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:
a. Perubahan sirkulasi
b. Penurunan perfusi perifer
c. Tachycardia
d. Tachypnea
e. Pyresia atau temperature <36oc
f. Hypotensi
Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang
dicurigai (biasanya bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari
persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang meningkat (tachycardia),
temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah
(hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat
PaCO2 yang berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah,
atau terdiri dari >10% sel-sel band. Pada kebanyakan kasus-kasus, adalah
agak mudah untuk memastikan denyut jantung (menghitung nadi per
menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk
menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih
sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya
mempunyai gejala-gejala infeksi seperti batuk yang produktif, atau
dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak mudah
untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai
sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2
biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus,
diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam hubungan
dengan tes-tes laboratorium.
Gejala khas sepsis. Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di
bawah ini:
a. Suhu badan> 380 C atau <360 C
b. Heart Rate >90;/menit
c. RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
d. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi
penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara
lain:
a. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
b. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti
oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita
(berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar.
c. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
d. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
e. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
f. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
g. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/
perubahan seluler dalam metabolisme
h. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati.
i. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik
terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi
j. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab
infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila
diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan
organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik,  terapi suportif terhadap
kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons
imun maladaptif host terhadap infeksi.
a. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan
oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik,
dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat
atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12
mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen
>70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70%
dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan
transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).
b. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada
umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang
mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini
dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
c. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi
antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui
sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih
obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat
penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis
umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat
mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan,
terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat
pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan
data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak
ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
d. Terapi suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik
segera dilakukan.
Terapi cairan
a. Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl
0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.
b. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
c. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia
miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada
sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi.
Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk
mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat
dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit.
Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-
8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase
inhibitor (amrinone dan milrinone).
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum
bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki
keadaan hemodinamik.
Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi,
segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan
inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit)
seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada
sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu.
Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan
produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia
akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia
dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori
(asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini
mungkin
Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan
insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL
dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar
gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah
tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi,
karena ada risiko hipoglikemia.
Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan
koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan
mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi
penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis
sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan
kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan
substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi
tidak terbukti menurunkan mortalitas.
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison
dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan
renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan
kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan
dalam terapi sepsis.
2.7 Modifikasi respons inflamasi
Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog
lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-
antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat
(PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium),
inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-
γ, G-CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan
hemofiltrasi). Endogenous activated protein C memainkan peranan penting
dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa
(activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human
activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada
pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.
2.7 Komplikasi
1. MODS (Disfungsi Organ Multipel)
Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan perfusi
jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan fungsi
ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam
patogenesis ini.
2. KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata)
Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata disebabkan
oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah dijelaskan pada
patogenesis sepsis diatas.
3. ARDS
Kerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran darah
kapiler dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan edema
interstitial dan alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam mirosirkulasi paru
menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli. Edema pulmonal akan
mengakibatkan suatu hipoxia arteri sehingga akhirnya akan menyebabkan Acute
Respiratory Distress Syndrome.
4. Gagal ginjal akut
Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal.vaskular dan
sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang
menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal.
5. Syok septik
Sepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah dilakukan
terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah karena adanya
vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak
memadai untuk perfusi jaringan sehingga terjadi hipovelemia relatif. Sepsis
didefinisikan sebagai suatu keadaan infeksi bersama dengan manifestasi sistemik
dari infeksi.Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah dengan disfungsi
organ akibat sepsis atau hipoperfusi jaringan.Perjalanan sepsis akibat bakteri
diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia selanjutnya
berkembang menjadi systemic inflammatory

2.8 Asuhan Keperawatan


2.8.1 Pengkajian
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
a. kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
b. kaji saturasi oksigen
c. periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
d. berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. periksa foto thorak
Circulation
a. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
b. monitoring tekanan darah, tekanan darah < >
c. periksa waktu pengisian kapiler
d. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. pasang kateter
g. lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. siapkan untuk pemeriksaan kultur
i. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36o
j. siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran
dengan menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


1) Gangguan pertukaran Gas yang berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi perfusi
2) Hipertermia b.d inflamasi sistemik sekunder terhadap sepsis
3) Gangguan perfusi jaringan b.d hipovolemi relatif/ actual, reduksi aliran
darah pada vena atau arteri, vasoconstriksi selektif

2.8.3 Intervensi Keperawatan


1) Gangguan pertukaran Gas yang berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi perfusi
Tujuan/ Kriteria Hasil :
Pasien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang kembali
normal dengan kriteria hasil :
a. Hasil analisa gas darah arteri (AGDA) normal:
pH         7,35-7,45
PO2       ± 200-250 dg asumsi pasien menggunakan FiO2 50%
(ventilator)
PCO2     35-45
HCO3    22-26
BE         -2 sampai +2
b. Penggunaan otot bantu napas (-)
c. RR : 12 - 20 x/menit
d. HR : 60 – 100 x/menit, irama reguler
e. SaO2  : 95 - 100%
f. Suara nafas bersih
g. Pasien tampak sesak (-), sianosis (-)
h. Penurunan kesadaran (-)
Intervensi :
Mandiri :
a. Observasi status pernafasan secara periodik : RR (frekuensi nafas), suara
nafas, keteraturan nafas, kedalaman nafas, penggunaan otot bantu nafas,
ekspansi dada dan kesimetrisan gerak dada.
b. R : Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia. Suara
nafas bersih (clear lung) menjamin tidak adanya retensi sekret yang
mempengaruhi proses pernafasan. Peningkatan upaya pernafasan / 
penggunaan otot bantu nafas dapat menunjukkan derajat hipoksemia.
Ekspansi dada dan kesimetrisan gerak dada menjamin adanya ventilasi
adekuat pada kedua paru
c. Monitor tanda-tanda hipoksia. Pantau SaO2 , pantau adanya kemungkinan
pasien tampak sesak, sianosis.
d. R : Penurunan saturasi oksigen bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin)
terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh lidah,
bibir, dan daun telinga adalah paling indikatif dari hipoksemia sistemik.
Sianosis perifer kuku/ ekstremitas sehubungan dengan vasokonstriksi.
e. Pantau HR / denyut nadi. Catat kemungkinan perubahan irama jantung
f. R : Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium,
meningkatkan HR, menghasilkan berbagai distritmia.
g. Observasi tingkat kesadaran pasien. Adakah apatis, gelisah, bingung,
somnolen
h. R : Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksia jaringan otak, hipoksemia
dan/atau asidosis
i. Cek AGDA setiap 10 – 30 menit setelah perubahan setting ventilator
j. R : Mengevaluasi kemampuan fungsi respirasi pasien terhadap perubahan
setting ventilator
k. Monitor hasil AGDA selama periode penyapihan / weaning ventilator
l. R : Untuk mengetahui kesiapan fungsi respirasi pasien terkait proses
weaning ventilator
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi. Contoh steroid, antibiotik, bronkodilator,
ekspentoran.
R : Pengobatan untuk memperbaiki penyebab dan mencegah berlanjutnya dan
potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam
menurunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfaktan.
Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan bersihan jalan napas. Antibiotik
dapat diberikan pada adanya infeksi paru/sepsis untuk mengobati patogen
penyebab.

1) Hipertermia b.d inflamasi sistemik sekunder terhadap sepsis


Tujuan/Kriteria Hasil :
Menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan dengan
kriteria hasil :
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Intervensi:
a. Pantau suhu pasien
R : suhu lebih dari normal menunjukkan infeksius akut
b. Berikan kompres dingin
R : dapat membantu mengurangi demam
c. Berikan antipiretik dan antibiotik (kolaborasi dengan dokter)
R : Untuk mengurangi demam karena sepsis
d. Berikan selimut pendingin
R : Untuk mengurangi demam pada waktu terjadi gangguan pada otak

2) Gangguan perfusi jaringan b.d hipovolemi relatif/ actual, reduksi aliran


darah pada vena atau arteri, vasoconstriksi selektif
Tujuan/Kriteria Hasil : Menunjukkan perfusi adekuat yang dibuktikan dengan
tanda-tanda vital sign stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat
kesadarn umum, haluaran urinarius individu yang sesuai dan bising usus
aktif.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring: bantu perawatan pasien
R : Menurunkan
b. Pantau TTV pasien
R : Memantau TTV pasien
c. Pantau frekuensi dan irama jantung
R : bila terjadi takikardi mengacu pada stimulasi sekunder sistem saraf
simpatis  untuk menentukan respond an untuk menggantikan kerusdakan
pada hipovolemia relative Dan hipertensi
d. Perhatikan kualitas/ kekuatan dari denyut jantung
R : pada awala nadi cepat karena peningkatan curah jantung
e. Catat haluaran urinarius setiap jam dan berat jenisnya
R : penurunan haluaran urin dengan peningkatan berat jenis akan
mengindikasikan penuruynan perfungsi ginjal yang dihubungkan dengan
perpindahan cairan dan vasokonstriksi relatif
f. Auskultasi bising usus
R : penurunan aliran darah pada ,esenterium menurunkan peristaltik
g. Berikan cairan parenteral
R : Untuk memepertahankan perfusi jaringan
h. Berikan suplemen O2
R : Memaksimalkan O2 yang tersedia untuk masukan seluler
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta :


EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8.


Jakarta : EGC.
http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/sepsis.htm.

Anda mungkin juga menyukai