Anda di halaman 1dari 13

TRIGER CASE CRITICAL NURSING

KEPERAWATAN KRITIS
“ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sepsis “

Dosen Pengampu :
Ismail Fahmi,Ners.,M.Kep.,Sp.KepMB

Disusun Oleh Kelompok 1 :


1. Dian Apdal
2. Ayu Rita
3. Diah Ayu Anjani
4. Umaya Oktavia
5. Sumiyati
6. Lastri Maranatha samosir
7. Septiani Permata
8. Indah Krisdayanti
9. Riski Devita Roshella
10. Maria Ulfa
11. Susiyani

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. Pengertian Sepsis
1. Definisi Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang
berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas,
takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan
sirkulasi darah.Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
a. Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm3 – Leukopoenia <4.000/mm3
e. 10% >cell imature
f. Suspected infection
2. Etiologi Sepsis
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik
langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
host terhadap infeksi (Caterino JM, 2012).
3. Komplikasi
Kematian karena sepsis berat dan syok septik cukup tinggi. Sudah dijelaskan
sebelumnya, spektrum penyakit sepsis dapat berkembang dari SIRS sampai ke disfungsi
multiorgan (MODS) (Daniels R, 2010) (Cavaillon, 2009).
 Kardiovaskular
Di sini terjadi perubahan aliran darah ke organ tubuh. Volume darah intravaskular
berkurang yang disebabkan oleh karena dilatasi pembuluh vena dan arteri dan peningkatan
permeabilitas endotel sehingga akan terjadi penurunan tekanan darah dan cardiac output
(syok septik) (Russel JA, 2006).
 Respiratori
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan pernafasan, dan terjadi pada
18-38% pasien sepsis berat. Kegagalan nafas ini sebenarnya merupakan proses yang tidak
langsung tetapi karena sekunder dari infeksi dan trauma dari ventilasi mekanik dan
eksaserbasi lung injury (Russels JA, 2006).
 Renal
Gagal ginjal sering muncul pada sepsis berat dengan angka insidensi sebanyak 23%.
Angka kematian pada sepsis akibat komplikasi ginjal dapat mencapai 70%. Acute tubular
necrosis (ATN) disebabkan oleh hipotensi, dehidrasi intravaskular, pelepasan sitokin dan
vasokokstriksi renal (Ronco C, 2006).
 Koagulasi
Hipoperfusi relatif pada jaringan yang disebabkan oleh penumpukan fibrin oleh
karena ketidakseimbangan antara trombogenesis dan trombolisis pada sepsis.(Ronco C,
2006).
 Susunan Saraf Pusat
Sepsis-associated encephalopathy (SAE) juga merupakan komplikasi sepsis berat
yang sering timbul, di mana hampir 71% pasien sepsis menunjukan paling sedikit derajat
ringan disfungsi serebral..(Ronco C, 2006)
 Gastrointestinal
Pada umumnya, hati pada syok septik tidak memiliki gambaran yang spesifik. Jika
sumber sepsis berasal dari traktus biliaris (kolangitis), maka abses bisa terdapat di bagian
portal dari traktus. (Ronco C, 2006).
 Polineuropati
Polineuropati kadang susah didiagnosa pada sepsis berat, oleh karena pemakaian
neuromuscular blocking agent untuk memfasilitasi pemakaian ventilator. (Russels JA, 2006).
 Kulit dan ekstremitas
Sering terjadi purpura fulminan, yaitu suatu kondisi pendarahan yang ditandai dengan
pendarahan kutaneus dan nekrosis, biasanya muncul karena adanya DIC. Disebabkan oleh
karena trombus mikrovaskular di dermis. (Daniels R, 2010).
 Psikologis
Lamanya waktu menginap di ICU akan meningkatkan insidensi terjadinya depresi
dan anxietas. Lebih dari 20% pasien ARDS didapati post traumatic stress disorder (PTSD)
(Daniels R, 2010).

4. Manifestasi Klinis
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus dengan
sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi penyebab sepsis.
Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital, termasuk (Davey, 2011):
a. Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan darah vena
dan arteri.
b. Perfusi perifer, pasien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada awalnya,
namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien menjadi dingin
dan perfusinya buruk.
c. Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
d. Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran kemih
harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk mendapatkan
gambaran fungsi ginjal.
e. Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O2 alveoli-
arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering diperiksa, dan apabila
terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan bantuan ventilasi
mekanis.
f. Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas darah arteri
dan kadar laktat.
g. Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau tidaknya
memar-memar, perdarahan spontan (misal pada tempat-tempat pungsi vena,
menimbulkan dugaan adanya kegagalan sistem hemostatik, yang membutuhkan
tambahan produk darah.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi penyebab
infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
a. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab
sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
b. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
d. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
e. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang diasosiasikan
dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
f. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
g. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolisme
h. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
i. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi
j. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai
infark miokard
B. WOC
Alkoholik, ↓ imunitas, Cholelitiasis, Cholesistitis, Pankreatitis

Mikroorganisme

Masuk tubuh manusia

Aktivasi berbagai mediator kimiawi ↓

Sepsis

Pelepasan endotoksin

B1 B2 B3 B5 B6
Gangguan termoregulasi
Gangguan Pasokan O2 ke jaringan
Menginfeksi jaringan paru Perubahan fungsi Gangguan syaraf
moetabolisme otot skelet tidak
miokardium hypertermi simpatis dan
Oedema membran alveoli dan oksidatif cerebral mencukupi
parasimpatis
kapiler
Kontraktilitas jantung ↓ B4 Demand glukosa ↑ Hipoxia & iskemi
pada otak Peristaltik usus ↓ Demand glukosa ↑
Abnormalitas ventilasi-
sesak
perfusi O2 Pemecahan glikogen
↓ curah jantung CO ↓ diare
menjadi glukosa Sel otak terganggu Distended abdomen Anaerob glukosa
Gangguan pertukaran gas gangguan absorsi
GFR ↓ As. Lactat ↑
- Hiperglikemia Gangguan
Ventilator Saturasi O2 ↓ Penurunan
- Hipoglikemia keseimbangan
Oliguria, anuria Kesadaran Gangguan
cairan elektrolit Tonus otot ↓
Hipoksia nutrisi < dari
Terganggunya fungsi silia
jaringan kebutuhan
Gangguan pola eliminasi
↑ pembentukan sekret tubuh Gangguan
Bersihan jalan nafas tdk efektif urin Intoleransi
mobilitas fisik
aktivitas
C. Evidence Based Practice

1. Dalam penelitian Romero, Fry dan Rochie tahun 2017 dalam judul “The impact of
evidence-based sepsis guidelines on emergency department clinical practice: a pre-
post medical record audit” didapatkan Studi ini menunjukkan pengurangan waktu
230 menit yang signifikan secara statistik terhadap antibiotik setelah penerapan
pedoman.
D. Asuhan Keperawatan Pada Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Dari hasil pengkajian, Ny P Usia 64 tahun masuk UGD Rumah sakit umum pusat X
tanggal 5 oktober 2019 dengan fistula enterokutan abses intraabdomen dan hidronefrosis
bilateral, kemudian pasien dirawat diruang perawatan untuk direncakanan operasi laparotomi
eksisi fistula dan pemasangan dj stent tanggal 7 oktober 2019. Setelah di lakukan operasi
pasien di rawat di ruangn HCU selama 2 hari dan selanjutnya dilakukan perawatan di ruang
rawat. Tanggal 13 oktober 2019 pasien perburukan dengan tekanan darah 166/104 frekuensi
nadi 137x/menit RR 40 x/menit saturasi 87% menggunakan oksigen NRM 8liter/menit,
diuresis 03 cc/kgBB/jam. Hasil pemeriksaan AGD PH 7,487 PCO2 41,8 PO2 54, HCO3 30,9
pasien dididiagnosis gagal nafas pasien kemudian dipindahkan ke ICU
Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 21 oktober 2019. Pasien didiagnosis
Sepsis + ARDS perbaikan + DIC + AKI +VAP post operasi laparatomi eksisi fistula
enterokutan + explorasi rectum + pemasangan Dj sten, Pasien terintubasi dengan no ETT 8.0,
Pengkajian Sistem Pernapasan :
Pemeriksaan fisik suara nafas ronci pada bagian kiri dan kanan paru, adanya sekret pada tube
ETT warna putih encer. pemeriksaan kultur sputum : bacteri candida sp, Pasien
menggunakan ventilator mode ventilator SIMV dengan Preasure support 12 mmHg, RR 10 x/
menit, PEEP 7 Volume tidal 350 cc Fi02 50%, I:E 1:2, Sao2 99%
Pasien tidak mengalami sianosis dengan hasil rontgen adanya infiltrat di basal paru CTR <
50%. , Suara jantung normal tidak ada bising jantung. Tekanan darah 118/67 MAP 86 dengan
Vascon 0,6 mcg/jam, dobutamin 0,5 mcg/jam. CVP 9 cm H20 dengan MPP : 77, hasil EKG :
disimpulkan sinus takikardia dengan RVH
Pengkajian Pada Ekstremitas :
Adanya edema anasarka dengan edema pada ekstremitas atas +2 dan ektremitas bawah +2
Hasil laboratorium :
laktat +3, prokalsitoni >32, APTT 39,2 PT 14,1 Fibrinogen 361 mg/dl D dimer 8200 ng/ml,
pemeriksaan penunjang tanggal 21/10/2019 Na 126 mmol/L, K+ 4,51 mmol/L, CL- 104
mmol/L Ca+ 0,97 mmol/L ureum 173 Mg/Dl, creatinin 0,8 mg/dl,
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 -10 – 2019, albumin 2,5 grm/dl PT 14,1 HB 12,1 GDS
232

Pengkajian Sistem Neurologi :


Kesadaran kualitatif mengantuk dengan propopol 20 mg/jam fentanyl 300 mcg/24 jam, GCS
E3 M2 V tube, pupil isokor reflek cahaya positif, ukuran +2 ka, +2 ki, pasien risiko tinggi
jatuh (morse scale 58 ), pemeriksaan CPOT pasien tidak mengalami nyeri, pemeriksaan
RASS -2.
Pengkajian Sistem Pencernaan :
Pasien terpasang colostomi di tranversum dan drain di rectum, dari drain keluar cairan kental
berwarna hitam kehijauan dengan volume 150 cc/ 8 jam. Bising usus postif 6 kali/menit di 4
kuadran, BB pasien 60 Kg Tinggi 152 cm IMT : 25,97
Terapi Medis
Program pengobatan : clinimix 600 cc, meropenem 2 gram, omeprazole 40 mg, ca glukonas 1
ampul, furosemid 240mg/48 jam, fentanyl 200 micro, tygcil 50 mg , heparin 10.000 unit/24
jam, Vascon 0,6 mcg/jam, dobutamin 5 mcg/jam

Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Data Subjektif : - Sepsis Bersihan Jalan Nafas
Data Objektif : Tidak Efektif
1. Suara nafas ronchi Pelepasan Endotoksin
pada bagian kiri dan
kanan paru. Menginfeksi Jaringan
2. Adanya secret pada
tube ETT warna putih Infiltrat Basal Paru
encer.
3. Pemeriksaan kultur Penumpukan Sekret
sputum : bakteri
candida sp.
4. Pasien tampak
menggunakan
ventilator SIMV
dengan preasure
support 12mmHg.
5. RR 10x/mnt
6. PEEP 7 Volume tidal
350cc FiO2 50% I:E
1:2, Sao2 99%.
7. Pasien tidak
mengalami sianosis
dengan hasil rontgen
adanya infiltrate di
basal paru CTR <50%
8. AGD Tanggal 16-10-
2019 Ph 7,230, PCO2
33,6 PO2 74,4 HCO3
19,3, BE -4,2.
Data Subjektif : - Sepsis Gangguan Pertukaran
Data Objektif : Gas
1. AGD Tanggal 16-10- Pelepasan Endotoksin
2019 Ph 7,230, PCO2
33,6 PO2 74,4 HCO3 Menginfeksi Jaringan
19,3, BE -4,2.
(Asidosis Metabolik) Infiltrat Basal Paru
Nilai Normal :
PH : 7,35 – 7,45 ketidakseimbangan
PCO2 : 35 – 45 ventilasi-perfusi
HCO3 : 22 – 26
PO2 : 80 – 100
2. Hasil EKG :
disimpulkan sinus
takikardia dengan
RVH
3. Suara nafas ronchi
pada bagian kiri dan
kanan paru.
4. Pasien tampak
menggunakan
ventilator SIMV
dengan preasure
support 12mmHg.
5. RR 10x/mnt ( RR
normal : 12-20
x/menit ).
Data Subjektif : - Gangguan Mekanisme Hipervolemia
Data Objektif : Regulasi
1. Adanya edema
anasarka dengan
edema pada
ekstremitas atas +2
dan ektremitas bawah
+2
2. BB pasien 60 Kg
Tinggi 152 cm IMT :
25,97
3. Suara nafas ronchi
pada bagian kiri dan
kanan paru.
3. Diagnosa keperawatan
A. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Penumpukan Sekret
B. Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
C. Hipervolemia b.d Gangguan Mekanisme Regulasi
4. Intervensi Keperawatan
A. Diagnosa Pertama : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Penumpukan Sekret
Rencana Tindakan Keparawatan dan Implementasi keperawatan yang dilakukan dengan
tujuan setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
menunjukkan jalan nafas yang paten. Kriteria hasil didapatkan produksi sputum menurun,
tidak ditemukan bunyi nafas tambahan, frekuensi nafas membaik, pola nafas membaik :
a). Mengatur Posisi klien (Semi Fowler) bertujuan agar membantu pengembangan paru
dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma klien b). Melakukan Fisioterapi
dada yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan pernafasan yang dialami klien
c). Melakukan penghisapan jalan nafas (Suction) bertujuan untuk menghilangkan secret
yang menyumbat jalan nafas, d). Mengauskultasi suara nafas catat adanya suara
tambahan bertujuan untuk mengetahui apakah ada bunyi nafas tambahan yang
disebabkan tersumbatnya jalan nafas, e). Memonitor selang ETT bertujuan agar selang
tetap paten. F). Melakukan perawatan pada selang ETT bertujuan agar slang ETT tetap
hygiene.
B. Diagnosa Kedua : Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
dengan tujuan tindakan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam maka mekanisme pertukaran gas dalam batas normal dengan kriteria hasil : AGD
dalam batas normal, bunyi nafas tambahan menurun, tidak terdapat sianosis dan
dispnea, PCO2 dan PO2 membaik atau dalam batas normal. Rencana Tindakan
Keparawatan dan Implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu : Tindakan
Pemantauan Respirasi pada pasien meliputi, tindakan observasi yang terdiri dari a)
monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas bertujuan untuk mengetahui
tanda dan gejala awal pola nafas tidak efektif b) monitor pola nafas pasien ( seperti
bradipneu, takipneu, hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik bertujuan
untuk mengetahui tanda dan gejala awal pola nafas tidak efektif dan tanda perburukan
penyakit c) monitor kemampuan batuk efektif bertujuan untuk membantu
mengeluarkan produksi sputum d) monitor adanya produksi sputum bertujuan untuk
mengetahui produksi sputum yang dihasilkan dan untuk menegakkan diagnosa e)
monitor adanya sumbatan jalan nafas bertujuan untuk mengidentifikasi adanya sekret
dijalan nafas dan dapat dilakukan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi sumbatan
dijalan nafas f) auskultasi bunyi nafas bertujuan untuk mengetahui adanya sumbatan
pada jalan nafas dan perkembangan status kesehatan pasien g) monitor nilai AGD
bertujuan untuk mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh pasien,
mengetahui kadar oksigen dalam tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam
tubuh pasien , kemudian tindakan terapeutik terdiri dari h) atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan
kesempatan untuk beraktivitas kepada pasien
C. Diagnosa Ketiga : Hipervolemia b.d Gangguan Mekanisme Regulasi dengan tujuan
tindakan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
tingkat keseimbangan cairan dan asam basa meningkat atau membaik dengan kriteria
hasil yaitu : edema pada pasien menurun, AGD dalam rentang normal, vital sign
dalam batas normal, kadar Natrium, Klorida, Hemoglobin dalam batas normal.
Rencana Tindakan Keparawatan dan Implementasi keperawatan yang dilakukan
yaitu : Tindakan Manajemen Hipervolemia pada pasien meliputi, tindakan observasi
yang terdiri dari a) periksa tanda dan gejala hipervolemia ( mis.ortopnea, dispnea,
edema, suara nafas tambahan, JVP/CVP meningkat dll ) rasional : peningkatan
menunjukkan adanya hipervolemia sehingga apabila telah memeriksa tanda dan gejala
hipervolemia dapat menentukan tindakan selanjutnya yang dapat diberikan kepada
pasien b) monitor intake dan output cairan bertujuan untuk mengetahui balance
cairan, apakah seimbang cairan yang masuk dan keluar, tindakan terapeutik yang
terdiri dari a) timbang berat badan setiap hari bertujuan untuk mengetahui
peningkatan cairan dalam tubuh dan untuk mengetahui apakah ada perubahan pada
edema yang dapat dilihat dari berat badan pasien b) batasi asupan cairan dan garam
bertujuan untuk mengurangi edema pada pasien karena apabila kelebihan garam dapat
memicu edema , dan tindakan kolaborasi terdiri dari a) kolaborasi pemberian diuretik
( Furosemide 240 mg/48 jam bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari
dalam tubuh melalui urine. Tindakan Manajemen Asam-Basa pada pasien meliputi,
tindakan observasi yang terdiri dari a) identifikasi penyebab ketidakseimbangan
asam-basa bertujuan untuk memberikan tindakan sesuai dengan penyebab masalah b)
monitor frekuensi dan kedalaman nafas untuk mengetahui apakah frekuensi dan
kedalaman nafas dalam batas normal atau tidak dan menentukan tindakan
keperawatan selanjutnya c) monitor perubahan Ph, PaCO 2 dan HCO3 bertujuan untuk
mengetahui apakah keseimbangan asam-basa dalam batas normal atau tidak , tindakan
terapeutik yang terdiri dari a) ambil spesimen darah arteri untuk pemeriksaan AGD
bertujuan untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida dan tingkat asam basa
( Ph ) didalam darah, dan tindakan kolaborasi yang terdiri dari a) kolaborasi
pemberian ventilasi mekanik ( Ventilator mode mode ventilator SIMV dengan
preasure support 12 mmHg ) bertujuan untuk menormalkan gas dalam peredaran
darah arteri dan keseimbangan asam dan basa dengan menyediakan ventilasi yang
adekuat dan oksigenasi dengan penggunaan volume dan tekanan positif.

5. Implementasi
A.Dx 1: a). Mengatur Posisi klien (Semi Fowler)
b). Melakukan Fisioterapi dada
c). Melakukan penghisapan jalan nafas (Suction)
d). Mengauskultasi suara nafas catat adanya suara tambahan
e). Memonitor selang ETT.
F). Melakukan perawatan pada selang ETT.
B. Dx 2 : a) memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
b) monitor pola nafas pasien ( seperti bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
kusmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik
c) monitor kemampuan batuk efektif
d) monitor adanya produksi sputum
e) monitor adanya sumbatan jalan nafas
f) auskultasi bunyi nafas
g) monitor nilai AGD , kemudian tindakan terapeutik terdiri dari
h) mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
C. Dx 3 : a) memeriksa tanda dan gejala hipervolemia ( mis.ortopnea, dispnea, edema,
suara nafas tambahan, JVP/CVP meningkat dll )
b) memonitor intake dan output cairan, tindakan terapeutik yang terdiri dari
a) timbang berat badan setiap hari
c) membatasi asupan cairan dan garam , dan tindakan kolaborasi terdiri
dari
d) mengkolaborasi pemberian diuretik ( Furosemide 240 mg/48 jam.
Tindakan Manajemen Asam-Basa pada pasien meliputi, tindakan observasi yang
terdiri dari
e) mengidentifikasi penyebab ketidakseimbangan asam-basa
f) memonitor frekuensi dan kedalaman nafas
g) memonitor perubahan Ph, PaCO2 dan HCO3 , tindakan terapeutik yang
terdiri dari
h) meambil spesimen darah arteri untuk pemeriksaan AGD, dan tindakan
kolaborasi yang terdiri dari
i) mengkolaborasi pemberian ventilasi mekanik ( Ventilator mode mode
ventilator SIMV dengan preasure support 12 mmHg ).

6. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, maka hasil evaluasi
keperawatan yang diperoleh dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada setiap
diagnosa diantaranya :
a. Diagnosa 1 : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Penumpukan Sekret. Didapatkan
evaluasi keperawatan diagnose pertama pada hari pertama yaitu : Pada kasus Ny. P
pada hari pertama belum teratasi terlihat dari penumpukan sekret pada jalan nafas
pasien, terdapat suara nafas tambahan yaitu ronchi maka intervensi dilanjutan yaitu a).
Mengatur Posisi klien (Semi Fowler) bertujuan agar membantu pengembangan paru
dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma klien b). Melakukan
Fisioterapi dada yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan pernafasan yang
dialami klien c). Melakukan penghisapan jalan nafas (Suction) bertujuan untuk
menghilangkan secret yang menyumbat jalan nafas, d). Mengauskultasi suara nafas
catat adanya suara tambahan bertujuan untuk mengetahui apakah ada bunyi nafas
tambahan yang disebabkan tersumbatnya jalan nafas, e). Memonitor selang ETT
bertujuan agar selang tetap paten. F). Melakukan perawatan pada selang ETT
bertujuan agar slang ETT tetap hygiene.
Pada hari kedua masalah teratasi sebagian karena Penumpukan secret mulai berkurang
karena telah dilakukan beberapa tindakan dan selanjutnya tindakan dilanjutkan, dan
pada hari ketiga masalah teratasi karena sudah ada perubahan pada pasien yang
terlihat dari tidak adanya secret dijalan nafas, tidak ditemukan suara nafas tambahan
pada pasien.
b. Diagnosa 2 : Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Didapatkan evaluasi keperawatan diagnose kedua pada hari pertama masalah belum
teratasi, pada hari kedua masalah teratasi Sebagian karna bunyi nafas tambahan pada
pasien mulai berkurang, pada hari ketiga teratasi, dan intervensi dihentikan.
c. Diagnosa 3: Hipervolemia b.d Gangguan Mekanisme Regulasi. Pada hari pertama
masalah belum teratasi dikarenakan pada ekstremitas masih terdapat edema, hari
kedua masalah teratasi sebagian dikarnakan pasien telah diberikan obat diuretik untuk
mengurangi penumpukan cairan yang dikeluarkan melalui urine obat yang digunakan
(Furosemide 240 mg/48 jam). dan hari ketiga masalah belum teratasi intervensi masih
dilanjutkan dengan tindakan. a) monitor intake dan output cairan b) batasi asupan
cairan dan garam. c) kolaborasi pemberian diuretik ( Furosemide 240 mg/48 jam. d)
identifikasi penyebab ketidakseimbangan asam-basa e) monitor frekuensi dan
kedalaman nafas f) monitor perubahan Ph, PaCO2 dan HCO3. g) ambil spesimen darah
arteri, dan tindakan kolaborasi yang terdiri dari a) kolaborasi pemberian ventilasi
mekanik ( Ventilator mode mode ventilator SIMV dengan preasure support 12
mmHg)
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC

Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA
NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.

Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai