Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK SEPTIK

Disusun Oleh

Diryono

202102040062

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYA PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN 2021
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Definisi baru untuk sepsis dan syok septik oleh SCCM/ ESICM dalam
konsensus internasional ke-3 (Sepsis-3) pada tahun 2016. Sepsis didefinisikan
sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa, disebabkan oleh
ketidakmampuan respon pejamu terhadap infeksi. Disfungsi organ dapat
diidentifikasi sebagai perubahan akut sebagai konsekuensi infeksi yang
dirumuskan dalam skor sequential (sepsis-related) organ failure assessment
(SOFA) ≥2 (Singer, 2016).
Penekanan pada disfungsi organ yang mengancam jiwa konsisten dengan
pandangan bahwa cacat seluler mendasari kelainan fisiologik dan biokimia
sistem organ spesifik. Skor SOFA ≥2 mencerminkan risiko mortalitas rata-rata
10% untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan tersangka infeksi. Syok
septik merupakan bagian dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah dan
selular/metabolik yang mendasari, dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian. Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu sepsis
dengan disertai hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan agar tekanan arteri rata-rata ≥65 mmHg dan konsentrasi
laktat darah >2 mmol/L (>18 mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan yang adekuat. Risiko mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%
(Singer, 2016).
Syok septik adalah invasi aliran darah oleh beberapa organisme
mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini.
Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam
kehidupan (Brunner & Suddarth, 2016).
2. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2016) syok septic diakibatkan oleh
serangkaian peristiwa hemodinamik dan metabolic yang dicetuskan oleh
serangan mikroba, serta yang penting lagi adalah oleh system pertahanan
tubuh. Sepsis dan syok septic dapat disebabkan oleh gejala serangan
mikroorganisme yang berkaitan dengan infeksi bakteri aerobic dan an aerobic
terutama yang disebabkan oleh:
a. Bakteri gram negative seperti Escheria coli, Klebsiella sp,
Pseudomonassp, Bacteroides sp, dan Proteus sp. Bakteri gram negative
mengandung lipopolisakarida pada dinding selnya yang disebut
endotoksin. Apabila dilepas dan masuk kedalam aliran darah, endotoksin
menghasilkan beragam perubhan-perubahan biokimia yang meugikan dan
mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang syok
septic.
b. Organisme gram positif seperti: Stafilokokus. Streptokokus, dan
Pneunmokokus juga terlibat dalam timbulnya sepsis.
c. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan
untuk mengerahkan mediator imun dengan cara yang sama dengan
endotoksin.
d. Selain itu infeksi viral, fungal, dan riketsia dapat mengarah kepada
timbulnya syok sepsis dan syok septik.
3. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2016) komplikasi syok septik, yaitu:
1) Meningitis
2) Hipoglikemi
3) Aasidosis
4) Gagal ginjal
5) Disfungsi miokard
6) Perdarahan intra cranial
7) Icterus
8) Gagal hati
9) Disfungsi system saraf pusat
10) Kematian
11) Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)
4. Patofisiologi
Sepsis timbul akibat respon pejamu terhadap infeksi, yang diarahkan untuk
mengeliminasi patogen. Patogen memiliki mekanisme atau faktor virulensi
yang bervariasi sehingga memungkinkan patogen untuk bertahan dalam tubuh
pejamu dan menyebabkan penyakit. Faktor virulensi menyebabkan patogen
mampu menghambat fagositosis, memfasilitasi adhesi ke sel atau jaringan
pejamu, meningkatkan survival intrasel setelah difagosit, dan merusak jaringan
melalui produksi toksin dan enzim ekstrasel (Mahon & Mahlen, 2015)
Beberapa patogen berkemampuan untuk bertahan dan memperbanyak diri
dalam sel fagosit setelah difagosit, dengan cara mencegah fusi fagosom dan
lisosom (fagolisosom), bertahan terhadap efek dari isi lisosom, atau keluar dari
fagosom ke dalam sitoplasma. Sebagai contoh, Mycobacterium tuberculosis
dan Legionella pneumophila mencegah pembentukan fagolisosom,
Mycobacterium leprae menginaktivasi reactive oxygen species (ROS) dan
nitrogen species, dan Listeria monocytogenes merusak membran fagosom dan
keluar ke sitoplasma (Mahon & Mahlen, 2015).
Kemampuan patogen untuk menghasilkan eksotoksin diproduksi terutama
oleh bakteri Gram positif, dan disekresi ke lingkungan ekstrasel bakteri
sehingga daat berinteraksi dengan sel pejamu dan mengganggu metabolisme
normalnya. Toksin Vibrio cholerae menyebabkan peningkatan cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) pada sel epitel usus, sehingga terjadi diare
karena hipersekresi klorida dan air. Di satu sisi, endotoksin diproduksi oleh
bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri Gram negatif memroduksi
lipopolisakarida (LPS) yang menyusun membran luar bakteri dan terdiri atas 3
regio, yaitu polisakarida spesifik-O, polisakarida inti, dan lipid A. Aktivitas
toksin dari endotoksin terdapat pada lipid A. Paparan terhadap endotoksin
dapat menyebabkan efek yang sistemik, seperti perubahan tekanan darah dan
suhu tubuh, abnormalitas koagulasi, penurunan jumlah sel leukosit dan
trombosit yang bersirkulasi, perdarahan, gangguan sistem imun, dan akhirnya
kematian (Mahon & Mahlen, 2015).
5. Pathway
Mikroorganisme (Bacteri gram negatif)

Masuk tubuh manusia

Respon imun

Aktivasi berbagai mediator kimiawi

SYOK SEPTIK

Endotoksin basil gram negatif

B1 B3 B5 B6
O2 dalam
Ketidakmampuan B2 darah Gangguan metabolisme Gangguan saraf simpatis Pasokan O2 ke
sel untuk berkurang oksidatif cerebral & parasimpatis jaringan otot skelet
menggunakan O2 tidak mencukupi
Kontraktilitas Hypoxia &
B4 Demand Peristaltik Peristaltik
Berkurangnya jantung ↓ iskemi pada
glukosa ↑ usus ↓ usus ↓ Demand
O2 di paru otak
Aliran darah CO ↓ glukosa ↑
Pernapasan Pemecahan Distended Diare
perifer glikogen
cepat / RR ↑ GFR ↓ Ketidakefektifan abdomen, Anaerob
terganggu menjadi
Perfusi Jaringan gangguan glukosa
Dyspnea glukosa Resiko
Oliguria, Otak absorbsi
Cyanosis, Ketidakseimbangan Asam
akral dingin Anuria Elektrolit
Hiperglikemia lactat ↑
Ketidakefektifan
Pola Nafas Hipoglikemia
Ketidakefektifan Gangguan Ketidakseimbangan Tonus otot ↓
Perfusi Jaringan rasa nyaman nutrisi kurang dari
Perifer kebutuhan tubuh Gangguan
Penurunan Intoleransi
Curah Aktivitas mobilitas
Jantung Gangguan
Eliminasi
Resiko
Urine
Cedera
6. Manifestasi klinik
Menurut Brunner & Suddarth (2016) manifestasi klinik dari syok septik adalah,
yaitu:
1. Manifestasi Kardiovaskular.
a) Perubahan Sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah
rendahnya vaskuler sistemik ( TVS ), sebagian besar karena
vasodilatasi yang terjadi sekunder terhadap efek-efek berbagai
mediator ( Seperti ; prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin ).
Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya
volume intravascular menembus membrane yang bocor dengan
demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam respon
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung ( CJ )
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat (Brunner & Suddarth,
2016)
b) Perubahan Miokardial
Kinerja miokardial tertekan dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi
ventrikuler dan kerusakan kontraktilitas juga terkena.Terganggunya
fungsi jantung adalah keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan
oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat yang menurunkan responsivitas
terhadap katekolamin (Brunner & Suddarth, 2016).
2. Manifestasi Pulmonal
Endotoksin mempengaruhi paru-paru baik langsung maupun tidak
langsung respon pulmonal awal adalah bronkokontriksi. Mengakibatkan
pada hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan neutropil
teraktivasi dan mengilfiltrasi jaringan pulmonal dan vaskuler, menyebabkan
akumulasi air ekstra vaskuler paru-paru. Neutropil yang teraktivasi
diketahui menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel
parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabilitas. Dengan
terkumpulnya cairan pada interstitium, komplians pulmonal berkurang,
terjadi kerusakan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia (Brunner &
Suddarth, 2016).
3. Manifestasi Hematologi
Bakteri atau toksin menyebabkan aktivasi komplemen karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan lebih buruk ketimbang
melindungi. Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.
Histamin merangsang vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
keadaan ini menimbulkan perubahan sirkulasi dalam volume serta
timbulnya edema interstitial. Abnormalitas platelet juga terjadi pada septic
karena endotoksin serta secara tidak langsung menyebabkan agregasi
platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan –bahan vasoaktif.
Platelet yang teragragasi menimbulkan sumbatan aliran darah dan
melemahkan metabolisme selular dan mengaktivasi koagulasi, selanjutnya
menipisnya factor-faktor penggumpalan (Brunner & Suddarth, 2016).
4. Manifestasi Metabolik
Hiperglikemia sering sering ditemui pada awal syok karena pningkatan
glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi pengambilan
glukosa ke dalam sel. Dengan berkembangnya syok terjadi hipoglikemia
karena persediaan glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Pemecahan
protein terjadi pada syok septic dan ditunjukan oleh tingginya ekskresi
nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino karena
disfungsi metaboliknya dan selanjutnya terakumulasi dalam aliran darah.
Dengan keadaan syok yang berkembang terus, jaringan adipose dipecah
(lipolisis) untuk menyediakn lipid bagi hepar untuk memproduksi energi.
Metabolisme lipid ini menghasilkan keton, yang kemudian digunakan
dalam siklus kreb dengan demikian menyebabkan peningkatan
pembentukan laktat. Pengaruh kekacauan metabolic ini menjadikan sel
menjadi sangat kekurangan energi (Brunner & Suddarth, 2016).
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Brunner & Suddarth (2016) pemeriksaan diagnostik dari syok septik,
yaitu:
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter/intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
2. SDP Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpindah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP
tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
/ sirkulasi toksin / status syok.
5. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
6. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari
perubahan selulaer dalam metabolisme.
7. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
8. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
9. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat menunjukan
infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
10. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.
8. Penatalaksanaan medis
Pengobatan terbaru syok septic mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum
dan drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk
meningkatkan ketahanan hidup pasien. Preparat sefalosporin ditambah amino
glikosida diresepkan pada awalnya. Kombinasi ini akan memberikan
cangkupan antibiotic sebagaian organism gram negative dan beberapa gram
positif. Saat laporan sensitifitas dan kultur tiba, antibiotik diganti dengan
antibiotic yang secra lebih spesifik ditargetkan pada organisme penginfeksi dan
kurang toksin untuk pasien (Brunner & Suddarth, 2016).
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debidemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam
penatalaksanaan syok septic. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari
dari awitan syok. Pemberian makan enteral lebih dipilih daripada parenteral
kecuali terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal. (Brunner &
Suddarth, 2016).
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum dan septikemia neonatus merupakan
istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan respon terhadap infeksi
pada bayi baru lahir. Ada sedikit kesepakatan pada penggunaan istilah secara
tepat, yaitu, apakah harus dibatasi berdasarkan pad infeksi bakteri, biakan
darah positif, atau keparahan sakit. Kini, ada pembahasan yang cukup banyak
mengenai definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis. Hal
ini merupakan akibat dari ledakan informasi mengenai patogenesis sepsis dan
ketersediaannya zat baru untuk terapi potensial (Brunner & Suddarth, 2016).
Pada orang dewasa, istilah sindrom respons radang sistemik (SIRS)
digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis yang ditandai oleh 2 atau
lebih hal berikut ini: (1) demam atau hipotermia, (2) takikardia, (3) takipnea,
dan (4) kelainan sel darah putih (leukosit) atau peningkatan frekuensi bentuk-
bentuk imatur. SIRS dapat merupakan akibat dari trauma, syok hemoragik, atau
sebab-sebab iskhemia lain, pankreatitis atau jejas imunologis. Bila hal ini
merupakan akibat dari infeksi, keadaan ini disebut sepsis. Kriteria ini belum
ditegakkan pada bayi dan anak-anak, dan tidak mungkin dapat diterapkan pada
bayi baru lahir. Meskipun demikian, konsep sepsis sebagai sindrom yang
disebabkan oleh akibat infeksi metabolik dan hemodinamik terasa masuk akal
dan penting. (Brunner & Suddarth, 2016).
Di masa mendatang, definisi sepsis pada bayi baru lahir dan anak akan menjadi
lebih tepat. Saat ini, kriteria sepsis neonatorum harus mencakup adanya infeksi
pada bayi baru lahir yang menderita penyakit sistemik serius yang tidak ada
penjelasan non-infeksi dan patofisiologi abnormalnya. Sakit sistemik serius
pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh asfiksia perinatal, penyakit saluran
pernafasan, penyakit jantung, metabolik, neurologis, atau hematologis. Sepsis
menempati bagian kecil dari semua infeksi neonatus. Bakteri dan Candida
merupakan agen etiologi yang paling sering, namun virus dan kadang-kadang
protozoa, dapat juga menyebabkan sepsis. Biakan darah mungkin negatif,
menambah kesulitan dalam menegakkan infeksi secara etiologi. Akhirnya,
infeksi dengan atau tanpa sepsis dapat muncul secara bersamaan dengan
penyakit non-infeksius pada bayi baru lahir, anak, atau orang dewasa (Brunner
& Suddarth, 2016).
B. Asuhan keperawatan dengan syok septik
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
1) Identitas klien yang harus dikaji yaitu nama, jenis kelamin,
umur,alamat, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Pengkajian primer
1) Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2) Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
3) Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4) Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien syok. Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unrespons).
5) Exposure
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki yaitu angkat
celana pasien ke arah lutut dan periksa apakah ada luka atau cidera,
terutama luka pada bagian tengkuk atau leher belakang.
c) Pengkajian sekunder
1) Promosi Kesehatan, kaji kesehatan umum klien, alasan masuk
rumah sakit, dan riwayat keluhan utama klien, riwayat penyakit
masa lalu, riwayat pengobatan masa lalu, kemampuan mengontrol
kesehatan, faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
kesehatan, riwayat pengobatan sekarang.
2) Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (tinggi badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas, indeks
massa tubuh) biochemical (data laboratorium yang abnormal ),
clinical (tanda-tanda klinis integumen, anemia), diet (meliputi jenis,
frekuensi, nafsu terhadap makanan yang diberikan selama di RS),
energi (kemampuan beraktivitas selama dirawat), faktor (penyebab
masalah), Penilaian Status Gizi, polaasupan cairan, jumlah intake
dan output, penilaian status cairan (balance cairan), pemeriksaan
abdomen.
3) Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat kandung
kemih, pola urine, distensi kandung kemih, sistem gastrointestinal
(konstipasi dan faktor penyebab, pola eliminasi).
4) Aktivitas dan istirahat, mengkaji kebutuha istirahat/tidur, aktivitas,
respon jantung, pulmonary respon, sirkulasi, riwayat hipertensi,
kelainan katup, bedah jantung, endocarditis, anemia, bengkak pada
kaki, asites, takikardi disritmia, atrial fibrilasi, prematur ventrikular
contraction, bunyi jantung s3, abnormal sistolik dan diastolik,
murmur, peningkatan JVP, adanya nyeri dada, sianosis, pucat,
ronchi, hepatomegaly.
5) Persepsi diri
6) Peranan hubungan, mengkaji pola interaksi dengan orang lain atau
kedekatan dengan anggota keluarga.
7) Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual, masalah atau
disfungsi sesksual.
8) Mekanisme koping atau toleransi stress
9) Nilai-nilai kepercayaan
10) Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit autommune, tanda-
tanda infeksi, gangguan termoregulasi, gangguan/komplikasi
(akibat tirah baring, proses perawatan, jatuh, obat-obatan, dan
penatalaksaan terhadap penyakit)
11) Kenyamanan, mengkaji adanya nyeri yang dirasakan (PQRST), rasa
tidak nyaman lainnya serta gejala yang menyertai.
12) Pertumbuhan dan perkembangan.
2. Diagnosa keperawatan
Keperawatan yang Mungkin Muncul sesuai NANDA
1. Penurunan curah jantung dengan faktor resiko perubahan
kontraktilitas jantung
2. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan ventilasi
perfusi ditandai dengan dyspnea
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kondisi terkait; hipertensi
3. Rencana Keperawtan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan  Cardiac care
jantung dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor adanya
faktor resiko diharapkan resiko penurunan penurunan cardiac output
kontraktilitas curah jantung pasien dapat 2. Monitor status pernafasan
jantung berkurang dengan kriteria hasil 3. Monitor abdomen
 Cardiac pump: 4. Monitor balance cairan
effectiveness 5. Monitor adamya dysnea,
 Circulation status fatigue, takinpnea,
 Vital sign status ortopnea
1. Tekanan darah normal 6. Batasi aktivitas pasien
120/80 mmHg  Vital sign monitoring
2. Nadi normal 100x/m 1. Monitor TD, respirasi,
3. Respirasi normal 18x/m duhu, nadi, dan saturasi
4. Tidak ada udem pulmo oksigen
5. Tidak ada penurunan 2. Monitor bunyi jantung
kesadaran 3. Monitor sianosis perifer
6. Tidak ada acites 4. Monitor irama dan
frekuensi napas
5. Identifikasi adanya
perubahan vital sign
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan  Airway Management
pertukaran gas keperawatan selama 3x24 jam 1. Buka jalan napas,
berhubungan diharapkan pertukaran gas gunakan teknik chin lift
dengan perubahan pasien efektif dengan kriteria atau jaw thrust jika perlu
ventilasi perfusi hasil 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Respiratory status: gas 3. Kolaborasi fisioterapi
exchange dada
 Vital sign status 4. Pasang OPA jika
1. Tidak ada sianosis diperlukan
2. Frekuensi napas normal 5. Keluarkan secret dengan
3. Tidak ada takikardi batuk efektif atau suction
4. SPO2 100% 6. Kolaborasi pemberian
bronkodlator jika
diperlukan
 Respiratory
Management
1. Monitor rata-rata,
kedalaman, otot
tambahan, dan usaha
respirasi
2. Monitor suara napas
3. Monitor pola napas
4. Monitor tanda-tanda
penggunaan otot napas
tambahan
5. Auskultasi suara napas
6. Berikan terapi oksigen
dengan NRM 8-10 lpm
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Hemodynamic regulation
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor vital sign
perifer diharapkan pertukaran gas 2. Auskultasi bunyi jantung
berhubungan pasien efektif dengan kriteria 3. Monitor perfusi nadi,
dengan kondisi hasil capillary refill, suhu, dan
terkait; hipertensi  Tissue Perfusion: warna kulit
Peripheral 4. Monitor balance cairan
1. Capillary refill time 5. Minimalkan stressor
(<3 detik) lingkungan
2. Akral teraba hangat 6. Kolaborasi pemberian
3. Tidak ada edema terapi fisik
perifer  Oxygen therapy
4. Kelemahan otot 1. Bebaskan apsien dari
berkurang seckret di oral, nasal, dan
5. Tekanan darah 120/80 trakea.
mmHg 2. Pastikan kepatenan jalan
napas
3. Administrasikan terapi
oksigen sesuai kebutuhan
4. Posisikan pasien untuk
mendukung ventilasi
5. Monitor keefektivan
terapi oksigen
6. Monitor RR dan saturasi
oksigen pasien ketika
pasien beraktifitas
7. Monitor kecemasan
pasien berhubungan
dengan terapi oksigen
8. Monitor adanya sianosis
DAFTAR PUSTAKA

Angus DC, van der Poll T. (2013). Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med.
p. 369:840-51.
Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Jawad I, Luksic I, Snorri, Rafnsson B. (2012). Assessing available information on
the burden of sepsis: global estimates of incidence, prevalence, and mortality.
J of Glob Health. 2(1):1-9.
Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. (2006).
Duration of hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is
the critical determinant of survival in human septic shock. Crit Care
Med;34:1589-96. 4. Hotchkiss RS, Moldawer.
Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. (2003).
2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International sepsis definitions
conference. Intensive Care Med; 29:530-8.
Mahon CR, Mahlen S. (2015). Host-parasite interaction. In: Mahon CR, Lehman
DC, Manuselis G, editors. Textbook of Diagnostic Microbiology (5th ed).
Missouri: Saunders Elsevier; p. 23-46
Mayr FB, Yende S, Angus DC. (2014). Epidemiology of severe sepsis.
Virulence;5(1):4-11.
Munford RS. (2008). Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Baunwalda E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle
of Internal Medicine (17th ed). New York: Mc Graw Hill, p. 1695-702.
NANDA-1. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
EGC: Jakarta
Purwanto S. Diana, Astrawinata D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis
dan Syok Septik. Jurnal Biomedik (JBM). 10(3), 143-151.
https://doi.org/10.35790/jbm.10.3.2018.21979.
Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M,
et al. (2016). The third international consensus definitions for sepsis and septic
shock (sepsis-3). JAMA; 315:801-10.

Anda mungkin juga menyukai